Minggu, 07 Oktober 2012

KESALAHAN DALAM AQIDAH

Telah tersebar pada sebagian masyarakat muslim beberapa kesalahan, diantaranya: kesalahan yang mereka lakukan di kuburan, juga kesalahan yang berhubungan dengan sumpah dan nadzar. Kesalahan ini berbeda-beda bentuknya, ada yang serupa dengan syirik hingga mengeluarkan seseorang dari agama, dan ada pula yang lebih ringan dari itu. Kami memohon kepada bapak yang mulia, untuk menjelaskan hukum yang berkaitan dengan masalah-masalah tersebut kepada mereka, sekaligus memberikan nasehat kepada kaum muslimin agar meninggalkan kesalahan-kesalahan yang selama ini mereka anggap remeh itu!


Segala puji hanya bagi Allah, dan semoga shalawat serta salam senantiasa tercurah kepada junjungan kita Rasulullah saw, keluarga, sahabat dan setiap orang yang berjalan sesuai dengan ajaran beliau.

Amma ba`du: Dalam masalah kuburan, kebanyakan manusia sangat kebingungan dalam membedakan antara hal-hal yang disyariatkan, yang merupakan kesyirikan, dan hal-hal yang itu adalah sebuah kebid`ahan. Sebagaimana halnya banyak diantara mereka yang terjerumus dalam syirik akbar (besar) karena ketidak tahuan dan taklid a`ma mereka.[1]

Hal ini merupakan kewajiban bagi para ulama` di setiap daerah untuk menjelaskan kepada manusia tentang agama mereka dan apa sebetulnya tauhid dan syirik itu. Juga kewajiban mereka untuk menjelaskan hal-hal yang menyebabkan syirik dan menjelaskan macam-macam kebid`ahan agar mereka menghindarinya. Karena Allah telah berfirman,

“Dan (ingatlah), ketika Allah mengambil janji dari orang-orang yang telah diberi kitab (yaitu): “Hendaklah kamu menerangkan isi kitab itu kepada manusia, dan jangan kamu menyembunyikannya.” (QS. Ali `Imran: 187)

Juga firman-Nya,

“Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah Kami turunkan berupa keterangan-keterangan (yang jelas) dan petunjuk, setelah Kami menerangkannya kepada manusia dalam Al Qur`an, mereka itu dila`nati Allah dan dila`nati (pula) oleh semua (makhluk) yang dapat mela`nati. kecuali mereka yang telah taubat dan mengadakan perbaikan dan menerangkan (kebenaran), maka terhadap mereka itu Aku menerima taubatnya dan Akulah Yang Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Baqarah: 159-160)

Sedangkan Nabi saw telah bersabda,

((مَنْ دَلَّ عَلَى خَيْرٍ فَلَـهُ مِثْلُ أَجْـرِ فَاعِلِهِ)) [رواه مسلم في صحيحه]

“Barangsiapa menunjukkan sebuah kebaikan, maka baginya pahala seperti orang yang mengerjakannya.” (HR. Muslim dalam sahihnya)

Beliau juga bersabda,

((مَنْ دَعَا إِلَى هُدًى كَانَ لَهُ مِنَ الْأَجْرِ مِثْلُ أُجُورِ مَنْ تَبِعَهُ لَا يَنْقُصُ ذَلِكَ مِنْ أُجُورِهِمْ شَيْئًا، وَمَنْ دَعَا إِلَى ضَلَالَةٍ كَانَ عَلَيْهِ مِنَ الْإِثْمِ مِثْلُ آثَامِ مَنْ تَبِعَهُ لَا يَنْقُصُ ذَلِكَ مِنْ آثَامِهِمْ شَيْئًا)) [رواه مسلم]

“Barangsiapa mengajak kepada petunjuk, maka baginya pahala seperti pahala orang-orang yang mengikutinya, tanpa mengurangi pahala orang yang mengikut itu sedikit pun. Dan barangsiapa mengajak kepada kesesatan, maka baginya dosa seperti dosa orang-orang yang mengikuti kesesatan itu tanpa mengurangi sedikit pun dari dosa mereka.” (HR. Muslim)

Sedangkan dalam Ash-Shahihain, dari hadits Mu`awiyah dari nabi bahwasanya beliau bersabda,

((مَنْ يُرِدِ اللَّهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِي الدِّينِ))

“Barangsiapa yang Allah Menghendaki kebaikan baginya, niscaya ia dibuat faqih (pintar) dalam masalah agama.”

Ayat-ayat dan hadits yang mengajak menyebarkan ilmu agama, membuat orang mencintai ilmu agama, mengancam orang yang berpaling darinya dan menyembunyikan ilmu sangatlah banyak.

Adapun amalan yang terjadi pada kuburan dari berbagai macam syirik dan kebid`ahan pada banyak negara, maka hal itu suatu urusan yang bukan rahasia lagi. Perkara ini sangat butuh perhatian, penjelasan dan penegasan agar dihindari, seperti berdoa kepada orang-orang dalam kuburan, mengajukan permohonan kepada mereka, mengajukan agar penyakit disembuhkan, dimenangkan atas musuh dan hal lainnya yang serupa dengan itu. Semua perbuatan itu adalah syirik akbar yang merupakan kebiasaan para penduduk jahiliyah.
  1. Allah Berfirman, “Hai manusia, sembahlah Tuhanmu Yang telah menciptakanmu dan orang-orang yang sebelummu, agar kamu bertakwa.” (QS. Al-Baqarah: 21)
  2. Juga berfirman, “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku.” (QS. Adz-Dzariyat: 56)
  3. Dalam ayat lain, “Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia.” (QS. Al-Isra`: 23)
  4. Juga firman-Nya, “Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan keta`atan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus.” (QS. Al-Bayyinah: 5)
Dan masih banyak lagi ayat-ayat dalam al-qur`an yang membahas masalah di atas.

Sedangkan ibadah yang jin dan manusia diciptakan karenanya adalah tauhid, yaitu memalingkan semua amal ibadah hanya kepada Allah saja, mengkhususkan segala bentuk ketaatan hanya kepada-Nya, seperti shalat, zakat, haji, menyembelih, nadzar dan amal-amal ibadah lainnya. seperti dalam firman-Nya,

“Katakanlah: “Sesungguhnya shalatku, nusuk (ibadatku), hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam.” (QS. Al-An`am: 162)

Yang dimaksud dengan nusuk pada ayat diatas adalah ibadah, dan diantara bentuk ibadah itu adalah menyembelih, seperti dalam firman Allah ini,

“Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu ni`mat yang banyak. Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu dan menyembelihlah.” (QS. Al-Kautsar: 1-2)

Nabi juga bersabda,
((لَعَنَ اللهُ مَنْ ذَبَحَ لِغَيْرِ اللهِ)) [رواه مسلم]

“Allah Melaknat orang yang menyembelih buat selain Allah.” (HR. Muslim dalam sahihnya dari Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib)

Allah juga berfirman,

“Dan sesungguhnya mesjid-mesjid itu adalah kepunyaan Allah. Maka janganlah kamu menyembah seseorangpun di dalamnya di samping (menyembah) Allah.” (QS. Al-Jin: 18)

Juga berfirman,

“Dan barangsiapa menyembah tuhan yang lain di samping Allah, padahal tidak ada suatu dalil pun baginya tentang itu, maka sesungguhnya perhitungannya di sisi Tuhannya. Sesungguhnya orang-orang yang kafir itu tiada beruntung.” (QS. Al-Mukminun: 117)

Juga Berfirman dalam surat Faathir,

“Yang berbuat demikian hanyalah Allah Tuhanmu, bagi-Nya segala kerajaan. Sedangkan orang-orang yang kamu mintai (sembah) selain Allah, mereka tidak mempunyai apa-apa walaupun setipis kulit ari. Jika kamu memanggil mereka, mereka tak mungkin mendengar panggilanmu; dan seandainya mereka mendengar, mereka tidak dapat memperkenankan permintaanmu. Dan di hari kiamat mereka akan mengingkari kemusyrikanmu dan tidak ada yang dapat memberikan keterangan kepadamu sebagaimana yang diberikan oleh Yang Maha Mengetahui.” (QS. Faathir: 12-13)

Pada ayat-ayat diatas Allah Menjelaskan bahwa shalat yang diperuntukkan buat selain-Nya, demikian pula menyembelih buat selain-Nya, memohon kepada orang mati dan berhala, pohon, dan batu, itu semua adalah syirik kepada Allah dan kekafiran yang nyata.

Allah juga menjelaskan bahwa semua yang didoai (baca: dimintai) dari selain Allah, apakah itu para nabi, para malaikat, para wali, jin, patung-patung, atau yang lainnya, mereka semua tidak mampu mendatangkan manfaat atau madharat kepada para pendoanya.

Allah juga menjelaskan bahwa berdoa kepada selain Allah, adalah kesyirikan atau kekufuran. Sebagaimana Dia menegaskan bahwa mereka (para nabi, para malaikat, para wali, jin dan patung-patung) tidak mendengar doa yang diajukan kepada mereka, dan seandainya mereka mendengar, mereka tak mungkin mengabulkan doa yang dipermintakan kepada mereka.

Maka, adalah sebuah kewajiban bagi semua mukallaf jin dan manusia untuk selalu menghindari hal itu, menyuruh manusia untuk menjauhinya, menjelaskan kebatilannya, dan menerangkan bahwa hal itu menyalahi apa yang dibawah oleh para rasul, menyalahi tauhid dan menyalahi keikhlasan dalam beribadah kepada Allah. Allah Berfirman,

“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): “Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu”.” (QS. An-Nahl: 36)

Juga dalam firman-Nya,

“Dan Kami tidak mengutus seorang rasul pun sebelum kamu, melainkan Kami wahyukan kepadanya: “Bahwasanya tidak ada Tuhan (yang benar) melainkan Aku, maka sembahlah Aku”.” (QS. Al-Anbiya`: 25)

Rasulullah saw menetap di Makkah Al-Mukarramah selama tiga belas tahun untuk mengajak manusia agar beribadah hanya kepada Allah, menyuruh mereka menjauhi syirik, dan menjelaskan kepada mereka makna Laa Ilaaha Illallaah. Tapi yang menerima ajakan beliau hanya sedikit orang, sedangkan kebanyakan lainnya merasa sombong dari mentaati dan mengikuti beliau.

Kemudian beliau berhijrah ke Madinah, disana beliau menyebarkan dakwah tauhidnya di kalangan muhajirin dan anshar, beliau berjihad fi sabilillah, menulis surat kepada para raja dan pemuka kaum, demi menerangkan kepada mereka dakwah yang beliau emban, juga petunjuk yang datang bersama beliau. Beliau dan para sahabatnya terus bersabar dan menguatkan kesabaran mereka, sampai agama Allah menjadi menang, sampai para manusia masuk ke dalamnya dengan berbondong-bondong, sampai tersebar tauhid dan hilang kesyirikan dari Makkah dan Madinah, juga hilang dari jazirah lainnya lewat tangan beliau dan para sahabatnya sehabis beliau wafat.

Setelah itu para sahabat yang meneruskan tugas dakwah ini, mereka berjihad fi sabilillah di penjuru timur dan barat hingga Allah Memenangkan mereka atas musuh-musuhnya, menjadikan mereka berkuasa di muka bumi, dan menjadikan islam sebagai agama yang mengalahkan agama lain di muka bumi. Ini adalah janji Allah yang termaktub dalam firman-Nya,

“Dialah yang telah mengutus Rasul-Nya (dengan membawa) petunjuk (Al Qur’an) dan agama yang benar untuk dimenangkan-Nya atas segala agama, walaupun orang-orang musyrik tidak menyukai.” (QS. At-Taubah: 33)

Sedangkan diantara kebid`ahan dan hal-hal yang menjerumuskan seseorang kepada kesyirikan yang dilakukan di kuburan adalah mengerjakan shalat, membaca al-qur`an, membangun masjid, dan mendirikan kubah-kubah di atas kuburan. Semua perbuatan ini adalah bid`ah dan mungkar, yang menyebabkan seseorang terjerumus ke dalam syirik akbar.

Karena hal itulah rasulullah bersabda dalam sebuah hadits sahih,

((لَعَنَ اللهُ الْيَهُوْدَ وَالنَّصاَرَى اِتَّخَذُوْا قُبُوْرَ أَنْبِياَئِهِمْ مَسَاجِدَ)) [متفق على صحته من حديث عائشة رضي الله عنها]

“Allah Melaknat orang-orang yahudi dan nashrani, karena mereka telah menjadikan kuburan nabi-nabi sebagai masjid.” (Muttafaq `alaih dari Aisyah radhiyallahu `anha)

Dan dalam sahih Muslim dari hadits Jundub bin Abdullah dari Nabi saw bahwasanya beliau bersabda,

((أَلاَ وَإِنَّ مَنْ كاَنَ قَبْلَكُمْ كَانُوْا يَتَّخِذُوْنَ قُبُوْرَ أَنْبِياَئِهِمْ وَصَالِحِيْهِمْ مَسَاجِدَ، أَلاَ فَلاَ تَتَّخِذُوا اْلقُبُوْرَ مَسَاجِدَ، فَإِنِّي أَنْهَاكُمْ عَنْ ذَلِكَ))

“Ketahuilah! Sesungguhnya orang-orang sebelum kalian telah menjadikan kuburan para nabi dan orang saleh sebagai masjid. Ketahuilah! Janganlah kalian menjadikan kuburan sebagai masjid, karena saya melarang kalian dari hal itu.”

Pada kandungan dua hadits di atas, rasulullah menjelaskan bahwa orang yahudi dan nashrani telah menjadikan kuburan para nabi sebagai masjid. Karena itu beliau memperingatkan umatnya jangan sampai menyerupai orang-orang yahudi dan nashrani dalam hal: menjadikan kuburan sebagai masjid, mengerjakan shalat, beri`itikaf, dan membaca al-qur`an di atasnya. Karena semua amalan ini adalah penjerumus ke dalam kesyirikan.

Di antara amalan yang juga menjerumuskan ke jurang syirik akbar adalah membangun kuburan, membangun kubah di atasnya, dan memberikan kelambu atau tabir pada kuburan tersebut. Semua perbuatan ini menyebabkan seseorang jatuh ke lembah syirik dan termasuk ghuluw (berlebihan) dalam memperlakukan orang-orang yang ada dalam kuburan.

Perbuatan-perbuatan di atas banyak dikerjakan orang-orang yahudi, nashrani dan kaum muslimin yang tidak mengerti akan keharamannya. Mereka menyembah kuburan itu, menyembelih untuknya, memohon pertolongan, bernadzar, memohon kesembuhan dari penyakit, dan kemenangan atas musuh.

Macam-macam kesyirikan diatas juga dilakukan pada kuburan Husain, Badawi, Syaikh Abdul Qadir al-Jailani, Ibnu Arabi dan yang lainnya. Maka, hanya kepada Allah kita memohon perlindungan, sesungguhnya tiada daya dan upayah selain hanya dari Allah.

Padahal telah disebutkan pada sebuah hadits sahih, bahwa Rasulullah saw melarang mengapur kuburan, duduk di atasnya, membangun sesuatu di atasnya, dan menulis sesuatu padanya. Dan tidaklah beliau melarang mengapur dan membangun kuburan kecuali karena hal itu adalah penyebab terjadinya syirik akbar.

Jadi merupakan kewajiban bagi kaum muslimin seluruhnya, baik rakyat maupun pemerintah, untuk menghindari perbuatan syirik dan bid`ah ini. Mestinya mereka bertanya kepada ahli ilmu yang pintar dengan aqidah sahihah dan manhaj (ajaran) para pendahulu umat ini (sahabat dan tabiin), atas setiap masalah agama yang kurang jelas atas mereka, sehingga mereka beribadah kepada Allah dengan bashirah (hujjah yang nyata). Sesuai dengan firman-Nya yang berbunyi,

“Maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui.” (QS. An-Nahl: 43)

Juga sesuai dengan sabda nabi yang berbunyi,

((وَمَنْ سَلَكَ طَرِيْقاً يَلْتَمِسُ فِيْهِ عِلْماً سَهَّلَ اللهُ لَهُ بِهِ طَرِيْقاً إِلَى اْلجَنَّةِ))

“Barangsiapa menapaki suatu jalan karena mencari ilmu, niscaya Allah memudahkan baginya jalan menuju surga.”

Juga sabda lainnya,

((مَنْ يُرِدِ اللَّهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِي الدِّينِ))

“Barangsiapa yang Allah Menghendaki kebaikan baginya, niscaya ia dibuat faqih (pintar) dalam masalah agama.”

Dan sudah diketahui oleh kita semua, bahwa para hamba tidaklah diciptakan dengan begitu saja, tapi mereka diciptakan karena hikmah yang agung dan tujuan yang mulia, yaitu beribadah hanya kepada Allah, bukan kepada selain-Nya. Sebagaimana dalam firman-Nya,

“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku.” (QS. Adz-Dzariyat: 56)

Padahal tiada jalan untuk mengetahui bagaimana beribadah kepada Allah, kecuali dengan mentadabburi al-qur`an yang mulia dan sunnah nabi yang suci. Juga dengan mengetahui apa yang diperintahkan Allah kepada Rasul-Nya dari berbagai macam ibadah, serta bertanya kepada ahlul ilmi tentang hal-hal kurang jelas yang sedang dihadapi.

Dengan demikian, akan diketahui bagaimana beribadah kepada Allah ta`ala, yang para hamba diciptakan karenanya itu. Sehingga ibadah itu bisa dilaksanakan sesuai dengan bentuk yang disyariatkan Allah. Inilah satu-satunya jalan menuju keridhoan Allah, satu-satunya jalan untuk menggapai kesuksesan dengan surga-Nya, dan satu-satunya jalan agar terselamatkan dari siksa dan kemurkaan-Nya. Semoga Allah memberi taufiq (kemudahan dan kesuksesan) kepada kaum muslimin dalam mengerjakan segala yang diridhai-Nya, memberikan kepada mereka kepandaian dalam agama, menguasakan kepada mereka pemimpin-pemimpin pilihan, dan memperbaiki para penguasa mereka. Juga mengkaruniakan taufiq kepada para ulama untuk melaksanakan kewajiban mereka dalam hal berdakwah, mendidik, menasehati, dan menerangkan jalan yang lurus. Sesungguhnya Dia Maha Pemurah dan Maha Mulia.

Juga yang termasuk dalam kategori syirik adalah bersumpah dengan selain Allah. Seperti bersumpah dengan para nabi, dengan kepala seseorang, kehidupannya, juga dengan keamanahan dan kemuliaannya. Padahal ada sebuah hadits sahih dari rasulullah bahwa beliau mengatakan,
((مَنْ كاَنَ حاَلِفاً فَلْيَحْلِفْ بِاللهِ أَوْ لِيَصْمُتْ)) [متفق على صحته]

“Barangsiapa bersumpah, hendaklah ia bersumpah dengan Allah atau diam.” (Muttafaq `alaih)

Beliau juga bersabda,

((مَنْ حَلَفَ بِشَيْءٍ دُوْنَ اللهِ فَقَدْ أَشْرَكَ))

“Barangsiapa bersumpah dengan sesuatu selain Allah, maka dia telah berbuat syirik.”(HR. Ahmad dari Umar bin Khattab dengan sanad sahih)

Beliau juga bersabda,

((مَنْ حَلَفَ بِغَيْرِ اللهِ فَقَدْ كَفَرَ أَوْ أَشْرَكَ))

“Barangsiapa bersumpah dengan selain Allah, maka dia telah kafir atau berbuat syirik.”(HR. Abu Dawud dan Tirmidzi, dengan sanad sahih dari Abdullah bin Umar)

Beliau juga bersabda,

((مَنْ حَلَفَ بِاْلأَماَنَةِ فَلَيْسَ مِنَّا))

“Barangsiapa bersumpah dengan amanat, maka dia bukan dari golongan kita.”

Beliau juga bersabda,

((لاَ تَحْلِفُوْا بِآباَئِكُمْ وَلاَ بِأُمَّهاَتِكُمْ، وَلاَ بِاْلأَنْدَادِ وَلاَ تَحْلِفُوْا بِاللهِ إِلاَّ وَأَنْتُمْ صَادِقُوْنَ))

“Jangan bersumpah dengan bapak-bapak kalian, ibu-ibu, dan sekutu-sekutu Allah. Dan jangan pula bersumpah dengan Allah kecuali kalian benar-benar jujur.”

Hadits-hadits yang semakna pada masalah ini masih banyak lagi. Dan bersumpah dengan selain Allah adalah termasuk syirik asghar (kecil). Tapi bisa menjerumuskan kepada syirik akbar, jika seseorang meyakini keagungan yang digunakan bersumpah itu seperti ia meyakini keagungan Allah, atau dia meyakini bahwa sesuatu itu bisa mendatangkan manfaat atau madharat, atau meyakini bahwa sesuatu itu pantas didoai dan dimintai pertolongan.

Juga termasuk dalam masalah syirik asghar ini, seperti mengucapkan, “Maa syaa-Allaah wa syaa-a fulaan” (atas kehendak Allah dan kehendak si fulan…), “laula Allah wa fulan” (kalau bukan karena Allah dan si fulan…), dan perkataan, “ini adalah dari Allah dan si fulan.” Semua ucapan ini termasuk syirik asghar, berdalilkan dengan sabda nabi yang berbunyi,

((لاَ تَقُوْلُوْا ماَ شاَءَ اللهُ وَشاَءَ فُلاَنٌ، وَلَكِنْ قُوْلُوْا مَا شَاءَ اللهُ ثُمَّ شاَءَ فُلاَنٌ))

“Janganlah mengucapkan, “Atas kehendak Allah dan kehendak si fulan”, tetapi katakan, “ini atas kehendak Allah kemudian kehendak si fulan”.”

Sesuai kandungan hadits di atas, tidaklah mengapa jika seseorang mengatakan misalnya,“Kalau bukan karena Allah kemudian si fulan pasti anak itu sudah tenggelam.” atau mengatakan, “ini adalah pemberian dari Allah kemudian dari si fulan” jika memang si fulan adalah penyebab selamatnya anak dari tengelam dan penyebab datangnya pemberian itu.

Juga disebutkan dalam sebuah hadits,

أَنَّ رَجُلاً قَالَ لَهُ: مَا شاَءَ اللهُ وَشِئْتَ، فَقَالَ لَهُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: ((أَجَعَلْتَنِيْ ِللهِ نِداًّ، قُلْ ماَ شاَءَ اللهُ وَحْدَهُ))

“Ada seorang lelaki yang berkata kepada beliau, “atas kehendak Allah dan kehendakmu.” Maka rasulullah berkata kepadanya, “Apakah kamu menjadikanku sekutu bagi Allah?! Ucapkanlah, Atas kehendak Allah saja”.”

Hadits ini menunjukkan bahwa jika seseorang mengatakan “Atas kehendak Allah saja”, maka ini lebih sempurna. Tapi jika dia mengatakan, “Atas kehendak Allah kemudian kehendak seseorang”, ini tetap diperbolehkan, karena penggabungan antara hadits-hadits dan dalil yang ada. Semoga Allah memberikan taufiq kepada kita semua.

Kesalahan adalah keburukan yang sering dilakukan oleh manusia. Rasulullah bersabda, “Setiap anak Adam (yakni: manusia-ed) pernah melakukan kesalahan, dan sebaik-baik orang yang bersalah adalah yang bertaubat.” (HR. al-Baihaqi di dalam Syu’abul Iman dan yang lainnya)


Mengenal kesalahan itu penting. Mengapa? Hal ini bisa menjadi sarana untuk menyadarkan pelaku sehingga bertaubat atas penyimpangannya. Juga sebagai peringatan agar tidak terjerumus ke dalam penyimpangan. Bukankah banyak kita saksikan orang yang bertaubat setelah tahu bahwa apa yang ia lakukan sebelumnya adalah suatu kesalahan? 

Hudzaifah bin al-Yaman pernah bertanya tentang keburukan dengan tujuan mulia. Ia berkata, “Orang-orang bertanya kepada Rasulullah tentang kebaikan sementara aku bertanya kepada beliau tentang keburukan, karena khawatir hal tersebut akan menimpaku” (HR. al-Baihaqi di dalam as-Sunan al-Kubra) 

Kali ini kita ketengahkan 7 contoh kesalahan terkait masalah akidah yang boleh jadi kita atau saudara kita kaum muslimin di penjuru negeri Indonesia ada yang belum mengetahuinya. Harapannya adalah semoga Allah membuka pintu hati kita untuk menyadarinya dan kembali ke jalan yang benar. 

1. Istighatsah (Meminta Bantuan) kepada Orang yang Sudah Mati. 

Misalnya, ketika mengalami kesusahan, seseorang mengatakan, “Wahai syaikh Abdul Qadir Jaelani, bantulah aku.” Ini merupakan kesalahan karena istighatsah adalah ibadah yang tidak semestinya dilakukan kecuali kepada Allah. Allah berfirman, yang artinya, “(Ingatlah), ketika kamu memohon pertolongan kepada Tuhanmu, lalu diperkenankan-Nya bagimu” (QS. al-Anfal: 9). Ubadah bin Shamit berkata, “Abu Bakar berkata, ‘Bangkitlah kalian kita lakukan istighatsah kepada Rasulullah karena ulah si munafiq ini.’” (Mendengar hal ini) Maka Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya istighatsah itu bukan kepadaku, tapi istighatsah itu hanya dilakukan kepada Allah azza wajalla saja” (Majma’u az-Zawaid wa Manba’u al-Fawaid, al-Hafidz al-Haitsami) 

2. Membenarkan Dukun 

Ini adalah kesalahan. Rasulullah pernah bersabda, “Barangsiapa datang kepada peramal atau dukun lalu membenarkan apa yang diucapkannya, maka ia telah kufur dengan apa yang diturunkan kepada Muhammad.”(HR. Ahmad dan al-Hakim) 

3. Menyembelih Karena Jin 

Ada orang pergi ke dukun untuk berobat. Dukun itu meminta seekor hewan dengan sifat tertentu (seperti, ayam hitam mulus) dan sejenisnya untuk disembelih lalu darahnya dilumurkan pada orang yang sakit, untuk meminta keridhaan jin. Ini diharamkan, dan pelakunya dilaknat, Nabi bersabda, 

لَعَنَ اللَّهُ مَنْ ذَبَحَ لِغَيْرِ اللَّهِ 

“Allah melaknat siapa yang menyembelih karena selain Allah.”(HR.Muslim) 

4. Meminta Syafa’at dari selain Allah 

Misalnya, meminta syafa’at kepada nabi atau wali, dengan mengatakan, “Wahai Rasulullah, berilah syafa’at kepadaku”. Atau, “Wahai para wali Allah, berilah syafa’at kepadaku.” Ini kesalahan, karena syafa’at itu hanya milik Allah dan untuk siapa yang diberi ijin oleh-Nya. Allah berfirman, artinya, “Bahkan mereka mengambil pemberi syafa’at selain Allah. Katakanlah: “Dan apakah (kamu mengambilnya juga) meskipun mereka tidak memiliki sesuatu pun dan tidak berakal?” (QS. az-Zumar: 43) 

5. Keyakinan dalam ungkapan

Berikut ini contoh ungkapan yang dikatakan bertuah bila diucapkan sekian kali, 

اللَّهُمَّ صَلِّ صَلاَةً كَامِلَةً وَسَلِّم سَلاَماً تاَماً عَلَى سَيِدِناَ مُحَمَّدٍ الَّذِي تَنْحَلُ بِهِ العُقَدُ وَتَنفَرِجُ بِهِ الكُرَبُ وَتُقضَى بِهِ الحَوَائِجُ وَتُنَالُ بِهِ الرَغَائِبُ وَحُسْنُ الخَوَاتِيمِ وَيُسْتَسقَى الغَمَامُ بِوَجهِهِ الكَرِيمِ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ عَدَدَ كُلِّ مَعْلُومٍ لَكَ

Allahumma shalli shalatan kamilatan Wa sallim salaman taman ‘ala sayyidina Muhammadin Alladzi tanhallu bihil ‘uqadu, wa tanfariju bihil kurabu, wa tuqdha bihil hawa-iju Wa tunalu bihir ragha-ibu wa husnul khawatimi wa yustasqal ghamamu bi wajhihil karimi, wa ‘ala alihi, wa shahbihi ‘adada kulli ma’lumin laka. 

Artinya, “Ya Allah, limpahkanlah pujian yang sempurna dan juga keselamatan sepenuhnya, kepada pemimpin kami Muhammad, yang dengan sebab beliau ikatan-ikatan (di dalam hati) menjadi terurai, berkat beliau berbagai kesulitan menjadi lenyap, berbagai kebutuhan menjadi terpenuhi, dan dengan sebab pertolongan beliau pula segala harapan tercapai, begitu pula akhir hidup yang baik didapatkan, berbagai gundah gulana akan dimintakan pertolongan dan jalan keluar dengan perantara wajahnya yang mulia, semoga keselamatan juga tercurah kepada keluarganya, dan semua sahabatnya sebanyak orang yang Engkau ketahui jumlahnya.”

Syaikh Muhammad Jamil Zainu berkata,“Sesungguhnya akidah tauhid yang diserukan al-Qur’an al-Karim dan diajarkan Rasulullah kepada kita mewajibkan setiap muslim untuk meyakini bahwa Allah semata yang berkuasa untuk melepaskan ikatan di dalam hati, menyingkirkan kesusahan, memenuhi segala macam kebutuhan dan memberikan permintaan orang yang sedang meminta kepada-Nya. Oleh sebab itu seorang muslim tidak boleh berdoa kepada selain Allah demi menghilangkan kesedihan atau menyembuhkan penyakitnya meskipun yang diserunya adalah malaikat atau Nabi yang dekat (dengan Allah). Al-Qur’an ini telah mengingkari perbuatan berdoa kepada selain Allah baik kepada para rasul ataupun para wali. Allah berfirman, artinya, “Bahkan sesembahan yang mereka seru (selain Allah) itu justru mencari kedekatan diri kepada Rabb mereka dengan menempuh ketaatan supaya mereka semakin bertambah dekat kepada-Nya dan mereka pun berharap kepada rahmat-Nya serta merasa takut akan azab-Nya. Sesungguhnya siksa Rabbmu adalah sesuatu yang harus ditakuti.” (QS. al-Isra’: 57). Para ulama Tafsir mengatakan ayat ini turun terkait dengan mereka yang berdoa kepada Isa al-Masih, memuja malaikat atau jin-jin yang shalih (sebagaimana diceritakan Ibnu Katsir).” 

“Bagaimana Rasul bisa merasa ridha kalau beliau dikatakan sebagai orang yang bisa melepaskan ikatan hati dan bisa melenyapkan berbagai kesusahan padahal al-Qur’an saja telah memerintahkan beliau untuk berkata tentang dirinya, artinya, “Katakanlah: Aku tidak berkuasa atas manfaat dan madharat bagi diriku sendiri kecuali sebatas apa yang dikehendaki Allah. Seandainya aku memang mengetahui perkara ghaib, maka aku akan memperbanyak kebaikan dan tidak ada keburukan yang akan menimpaku. Sesungguhnya aku hanyalah seorang pemberi peringatan dan kabar gembira bagi orang-orang yang beriman.” (QS. al-A’raf :188) 

Ada seseorang yang datang menemui Rasulullah dan berkata, “Atas kehendak Allah dan kehendakmu wahai Rasul”, maka beliau menghardiknya sambil berkata, “Apakah kamu ingin menjadikan aku sebagai sekutu bagi Allah? Katakan: Atas kehendak Allah semata.” (HR. an-Nasa’i dengan sanad hasan) 

Seandainya kita ganti kata bihi
(بِهِ) 
(dengan sebab beliau) dengan biha 
بِهَا) 

(dengan sebab shalawat) maka tentulah maknanya akan benar. Bacaannya menjadi seperti ini, 

اللَّهُمَّ صَلِّ صَلاَةً كَامِلَةً وَسَلِّم سَلاَماً تاَماً عَلَى سَيِدِناَ مُحَمَّدٍ الَّتي تُحِلُ بِهَا العُقَد

Allahumma shalli shalatan kamilatan wa sallim salaman tamman ‘ala sayyidina Muhammadin Allati tuhillu bihal ‘uqadu (yang ikatan-ikatan hati menjadi terlepas karena shalawat) 

Ini benar, karena shalawat kepada Nabi adalah ibadah yang bisa dijadikan sarana untuk bertawassul memohon dilepaskan dari kesedihan dan kesusahan.

6. Meramalkan Sial Karena Mendengar Suara Burung 

Sebagian orang, ketika mendengar suara burung hantu, mengatakan, “Semoga baik-baik saja, siapa yang mati pada hari ini? Apa yang bakal terjadi hari ini? Ini kesalahan, karena Rasulullah bersabda, “Thiyarah (meramalkan kesialan) adalah syirik.” (HR. Abu Dawud dan lainnya). 

7. Mengusap Kuburan untuk Mencari Keberkahannya 

Ada orang yang pergi ke kuburan para wali atau orang shalih untuk mengusapnya dan mencari keberkahannya. Ini adalah kesalahan. Abu Waqid al-Laitsi berkata, “Kami keluar bersama Rasulullah ke Hunain dan kami masih baru masanya dengan kekafiran (baru masuk Islam-red), sedangkan kaum musyrik memiliki sebuah pohon bidara yang mereka biasa beri’tikaf di sisinya dan menggantungkan senjata mereka padanya sehingga disebut Dzatu Anwath. Kami berkata ketika melewati pohon itu, “Wahai Rasulullah, buatlah untuk kami Dzatu Anwath sebagaimana mereka memiliki Dzatu Anwath. Mendengar itu beliau bersabda, “Allahu akbar! Inilah sunnah-sunnah (tradisi-tradisi itu). Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, sungguh kalian telah mengatakan sebagaimana yang pernah dikatakan Bani Israil kepada Musa; Buatkanlah tuhan untuk kami sebagaimana mereka memiliki beberapa tuhan. “Musa menjawab, sesungguhnya kalian adalah kaum yang bodoh.” (HR. at-Tirmidzi dan Ahmad). 

Ibnu Hajar al-Haitami asy-Syafi’i berkata, “Dosa besar ke 93, 94, 95, 96, 97, dan 98 adalah menjadikan kuburan sebagai masjid, menyalakan api (penerangan) di kuburan, menjadikan kuburan sebagai berhala, thawaf, mengusap-usap kuburan, dan shalat ke arah kuburan.” (Az-Zawajir ‘an iqtiraf al-Kabair, 1/154). 

Imam an-Nawawi menukil kesepakatan ulama tentang dilarangnya mengusap kuburan Nabi dalam rangka mencari barakah. Beliau berkata, “Tidak boleh thawaf di kuburan Nabi, dan dibenci menempelkan perut dan punggung di dinding kuburan, hal ini telah dikatakan oleh al-Halimy dan yang selainnya. Dan dibenci mengusap kuburan dengan tangan dan dibenci mencium kuburan...” 

“Sungguh yang mulia al-Fudhail bin ‘Iyadh telah berbuat baik dalam perkataannya,“Ikutilah jalan petunjuk dan tidak masalah jika jumlah pengikutnya yang sedikit...Barangsiapa yang terbetik di benaknya bahwa mengusap-usap kuburan dengan tangan dan perbuatan yang semisalnya lebih berkah, maka ini karena kebodohan dan kelalaiannya, karena keberkahan itu pada sikap mengikuti syariat dan perkataan para ulama. Bagaimana mungkin keutamaan bisa diraih dengan menyelisihi kebenaran??” (Al-Majmu’ Syarh al-Muhadzab, 8/257)

Wallahu a’lam. semoga bermanfaat..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar