Senin, 18 Maret 2013

HO-NO-CO-RO-KO


MAKNA "HO-NO-CO-RO-KO"

Karena kehendak Hyang Widhi jugalah terjadinya manusia, hewan, pepohonan, kutu walang ataga, yang kesemuanya itu terjadi serta hidup dan dapat dilihat secara nyata wujudnya (ana rupa-wujude). Atas kehendak Hyang Widhi tersebut yang luluh pada diri manusia, menyebabkan manusia memiliki keluhuran, keimanan, bawa laksana, welas asih, keadilan, ketulusan, eling lan waspada. Kesemuanya itu memberikan manusia kemuliaan (kamulyan) dan kesejahteraan (karahayon). Rasa tersebut juga menghubungkan kehidupan manusia dengan Sang Maha Pencipta.

Ca-ra-ka sendiri pengertiannya adalah memuliakan Hyang Widhi. Sebab tanpa ada bawana seisinya, apalagi tanpa adanya manusia, tentu tidak akan ada sebutan Hyang Widhi. Tanpa adanya caraka, tentu pula Hana-Ne tidak akan disebut Hana.

Sementara makna Da-ta-sa-wa-la dapat dijelaskan maknanya sebagai berikut. Adanya yang ada (anane dumadi) sumber asalnya adalah Satu, yaitu Sangkan Paraning Dumadi. Dari yang kasar dan halus (agal lan alus), wingit (penuh misteri) dan maya (ghaib), pasti pada dirinya melekat setidaknya secercah Sinar Suci (kadunungan sapletheking Hyang Widhi). Artinya, pancaran penciptaan itu tidak hanya mencipta bawana seisinya, namun terus-menerus memancarkan kasih, mencermati dan meliputi terhadap seluruh kehidupan (ngesihi, nyamadi lan nglimputi sakabehing dumadi).

Sang Hyang Parama Kawi menciptakan bawana seisinya, khususnya dalam menciptakan manusia, bukan tanpa rencana, namun dengan keinginan dan tujuan yang nyata dan pasti. Titah Gusti tidak dapat diingkari dari apa yang sudah ditetapkan menjadi kodrat (pepesthen). Demikian juga seluruh makhluk hidup di dunia (saobah-mosiking dumadi) pasti terkena keterbatasan dan pembatasan (wates lan winates), seperti halnya sakit dan kematian. Namun selain itu, juga melekat dalam dirinya (kadunungan) kelebihan satu dari yang lain, saling ketergantungan, lebih melebihi (punjul-pinunjulan) dan saling hidup-menghidupi (urip-inguripan).

Baik dalam rupa, wujud, warna dan sosoknya (balegere dumadi), manusia dapat dikatakan sempurna tiada yang melebihi (kasampurnaning manungsa). Terciptanya manusia yang ditakdirkan (pinesthi) menjadi Pangempon Jagat, menandakan bahwa hanya sosok manusia sajalah yang mampu menjadi Warangka Dalem Yang Maha Esa (wakil Tuhan di dunia). Kelahiran manusia dalam wujud raga-fisik dan bentuk badan itu merupakan sari-patining bawana. Maka, menjadi keniscayaan jika manusia mampu menggunakan dayanya guna mengungkap rahasia alam.

Kelahiran hidup manusia, merupakan wujud dari sukma, yang dalam proses mengada dan menjadi (being and becoming) terbentuk dari sari-pati terpancarnya Sinar Suci Paramatma (dumadi saka sari-pati pletheking Hyang Widhi). Oleh sebab itu, manusia mampu mengkaji dan menelusuri, menggali dan mencari serta meyakini dan mengimani adanya Hyang Widhi (nguladi, ngupadi, ngyakini lan ngimani marang kasunyataning Hyang Widhi), sebab sukma sejati manusia itu berasal dari Sana (sabab suksma sajatining manungsa asale saka Kana).

Selanjutnya Pa-dha-ja-ya-nya, maknanya bahwa sawenehing kang dumadi atau apa pun dan siapa pun tidak akan dapat hidup sendiri, sebab ia akan senantiasa menjalani hidup dan kehidupan bersama, sebagaimana keniscayaan fitrahnya, bahwa: panguripaning dumadi tansah wor-ingaworan -dalam kehidupan manusia selalu saling pengaruh mempengaruhi— selain juga punya ketergantungan satu sama lain. Begitu juga hidup manusia, bahwa perangkat badaning manungsa tidak mungkin secara parsial dapat hidup sendiri-sendiri. Artinya, ana raga tanpa sukma/nyawa tidak mungkin bisa hidup, tetapi ana sukma tanpa raga juga tidak bisa dikatakan hidup, karena tidak bisa bernafas.

Jika seluruh anggota badan makarti semua, baru disebut urip kang sejati. Daya hidup (sang gesang) akan melekat (built-in) pada setiap diri-pribadi seseorang, yaitu rupa, wujud berikut segala tingkah-lakunya. Dapat dikatakan daya hidup akan luluh pada dirinya (sing kadunungan). Semua yang berwujud dan hidup pasti bakal tarik- enarik, saling bersinergi (daya-dinayan), sehingga menimbulkan daya-daya, seperti: daya adem-panas, positif-negatif, luhur-asor, padhang-peteng, dan kesemuanya itu senantiasa berputar silih berganti (cakra manggilingan).

Semua inti dari interaksi tersebut ada pada diri manusia, di mana inti tadi sebenarnya telah terserap dari badan manusia sendiri. Maka dapat disimpulkan, bahwa obah-mosiking jagat/alam, juga terjadi pada obah-mosiking manungsa secara pribadi. Di mana ketika terjadi gonjang-ganjinging jagat/ alam, kejadian pada manusia juga demikian adanya. Ketika manusia bertingkah-laku angkara-murka, merusak dan sebagainya, jagat/alam juga berada dalam ancaman bahaya, misalnya musibah banjir, lahar, tanah longsor, banyaknya kecelakaan dan sebagainya.

Makanya, manusia harus selalu ingat akan kewajiban pokoknya, yaitu: Hamemayu-Hayuning Bawana. Artinya, kanthi adhedhasar sarana sastra jendra hayuningrat pangruwating diyu sebetulnya manusia dapat nyidhem atau menghindari kerusakan alam semesta, selain juga bisa nyirep dahuruning praja (memadamkan kerusuhan negara).

Ikatan manusia dengan Hyang Widhi, berupa keyakinan dan kepercayaan yang diwujudkan dalam panembah lan pangesti seperti ditulis dalam tuntunan sabda/wahyu Hyang Widhi, yang disebut agama, mewajibkan manusia manembah (sembahyang, samadi) hanya tertuju kepada Yang Satu, yaitu Tuhan Yang Maha Esa. Ketika manusia manembah melalui sembah rasa, harus dengan seluruh sukma (atma/roh, moral) kita, bukan badan raga yang penuh dengan kotoran (nafsu duniawi). Sebetulnya sembah raga itu hanya sarengating lahir, agar supaya umat manusia taat dan manembah marang Gusti Kang Murbeng Dumadi.

Manusia itu paling dipercaya ngembani sabda Hyang Widhi, maka manusia harus menduduki rasa kemanusiaannya. Untuk itu, manusia harus bisa menempatkan diri pada citra keTuhanannya. Hyang Widhi telah menciptakan apa saja untuk manusia, jagat sak isine, tinggal bagaimana manusia bekti marang Kang Maha Esa. Tergantung manusianya, seberapa besar tanggung jawabnya marang Kang Maha Kuasa, sebab bawana beserta seluruh isinya adalah menjadi tanggung jawab manusia.

Yang terakhir, Ma-ga-ba-tha-nga dapat dijelaskan maknanya, kurang-lebih sebagai berikut : Manungsa kang kalenggahan wahyuning Hyang Widhi, manungsa kang manekung ing Kang Maha Esa dadi daya cahyaning Hyang Widhi lan rasaning Hyang Widhi luluh pada sukma manusia. Jagat (alam) tergantung pada sejarah umat manusia yang disebut awal dan akhir, juga menjadikannya jantraning manungsa. Hakikatnya gelaring alam/jagat itu, juga gelaring manungsa. Jadi di dunia ini ora bakal ana lelakon, ora ana samubarang kalir, kalau tidak ada gerak kridhaning manungsa.

Setelah ada manusia, sakabehing wewadi, sakabehing kang siningit lan sinengker wus kabukak wadine –semua telah jelas, semua telah menjadi nyata.
  • Wis ora dadi wadi, amerga wis tinarbuka;
  • Wis ora ana wingit, amerga wis kawiyak;
  • Wis ora ana angker, amerga wis kawuryan.
Artinya, kalau semua sudah kamanungsan/konangan —kalau semua telah menjadi kenyataan— berarti tugas kewajiban manusia di dunia telah selesai. Sudah sampai pada perjanjian pribadining manungsa dan sudah titi mangsa harus pulang marang pangayuning Pangeran. Dari tidak ada menjadi ada (ora ana dadi ana) menjadi tidak ada lagi (ora ana maneh). Artinya, sakabehing dumadi yen wis tumekaning wates kodrate, mesti bakal mulih marang mula-mulanira lan sirna. Awal-akhire, artinya sangkan paraning dumadi wis puput. Kalau umat manusia sudah tidak ada lagi -kang dadi sabda Gusti-juga tidak akan disebut (kaweca), ana.

Demikianlah, kurang lebih hasil perenungan dalam menggali makna filosofis yang terkandung dalam ajaran Aji Saka: “Ha-na-ca-ra-ka”. Betapa pun kita mengagungkan ke-adiluhung-an karya sastra Jawa, seperti Serat Wulangreh, Serat Wedhatama, atau pun filsafat Ha-na-ca-ra-ka, apabila tanpa penghayatan dan meresapi nilai-nilai substansial yang terkandung di dalamnya serta usaha mengembangkannya, tentulah tidak akan bermakna bagi kehidupan sastra Jawa masa kini dan masa depan, apalagi terhadap budaya Indonesia Baru yang harus kita bangun.

Sastra Jawa mengandung wulang-wuruk kejawen, yang jika dilakukan penelitian lebih suntuk akan bisa digali ajaran kehidupan yang mampu memberi pencerahan pikir dan rasa untuk direnungkan di malam hari. Kesemuanya itu seakan meneguhkan makna peninggalan Aji Saka yang diungkapkan Sri Susuhunan Paku Buwono IX dalam tembang Kinanthi: “… Nora kurang wulang-wuruk, tumrape wong tanah Jawi. Laku-lakuning ngagesang, lamun gelem anglakoni. Tegese aksara Jawa iku guru Kang Sejati”.

RAHASIA KALIMAT SYAHADAT & HONOCOROKO

Sebenarnya Ma’rifat itu terdapat pada kata kehendak, itu kehendaknya Allah, gerak, sabda, semua itu kemauan Allah (Makarti – Jawa), menurut kenyataan yang dikehendaki sebelum dikerjakan sudah siap, sebelum ditunggu sudah datang; umpama orang akan pergi ke Yogyakarta, baru berfikir mencari angkot, angkot datang mencari sewa dan tanya dimana Yogyakarta ya mas?, lalu orang tadi naik angkot ke Yogya, perjalanan itu berarti kehendak Allah, orang itu menyatu dengan Dat tadi (Allah), sehingga satu sama lain 

tidak merasakan hanya menurut kehendaknya. Jadi Dat yang ada pada orang tadi tidak susah-susah. Yang tadi sudah diterangkan bila Hakikatnya Dat itu ya Afhngal dan Asmanya, artinya ya aku ya kamu adalah satu, maka tidak mengherankan bila orang itu dikuasai oleh Dat Allah, kuasa mempercepat, kuasa membelokan tujuan, maka dari orang sebenarnya utusan Dat (sifat Dat), maka dari itu merasa menjadi utusan, lalu memiliki sifat kuasa-Nya, jadi harus menyembah dan memuliakan terhadap Dat Allah.

Bisa melaksanakan apa saja dasar kekuasaan, jika makhluk itu utusan Dat yang wajib adanya. Dibawah ini adanya Wiridan itu artinya kalimat Sahadat yang sudah cocok dengan kebudayaan Jawa akan diterangkan untuk rumah tangga (tingkatan).

Ucapan Rasullullah terhadap Muaz : “Ma Min Ahadin Yashaduan la illaha illallahu washadu anna muhammadan rasullullahi sidqan min qalbihi illa ahrramahu allahu alla annari “, satu-satunya orang yang mengucapkan kalimat Sahadat samapai kehati terhadap Allah pasti tidak akan tersiksa dineraka.

Wiridan (ajaran) Sahadat begini : “Asyhadu alla illaha illallah wa asyhadu anna muhammadan rasullullah”, yang artinya aku bersaksi sebenarnya tidak ada Tuhan melainkan Allah dan aku bersaksi sebenarnya Muhammad itu utusan Allah.

Wiridan (ajaran) rahasia Carakan HO-NO-CO-RO-KO; “Honocoroko Dotosowolo Podojoyonya Mogobothongo”, artinya ada utusan dua, laki dan perempuan (wanita) berebut kekuatan, sama saktinya (kuatnya) bergumul mati sama-sama menjadi bangkai (terpuruk) lunglai.
Yang akan diterangkan terlebih dahulu tentang dua kalimat Sahadat dulu, dan selanjutnya disusul dengan Carakan;

I. Kalimat Sahadat

Di tanah Jawa jika ada temukan (mempertemukan) pengantin umumnya mengucapkan Kalimat Sahadat, walaupun bukan bahsa Jawa tetapi sudah tradisi menjadi kebudayaan dari masa terdahulu pada zaman para wali. Dan kalimat Sahadat itu ucapan orang Islam yang belum mengetahui (pelajaran) rukun-rukun Islam. Jadi mengakui menyembah kepada Allah itu harus mengetahui arti kalimat Sahadat, lalu di zaman wali kalimat Sahadat itu dipakai pertamanya mendapat wejangan terhadap siapapun orangnya yang mau berguru, walaupun bahasa Arab kalimat Sahadat itu menjadi saksi Dat Maha Agung dan Muhammad itu utusan-Nya, arinya sudah meliputi alam semesta.

Di tanah Jawa bahasa Arab itu tinggal memakai (pinjam) dan bisa dengan bahasa apa saja yang artinya sama. Dan bahasa-bahasa tadi hanya sebagai tanda. Di kalimat tadi ada kata Muhammad yan mempunyai makna sendiri, sebenarnya Nabi Muhammad namanya ada 4, dan kata syair kata Hamdun (memuji) Hamida (di puji) lengkap nama-nama tadi seperti dibawah ini :
  1. Hamid, artimya yang di puji.
  2.  Mahmud, artinya yang mendapat pujian.
  3. Ahmad, artinya yang lebih di puji.
  4. Muhammad, artinya yang memiliki pujian.
Di dalam kalimat Sahadat tadi Muhammad tidak bisa di ganti dengan kata lain, walaupun ada akan tetapi artinya yang dipakai ada 2 (dua) unsur :
1. Mengartikan Umpama.
2. Mengartikan Nama.
Diwirid disebut kata-kata (nama-nama) tadi Nur Muhammad, artinya cahaya yang terpuji atau cahaya yang sempurna. Kata Muhammad itu sifat yang mempunyai pujian. Kalimat mengatakan Muhammad Rasullullas, siapa yang menjadi utusan Allah , apa Muhammad putra Sayidina Abdullah di Mekah (Arab), apa Muhammad atau Nur Muhammad?. Keterangannya : pada citra (Hakikat Allah) dan pecah-pecah hanya orang hidup. Sebenarnya yang dipuji itu sifat orang hidup yang memiliki sifat 20. jadi yang begitu para Nabi, Wali, Ulama yang mukmin, orang itu semua sifat Muhammad. Dan keterangan tentang utusan (Rasul) seperti dibawah ini :

Muhammad lalu menjadi utusan Allah , dan Allah itu bisa menjadi Allah-ku, Allah-mu, Allah kita semua dan seluruh alam. Jadi yang disebut utusan itu ialah utusan Allah-nya sendiri-sendiri, langsung mengakui mempunyai Allah. Utusan itu sifat hidup, kalau sudah mati (meninggal) tidak bisa menjadi utusan karena orang mati tidak mempunyai Allah. karena sifat-sifat Dat yang menghidupi sudah musnah (lihat keterangan Bab Sifat 20).

Di kitab Injil Mutheus 22 (31,52,33) disebut begini : belum pernah membaca kata-kata Allah kepadamu, Allah ini Allah-nya Abraham, Ishak dan Yakub, Allah itu bukan Allah-nya orang mati tetapi Allah-nya orang hidup.

Yang menjadi pertanyaan, walaupun mempunyai sifat Muhammad atau Rasul, kenapa bisa menjadi utusan Nafsu (Syetan) makhluk halus (perewangan-Jawa) atau utusan angkara murka. Semua itu bagi orang yang belum dalam ilmunya hanya sok (merasa sudah) tahu saja, hanya baru mencapai tingkat Tarikat, lalu umpama benar mengerjakan membuktikan bahwa menjadi Utusan Allah, dan harus menjadi Ma’rifat (Islam). Jadi orang itu sebetulnya sudah At-tauhid (menyatu dengan kehendak Allah), kemudian disebut seorang Islam Sejati (sarino batoro – Jawa) dan juga menjadi utusan, zaman dulu disebut Nabi, Wali dan cukup disebut Ma’rifatullah.

Pendapat yang salah golongan Wirid mengatakan Muhammad diartikan sebenarnya Muhammad itu sifatku, Rasul itu rasaku (Rahso-sangsekerta). Rasul itu utusan asal dari bahasa Arab, Rahso (rasa) asal dari bahasa Sangsekerta (sang sekrit) jadi tidak sesuai. Muhammad itu Rasul tetapi rasa (rahso) itu rasaku jadi tidak sama. Maka dari itu sudah jelas kalau Muhammad itu sifat hidup yang lengkap dan menjadi utusan.

Sifat Muhammad sudah lengkap, memiliki sifat 20; Rasa, Perasaan, Pekerjaan, Pikiran (akal yang sempurna) dan lain-lain. Kenapa bermacam-macam diartikan, Allah itu tidak bisa disamakan dengan makhluk-makhluk/benda-benda lain, jadi pendapat-pendapat yang salah harus dijauhi.

Kata-kata tadi terdapat juga di Hidayat jati (buku hidayat jati). Jadi pengarang Hidayat jati mengutip pendapat para Wali.
Kalau begitu pendapat para Wali tadi yang sudah dianut pada zaman sekarang itu apakah salah atau tidak? Tetapi semua itu harus bersandar kepada hukum Qiyas (meneliti) pendapat itu begini :
  1. Muhammad = Rasul.
  2. Rasul = Sifatnya Muhammad.
  3. Sifat Muhammad = Sifatnya Dat.
  4. Sifatnya Dat = menyertai sifat seluruh yang diciptakan dan hidup (kayu, batu, manusia dan lain-lainnya).
  5. Sifatnya Dat = Hakikatnya Dat.
  6. Hakikatnya Dat = Wujud Sempurna.
  7. Wujud Sempurna = Manusia Hidup.
  8. Manusia Hidup = Memiliki sifatnya Dat / Sifat 20.
Jadi yang merasakan orang hidup (utusan) yang diutus. Jadi bukan salah satunya sifat-sifat tadi yang disebut utusan, Rasa sejati (Rosone Ingsun – jawa), sifat pribadi (Sipate Ingsun-jawa), semua itu milik Dat yang wajib adanya (Allah). Kalau diteliti atau dikaji-kaji kata-kata yang diatas tadi sama dengan Qiyasan Esa, Widhatul Wujud, artinya Chaliq dan makhluk itu satu (lihat keterangan Bab Dat, Sifat, Asma, Afhngal terdahulu)

II. Carakan.

Sampai sekarang masih menjadi bahan pertanyaan para sejarah dan belum mendapat yang tepat, contohnya tentang Aji Saka itu siapa dan apa? Apa maknanya Carakan itu?, walaupun jumlah huruf hanya 20 (dua puluh) tetapi kenyataan bisa mencakup semua makna huruf bahasa sendiri dan bahasa asing,, karena kata-kata itu berhubungan dengan kalimat Sahadat maka jumlahnya 20, bisa dijelaskan dengan sifat 20, maka artinya kalimat Carakan seperti dibawah ini :
  1. Wiridan (Pelajaran) Aku bersaksi tidak ada Tuhan melainkan Allah dan aku bersaksi Muhammad utusan Allah.
  2. Carakan, ada 2 utusan; laki dan wanita asik perang tanding sampai mati:
Keterangannya begini: ada 2 utusan laki dan perempuan (hidup laki dan perempuan) sama menjadi utusan Allah supaya berkembang anak beranak. Laki dan perempuan (wanita), bukan manusia saja tetapi seluruh makhluk didunia ini semua berpasang-pasang menjadi saksi Dat (Allah), maka dari itu tidak ada barang yang tidak ada, artinya keadaan DAT itu kekal adanya. Sebenarnya utusan dua jumlahnya, sama jaya, artinya lebih sempurna dari pada makhluk lain, tidak lain adalah manusia yang diluhurkan dari sifat kekurangan, lengkap terhadap sifat 20 sama-sama memiliki, disebut juga sama kuatnya, artinya walaupun laki atau perempuan sama-sama umat luhur dan sempurna
.
Carakan tadi mengatakan sama-sama tidak berdaya (kehabisan tenaga) atau mati, apa sebabnya sama-sama menjadi bangkai (tidak berdaya), sehabis perang tanding atau bersetubuh, tusuk menusuk hingga mati tanpa ada yang melerai, jadi sama mati seperti bangkai, terpuruk kehabisan tenaga tidak bergerak dan lemas. Laki dan perempuan jadi sumbernya manusia berkembang. Mengembangakan manusia itu tidak ada putusnya, berdasarkan Qodrat dan Irodat (sifat 20), lalu menghasilkan kenikmatan (merasakan enak). Keadaan seperti itu tidak berlangsung lama, jadi mati seperti bangkai itu sebentar kalau terus mati itu bukan utusan untuk mengembangkan manusia (umat-Nya). Orang Jawa setiap saat menyebut kata-kata (Kalimat-kalimat jawa) yang terdapat pada Carakan, terbukti setiap berkata pasti memakai kata HA. NA. KA. PA. RA. WA. Jadi orang Jawa setiap hari tidak ketinggalan mengatakan Carakan, setiap kata pasti memakai salah satu dari Carakan tentang berfikir, bertengkar tetap memakai huruf yang 20 / Carakan seperti ini : HA-NA-CA-RA-KA DA-TA-SA-WA-LA PA-DA-JA-YA-NYA MA-GA-BA-THA-NGA.

Rahasia yang tersimpan dicarakan itu tidak akan hilang tetapi tetap laki perempuan semua menyebutkan kata-kata yang ada pada Carakan 20 (jumlah 20 itu sifat Allah).

Keadaan nama Muhammad itu Hakikatnya DAT itu yang mencari orang yang sudah mempunyai ilmu atau orang yang sudah mengetahui rahasia hidup, artinya begini : apa saja yang yang tertulis dikitab-kitab suci (Al-Qur’an, Injil, Jabur dll) pasti bisa dicari, dipelajari, diteliti karena kitab itu untuk orang-orang yang hidup. Jadi artinya pendapat itu sangat sulit, susah sekali. Rahasia isi kitab Qur’an dan kitab-kitab lainnya bisa diketahui oleh orang yang berilmu. kita ulang lagi tentang kalimat Carakan, semua itu kalau bukan orang kaya ilmu tidak bisa mencari (meneliti). Kalimat Sahadat untuk agama Islam itu sebenarnya kalimat yang tidak abadi, oleh karena menurut umum orang-orang kalau menyebut kalimat Sahadat itu hanya bertepatan pesta perkawinan, mengkhitankan (sunat) anaknya, kalau tidak, tidak pernah diucapkan. Kalau kata Carakan tiap menit tiap detik diucapkan selama hidup, maka untuk menjadi utusan lalu memiliki sifat Muhammmad atau menjadi penanam, penangkar, mengadakan, membuktikan adanya utusan-utusan itu abadi, dan kalau perlu harus di ingatkan;
  1. Kalimat Sahadat, rukun Islam itu saksi adanya Dat Allah, walaupun tidak dipanggil, di bicarakan, dipikir-pikir dan lain-lain. Dat tetap adanya dan berubah-ubah dan sifat Muhammad itu tetap ada dan pasti ujud (bentuk nyata), tetapi jika masih hidup bergerak-gerak. Jadi yang memngucap dan menyaksikan itu orang hidup.
  2. Carakan itu rahasia, sulit, artinya rahasianya yang mengatakan; ada Muhammad, ada ujud sifat 20. adanya abadinya Dat (Allah) tetap tarik menarik dan setiap hari kita merasakan, kita buktikan tetap bergerak (makarti – Jawa), tidak mati, masih bisa berberbicara dan melanjutkan dua-duanya yang tersebut diatas tadi saling bantu membantu, satu diantara dua bersatu (Widhatul Wujud), Esa, artinya tidak ada, dua tetapi satu (menyatu-At’tauhid).
Rahasia yang terdapat di Carakan, sebuah buku karangan seorang Mangku negaran, diterangkan begini :
  1. Hananira Sejatine Wahananing Hyang,
  2. Nadyan ora kasat-kasat pasti ana,
  3. Careming Hyang yekti tan ceta wineca,
  4. Rasakena rakete lan angganira,
  5. Kawruhana ywa kongsi kurang weweka,
  6. Dadi sasar yen sira nora waspada,
  7. Tamatna prahaning Hyang sung sasmita,
  8. Sasmitane kang kongsi bisa karasa,
  9. Waspadakna wewadi kang sira gawa (sipat Rasul / Muhammad),
  10. Lalekna yen sira tumekeng lalis (sekarat) (5),
  11. Pati sasar tan wun manggya papa,
  12. Dasar beda lan kang wus kalis ing goda; (Islam / Ma’rifat),
  13. Jangkane mung jenak jenjeming jiwarja,
  14. Yitnanana liyep luyuting pralaya (angracuta yen pinuju sekarat ),
  15. Nyata sonya nyenyet labeting kadonyan,
  16. 1Madyeng ngalam paruntunan (?) aywa samar,
  17.  Gayuhane tanalijan (tan ana lijan) mung sarwa arga,
  18. 1Bali Murba Misesa ing njero-njaba (Widhatulwujud, Esa, Suwiji),
  19. Tukulane wida darja tebah nista,
  20. Ngarah-arah ing reh mardi-mardiningrat. Artinya :
  1. Asalmu karena kehendak Allah,
  2. Walaupun tidak nampak tetapi ada,
  3. Allah yang Kuasa tidak bisa ditebak (dinyatakan),
  4. Rasakan dalam tubuhmu,
  5. Ketahui sampai kurang waspada,
  6. Jadi salah kalau kurang waspada,
  7. Nyatakan Allah memberi petunjuk,
  8. Petunjuk sampai bisa merasakan,
  9. Waspadalah rahasia yang kau bawa (sifat Rasul/Muhammad),
  10. Lupakan sampai sekaratil maut (menjelang ajal/koma),
  11. Mati yang salah menjadi susah,
  12. Dan beda bagi yang tidak tergoda (Islam/Mari’fat),
  13. Tujuannya hanya tentram jiwanya,
  14. At’tauhid atau khusyuk waktu sekaratil maut,
  15. Ternyata sepi (hilang) sifat dunia,
  16. Dalam alam barzah ternyata samar (gaib),
  17. Tujuan tidak lain hanya satu,
  18. Pulang menguasai Lahir Batin (Esa),
  19. Tumbuhnya benih menjauhkan aniaya,
  20. Hati-hati manuju jalan kedunia.
Analisa sekitar Huruf Jawa
  1. Huruf Ha, Berarti ‘hidup’, atau huruf berarti juga ada hidup, sebab memang hidup itu ada, karena ada yang menghidupi atau yang memberi hidup, hidup itu adalah sendirian dalam arti abadi atau langgeng tidak terkena kematian dalam menghadapi segala keadaan. Hidup tersebut terdiri atas 4 unsur yaitu: Api, Angin, Bumi, Air
  2. Huruf Na, Berari ‘nur’ atau cahaya, yakni cahaya dari Tuhan YME dan terletak pada sifat manusia.
  3. Huruf Ca, Berarti ‘cahaya’, artinya cahaya di sini memang sama dengan cahaya yang telah disebutkan di atas. Yakni salah satu sifat Tuhan yang ada pada manusia. Kita telah mengetahui pula akan sifat Tuhan dan sifat-sifat tersebut ada pada yang dilimpahkan Tuhan kepada manusia karena memang Tuhan pun menghendaki agar manusia itu mempunyai sifat baik.
  4. Huruf Ra, Berarti ‘roh’, yaitu roh Tuhan yang ada pada diri manusia.
  5. Huruf Ka,Berarti ‘berkumpul’, yakni berkumpulnya Tuhan YMEyang juga terletak pada sifat manusia.
  6. Huruf DaBerarti ‘zat’, ialah zatnya Tuhan YME yang terletak pada sifat manusia.
  7. Huruf TaBerarti ‘tes’ atau tetes, yaitu tetes Tuhan YME yang berada pada manusia.
  8. Huruf SaBerarti ‘satu’. Dalam hal ini huruf sa tersebut telah nyata menunjukkan bahwa Tuhan YME yaitu satu, jadi tidak ada yang dapat menyamai Tuhan.
  9. Huruf WaBerarti ‘wujud’ atau bentuk, dalam arti ini menyatakan bahwa wujud atau bentuk Tuhan itu ada dalam manusia yang setelah bertapa kurang lebih 9 bulan dalam gua garba ibu lalu dilahirkan dalam wujud diri.
  10. Huruf LaBerarti ‘langgeng’ atau ‘abadi’, la yang mengandung arti langgeng ini juga nyata menunjukkan bahwa hanya Tuhan YME sendirian yang langgeng di dunia ini, berarti abadi pula untuk selama-lamanya.
  11. Huruf PaBerarti ‘papan’ atau ‘tempat’, yaitu papan Tuhan YME-lah yang memenuhi alam jagad raya ini, jagad gede juga jagad kecil (manusia).
  12. Huruf Dha, Berarti dhawuh, yiatu perintah-perintah Tuhan YME inilah yang terletak dalam diri dan besarnya Adam, manusia yang utama.
  13. Huruf Ja, Berarti ‘jasad’ atau ‘badan’. Jasad Tuhan YME itu terletak pada sifat manusia yang utama.
  14. Huruf Ya, Berarti ‘dawuh’. Dawuh di sini mempunyai lain arti dengan dhawuh di atas, karena dawuh berarti selalu menyaksikan kehendak manusia baik yang berbuat jelek maupun yang bertindak baik yang selalu menggunakan kata-katanya “Ya”.
  15. Huruf Nya, Berarti ‘pasrah’ atau ‘menyerahkan’. Jelasnya Tuhan YME dengan ikhlas menyerahkan semua yang telah tersedia di dunia ini.
  16. Huruf MaBerarti ‘marga’ atau ‘jalan’. Tuhan YME telah memberikan jalan kepada manusia yang berbuat jelek dan baik
  17. Huruf GaBerarti ‘gaib’, gaib dari Tuhan YME inilah yang terletak pada sifat manusia.
  18. Huruf BaBerarti ‘babar’, yaitu kabarnya manusia dari gaibnya Tuhan YME.
  19. Huruf Tha, Berarti ‘thukul’ atau ‘tumbuh’. Tumbuh atau adanya gaib adalah dari kehendak Tuhna YME. Dapat pula dikatakan gaib adalah jalan jauh tanpa batas, dekat tetapi tidak dapat disentuh, seperti halnya cahaya terang tetapi tidak dapat diraba atau pun disentuh, dan harus diakui bahwa besarnya gaib itu adalah seperti debu atau terpandang. Demikianlah gaibnya Tuhan YME itu (micro binubut).
  20.  Huruf Nga, Berarti ‘ngalam’, ‘yang bersinar terang’, atau terang/gaib Tuhan YME yang mengadakan sinar terang.
Demikianlah huruf Jawa yang 20 itu dan ternyata dapat digunakan sebagai lambang dan dapat diartikan sesuai dengan sifat Tuhan sendiri, karena memang seperti yang telah diuraikan sebelumnya bahwa Jawa yang menggunakan huruf Jawa itupun merupakan sabda dari Tuhan YME. Huruf atau carakan Jawa yakni ha na ca ra ka dan seterusnya merupakan sabda pangandikanipun) dari Tuhan YME di tanah Jawa.

Penyatuan Huruf atau Aksara Jawa 20

1. Huruf Ha + Nga, Hanga berarti angan-angan, Dimaksudkan dengan angan-angan ini ialah panca indra yaitu lima indra, seperti:
  • Angan-angan yang terletak di ubun-ubun (kepala) yang menyimpan otak untuk memikir akan keseluruhan keadaan.
  • Angan-angan mata yang digunakan untuk melihat segala keadaan.
  • Angan-angan telinga yang dipakai untuk mendengar keseluruhan keadaan.
  • Angan-angan hidung untuk mencium/membau seluruh keadaan.
  • Angan-angan mulut yang digunakan untuk merasakan dan mengunyah makanan.
2. Huruf Na + TaNoto, berarti ‘nutuk’.

3. Huruf Ca + BaCaba, berarti coblong (lobang) dan kata tersebut di atas berarti wadah atau tampat yang dimilki oleh lelaki atau wanita saat menjalin rasa menjadi satu; adanya perkataan kun berarti pernyataan yang dikeluarkan oleh pria dan wanita dalam bentuk kata ya dan ayo dan kedua kata tersebut mempunyai persamaan arti dan kehendak yaitu mau.

4. Huruf Ra + GaRaga, berarti ‘badan awak/diri’. Kata raga atau ragangan merupakan juga kerangka dan kehendak pria dan wanita ketika menjalin rasa menjadi satu karena bersama-sama menghendaki untuk menciptakan raga atau diri agar supaya dapat terlaksana untuk mendapatkan anak, 

5. Huruf Ka + MaKama, berarti ‘komo’ atau biji, bibit, benih. Setiap manusia baik laki-laki atau wanita pastilah mengandung benih untuk kelangsungan hidup; oleh karena itu di dalam kata raga seperti terurai di atas merupakan kehendak pria dan wanita untuk menjalin rasa menjadi satu. Karena itulah maka kata raga telah menunjukkan adanya kedua benih yang akan disatukan dengan melewati raga, dan dengan penyatuan kama dari kedua belah pihak itu maka kelangsungan hidup akan dapat tercapai.

6. Huruf Da + Nya, Danya atau donya atau dunia. Persatuan kedua benih atau kama tadi mengakibatkan kelahiran, dan kelahiran ini merupakan calon keturunan di dunia atau (alam) donya; dengan demikian dapat dipahami kalau atas kehendak Tuhan YME maka diturunkanlah ke alam dunia ini benih-benih manusia dari Kahyangan dengan melewati penyatuan rasa kedua jenis manusia.

7. Huruf Ta + YaTaya atau toya, yaitu ari atau banyu. Kelahiran manusia (jabang bayi) diawali dengan keluarnya air (kawah) pun pula kelahiran bayi tersebut juga dijemput dengan air (untuk membersihkan, memandikan dsb); karena itulah air tersebut berumur lebih tua dari dirinya sendiri disebut juga mutmainah atau sukma yang sedang mengembara dan mempunyai watak suci dan adil.

8. Huruf Sa + JaSaja atau siji atau satu. Pada umumnya kelahiran manusia (bayi) itu hanya satu, andaikata jadi kelahiran kembar maka itulah kehendak Tuhan YME. Dan kelahiran satu tersebut menunjukkan adanya kata saja atau siji atau satu.

9. Huruf Wa + Da, Wada atau wadah atau tempat. Berbicara tentang wadah atau tempat, sudah seharusnya membicarakan tentang isi pula, karena kedua hal tersebut tidak dapat dipisah-pisahkan. Dengan demikian timbul pertanyaan mengenai wadah dan isi, siapakah yang ada terlebih dahulu.

Pada umumnya dikatakan kalau wadah harus diadakan terlebih dahulu, baru kemudian isi, sebenarnya hal ini adalah kurang benar. Yang diciptakan terlebih dahulu adalah isi, dan karena isi tersebut membutuhkan tempat penyimpanan, maka diciptakan pula wadahnya. Jangan sampai menimbulkan kalimat “Wadah mencari isi” akan tetapi haruslah “Isi mencari wadah” karena memang ‘isi’ diciptakan terlebih dahulu.

Sebagai contoh dapat diambilkan di sini: rumah, sebab rumah merupakan wadah manusia, dan manusia merupakan isi dari rumah. Jadi jelaslah bahwa sebenarnya isilah yang mencari wadah.

Sebagai bukti dari uraian di atas, dapatlah dijelaskan bahwa: kematian manusia berarti (raga) ditinggalkan isi (hidup). Bagai pendapat yang mengatakan “wadah terlebih dahulu diciptakan” maka mengenai kematian itu seharusnya wadah mengatakan supaya isi jangan meniggalkan terlebih dahulu sebelum wadah mendahului meninggalkan. Hal ini jelas tidak mungkin terjadi, apalagi kalau kematian itu terjadi dalam umur muda dimana kesenangan dan kepuasan hidup tersebut belum dialaminya.

Demikianlah persoalan wadah ini dengan dunia, karena sebelum dunia ini diciptakan (sebagai wadah) maka yang telah ada adalah (isinya) Tuhan YME. Pendapat lain mengatakan kalau sebelum diadakan jalinan rasa maka keadaan masih kosong (awangawung). Tetapi setelah jalinan rasa dilaksanakan oleh pria dan wanita maka meneteslah benih dan apabila benih tadi mendapatkan wadahnya akan terjadi kelahiran. Sebaliknya kalau wadah tersebut belum ada maka kelahiran pun tidak akan terjadi, yang bearti masih suwung atau kosong. Meskipun begitu, “hidup’ itu tetap telah ada demikian pula “isi’, dan dimanakah letak isi tadi ialah pada ayah dan ibu. Maka selama ayah dan ibu masih ada maka hidup masih dapat membenihkan biji atau bibit.

10. Huruf La + Pa, Lapa atau mati atau lampus. Semua keadaan yang hidup selalu dapat bergerak, keadaan hidup tesebut kalau ditinggal oleh hidup maka disebut dengan mati. Sebenarnya pemikiran demikian itu tidak benar, akan tetapi kesalahan tadi telah dibenarkan sehingga menjadi salah kaprah. Sebab yang dikatakan mati tadi sebenarnya bukanlah kematian sebenarnya, akan tetapi hidup hanyalah meninggalkannya saja yaitu untuk mengembalikan semua ke asalnya, hidup kembali kepada yang menciptakan hidup, karena hidup berasal dari suwung sudah tentu kembali ke suwung atau kosong (awangawung) lagi. Akan tetapi sebenarnya dapatlah dikatakan bahwa suwung itu tetap ada sedangkan raga manusia yang berasal pula dari tanah akan kembali ke tanah (kuburan) pula.

PENJELASAN DALAM BAHASA JAWA 
  1. Ho, No, Co, Ro, Ko.....Tegesipun wonten utusan. Utusan saking. Allah Hyang Maha Kuasa ingkang pinongko dados dhuto utusanipun Allah Hyang Maha Kuasa, inggih meniko Hyang Maha Suci.
  2. Dho, To, So, Wo, Lo......Tcgesipun ngemban kuwajiban tanggel jawab dateng gesangipun (wonten ing alam kehidupan, keramaian dunia sementara, Ian ngemban kewajiban tanggel jawab dateng rohaninipun supados, saget wangsul wonten ing alam Ianggeng.
  3. Po, Dho, Jo, Yo, Nyo.....Tegesipun sami-sami kuatipun antawisipun kebutuhan jasmani lan rohani. Jasmani mbetahaken sandang, pangan, papan lan sanes-sanesipun ingkang sedoyo meniko soal keduniawian. Menawi rohani mbetahaken tansah caket Ian taasah saget kontak hubungan sinar kalian Allah yang Maha Kuasa.
  4. Mo, Go, Bo, Tho, Ngo......Tegesipun pisahipun badan jasmani kalian rohani. Jasmani ingkang asalipun saking sari-sarinipun Bumi, pramilo badhe wangsul dateng bumi malih. Menawi rohani asalipun saking percikan sinaripun Allah Hyang Maha Kuasa, dados badhe wangsul malih wonten ing alam langgeng. Awit tugasipun sampun rampung.
Ojo sombong, ojo pamer, ojo dumeh, ojo gumunan”
Ojo rumangsa yen wis biso Ian ngerti, nanging ngrumang-sanono yen sejatine ngono ora bisa lan ora ngerti opo-opo. Nanging sedoyo meniko namung saking keparang-anipun Allah Hyang Maha Kuasa.
“Kang ono ing njobo, wis bisa jumbuh karo kang ana ing njero, utawi jasmani sampun saget sami kalian rohani”

Tegesipun : Jasmanine sampun resik lan sampun putih bersinar sami kalian rohani. Dados menopo kemawon ingkang dipun tindakaken .jasmani sampun saget sami kalian menopo kemawon ingkang dipun tindakaken rohani utawi Hyang Maha Suci.

Pitedah saking seratan Jawi
“Kang waseso wis, winiseso wus”
Tegesipun : Ingkang waune namung tansah mrintah Ian ngerehaken dateng gesang kito/urip kito utawi Hyang Maha Suci sak meniko gentos dipun printah Ian dipun rehaken ingkang kedah tunduk Ian takluk sarto kedah manut menopo ingkang dados kersanipun Hyang Maha Suci.

Saking seratan Jawi nedahaken
  1. Kang Suwung Bakal Isi,
  2. Nanging Kang Isi Bakal Suwung”
Kang suwung bakal isi, tegesipun :
Sopo kang sujude biso suwung bakal isi, inggih meniko saget nampi sedoyo wejangan-we.jangan, pitedah Ian petunjuk, kawaskitan-kawaskitan. 
Sastro Jendro Hayuningrat (tulisan tanpo papan) Ian sanes-sanesipun saking Allah Hyang Maha Kuasa. Awit Hyang Maha Suci saget hubungan sinar kalian sinaripun Allah Hyang Maha Kuasa.

Kang isi bakal suwung, tegesipun : Sopo kang sujude isi bakal suwung amargi anggenipun sujud pikiranipun tansah kebak utawi sampun isi gagasan Ian pangangen­angen, lajeng hasilipun nol utawi kosong. Awit Hyang Maha Suci nipun mboten saget sambung sinar kalian Allah Hyang Maha Kuasa, dados tanpo guna sujudipun.
  • Sanggaripun Hyang Maha Suci wonten ing sak nginggile ubun­ubun
  • Pusat inggih meniko mangelengaken sedaya raos / roso kapusataken dateng ubun-ubun.
  • Tuntutanipun inggih meniko Hyang Maha Suci.
  • Wargonipun inggih meniko badan jasmani ingkang dipun kuasai kalian sedulur sewelas, sarto dipun linakari nafsu abang, ireng, kuning, putih.
  • ngkang anggadahi hak paring wejangan-wejangan inggih meniko namung Allah Hyang Maha Kuasa.Ingkang saget nampi sedaya wejangan saking Allah Hyang Maha Kuasa, namung Hyang Maha Suci piyambak. Awit Hyang Maha Suci asalipun saking percikan sinaripun Allah Hyang Maha Kuasa.
Sarto Hyang Maha Suci meniko kaparingan utawi kedunungan sifat­silatipun Allah Hyang Maha Kuasa, ingkang dumunung wonten ing jagad pribadinipun Hyang Maha Suci, inggih meniko, sifat kaluhuran budhi ingkang tansah (Berbudhi Bowo Leksono) sifat roso welas Ian asih dateng sinten kemawon Ian sifat roso adil dateng sinten kemawon Ian mboten mbedak-mbedakaken.

Pramilo menawi kito tansah angadahi dateng sedoyo sifat-sifatipun Hyang Maha Suci, lan tansah mboten nilaraken dateng roso kewaspadaan mesti mboten bade kalentu utawi Iepat saking tumindak.

Abjad Jawa dan Maknanya

1. HO NO CO RO KO         
2. DO TO SO WO
3. PO DO JO YO NYO        
4. MO GO BO THO NGO 

WARNANYA
MERAH/KEBERANIAN
HITAM/PENYIRAP
KUNING/PENYAKIT
PUTIH/KEBENARAN 
1. HO NO CO RO KO         
2. DO TO SO WO
3. PO DO JO YO NYO        
4. MO GO BO THO NGO 

TEMPARNYA
TIMUR
SELATAN
BARAT
UTARA 
1. HO NO CO RO KO         
2. DO TO SO WO
3. PO DO JO YO NYO        
4. MO GO BO THO NGO 
SIFAT
PANDANGAN
OTAK/PIKIR
BATHIN
TUJUAN


FILSAFAT HONOCOROKO PAKU BUWONO IX

Ajaran filsafat pagesangan Paku Buwono IX adhedhasar aksoro Jawi puniko kados mekaten :

Ho-no-co-ro-ko ateges ono utusan yoiku utusan urip, wujude napas sing kajibah manunggalake jiwo lan rogoning manungso. Maksute ono sing paring kapercayaan, ono sing dipercoyo, lan ono sing dipercoyo kanggo makaryo. Telung perkoro iku ananging Alloh, manungso lan jejibahane manungso (minongko titah).

Do-to-so-wo-lo ateges manungso sawise cinipto nganti tekan saate tinimbalan, ora biso nolak utowo endho opo dene semoyo. Manungso lan samubarange kudu ndherek sendiko dhawuh, nompo sarto nindakake kersane Alloh.

Po-dho-jo-yo-nyo ateges manunggale Dzat Kang Ngcet Lombok(Kholik) karo sing diparingi urip (makhluk). Karepe cocog nunggal batine sing bisa disawang ing sajrone solah bawane adhedhasar kaluhuran lan kautaman. Joyo iku menang, unggul sing sabener-benere, ora mung menang-menangan utawa menang ora sportip.

Mo-go-bo-tho-ngo ateges nompo sakabehing dhedhawuhan sarto larangane Alloh Kang Moho Kuwoso (takwa). Maksude, manungso kudu pasrah, sumarah marang garising diwajibke, senajanto manungso diparingi wenang kanggo ngiradati, budidoyo kanggo nanggulangi. Wusanane, kabeh mung ono panguwasane Alloh

Serat Pawukon
  1. Pasaran Legi lungguhe wetan, kuthane seloko, segarane santen, manuke kuntul, aksarane Ho-No-Co-Ro-Ko. (Pasaran Legi berkedudukan di timur, kotanya perak/putih, lautnya santan/putih, burungnya kuntul/putih, hurufnya Ho-No-Co-Ro-Ko).
  2. Pasaran Paing lungguhe kidul, kuthane tembogo, segarane getih, manuke wolung, aksarane Do-To-So-Wo-Lo. (Pasaran Paing berkedudukan di selatan kotanya tembaga/merah, lautnya darah/merah, burungnya rajawali/merah, hurufnya Do-To-So-Wo-Lo).
  3. Pasaran Pon lungguhe kulon, kuthane kencono, segarane madu, manuke podhang, aksarane Po-Dho-Jo-Yo-Nyo. (Pasaran Pon berkedudukan di barat, kotanya emas/kuning, lautnya madu/kuning, burungnya podhang/kuning, hurufnya Po-Dho-Jo-Yo-Nyo).
  4. Pasaran Wage lungguhane lor, kuthane wesi, segarane nilo, manuke gagak, aksarane Mo-Go-Bo-Tho-Ngo. (Pasaran Wage berkedudukan di utara, kotanya besi/hitam, lautnya nila/hitam, burungnya gagak/hitam, hurufnya Mo-Go-Bo-Tho-Ngo).
  5. Pasaran Kliwon lungguhe tengah, kuthane prungu, segarane wedang, manuke gogik, aksarane ongko 1-9. (Pasaran Kliwon, berkedudukan di tengah, kotanya perungu/bermacam warna, lautnya wedang/bermacam warna, burungnya gogik/bulunya bermacam warna, hurufnya angka 1-9).

1 komentar: