Kamis, 04 Oktober 2012

AMAL KEBAIKAN

Hidup ini tidak seindah yang dibayangkan. Banyak hal yang tidak terduga menghampiri hidup kita. Kepahitan dan kegetiran ada ah warna yang memoles lembar kehidupan manusia. Meski sesungguhnya bagi orang yang beriman dunia ini adalah surga tak berperi dengan kenikmatan dan keelokannya yang tidak bertepi. Untuk kita yang saat ini sedang dalam kubangan musibah ada baiknya kita mencoba menyisir jalan kebaikan berikut ini. Atau, kita yang sedang dihantui kegagalan, inilah amalan yang menghibur untuk menolak berbagai kemungkinan bala. 

Pertama, melazimkan doa. Orang yang terbiasa dengan berdoa akan mengalir sebuah kekuatan yang mampu menjadikan dirinya tegar. Bah kan, doa adalah sebuah proteksi ampuh menstabilkan kondisi hati dengan berbagai macam keadaannya. 

Disebut oleh Nabi Muhamad SAW, “Tidak ada yang mampu menolak takdir kecuali doa.” (HR Ahmad). Bahkan, ada doa yang langsung dari Allah untuk menuntun kita terhindar dari berbagai ujian, musibah, dan bala. “Duhai Allah jangan sekali-kali Engkau uji kami di luar batas kemampuan kami.” (QS al-Baqarah [2]: 286). 

Kedua,  kesungguhan taqwa. Banyak disebut oleh berbagai ayat bahwa kesungguhan dan keseriusan dalam ketakwaan mengantarkan ketangguhan spiritual dalam menyelesaikan setiap kesulitan hidup. Ini artinya semangat takwa menghindarkan sebuah peristiwa buruk dalam hidup ma usia. “Siapa yang bertakwa maka Allah jadikan baginya jalan keluar. Dan Allah karunia kan rezeki dari arah tak terduga. Siapa yang menyerahkan urusannya kepada Allah maka akan dicukupkan (nikmat dan kebutuhannya) …” (Baca QS al- Thalaq [65]: 2-3). 

Ketiga, ridha orang tua. Setelah kita tegak dengan nilai-nilai Langit seperti disebut oleh dua poin di atas, saatnya kita mengumpulkan energi dari bumi. Dan, kita perlu memulainya dari bilik kedua orang tua kita. Doa dan restu mereka yang pada urutannya mengantarkan kepada sejuta kebaikan, yang kita unduh tidak hanya di dunia, tapi juga di akhirat. Keramat terampuh di dunia ini tidak lain doa dan restu orang tua. “Rida Allah ada pada rida orang tua dan murka-Nya ada pada murka kedua orang tua,” demikian sabda Nabi Muhammad SAW riwayat al-Hakim. 

Keempat, sedekah. Keutamaan sedekah sudah banyak yang menyebutkan. Bahkan, secara terang sebuah hadis mengisyaratkan, “Sedekah itu benar-benar menolak bala.” (HR Thabrani dari Abdullah ib nu Mas’ud). Karena, agama adalah amal. Maka, nikmat dan ke lezatan beragama akan berasa jika kita benar-benar mengamalkan. Karena itu, saat nya kita buktikan dengan amal nyata. Kita bersedekah pasti ada proteksi bala yang langsung Allah desain. 

Kelima, istighfar. “Kami tidak akan turunkan azab bencana selama mereka masih beristighfar.” (QS al-Anfal, 8: 33). Berikutnya, silaturahim, berzikir, dan selawat. Terkait dengan zikir, disebut oleh Nabi SAW, “Petir menyambar siapa pun, tetapi petir tidak akan menyambar orang yang sedang berzikir.” 

Terakhir, senantiasa ber buat baik. Kebaikan yang kita tebarkan di bumi adalah kebaikan untuk kita yang Allah gelontorkan dari langit (QS ar- Rahman [55]: 60). Wallahu a’lam. 

Prinsip Amal Kebaikan

Kebaikan merupakan nilai luhur yang universal. Semua umat, agama, dan filsafat menaruh perhatian yang besar terhadap amal kebaikan. Dalam Al Qur’an, kebaikan dituturkan dengan menggunakan berbagai kata yakni al birr (kebajikan), al ihsan (kebaikan), ar rahmah (kasih sayang), ash shadaqah (sedekah), dan sebagainya. Penyampaiannya pun ada yang berupa perintah, motivasi, pujian bahkan larangan atau peringatan bagi yang tidak melakukannya. Berikut beberapa ayat dalam Al Qur’an yang menyerukan amal kebaikan. Al Hajj : 177, “Berbuatlah kebaikan supaya kamu mendapat kemenangan.” Ali Imran: 115,”Dan apa saja kebaikan yang mereka kerjakan, maka sekali-kali mereka tidak dihalangi (menerima pahalanya).” Al Baqarah: 83, “Ucapkanlah kata-kata yang baik kepada manusia.” Al Maidah: 48, “Allah hendak menguji kamu terhadap pemberianNya kepadamu. Maka, berlomba-lombalah berbuat kebaikan.”

Dalam hadits juga dianjurkan kebaikan sebagai berikut:
  • “Barang siapa beriman kepada Allah dan Hari Akhir, hendaklah ia berkata yang baik atau diam.” (Hadist Arbain ke-15)
  • “Barang siapa menunjukkan kepada kebaikan, ia mendapatkan pahala seperti orang yang mengerjakannya.” (HR. Muslim dalam Al Imarah)
Akan tetapi ada lima karakteristik atau prinsip yang membedakan amal kebaikan dalam Islam dengan agama lainnya. Prinsip-prinsip tersebut meliputi:

1. Komprehensif

Seorang muslim melakukan amal kebaikan secara menyeluruh kepada semua yang membutuhkan, baik kerabat atau bukan, muslim atau kafir, kawan atau lawan, dan manusia maupun binatang. Kendati demikian Islam menekankan ada prioritas, seperti mengutamakan kerabat. Sabda Rasulullah SAW, “Sedekah kepada orang miskin mendapatkan satu pahala sedekah, sedangkan kepada kerabat mendapatkan dua pahala, sedekah dan silaturahim” (HR. Ahmad).

Begitu pula terhadap nonmuslim, seorang muslim wajib berbuat baik dan adil kepada mereka selama masih berdamai dan tidak memperlihatkan sikap permusuhan. Sebagaimana dinyatakan dalam firman Allah SWT, “Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.” (Al Mumtahanah:8). Bahkan pada tawanan, orang yang jelas memusuhi Islam tetapi dalam kondisi tertawan, Allah memuji umatNya yang berbuat baik pada tawanan. Dalam Al Insan:8, “Dan mereka memberikan makanan yang disukainya kepada orang miskin, anak yatim, dan orang yang ditawan.”

Berbuat baik juga berlaku kepada binatang dan tanaman. Dalam sebuah hadits disebutkan, “Takutlah kepada Allah SWT terkait binatang ternak. Maka tunggangilah binatang itu dengan cara yang baik dan makanilah dia dengan cara yang baik pula.”(HR Ahmad)

2. Ragam Kebaikan

Amal kebaikan yang dilakukan muslim, baik sendiri maupun secara berjamaah, tak hanya memiliki satu bentuk saja, melainkan bermacam-macam sesuai kebutuhan dan kemampuan manusia, juga tergantung tuntutan dan kemungkinan yang ada. Amal bisa berupa ibadah yang bersifat ritual, maupun sosial kemasyarakatan. Ibadah ritual harus dilakukan dengan benar, sesuai tuntutan syariat. Sedangkan ibadah sosial lebih fleksibel. Wujudnya bisa berupa materi maupun nonmateri seperti waktu dan tenaga. Bahkan hal yang paling sederhana seperti kata-kata yang baik, menyingkirkan batu di jalan, dan senyuman pada orang lain bisa menjadi amal kebaikan, sebagaimana hadits “Senyummu pada saudaramu adalah sedekah” (HR.Tirmidzi).

Islam juga menganjurkan amal kebaikan sesuai dengan kemampuan. Hadits yang diriwayatkan dari Abu Dzar, beberapa sahabat Rasulullah bertanya kepada beliau bahwa orang-orang kaya akan mendapat banyak pahala karena mereka sholat dan puasa sebagaimana mereka, dan masih bisa bersedakah dengan kelebihan hartanya. Rasulullah menjawab,”Bukankah Allah telah menjadikan bagi kalian apa-apa yang dapat kalian sedekahkan? Sesungguhnya pada setiap tasbih adalah sedekah, setiap takbir adalah sedekah, setiap tahmid adalah sedekah, setiap tahlil adalah sedekah, mengajak pada kebaikan adalah sedekah, mencegah yang mungkar adalah sedekah, dan berkumpul dengan istri adalah sedekah.” (HR Muslim).

3. Kontinuitas

Salah satu ciri amal kebaikan di kalangan umat Islam adalah kontinuitas atau berkelanjutan. Dalam Islam, ada beberapa kewajiban yang memang bersifat periodik, seperti sholat fardhu setiap hari, zakat fitrah setiap Ramadhan, zakat maal setiap tahun dan sebagainya. Ada pula yang bersifat nonperiodik dan tidak wajib, seperti sedekah, membantu orang lain, sholat sunnah, dan lainnya. Ibadah wajib harus dilakukan oleh orang muslim, sedangkah ibadah sunnah merupakan ibadah tambahan yang dapat menyempurnakan ibadah wajib. Semuanya sebaiknya dilakukan secara kontinu dan berkelanjutan, karena Allah akan selalu mengawasi dan melihat ummatNya. Firman Allah SWT, “Barang siapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrah pun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya.” (Al Zalzalah:7). Selain itu, kita tak pernah tahu kapan ajal akan menjemput manusia. Dengan terus menerus beramal baik, semoga Allah mengakhirkan kita dalam husnul khatimah. 

4. Motif yang Kuat

Memiliki motivasi yang kuat akan menjadikan seorang muslim lebih giat dan teguh dalam beramal baik. Motivasi tersebut antara lain:
  1. Mencari keridhaan Allah, “Dan mereka memberikan makanan yang disukainya kepada orang miskin, anak yatim, dan orang yang ditawan. Sesungguhnya kami memberi makan kepadamu hanyalah untuk mengharapkan keridhaan Allah. Kami tidak menghendaki balasan dari kamu dan tidak pula ucapan terima kasih.” (Al Insaan:8-9). Termasuk mencari keridhaan Allah adalah meminta surga berikut pahala dan kenikmatan di dalamnya. Motivasi inilah yang telah mendorong banyak sahabat melakukan kebaikan. Maka, ketika diturunkan ayat Al Qur’an yang menyeru kebaikan, mereka bersegera melakukannya bahkan ingin berbuat lebih. Cinta dunia dan kekikiran tak menghalangi mereka berbuat baik sebab mereka yakin pahala Allah lebih besar dan di sisi Allahlah yang lebih kekal. Ada sebuah kisah bahwa Abu Thalhah menyedekahkan kebun kurma yang ia paling cintai segera setelah diturunkannya ayat yang berbunyi “Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebaikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai.” (Ali Imran:92).
  2. Motivasi normatif, Motivasi normatif sebagaimana dalam Al Qur’an yang menyebut orang-orang yang beramal baik sebagai orang yang bertakwa (Al Baqarah: 2-3), orang yang beriman (Al Anfal: 3-4), orang yang berakal (Ar Ra’d: 19-22), atau orang –orang yang berbuat baik (Adz Dzariyat: 16-19).
  3. Keberkahan di dunia, Agama Islam sangat memperhatikan kebaikan baik di dunia maupun di akhirat. Maka kebaikan dunia pun boleh menjadi motivasi seorang mukmin untuk berbuat kebaikan, seperti keharmonisan rumah tangga, harta yang berkah, anak yang sholeh, maupun berharap Allah memberikan ganti yang lebih baik dari yang disedekahkan. “Barang siapa bertakwa kepada Allah,niscaya Allah menjadikan baginya kemudahan dalam urusannya.” (Ath Thalaq: 4), “Barang siapa mengerjakan amal shaleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan kami berikan kepadanya kehidupan yang baik.”(An Nahl:97)
5. Ikhlas demi kebaikan 

Karakteristik terakhir dari amal kebaikan adalah dilandasi keikhlasan yakni dilakukan semata-mata demi kebaikan. Hal tersebut dapat terwujud apabila dimotivasi oleh agama dan akhlaq, bukan duniawi dan materi. Misalnya kebaikan seseorang tidak akan diterima apabila dijadikan alat untuk menipu atau meraup suara dalam pemilu. Demikian pula,amal kebaikan yang dilakukan dengan cara yang haram seperti: sedekah dari uang suap atau uang judi. Dalam sebuah hadits, Rasulullah bersabda “Sesungguhnya Allah itu Maha Baik dan hanya menerima yang baik-baik.”

Hapus Noda Dosamu Di Masa Lalu Dengan Amal-amal Kebaikan

Terkadang, ada seorang hamba yang ingin memperbaiki dirinya dan bertobat kepada Allah Ta’ala, tapi ketika dia melihat dan mengingat banyaknya dosa-dosa yang dilakukannya di masa lalu, dia pun berputus asa dan memandang dirinya sangat kotor, sehingga tidak mungkin dirinya diterima oleh Allah Ta’ala.

Ini jelas merupakan tipu daya Setan untuk memalingkan manusia dari jalan Allah Ta’ala, dengan menjadikan mereka berputus asa dari rahmat-Nya, padahal rahmat dan kasih sayang-Nya kepada hamba-hamba-Nya sangat luas dan agung. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menggambarkan hal ini dalam sabda beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Sungguh Allah lebih penyayang terhadap hamba-hamba-Nya daripada seorang ibu terhadap anak bayinya”.

Dalam hadits shahih lainnya, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Ketika Allah menciptakan makhluk, Dia menuliskan di sisinya di atas arsy-Nya: sesungguhnya kasih sayang-Ku mendahului/mengalahkan kemurkaan-Ku”.

Khusus tentang pengampunan dosa-dosa dari-Nya bagi hamba-hamba-Nya, Allah Ta’ala berfirman:

{قُلْ يَا عِبَادِيَ الَّذِينَ أَسْرَفُوا عَلَى أَنْفُسِهِمْ لا تَقْنَطُوا مِنْ رَحْمَةِ اللهِ إِنَّ اللهَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ جَمِيعًا إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ}

“Katakanlah: “Hai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu terputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (QS az-Zumar: 53).

Ayat yang mulia ini disebut oleh sebagian dari para ulama ahli tafsir sebagai ayat al-Qur’an yang paling memberikan pengharapan kepada orang-orang yang beriman.

Imam Ibnu Rajab al-Hambali rahimahullah menukil sebuah kisah yang menarik untuk kita jadikan renungan; dari imam besar ahlus sunnah dari kalangan Atbaa’ut taabi’iin, Fudhail bin ‘Iyaadh rahimahullah, ketika beliau menasehati seseorang lelaki, beliau berkata kepada lelaki itu: “Berapa tahun usiamu (sekarang)?”. Lelaki itu menjawab: Enam puluh tahun. Fudhail berkata: “(Berarti) sejak enam puluh tahun (yang lalu) kamu menempuh perjalanan menuju Allah dan (mungkin saja) kamu hampir sampai”. Lelaki itu menjawab: Sesungguhnya kita ini milik Allah dan akan kembali kepada-Nya. Maka Fudhail berkata: “Apakah kamu paham arti ucapanmu? Kamu berkata: Aku (hamba) milik Allah dan akan kembali kepada-Nya, barangsiapa yang menyadari bahwa dia adalah hamba milik Allah dan akan kembali kepada-Nya, maka hendaknya dia mengetahui bahwa dia akan berdiri (di hadapan-Nya pada hari kiamat nanti), dan barangsiapa yang mengetahui bahwa dia akan berdiri (di hadapan-Nya) maka hendaknya dia mengetahui bahwa dia akan dimintai pertanggungjawaban (atas perbuatannya selama di dunia), dan barangsiapa yang mengetahui bahwa dia akan dimintai pertanggungjawaban (atas perbuatannya) maka hendaknya dia mempersiapkan jawabannya”. Maka lelaki itu bertanya: (Kalau demikian) bagaimana caranya (untuk menyelamatkan diri ketika itu)? Fudhail menjawab: “(Caranya) mudah”. Leleki itu bertanya lagi: Apa itu? Fudhail berkata: “Engkau berbuat kebaikan (amal shaleh) pada sisa umurmu (yang masih ada), maka Allah akan mengampuni (dosa-dosamu) di masa lalu, karena jika kamu (tetap) berbuat buruk pada sisa umurmu (yang masih ada), kamu akan di siksa (pada hari kiamat) karena (dosa-dosamu) di masa lalu dan (dosa-dosamu) pada sisa umurmu”.

Subhanallah! Alangkah agung dan sempurna kasih sayang Allah Ta’ala terhadap hamba-hamba-Nya, dan alangkah luas pengampunan-Nya atas dosa-dosa mereka, sehingga dengan bertobat dan memperbaiki diri dengan beramal shaleh, akan menjadikan dosa-dosa yang diperbuat oleh seorang hamba di masa lalu diampuni dan dimaafkan-Nya, sebanyak apapun dosa tersebut.

Maka maha suci dan maha benar Allah Ta’ala yang menyifati diri-Nya dengan firman-Nya:
{إِنّ رَبَّكَ واسِعُ الْمَغْفِرَةِ}

“Sesungguhnya Rabb-mu maha luas pengampunan-Nya” (QS an-Najm: 33).

Beberapa pelajaran berharga yang dapat kita petik dari kisah di atas:
  1. Luasnya rahmat dan pengampunan Allah Ta’ala atas hamba-hamba-Nya, padahal kalau sekiranya Allah Ta’alamengazab mereka karena dosa-dosa mereka maka Dia Ta’ala maha mampu dan maha kuasa melakukannya. RasulullahShallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sungguh seandainya Allah menyiksa semua makhluk yang ada di langit dan bumi maka Dia (maha kuasa untuk) menyiksa mereka dan dia tidak berbuat zhalim/aniaya (dengan menyiksa mereka, karena mereka semua adalah milik-Nya), dan seandainya Dia merahmati mereka semua maka sungguh rahmat-Nya lebih baik bagi mereka daripada amal perbuatan mereka”.
  2. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Taubat (yang benar) akan menghapuskan (semua dosa yang dilakukan) di masa lalu”. Dalam hadits lain yang semakna, beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Orang yang telah bertaubat dari dosa-dosanya (dengan sungguh-sungguh) adalah seperti orang yang tidak punya dosa”.
  3. Semakin bertambah usia kita berarti akhir dari masa hidup kita di dunia semakin dekat dan waktu perjumpaan dengan Allah semakin singkat. Sahabat yang mulia, Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu berkata: “Sesungguhnya dunia telah pergi meninggalkan (kita), sedangkan akhirat telah datang di hadapan (kita), dan masing-masing dari keduanya (dunia dan akhirat) memiliki pengagum, maka jadilah kamu orang yang mengagumi/mencintai akhirat dan janganlah kamu menjadi orang yang mengagumi dunia, karena sesungguhnya saat ini (waktunya) beramal dan tidak ada perhitungan, adapun besok (di akhirat) adalah (saat) perhitungan dan tidak ada (waktu lagi untuk) beramal”
  4. Nasehat yang disampaikan dengan hati yang ikhlas akan memberikan pengaruh yang besar dan mudah diterima dalam hati. Oleh karena itulah, ketika seorang penceramah mengadu kepada Imam Muhammad bin Waasi’ tentang sedikitnya pengaruh ceramah yang disampaikannya dalam merubah akhlak orang-orang yang diceramahinya, maka Muhammad bin Waasi’ berkata: “Wahai Fulan, menurut pandanganku, mereka ditimpa keadaan demikian (tidak terpengaruh dengan ceramah yang kamu sampaikan) tidak lain sebabnya adalah dari dirimu sendiri, sesungguhnya peringatan (nasehat) itu jika keluarnya (ikhlas) dari dalam hati maka (akan mudah) masuk ke dalam hati (orang yang mendengarnya)” .
Amal Kebaikan dan Dampaknya

Amal Kebaikan dan Dampaknya-Iman bisa bertambah dan bisa berkurang. Bertambahnya karena ketaatan dan berkurangnya karena kemaksiatan. Semakin banyak seseorang melakukan ketaatan-ketaatan maka semakin bertambah pula keimanannya. Dan ketika keimanan seseorang semakin bertambah maka ia akan mendapatkan banyak kebaikan.

Diantara semakin banyak kebaikan yang akan diperolehnya, ialah:

1. Ketenangan dalam hatinya.

Karena hati yang dipenuhi dengan iman akan senantiasa terhubung dengan Allah, dan itulah sumber ketenangan. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:

“(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram de-ngan mengingat Allah.Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati men-jadi tenteram”. (QS. Ar Ra’d: 28).

2. Kehidupan yang indah (hayaatan thayyiban).

Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfir-man:
“Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami berikan balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan”. (QS. An Nahl: 97).

3. Pahala yang melimpah.

Karena setiap hasanah (satu kebaikan) akan dibalas oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala dengan sepuluh sampai tujuh ratus kali lipat. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda:

“Barang siapa yang berniat melakukan satu kebaikan tetapi belum ia lakukan, maka Allah Ta’ala mencatat di sisi-Nya satu hasanah yang sempurna. Dan jika ia berniat lalu melakukan kebaikan tersebut, maka Allah mencatatnya dengan sepuluh hasanah sampai dengan tujuh ratus kali lipatnya sampai dengan kelipatan-kelipatan yang banyak”. (HR. Bukhari dan Muslim).

Oleh karena itu, sungguh merugilah orang-orang yang mengabaikan amal shaleh. Betapa banyaknya peluang mendulang pahala yang mereka sia-siakan.

Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:

“Maka Rabb mereka memperkenankan permohonannya (dengan berfirman):”Sesungguhnya Aku tidak menyia-nyiakan amal orang-orang yang beramal di antara kamu, baik laki-laki atau perempuan, (karena) sebagian kamu adalah turunan dari sebagian yang lain.

Maka orang-orang yang berhijrah, yang diusir dari kampung halamannya, yang disakiti pada jalan-Ku, yang berperang dan yang dibunuh, pastilah akan Ku-hapuskan kesalahan-kesalahan mereka dan pastilah Aku masukkan mereka ke dalam surga yang mengalir sungai-sungai di bawahnya. Sebagai pahala di sisi Allah. Dan Allah pada sisi-Nya pahala yang baik”. (QS. Ali Imran: 195).

4. Derajat yang tinggi di surga kelak.

Hal ini dikarenakan derajat seseorang di akhirat akan ditentukan oleh amalnya. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:

“Dan masing-masing orang memperoleh derajat-derajat (seimbang) dengan apa yang dikerjakannya. Dan Rabbmu tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan”. (QS. Al An’am: 132).

Keutamaan-keutamaan yang agung tersebut tidak hanya akan diberikan kepada mereka yang amal shalehnya diterima oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Lantas bagaimana agar amal kita diterima di sisi Allah Subhanahu Wa Ta’ala? Ada dua syarat utama agar amal seseorang diterima oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala:

Pertama: Hendaknya niat seorang hamba dalam melakukan amal shaleh tersebut ikhlas karena Allah semata, bukan karena pamrih duniawi. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda:

“Sesungguhnya amal-amal kita tergantung pada niatnya, dan seseungguhnya seseorang itu akan mendapatkan apa yang diniatkannya”. (HR. Bukhari dan Muslim).

Kedua: Cara melakukan amal shaleh tersebut hendaknya sesuai dengan tuntunan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda:

“Barangsiapa melakukan suatu amal yang tidak berdasarkan perintah (tuntunan) dari kami maka amal tersebut tertolak”. (HR. Muslim).

Kemudian ada beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh seseorang yang akan beramal:

1. Mendahulukan yang wajib sebelum yang sunnah.

Jangan sampai kita bersemangat mengamalkan suatu ibadah sunnah tetapi pada waktu yang sama kita mengabaikan ibadah fardhu. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman dalam hadist qudsi-nya:

“Tidaklah hamba-ku mendekatkan diri kepada-ku dengan sesuatu yang lebih aku cintai dari apa-apa yang aku fardhukan kepadanya”. (HR. Bukhari).

2. Memelihara kontinyuitas (kelanggengan) sebuah amal.

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda:

“Amal yang paling dicintai oleh allah adalah yang paling langgeng meskipun sedikit”. (HR. Bukhari dan Muslim).

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam Juga pernah menasehati shahabatnya yang bernama Abdullah Bin ‘Amru Radhiyallahu ‘Anhuma:

“Wahai abdullah, janganlah engkau seperti si fulan, dahulu ia bisa qiyamullail lalu ia tinggalkan”. (HR. Bukhari dan Muslim).

3. Tidak menunda-nunda suatu amal.

Karena jika kita menunda-nunda mengerjakan suatu amal maka sangat boleh jadi akan datang suatu halangan yang membuat kita tidak jadi melakukan amal tersebut. Ketahuilah, menunda-nunda amal shaleh adalah salah satu bisikan syetan yang ingin menghalangi kita demi melakukan ketaatan.

4. Melakukan amal shaleh dengan ihsan.

Allah Subhanahu Wa Ta’ala sangat mencintai jika seorang hamba beribadah kepada-nya dengan penuh ihsan. Adapun definisi ihsan dijelaskan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam dalam salah satu hadistnya:

“Hendaknya engkau beribadah kepada allah seolah-olah engkau melihat-nya, jika engkau tidak melihat-nya maka sesungguhnya dia melihatmu”. (HR. Muslim, Tirmidzi dan Abu Daud).

5. Memperhatikan keutamaan waktu.

Yakni hendaknya seseorang bersegera melakukan amal shaleh yang paling utama pada waktu tersebut. Misalnya ketika telah masuk waktu shalat dan dikumandangkan adzan maka amal yang paling utama ketika itu adalah mendatangi rumah-rumah allah untuk menunaikan shalat berjama’ah.

Ketika sepertiga malam terakhir telah masuk, maka amal yang paling utama ketika itu adalah shalat, do’a dan istighfar. Begitu juga ketika datang kepada kita seorang saudara yang membutuhkan bantuan kita sementara kita mampu membantunya, maka amal shaleh yang paling dicintai allah ketika itu adalah membatunya.

6. Membaca hadist-hadist tentang fadhilah amal (keutamaan amal).

Hal ini akan lebih memotivasi kita untuk melakukan amal-amal shaleh. Misalnya, keutamaan membaca al qur’an, bersedekah, berdzikir, dan lain-lain.

Ada banyak buku yang bagus yang dapat kita jadikan rujukan dalam hal ini, seperti: Riyadhus Shalihin, Al Adzkar (keduanya karya imam An Nawawi), Al Waabil Ash Shayyib (karya Ibnul Qayyim), atau kitab-kitab lain yang memperhatikan keshahihan hadist-hadistnya.

7. Tetap menyadari bahwa amal ibadah yang telah kita lakukan – meskipun kita sudah bersungguh-sungguh dalam mengerjakannya – pasti tidak luput dari kekurangan.

Oleh karena itu hendaknya kita memohon ampunan kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala atas kekurangan-kekurangan kita dalam melakukan amal tersebut dan berdo’a agar ibadah-ibadah kita diterima oleh AllahSubhanahu Wa Ta’ala dengan rahmat-nya.

Manfaatkanlah sisa umur yang masih ada pada diri kita untuk kita isi dengan amal-amal shaleh yang akan membuat Allah Subhanahu Wa Ta’ala ridha kepada kita. Apalagi dengan datangnya bulan Ramadhan yang sudah di ambang pintu, bulan pengampunan dosa-dosa dan pelipatan amal shaleh.

Ingatlah, boleh jadi ini adalah bulan Ramadhan yang terakhir bagi kita dan belum tentu kita akan bersua dengan Ramadhan tahun depan. Masing-masing kita wajib bertekad untuk menjadikan Ramadhan kita tahun ini lebih baik dari pada Ramadhan kita tahun yang lewat.


MENUNDA AMAL KEBAIKAN KERANA MENANTIKAN KESEMPATAN YANG LEBIH BAIK ADALAH 
TANDA KEBODOHAN
 
Orang yang mabuk dibuai oleh ombak kelalaian tidak dapat melihat bahawa pada setiap detik pintu rahmat Allah s.w.t sentiasa terbuka dan Allah s.w.t sentiasa berhadap kepada hamba-hamba-Nya. Setiap saat adalah kesempatan dan tidak ada kesempatan yang lebih baik daripada kesempatan yang memperlihatkan dirinya kepada kita. Kesempatan yang paling baik ialah kesempatan yang kita sedang berada di dalamnya.

Kelalaian adalah hasil dari panjangnya angan-angan. Panjang angan-angan datang dari intisari kurangnya mengingat-ingat mati. Jadi, obat yang paling mujarab untuk mengobati penyakit lalai adalah memperbanyak mengingat mati. Apabila ingatan kepada mati sudah kuat maka seseorang itu tidak akan mengabaikan kesempatan yang ada baginya untuk melakukan amal salih.

Semua amal kebaikan hendaklah dilakukan dengan segera tanpa menunda-nunda, ini latihan yang baik untuk hati. Dengan menyegerakan melakukan amal kebaikan menuntun hati pada tingkat kemulyaan tertentu (Maqom-maqom/derajat tertentu dihadapan Alloh).

Almarhum Ustad Tantowi Yahya Al-indramayu pernah berujar secara pribadi pada kami,”Hidup itu bukan untuk cari-cari alasan, hidup itu untuk ibadah (melakukan dan bukan menunda berbuat)”. Jangan menjadikan masalah keduniaan sebagai alasan untuk menunda tindakan mencari keredaan Allah s.w.t. Benamkan diri sepenuhnya ke dalam suasana ‘Allah’ semata-mata dan tinggalkan apa saja yang selain Allah s.w.t dan lakukan sekarang.

Syarat penyerahan itu adalah keyakinan.

Ma’rifatulloh dicapai dalam tahapan-tahapan, diantaranya menata bathin dan lahiriah dengan amal ibadat seperti sembahyang, puasa, berzikir dan lain-lain yang dilakukan bukan hanya untuk mengejar syurga semata akan tetapi berharap mendapatkan keridhoan Allah s.w.t dan mendekatkan diri kepada-Nya.



Setelah satu persatu manusia yang ada di Padang Mahsyar menghadap Allah untuk bersoal jawab dan menerima buku catatan amal masing masing , datanglah saatnya manusia untuk ditimbang amal baik dan amal buruk nya. Mereka yang berat timbangan kebaikannya maka ia berada dalam kehidupan yang menyenangkan didalam taman taman syurga yang penuh kenikmatan. Mereka yang ringan timbangan kebaikannya atau berat timbangan keburukannya maka tempat kembalinya adalah neraka Hawiyyah, yaitu api yang amat panas membakar sampai ke ubun ubun. Allah menyebutkan peristiwa menimbang amal kebaikan dan keburukan ini didalam surat al Qoriah.

6. Dan adapun orang-orang yang berat timbangan (kebaikan)nya, 7. maka dia berada dalam kehidupan yang memuaskan. 8. Dan adapun orang-orang yang ringan timbangan (kebaikan)nya, 9. maka tempat kembalinya adalah neraka Hawiyah. (Al Qori’ah 6-9)

Allah akan memasang timbangan yang tepat dan memiliki akurasi tinggi , sehinga seseorang dihari itu tidak akan dirugikan sedikipun. Sekecil apapun amal baik atau amal buruk seseorang walaupun hanya sebesar telur kutu miscaya tidak akan luput dari timbangan itu. Allah menyebutkan peristiwa itu dalam surat Al Anbiya’ 47

47. Kami akan memasang timbangan yang tepat pada hari kiamat, maka tiadalah dirugikan seseorang barang sedikitpun. Dan jika (amalan itu) hanya seberat biji sawipun pasti Kami mendatangkan (pahala)nya. Dan cukuplah Kami sebagai pembuat perhitungan. (Al Anbiya’ 47)

Barang siapa yang berbuat kebaikan walaupun seberat atom pasti akan menemui balasannya, demikian pula barang siapa yang berbuat keburukan walaupun seberat atom pasti akan menemukan balasannya pula

7. Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya 8. Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan sebesar dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya pula. (Al Zalzalah 7-8)

Ketika semua amalan manusia ditimbang maka manusia akan terbagi menjadi 3 kelompok. Kelompok pertama mereka yang timbangan kebaikannya lebih berat dari timbangan keburukannya, mereka itulah para calon penghuni Syurga. Kelompiok kedua mereka yang timbangan keburukannya lebih berat daripada kebaikannya, mereka itulah calon penghuni Neraka. Dan kelompok ketiga mereka yang timbangan amal kebaikannya sama dengan amal keburukannya, mereka ditempatkan diatas dinding al A’Raaf yang berada diantara Syurga dan Neraka. Mereka butuh sedikit amal tambahan untuk mendorong mereka memasuki Syurga. Mereka akan tetap berada ditempat itu sampai ada keputusan Allah untuk memasukan mereka kedalam Syurga.

Hasil timbangan amal itulah yang akan menentukan apakah seseorang ditempatkan di Syurga, di Neraka ataukah diatas al A ‘raaf yaitu suatu tempat yang ada diantara syurga dan neraka.

Mereka yang ditempatkan di atas Al “Araaf

Diriwayatkan oleh Khaitsamah bin Sulaiman dalam Musnad Khaitsamah dari Jabir bin Abdulllah bahwa Rasulullah bersabda” Pada hari kiamat nanti setelah dipasang timbangan, lalu ditimbanglah amal amal keburukan dan amal kebajikan. Barang siapa yang bobot amal kebaikannya lebih berat dari pada amal amal keburukannya meskipun hanya selisih sebutir telur kutu saja , niscaya ia masuk Syurga. Dan barang siapa yang bobot amal keburukannya lebih berat dari pada amal kebaikannya walaupun selisih sebutir telur kutu saja , niscaya ia mauk Neraka”. Seorang sahabat bertanya “ Wahai Rasulullah bagaimana orang yang bobot kebajikannya sama dengan bobot keburukannya”?. Beliau menjawab “ Mereka itulah orang yang disebut Ashabul A‘Raaf . “Mereka tidak masuk Syurga , kendatipun mereka sangat menginginkannya. “.

Kisah tentang mereka yang ada diatas Al A’raaf ini disebutkan dalam surat Al A’Raaf ayat 46-47.
46. Dan di antara keduanya (penghuni surga dan neraka) ada batas; dan di atas A’raaf itu ada orang-orang yang mengenal masing-masing dari dua golongan itu dengan tanda-tanda mereka. Dan mereka menyeru penduduk surga: “Salaamun ‘alaikum.” Mereka belum lagi memasukinya, sedang mereka ingin segera (memasukinya). 47. Dan apabila pandangan mereka dialihkan ke arah penghuni neraka, mereka berkata: “Ya Tuhan kami, janganlah Engkau tempatkan kami bersama-sama orang-orang yang zalim itu (Al A’Raaf 46-47)

Mereka yang ada diatas Al A’Raaf itu bisa melihat keadaan didalam Neraka dan Syurga dengan jelas. Ketika wajah mereka dihadapkan kearah Neraka mereka ketakutan dan mohon pada Allah agar jangan dimasukan kedalam Neraka itu. Ketika wajah mereka dihadapkan kearah Syurga mereka merasa gembira dan mohon pad Allah agar segera dimasukan kedalam syurga itu. Mereka terkatung katung diantara syurga dan Neraka. Mereka hanya membutuhkan sedikit tambahan amal kebajikan agar bisa memenuhi timbangan untuk masuk kedalam syurga.

Karena itu agar kita tidak terkatung katung diantara syurga dan neraka perbanyaklah timbangan kebaikan ketika masih hidup didunia ini. Kalimat dzikir seperti tahlil, tasbih, tahmid , takbir dan istighfar merupakan amalan yang dapat menambahkan timbangan kebaikan.

Dari Abu Malik al-Asy’ari r.a., katanya: “Rasulullah s.a.w. bersabda: “Bersuci itu adalah separuh keimanan, bacaan Alhamdulillah itu adalah memenuhi beratnya timbangan -di akhirat, sedang Subhanallah dan Alhamdulillah itu memenuhi apa yang ada diantara langit dan bumi.” (Riwayat Muslim)

Hadis riwayat Abu Hurairah ra., ia berkata: Rasulullah saw. bersabda: Dua kalimat yang ringan untuk diucapkan, tetapi berat dalam timbangan dan disukai oleh Allah Yang Maha Pengasih, yaitu: Subhanallah wabihamdi , subhanallahil adzim “Maha Suci Allah dengan segala pujian-Nya dan Maha Suci Allah Tuhan Yang Maha Agung”. (Shahih Muslim No.4860)

Berbagai amal sunah yang berupa kalimat dzikir dan tasbih itu amat membantu bagi seseorang di hari penimbangan amal. Ketika timbangan amal buruk seseorang ternyata lebih berat dari amal baiknya , maka kalimat dzikir dan tasbih ini akan menambah timbangan kebaikan sehingga amal baiknya lebih berat dari amal buruknya. Demikian pula jika terjadi amal baik dan buruknya seimbang, maka kalimat dzikir dan tasbih yang diucapkannya itu akan memenuhi timbangan kebaikannya, sehingga ia terdorong masuk Syurga .

Orang yang Bangkrut di hari berhisab

Ketika hari berhisab kelak ada orang yang datang dengan amal seperti gunung tihamah. Ia merasa bangga dengan amal kebaikan yang memenuhi buku catatan amalnya. Dia yakin bahwa ia akan lulus saat dihisab dan masuk kedalam syurga.

Namun setelah dilakukan hisab dan tanya jawab semua amal kebaikannya itu habis digunakan untuk membayar kejahatan dan kedzoliman yang pernah dilakukannya terhadap orang lain. Hingga semua kebaikannya yang terlihat seperti gunung itu habis digunakan untuk membayar kedzolimannya pada orang lain tersebut. Setelah kebaikannya habis ternyata ia masih mempunyai banyak sangkutan pada orang lainya sedang ia sudah tidak punya amal lagi untuk membayarnya. Akhirnya dosa orang lain itu dikurangi dan ditambahkan pada dosanya. Al hasil ia datang ketempat penimbangan amal tanpa membawa amal kebaikan sedikitpun

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Tahukah kalian siapakah orang yang bangkrut itu?”

Mereka menjawab : “Orang yang bangkrut di kalangan kami adalah orang yang tidak memiliki dirham dan tidak pula memiliki harta/barang.”

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sesungguhnya orang yang bangkrut dari umatku adalah orang yang datang pada hari kiamat dengan membawa pahala shalat, puasa, dan zakat. Namun ia juga datang dengan membawa dosa kedzaliman. Ia pernah mencerca si ini, menuduh tanpa bukti terhadap si itu, memakan harta si anu, menumpahkan darah orang ini dan memukul orang itu. Maka sebagai tebusan atas kedzalimannya tersebut, diberikanlah di antara kebaikannya kepada si ini, si anu dan si itu. Hingga apabila kebaikannya telah habis dibagi-bagikan kepada orang-orang yang didzaliminya sementara belum semua kedzalimannya tertebus, diambillah kejelekan/kesalahan yang dimiliki oleh orang yang didzaliminya lalu ditimpakan kepadanya, kemudian ia dicampakkan ke dalam neraka.” (HR. Muslim no. 6522)

Persiapan mengadapi saat berhisab (timbangan amal)

Saat berhisab itu pasti terjadi , itu adalah saat yang menentukan apakah kita akan masuk syurga, Neraka atau terkatung katung diantara syurga dan Neraka berada diatas dinding Al A’Raaf yang memisahkan syurga dan Neraka.

Pada dasarnya mereka yang berat timbangan kebaikannya maka mereka akan dimasukan kedalam syurga, dan mereka yang berat timbangan keburukannya maka tempat mereka adalah di neraka jahanam.

Agar terpilih menjadi penghuni Syurga usahakanlah timbangan kebaikan lebih berat dari pada timbangan keburukan. Beberapa kiat untuk mendapatkan timbangan kebaikan yang banyak antara lain:
  1. Jauhkan diri dari melakukan perbuatan dosa dan maksiat yang dapat menambah timbangan keburukan.
  2. Perbanyak Istighfar mohon ampun pada Allah untuk mengurangi dan menghapuskan dosa yang terlanjur dilakukan
  3. Perbanyak amal soleh dan amal ibadah untuk menambah timbangan kebaikan
  4. Perbanyak berdzikir mengagungkan Allah dengan mengucapkan tasbih, tahlil, tahmid , takbir, membaca Qur’an untuk menambah timbangan kebaikan.
  5. Jauhi perbuatan menyakiti dan mendzolimi orang lain yang dapat jadi masalah kelak diakhirat. Dosa terhadap Allah bisa diampuni oleh Allah namun dosa terhadap seseorang harus diselesaikan dengan orang yang bersangkutan.
Orang yang bijak dan arif akan berusaha sekuat tenaga melaksanakan beberapa kiat diatas untuk menambah berat timbangan kebaikan, hingga ia bisa melalui saat berhisab dengan mudah dan masuk Syurga tanpa banyak mengalami halangan dan rintangan.

PENGHAPUS AMAL SHALIH

"Yang demikian itu adalah karena sesungguhnya mereka mengikuti apa yang menimbulkan kemurkaan ALLAH dan karena mereka membenci keridhaan-NYA, sebab itu ALLAH menghapus (pahala) amal-amal mereka." (QS. Muhammad: 28)

BESARNYA NIKMAT ALLAH

Ketahuilah sesungguhnya rahmat ALLAH sangat luas. ALLAH berfirman, ”... dan rahmat-KU meliputi segala sesuatu. Maka akan AKU tetapkan rahmat-KU untuk orang-orang yang bertakwa, yang menunaikan zakat dan orang-orang yang beriman kepada ayat-ayat KAMI.” (QS. Al-A’raaf: 156)

Hal ini diperkuat oleh hadits Rasulullah SAW yang sangat banyak, di antaranya diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim dari Umar bin Khaththab bahwasanya Nabi SAW melihat seorang wanita sedang menggendong anaknya sambil memberi makan, lantas Nabi SAW bertanya kepada para sahabat, ”Apakah kalian mengira ibu ini tega melemparkan anaknya ke dalam kobaran api?” Kami (para sahabat) mejawab, ”Demi ALLAH, dia tidak akan tega.” Rasulullah SAW pun bersabda, ”Ketahuilah, ALLAH lebih mengasihi para hamba-NYA daripada seorang ibu kepada anaknya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Abu Sa’id Al-Khudri menceritakan bahwa bahwasanya Nabi SAW pernah bersabda, ”Setan berkata,’Demi kemuliaan-MU wahai RABB-ku, aku akan senantiasa menyesatkan para hamba-MU selama mereka masih hidup. ALLAH membalas perkataanya, ’Demi Kemuliaan dan Keagungan-KU, aku senantiasa memberi ampunan kepada mereka selama mereka meminta ampun kepada-KU.” (HR. Ahmad, Hasan Lighairihi)

Imam Munawi berkata, ”ini janji ALLAH untuk memberi ampunan.” (Faidhul Qadir 2/437).

Akan tetapi sadarilah wahai para hamba yang sedang meniti jalan RABB-nya, luasnya rahmat dan ampunan ALLAH, janganlah menjadikan kita merasa aman dari siksa dan adzab-NYA. ALLAH berfirman, ”ALLAH berfirman: "Siksa-KU akan KU-timpakan kepada siapa yang AKU kehendaki.” (QS. Al-A’raaf: 156)

Oleh karena itu, janganlah kita merasa bahwa segala malan yang kita kerjakan pasti diterima oleh ALLAH, siapakah yang bisa menjamin hal itu? Generasi terdahulu, yaitu para sahabat, tabi’in dan tabiut tabi’in, dengan segala kebaikan yang mreka miliki, mulai dari ibadah, amal kebajikan, zuhudnya, dan pengetahuan mereka bahwa ALLAH Maha Luas Ampunan dan Rahmat-NYA, mereka masih dihinggapi rasa takut akan tertolaknya amal yang mereka kerjakan. Lihatlah gambaran Al-Qur’an tentang mereka, ”Dan orang-orang yang memberikan apa yang telah mereka berikan, dengan hati yang takut, (karena mereka tahu bahwa) sesungguhnya mereka akan kembali kepada TUHAN mereka.” (QS. Al-Mu’minun: 60)

A’isyah pernah bertanya kepada Rasulullah SAW tentang ayat tersebut, Beliau menjawab, ”Mereka adalah orang-orang yang berpuasa, bersedekah, shalat, dan mereka merasa khawatir tidak diterima amalannya.” (HR. Tirmidzi, dishahihkan Al-Albani)

Amal shalih adalah perkara yang besar, karena menyangkut keselamatan dan kebahagiaan di dunia dan akhirat. Perhatikanlah firman ALLAH, ”Apakah ada salah seorang di antaramu yang ingin mempunyai kebun kurma dan anggur yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; dia mempunyai dalam kebun itu segala macam buah-buahan, kemudian datanglah masa tua pada orang itu sedang dia mempunyai keturunan yang masih kecil-kecil. Maka kebun itu ditiup angin keras yang mengandung api, lalu terbakarlah. Demikianlah ALLAH menerangkan ayat-ayat-NYA kepada kamu supaya kamu memikirkannya.” (QS. Al-Baqarah: 266)

Ibnu Abbas berkata, ”ALLAH membuat permisalan tentang sebuah amalan.” Umar bertanya, ”Amalan apa?” Beliau menjawab, ”Amalan ketaatan seseorang yang kaya, kemudian ALLAH mengutus setan kepadanya hingga orang itu berbuat maksiat yang pada akhirnya setan menghanguskan amalannya.” (HR. Bukhari)

PENYEBAB HAPUSNYA AMAL SHALIH

1. Syirik Kepada ALLAH

Tidak ragu lagi, syirik adalah penyakit akut lagi berbahaya, siap membunuh pelakunya kapan dan dimanapun, tiada jalan lain bagi orang yang berbuat syirik kecuali dengan taubat. Orang yang berbuat syirik amalannya tidak bermanfaat sedikitpun, camkanlah ayat-ayat berikut:

”Dan sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu dan kepada (nabi-nabi) yang sebelummu. "Jika kamu mempersekutukan (TUHAN), niscaya akan hapuslah amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi.” (QS. Az-Zumar: 65)

”Sesungguhnya ALLAH tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan ALLAH, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar.” (QS. An-Nisa: 48)
Ketahulaih, perbuatan syirik tidak akan mendatangkan manfaat sedikitpun kepada pelakunya. Ia akan merugi selama-lamanya, amalannya terhapus dan tertolak, sia-sia belaka bagaikan debu yang bertebaran. ALLAH berfirman, ”Dan Kami hadapi segala amal yang mereka kerjakan, lalu KAMI jadikan amalan itu (bagaikan) debu yang beterbangan.” (QS. Al-Furqan: 23)
”... seandainya mereka mempersekutukan ALLAH, niscaya lenyaplah dari mereka amalan yang telah mereka lakukan.” (QS. Al-An’am: 88)

”Dan barangsiapa yang menghendaki kehidupan akhirat dan berusaha ke arah itu dengan sungguh-sungguh sedang ia adalah mukmin, maka mereka itu adalah orang-orang yang usahanya dibalasi dengan baik.” (QS. Al-Isra’: 19)

Renungkanlah maksud dari ’sedang ia adalah mukmin’ adalah ia tidak kafir dan syirik. Karena sesungguhnya kekafiran dan kesyirikan itu tidaklah bermanfaat sedikitpun baginya di dunia dan akhirat, bahkan hal tersebutlah yang dapat menyebabkan terhapusnya amalan mereka, betapapun banyak amal shalih yang telah diperbuatnya.

A’isyah pernah suatu hari pernah bertanya kepada Rasulullah SAW tentang Abdullah Jud’an yang mati dalam keadaan syirik, akan tetapi dia orang yang baik, suka memberi makan orang miskin, menolong yang teraniaya, punya kebaikan yang banyak. Rasulullah SAW menjawab, ”Semua amalan itu tidak memberinya manfaat sedikitpun, karena dia tidak pernah mengatakan, ’Wahai RABB-ku, berilah ampunan atas kesalahan-kesalahanku pada hari kiamat kelak.’” (HR. Muslim)

Maka sudah menjadi kemestian bagi orang yang mengendaki amalannya diterima di sisi ALLAH untk mentauhidkan-NYA, karena Tauhid adalah hal ALLAH yang paling besar bagi para hamba-NYA.

Lihatlah, perkara syafa’at pada hari kiamat, khusus diberikan kepada orang-orang yang bertauhid bukan kepada orang yang berbuat syirik.

Rasulullah SAW bersabda, ”Syafaat ini akan diperoleh, insya ALLAH, bagi orang yang mati dari umatku dalam keadaan tidak menyekutukan ALLAH dengan sesuatu apapun.” (HR. Bukhari-Muslim)

Bahkan, adalah suatu kebodohan terbesar bagi manusia yang telah dianugerahkan akal kepadanya, apabila dia melakukan perbuatan syirik yaitu menyembah dan meminta kepada selain ALLAH. Seperti orang yang meminta ke kuburan, mendatangi dukun, bahkan ada orang yang memuja binatang, atau benda-benda mati. ALLAH berfirman, ”Jika kamu menyeru mereka, mereka tiada mendengar seruanmu; dan kalau mereka mendengar, mereka tidak dapat memperkenankan permintaanmu. Dan dihari kiamat mereka akan mengingkari kemusyirikanmu dan tidak ada yang dapat memberi keterangan kepadamu sebagai yang diberikan oleh Yang Maha Mengetahui.” (QS. Fathir: 14)

”Katakanlah: "Apakah kita akan menyeru selain daripada ALLAH, sesuatu yang tidak dapat mendatangkan kemanfaatan kepada kita dan tidak (pula) mendatangkan kemudharatan kepada kita dan (apakah) kita akan kembali ke belakang, sesudah ALLAH memberi petunjuk kepada kita, seperti orang yang telah disesatkan oleh syaitan di pesawangan yang menakutkan; dalam keadaan bingung.” (QS. Al-An’am: 71)

Demikianlah bagi yang ingin agar amal shalihnya tidak terhapus, maka dia harus meghindari sejauh mungkin perbuatan syirik, dalam segala hal, seperti berdoa atau dalam ibadah lainnya, seperti nadzar, menyembelih kurban, atau mendatangi dukun dan meminta pertolongannya.

2. Riya’

Riya’ tidak diragukan lagi membatalkan dan menghapuskan amalan seseorang. Berdasarkan hadits qudsi, ”(ALLAH berfirman): ”Aku paling kaya, tidak butuh tandingan dan sekutu. Barangsiapa beramal menyekutukan-KU kepada yang lain, maka AKU tinggalkan amalannya dan tandingannya.” (HR. Muslim)

Penyakit inilah yang paling dikhawatirkan Rasulullah SAW menimpa umatnya. Beliau bersabda, ”Sesungguhnya yang paling aku khawatirkan kepada kalian adalah syirik kecil.” Para sahabat bertanya, ”Apa yang dimaksud dengan syirik kecil?” Rasulullah SAW menjawab, ”Yaitu riya’”. (HR. Ahmad)

Imam Ibnu Rajab Al-Hanbali berkata, ”Ketahuilah bahsawanya amalan yang ditujukan kepada selain ALLAH bermacam-macam. Adakalanya murni dipenuhi riya’, tidaklah yang dia niatkan kecuali mencari perhatian orang demi meraih tujuan-tujuan duniawi, sebagaimana halnya dengan orang-orang munafik di dalam shalat mereka. ALLAH berfirman, ’Dan apabila mereka berdiri untuk shalat, mereka berdiri untuk shalat, mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riya’ di hadapan manusia.’ (QS. An-Nisa’: 42). Lanjutnya lagi, ”Sesungguhnya ikhlas dalam ibadah sangat mulia. Amalan yang dipenuhi riya’- tidak diragukan lagi bagi seorang muslim- sia-sia belaka, tidak bernilai, dan pelakunya berhak mendapatkan murka dan balasan dari ALLAH. Adakalanya pula amalan itu ditujukan kepada ALLAH, akan tetapi terkotori oleh riya’. Jika terkotori dari asal niatnya maka dalil-dalil yang shahih menunjukkan batalnya amalan tersebut.” (Taisir Aziz Hamid)

3. Menerjang Keharaman ALLAH Tatkala Sendiri

Banyak di antara kita yang berani menerjang keharaman ALLAH, utamanya saat sepi dan tidak ada yang tahu, padahal ALLAH DZAT yang Maha Mengetahui segala sesuatu.

Orang yang tetap nekat menerjang keharaman ALLAH saat bersendiri, akan terhapus amalannya, berdasarkan sabda Rasulullah SAW, ”Sungguh akan datang sekelompok kaum dari umatku pada hari kiamat dengan membawa kebaikan yang banyak semisal gunung yang amat besar. ALLAH menjadikan kebaikan mereka bagaikan debu yang beterbangan.” Tsauban bertanya, ”Terangkanlah sifat mereka kepada kami ya Rasulullah, agar kami tidak seperti mereka.” Rasulullah SAW menjawab, ”Mereka masih saudara kalian, dari jenis kalian, dan mereka mengambil bagian mereka di waktu malam sebagaimana kalian juga, hanya saja mereka apabila menyendiri menerjang keharaman-keharaman ALLAH.” (HR. Ibnu Majah, dishahihkan Al-Albani)

4. Menyebut-nyebut Amalan Shalihnya

Berdasarkan firman ALLAH, ”Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima), seperti orang yang menafkahkan hartanya karena riya kepada manusia dan dia tidak beriman kepada ALLAH dan hari kemudian. Maka perumpamaan orang itu seperti batu licin yang di atasnya ada tanah, kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, lalu menjadilah dia bersih (tidak bertanah). Mereka tidak menguasai sesuatupun dari apa yang mereka usahakan; dan ALLAH tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir.” (QS. Al-Baqarah: 264)

Juga berdasarkan sabda Rasulullah SAW, ”Ada tiga golongan yang tidak dilihat oleh ALLAH pada hari kiamat, tidak disucikan-NYA, dan baginya adzab yang pedih.” Para sahabat bertanya, ”Terangkan sifat mereka kepada kami, alangkah meruginya mereka.” Nabi SAW bersabda, ”Mereka adalah yang menjulurkan pakaiannya, orang yang suka menyebut-nyebut pemberian, dan orang yang melariskan barang dagangannya dengan sumpah palsu.” (HR. Muslim)

5. Mendahului Rasulullah SAW dalam Perintahnya

Maksudnya, janganlah seorang muslim mengerjakan amalan yang tidak Rasulullah SAW perintahkan, karena hal itu termasuk perbuatan lancang terhadap Beliau. Ditambah lagi, syarat diterimanya amalan adalah sesuai dengan petunjuknya, tidak menambahi dan tidak mengurangi.
ALLAH berfirman, ”Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului ALLAH dan Rasul-NYA dan bertakwalah kepada ALLAH. Sesungguhnya ALLAH Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. Al-Hujurat: 1)

Rasulullah SAW juga bersabda, ”Barangsiapa mengamalkan suatu amalan yang tidak termasuk urusan Kami maka tertolak.” (HR. Muslim)

Kita sering melihat orang melakukan suatu amal perbuatan yang tidak diperintahkan dan tidak pula dicontohkan oleh Rasulullah SAW, dan mereka menganggapnya sebagai ibadah yang akan memperoleh pahala dan kebaikan dari ALLAH. Padahal sesungguhnya mereka telah menyelisihi ALLAH dan Rasul-NYA, karena telah mengubah syariat tanpa hak, yang hanya berbekal persangkaan semata kepada ALLAH.

ALLAH berfirman, ”Dan kebanyakan mereka tidak mengikuti kecuali persangkaan saja. Sesungguhnya persangkaan itu tidak sedikitpun berguna untuk mencapai kebenaran. Sesungguhnya ALLAH Maha Mengetahui apa yang mereka kerjakan.” (QS. Yunus: 36)

Imam Ibnul Qayyim berkata, ”Waspadalah kalian dari ditolaknya amalan pada awal kali hanya karena menyelisihinya, engkau akan disiksa dengan berbaliknya hati ketika akan mati. Sebagaimana ALLAH berfirman, ”Dan (begitu pula) KAMI memalingkan hati dan penglihatan mereka seperti mereka belum pernah beriman kepadanya (Al Quran) pada permulaannya, dan KAMI biarkan mereka bergelimang dalam kesesatannya yang sangat.” (QS. Al-An’am: 110)

6. Bersumpah Atas Nama ALLAH

Rasulullah SAW bersabda, ”Dahulu kala ada dua orang dari kalangan Bani Israil yang saling berlawanan sifatnya. Salah satunya gemar berbuat dosa sedangkan sedangkan satunya lagi rajin beribadah. Yang rajin beribadah selalu mengawasi dan mengingatkan temannya agar menjauhi dosa. Sampai suatu hari, ia berkata kepada temannya, ”Berhentilah berbuat dosa.” Karena terlalu seringnya diingatkan, temannya yang sering bermaksiat itu berkata, ”Biarkan aku begini. Apakah engkau diciptakan hanya untuk mengawasi aku terus?” Yang rajin beribadah itu akhirnya berang dan berkata, ”Demi ALLAH, ALLAH tidak akan mengampuni.” atau ”Demi ALLAH, ALLAH tidak akan memasukkanmu ke dalam surga.” Akhirnya ALLAH mencabut arwah keduanya dan dikumpulkan di sisi-NYA. ALLAH berkata kepada orang yang rajin beribadah, ”Apakah engkau tahu apa yang ada di Diri-KU, ataukah engkau merasa mampu atas apa yang ada di Tangan-KU?” ALLAH berkata kepada orang yang berbuat dosa, ”Masuklah engkau ke dalam surga karena Rahmat-KU.” dan DIA berkata keada yang rajin beribadah, ”Dan engkau masuklah ke dalam neraka.” Abu Hurairah berkata, ”Demi DZAT yang jiwaku ada di Tangan-NYA, orang ini telah mengucapkan perkataan yang membinasakan dunia dan akhiratnya.” (HR. Abu Dawud)

Juga dalam riwayat lain Rasulullah SAW bersabda, ”Ada orang yang berkata, ”Demi ALLAH, ALLAH tidak akan mengampuni si fulan.” Maka ALLAH berfirman, ”Siapa yang bersumpah atas nama-KU bahwa AKU tidak akan mengampuni si fulan, sungguh AKU telah mengampuninya dan AKU membatalkan amalanmu.” (HR. Muslim)

7. Membenci Sunnah Rasulullah SAW Sekalipun Dia Mengamalkannya

”Yang demikian itu adalah karena Sesungguhnya mereka benci kepada apa yang diturunkan ALLAH (Al Quran) lalu ALLAH menghapuskan (pahala-pahala) amal-amal mereka.” (QS. Muhammad: 9)

Yaitu karena mereka membenci apa yang dibawa oleh Rasul-NYA berupa Al-Qur’an yang isi kandungannya berupa tauhid dan hari kebangkitan, karena alasan itu ALLAH menghapuskan amal-amal kebajikan yang pernah dikerjakan.

Semoga kita termasuk orang-orang yang diberi kekuatan oleh ALLAH untuk menjauhi sebab-sebab di atas. Kita memohon kepada-NYA agar amalan yang kita kerjakan dinilai sebagai amalan yang shalih di sisi-NYA. Amin ya Rabbil ’alamin

Demikianlah, semoga tulisan ini bermanfaat untuk memotivasi diri kita agar selalu bertobat dan mengisi sisa usia kita dengan kebaikan dan amal shaleh.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar