Jumat, 15 April 2011

MAKNA PRIHATIN

Untuk memudahkan pemahaman, prihatin saya akronimkan sebagai kepanjangan dari rasa perih ing sajroning batin. Perih di dalam batin karena seseorang tidak lagi bergumul dalam kenikmatan jasad mengumbar nafsu-nafsu ragawinya. Sebaliknya meredam atau mengendalikan nafsu-nafsu tersebut agar berfungsi secara alamiah dan proporsional, yakni sekedar sebagai alat mempertahankan kelangsungan hidup (survival), bukan untuk mengumbar segala keinginan ragawi yang erat dengan kenikmatan. Pengendalian atas nafsu-nafsu sebagai bentuk sikap mengikuti kareping rahsa (sejati). Sementara itu sikap mengumbar hawa nafsu merupakan perilaku menuruti segala macam kemauan dan keinginan panca indera tanpa mempertimbangkan apa yang menjadi hak-hak dan kewajiban diri pribadinya maupun orang lain. Saya gambarkan sebagai sikap mengikuti rahsaning karep (mengumbar napsu hawa).

Nafsu tak perlu dimatikan, hanya butuh pengendalian diri atau sikap mengekang hawa nafsu. Jika belum terbiasa konsekuensinya akan menimbulkan efek perasaan yang tidak nikmat karena pupusnya kesenangan ragawi yang selalu didambakan jasad. Hal inilah yang membuat kekecewaan dan akhirnya menimbulkan efek “kepedihan atau kepahitan” yang dirasakannya. Sebaliknya, mengumbar hawa nafsu, akan mendapatkan kesenangan dan kenikmatan (bersifat semu) yang tiada taranya. Namun kesenangan itu hanya sebatas “kulit” atau kesenangan imitasi yang tak ada limitnya. Bagai meneguk air laut, semakin banyak diminum, semakin terasa haus. Untuk lebih jelasnya para pembaca silahkan membuka kembali posting saya terdahulu tentang “Di manakah level Anda” di mana saya gambarkan proses perjalanan kesadaran manusia.

Itulah gambaran dari rahsaning karep, wujud konkritnya hanya berupa “kesenangan” yang bersifat imitasi saja. Sebaliknya, kareping rahsa (sejati) sekalipun terasa pahit hanyalah pada level “kulit”nya saja. Bagi orang yang memahami hakekat kehidupan, di balik penderitaan dan kepahitan itu sungguh menyimpan sejuta kebahagiaan. Hanya saja sedikit orang yang benar-benar tahu dan mau membuktikan “postulat” ini. Karep maksudnya adalah keinginan nafsu sering dikiaskan pula sebagai “godaan setan yang terkutuk”. Godaan bisa berasal dari luar diri, yang diserap oleh panca indera, yakni; pori-pori kulit sebagai efek rangsangan akibat adanya persentuhan dengan lawan jenis dsb. Bisa pula melalui rangsangan mata, telinga, penciuman, dan indera pencicip mulut sebagai gerbang kerakusan perut. Mulut juga bisa berperan sebagai pengobral kata-kata hasutan, penebar kalimat kebencian dan permusuhan. Dalam cerita pewayangan, panca indera dilukiskan ke dalam simbol-simbol Pendawa Lima. Jika tepat memanajemen akan memproduksi output yang sangat positif dan konstruktif, sebaliknya menimbulkan output yang sangat negatif, merusak, destruktif bagi diri sendiri maupun orang lain dan lingkungan alamnya.

MANUSIA MENENTUKAN PILIHAN, TUHAN (ALAM) MENENTUKAN KONSEKUENSINYA

Semua orang dilengkapi dengan panca indera. Panca indera ibarat pisau, manusia bebas memilih mau menggunakannya sebagai sarana yang positif dan konstruktif atau digunakan sebagai sarana negatif dan destruktif. Yang jelas, bukan urusan tuhan untuk mengatur apakah seseorang memilih jahat, hidup berada dalam kegelapan, atau memilih menjadi baik, hidup dalam cahaya terang. Jika tuhan yang memilihkan, berarti itu tuhan palsu yang berada di dalam imajinasi manusia. Imajinasi manusia beresiko “menciptakan” tuhan bodoh dengan manajemen yang tidak adil. Bagi tuhan yang maha pinter, tentunya untuk menentukan pilihan tersebut semua terserah manusia. Sementara itu, tuhan atau hukum alam semesta cukup merangkai konsekuensi secara detil, adil dan lugas untuk masing-masing pilihan manusia tersebut. Nah dengan pemahaman seperti ini, terasa tuhan lebih adil kan. Selain itu, manusia akan berhenti mencari-cari kambing hitam, menyalahkan tuhan karena tidak memberikan petunjuk untuk dirinya. Petunjuk untuk menjatuhkan pilihan pun menjadi tanggungjawab setiap manusia. Siapa yang mau berusaha, tentu akan membuahkan hasil.

UNTUK APA MENJALANI LAKU PRIHATIN (NURUTI KAREPING RAHSA) ?

Perlu saya garis bawahi bahwa laku prihatin sangat berbeda dengan penderitaan. Penderitaan merupakan keadaan tidak menyenangkan, yang menyiksa secara lahir atau pun batin. Namun tidak semua penderitaan adalah bentuk laku prihatin. Untuk menilai apakah suatu keadaan termasuk kategori laku prihatin ataukah bukan, Anda bisa mencermati faktor penyebabnya. Selain itu suatu penderitaan termasuk laku prihatin atau bukan, sangat tergantung cara masing-masing individu dalam mengambil sikap.

  1. Pertama, perilaku dan sikap yang tabah, sabar, tulus, bijaksana dan arif. Tipikal pribadi demikian ini mempunyai level kesadaran yang bermanfaat sebagai pengendalian nafsu. Kemerdekaan lahir dan batin yang terbesar manusia justru pada saat mana ia bisa meredam, menahan, atau mengendalikan hawa nafsunya sendiri. Inilah sifat arif dan bijaksana, yang merubah penderitaan menjadi bentuk “laku prihatin”. Bahkan dalam tataran kesadaran spiritual yang lebih tinggi, seseorang akan menganggap penderitaannya sebagai jalan “penebusan dosa” atau “menjalani sanksi” (eksekusi pidana) atas kesalahan yang sadar atau tidak telah dilakukan di waktu yang telah lalu. Dalam tradisi Jawa-isme, menjalani penderitaan (musibah, bencana, sakit, kesulitan dll) dengan sikap sabar, tulus, dan tabah, sepadan dengan makna karma-yoga atau kesadaran diri untuk melakukan penebusan atas kesalahan yang pernah dilakukan.
  2. Kedua, sikap yang keduwung nepsu. Atau dikuasai oleh nafsunya sendiri manakala tengah mengalami suatu penderitaan. Misalnya sikap emosional yang berlebihan; bersedih terlalu berlarut-larut, kalap, putus asa, selalu menggerutu dan grenengan, selalu mencari-cari kesalahan pada pihak-pihak lain, serta tak mau melakukan instropeksi diri.
Mengapa nafsu tak perlu dilenyapkan? Karena melenyapkan atau menghilangkan nafsu samasekali justru merupakan tindakan melawan kodrat alam

Coba Anda bayangkan jika nafsu dimusnahkan, pasti kehidupan manusia akan segera punah dari muka bumi dalam waktu 100 tahun ke depan. Karena nafsu itu ada, karena menjadi alat untuk bertahan hidup, regenerasi, serta melangsungkan kehidupan. Sebaliknya, memanfaatkan nafsu secara berlebihan atau tak terkendali sama halnya dengan melakukan bunuh diri dan membunuh kehidupan lainnya secara perlahan namun pasti. Nafsu adalah anugrah Tuhan, berkah alam semesta juga. Nafsu hanya perlu dimanfaatkan sebagaimana mestinya sesuai kodrat alam. Jika digunakan secara arif dan bijak akan menghasilkan kebaikan pula. Bukankah semua manusia lahir ke bumi berkat “jasa baik” sang nafsu juga. Sebab itu, nafsu tidak perlu dimusnahkan atau dilenyapkan dari dalam jagad alit diri manusia. Pengendalian nafsu bertujuan supaya seseorang berpegang pada prinsip nuruti kareping rahsa. Bukan sebaliknya nuruti rasaning karep. Sampai disini, alasan utama mengapa seseorang perlu menjalani laku prihatin, tidak lain untuk menggapai kesadaran lebih tinggi dalam memaknai apa sejatinya hidup di dunia ini. Pada gilirannya, kesadaran tersebut dapat menjadi sarana utama untuk menggapai kualitas hidup yang lebih tinggi. Secara spiritual, laku prihatin mempunyai energi yang memancar ke segala penjuru. Energi yang timbul dari dalam diri (jagad kecil) yang selaras dan harmonis dengan hukum alam (jagad besar). Keselarasan dan sinergi di antara keduanya inilah yang akan menempatkan seorang penghayat laku prihatin dalam jalur hidup yang penuh dengan anugrah dan berkah alam semesta.

PRINSIP DASAR DALAM LAKU PRIHATIN

Menjalani laku prihatin pada prinsipnya adalah perbuatan sengaja untuk mengendalikan nafsu negatif yang bersumber dari kelima indera yang dengan instrumen hati sebagai terminal nafsu tersebut (tapa brata dan tarak brata). Kita semua tahu, bahwa pemenuhan nafsu negatif memiliki daya tarik yang luar biasa karena di dalamnya menyimpan segudang kenikmatan. Kenikmatannya sungguh dahsyat dan menggiurkan, namun bersifat semu atau imitasi. Anda bisa juga menyebutnya sebagai kenikmatan palsu, di mana kenikmatannya bersifat tidak langgeng, dan cenderung merusak. Tak ada kepuasan, dan setiap saat minta dituruti kemauannya tanpa kenal waktu. Setiap hari tuntutan nafsu akan semakin bertambah kompleks dan semakin variatif. Artinya, tingkat kepuasan nafsu hanyalah sementara saja. Apabila nafsu berubah menjadi liar maka karakternya menjadi negatif dan destruktif. Sebagai konsekuensinya, bagi yang belum terbiasa menjalani laku prihatin, ia akan merasakan “kepedihan” dan “kehausan” dalam hati. Bagaikan minum air garam, semakin banyak minum Anda akan semakin merasa haus. Itulah karakter nafsu negatif. Paling prinsip menjalani laku prihatin, adalah berupa PENGUASAAN dan DOMINASI “kerajaan batin” terhadap “kerajaan jasad” yang berpusat di dalam gejolak nafsu.

SULITNYA MENGIDENTIFIKASI LAKU PRIHATIN

Dari pembahasan ini dapat diambil intisari bahwa menjalani keprihatinan (laku prihatin) sama sekali TIDAK IDENTIK dengan perilaku yang gemar hidup dalam penderitaan, kesengsaraan dan serba kekurangan. TIDAK IDENTIK pula dengan perilaku serba membatasi diri untuk menghindari gaya hidup yang serba kecukupan lahir dan batin. Bukankah kita semua tidak ingin menjadi “pengemis” atau menjadi orang “peminta-minta” yang telapak-tangannya selalu menengadah?!

Untuk menghindari cara hidup seperti itu, kita mesti memegang prinsip bahwa setiap saat “kerajaan batin” harus mampu ngemong atau mengasuh “kerajaan jasad” agar tidak nyelonong ke arah yang negatif. Dengan begitu terbangun pola keseimbangan antara “kerajaan batin” dengan “kerajaan lahir”. Dalam implementasi perbuatan, dapat dilihat ketika SIKAP seseorang menjalani hidup ini secara tidak berlebih-lebihan, maksudnya memenuhi segala keinginannya melebihi apa yang ia butuhkan. Idealnya, hidup ini dijalani dengan sikap sakmadyaning gesang ; artinya proporsional, selaras, dengan apa yang benar-benar menjadi kebutuhan hidup. Prinsip keseimbangan tersirat dalam sebuah tamsil “ngono ya ngono ning aja ngono”. Untuk itu sering kita diingatkan agar supaya menjalani hidup secara proporsional, tetap berada dalam batas toleransi untuk melakukan sesuatu hal, asal tidak kebablasan, atau melampaui batas nilai kepantasan, nilai kebutuhan, dan melebihi batas nilai kewajaran (norak). Kemewahan hidup bukan lantas berarti seseorang tidak menjalani “laku prihatin”. Namun hidup bermewah-mewahan konotasinya adalah hidup berlebih-lebihan (melebihi apa yang menjadi kebutuhan), dan makna ini yang termasuk tidak menjalani “laku prihatin”. Misalnya seorang pengusaha, membeli mobil berjumlah 10 unit dengan berbagai tipe dan mahal harganya untuk menjelajah medan yang berbeda-beda, atau untuk memenuhi kebutuhan operasional perusahaannya. Ini bukan termasuk pola hidup berlebihan dan bermewah-mewah. Lain halnya, keluarga kecil yang terdiri hanya 3 orang anggota keluarga, membeli kendaraan mewah hingga 4 unit atau lebih, melebihi apa yang dibutuhkan untuk operasional sehari-hari. Ini termasuk hidup berlebihan dan bermewah-mewah. Walaupun hal itu menjadi hak setiap orang untuk melakukannya, namun dampak negatif ada pada dirinya sendiri. Kembali kepada diri sendiri.

CONTOH PENILAIAN TERHADAP “LAKU PRIHATIN”

Berikut di bawah ini, saya kemukakan beberapa contoh teknis mengidentifikasi apakah suatu penderitaan merupakan bentuk keprihatinan atau bukan. Jika bukan, penderitaan itu bisa jadi merupakan hukuman atau akibat dari sebab pernah melakukan kesalahan kepada orang lain. Maka dari itu kita bisa melihat apa faktor penyebab seseorang mengalami penderitaan.

Suatu keadaan menderita BUKAN termasuk dalam kategori LAKU PRIHATIN, apabila keadaan itu akibat dari ulah perbuatannya sendiri. Misalnya sebagai berikut;
  1. Seseorang dipenjara karena ia mencuri, korupsi, membunuh orang.
  2. Seseorang yang hidupnya serba susah, celaka, sial dan menemui kesulitan, karena ia gemar mempersulit orang lain, menyerobot hak orang lain, dan sering menyakiti hati sesama, atau sering menyusahkan orang banyak baik disadari maupun tidak disadarinya.
  3. Seseorang yang mengalami kesulitan ekonomi, karena ia orang yang malas bekerja, menyia-nyiakan masa-masa belajar dengan mengejar kesenangan hedonistis.
  4. Orang yang kesulitan mendapatkan pekerjaan karena ia orang yang tidak jujur dan tidak bisa dipercaya untuk bertanggungjawab menjalankan tugas dan tanggungjawab pekerjaan.
  5. Kehilangan harta benda, karena ia seorang yang pelit, atau orang yang mencari harta denga cara menindas (menari di atas bangkai). Misalnya menangguk untung besar atas pembebasan tanah (menyerobot) yang dilakukan secara tidak adil, kurang adil dan tidak jujur, rentenir dan sejenisnya.
  6. Sakit parah di masa tua hingga menghabiskan seluruh harta kekayaannya, karena di masa lalu ia menjadi hakim, pengacara, aparat penegak hukum, jaksa, dsb yang sering mempraktekan “pagar makan tanaman”, tidak menjunjung tinggi keadilan dan kejujuran.
  7. Mengalami berbagai peristiwa tragis, yang mengakibatkan kehilangan harta benda atau nyawa, sakit parah tak kunjung sembuh, tak ada orang yang mau menolongnya, karena di masa lalu ia berpraktek menjadi rentenir, lintah darat, atau memiliki pesugihan, atau sering menyerobot hal orang lain.
Contoh-contoh di atas lebih berupa hukuman atau karma (karma-pala). Yakni akibat ulah dirinya sendiri yang menimbulkan dampak berlangsungnya hukum sebab-akibat. Siapa menanam, akan mengetam. Meskipun demikian, orang yang terkena karma atau terkena eksekusi dari mekanisme hukum alam, jika dapat menjalani semua penderitaan itu dengan PENUH KESADARAN untuk menerima dan instropeksi diri akan kesalahannya selama ini, sikap demikian justru akan mempercepat selesainya “masa hukuman”. Paling tidak, kemungkinan masih ada waktu untuk mengoreksi kesalahan lalu memperbaiki pada sisa-sisa waktu yang masih ada. Sikap demikian termasuk laku prihatin level bawah. Caranya adalah menjalani masa-masa “hukuman” dengan sikap menerima, sabar, ikhlas, tidak menggerutu. Lebih ideal jika kita melakukan evaluasi diri apakah kira-kira kesalahan yang kita lakukan baik yang kita sadari maupun yang tidak disadari selama menjalani kehidupan ini. Setelah itu, berusaha mengoreksi kesalahan-kealahan selama ini, yakni dengan menjalani kehidupan dengan prinsip yang lebih ideal dibanding waktu masa lalu.

Karena sulitnya mengidentifikasi suatu penderitaan, apakah termasuk hukuman ataukah jalan untuk laku prihatin. Saya pribadi menempuh sikap “paling aman”, dengan cara lebih suka menganggap suatu penderitaan sebagai HUKUMAN tuhan atau alam semesta, ketimbang menganggapnya sebagai COBAAN (bagi orang-orang beriman). Jika saya menganggap setiap derita sebagai cobaan, maka sikap demikian beresiko menimbulkan sikap kurang waspada dan kurang eling. Sebaliknya tanpa disadari justru membuat sikap “besar kepala”, merasa diri sudah beriman lalu disayang tuhan. Karena tuhan sayang kepada kita kemudian tuhan memberi cobaan. Inilah sikap yang penuh bias, sikap menghibur diri sendiri, sikap GEDE RASA (Ge-eR), dengan menyangka disayang-sayang Tuhan, lalu tuhan pun mencoba dirinya. Di sinilah awal mula kita tergelincir karena hilangnya sikap eling dan waspada. Terlalu naif kiranya.

Lalu…manakah yang disebut laku prihatin ? Baiklah, di bawah ini saya fokuskan pembahasan soal apa saja perbuatan yang termasuk kategori LAKU PRIHATIN. Termasuk pembahasan beberapa scope atau lingkup/cakupan laku prihatin yang menentukan level-level kualitasnya. LAKU bermakna bahwa perbuatan yang tidak disengaja maupun disengaja atau direncanakan secara sadar untuk mengoptimalkan kekuasaan “kerajaan batin” atas “kerajaan jasad” kita sendiri.

KATEGORI LAKU PRIHATIN

Dilihat dari faktor penyebabnya, laku prihatin dapat dibagi menjadi dua kategori. Yakni laku prihatin disengaja, dan laku prihatin tidak disengaja 

Laku Prihatin Tidak Sengaja

Suatu keadaan di mana seseorang terpaksa mengalami suatu penderitaan yang disebabkan bukan oleh akibat langsung dari ulah dirinya sendiri. Keprihatinan tak sengaja ini disebabkan oleh ulah orang lain. Seseorang mengalami keprihatinan karena menjadi obyek penderita saja. Dengan kata lain keprihatinan timbul sebagai akibat atas situasi dan kondisi keadaan di sekeliling kita, misalnya ulah orang lain yang bertindak ceroboh, maupun ada unsur sengaja ingin mencelakai diri kita. Misalnya ulah para koruptor yang menggasak kekayaan negara mengakibatkan kesengsaraan rakyat yang tak kunjung usai. Atau ulah teroris yang meledakkan bom, sehingga membunuh salah satu anggota keluarga yang menopang nafkah bagi seluruh keluarganya. Akibatnya adalah timbulnya kesulitan hidup bagi anggota keluarga yang dinafkahi korban yang telah mati. Anggota keluarga yang ditinggalkan, hidup dalam suasana penuh keprihatinan. Keprihatinan tak sengaja, di dalamnya termasuk keprihatinan sebagai akibat dari force major atau kejadian yang tak terelakkan seperti musibah dan bencana alam. Penderitaan yang dialami sebagai ekses atau akibat buruk atas kejadian di luar diri yang menimpanya. Namun demikian penderitaan yang menimpa diri kita tidak secara otomatis menjadi ajang untuk menjalani (laku) prihatin. Semua masih tergantung pada cara kita merespon atau menyikapinya. Apabila diri kita tetap banyak-banyak mensyukuri sisa-sisa nikmat dan anugrah yang ada, serta tidak ngedumel atau menggerutu (grenengan), atau selalu mengeluh. Sebaliknya justru dijalani dengan benteng kekuatan terakhir yakni kesabaran dan ketulusan, tetap kuat dan semangat berusaha dengan gigih, sekuat tenaga dan pikiran untuk meneruskan hidup, maka penderitaan yang dialami itu barulah akan berubah menjadi “laku” prihatin.

Sia-sia kah kesabaran, ketulusan, dan sikap gigih berusaha yang Anda lakukan ? Tentu saja tidak ada yang sia-sia. Dalam kurun waktu tertentu, cepat atau lambat, apa yang Anda lakukan akan membuahkan hasil yang gemilang. Kesuksesan hidup lahir dan batin akan Anda rasakan. Begitulah rumus baku sebagai kuci dalam upaya Anda merubah MUSIBAH menjadi ANUGRAH yang terindah. Masukkan prinsip hidup di atas ke dalam jiwa Anda, lalu wujudkan kesadaran “jiwa” anda tersebut ke dalam perbuatan nyata, yakni menghayatinya dalam setiap gerak langkah kehidupan Anda di manapun dan suasana apapun juga. Itulah makna dari JAWA, yakni jiwa kang kajawi, jiwa kang kajawa. Menjiwai nilai-nilai luhur kedalam perbuatan sehari-hari. Nilai-nilai luhur yang telah dijiwai, lalu dihayati dalam perbuatan nyata. Jawa iku jawabe ! dudu mung ujare. Yang penting adalah tindakan nyata, bukan sekedar mulut berbusa-busa memainkan teori. Falsafah hidup bagi orang Jawa yang belum hilang kejawaannya; yang terpenting dari nilai luhur, bukan sekedar katanya (teorinya), tetapi aplikasinya dalam perbuatan sehari-hari. Bangunlah jiwanya, maka bangunkan badannya..!! Kesadaran jiwa, diimbangi oleh kesadaran berbuat.

Laku Prihatin Disengaja

Laku Prihatin disengaja atau direncanakan mempunyai dua macam orientasi. Pertama ; laku prihatin yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup diri pribadi. Misalnya Anda melakukan berbagai ritual puasa, cegah turu, atau melek-melek, cegah syahwat atau sesirih. Anda mengembara berkelana jauh tanpa bekal apapun di tangan dengan tujuan merasakan kehidupan yang polos, lugas, apa adanya, dan mendapatkan berbagai pengalaman untuk merasakan sisi kehidupan yang tak pernah Anda rasakan sebelumnya. Atau Anda sengaja hidup dalam suasana yang serba kekurangan atau pas-pasan. Laku prihatin ini bermanfaat untuk meningkatkan kualitas mental lahir dan batin setiap masing-masing pribadi yang sengaja menjalani “laku prihatin” model demikian. Namun laku prihatin ini manfaatnya belum bisa dirasakan oleh orang lain atau lingkup yang lebih luas secara langsung. Kedua ; laku prihatin dengan tujuan agar hidup kita bermanfaat bagi lingkungan yang lebih luas. Misalnya membantu sesama, atau menolong orang lain yang sedang mengalami penderitaan dan kesulitan dengan tulus tanpa pamrih apapun (tapa ngrame).

LEVEL LAKU PRIHATIN

Level Bawah (Orientasi Diri Pribadi)

Laku prihatin level bawah berorientasi untuk kebutuhan meningkatkan kualitas diri pribadi. Masing-masing orang sah-sah saja menjalani laku prihatin level bawah ini dengan cara dan gaya yang berbeda-beda, misalnya dengan cara berpuasa, cegah tidur, cegah sahwat, cegah makan, atau mengembara tanpa bekal uang di tangan, makan hanya apa yang ditemukan saja, menjalani hidup dalam kondisi serba pas-pasan bahkan serba kekurangan. Semua dijalani dengan kesabaran dan ketulusan, untuk membangun kekuatan mental lahir dan batin. Hilangnya rasa takut berganti dengan nyali berani hidup dalam gelimang derita dan sengsara (lara lapa). Namun laku prihatin ini efeknya sebatas mematangkan dan menguatkan keadaan mental lahir dan batin si pelaku. Apapun cara laku prihatin yang Anda lakukan tidaklah menjadi soal, yang penting dilakukan dengan sepenuh hati, jangan setengah-setengah karena akan percuma sia-sia saja, tak akan mendapatkan hasil yang maksimal. Manusia sejati kuat mental lahir dan batin bukanlah orang yang berani mati, tetapi orang yang berani hidup. Yakni hidup dalam gelimang sengsara dan derita (kuat tapa brata; lara lapa, lara wirang). Namun, menjalani laku prihatin seperti itu belumlah cukup untuk meraih suatu kemuliaan yang sejati. Diumpamakan, kita baru memperoleh instrumen atau alat untuk meraih tujuan. Alat itu berupa kematangan sikap, lahir dan batin, solah (perilaku lahir) dan bawa (perilaku batin) yang arif dan bijaksana dalam memahami dan menjalani kehidupan yang teramat kompleks ini.

Level Tinggi (Orientasi Publik)

Berbeda dengan laku prihatin di atas, yang saya kategorikan sebagai bentuk laku prihatin level bawah, maka laku prihatin ORIENTASI PUBLIK saya kategorikan sebagai laku prihatin level tinggi. Penghayat laku prihatin bukan lagi berorientasi untuk meningkatkan kualitas mental lahir dan batin dengan obyek (sasaran) pribadinya sendiri. Dengan bekal instrumen atau alat berupa kualitas diri lahir dan batin sudah tercapai, maka yang paling utama adalah memanfaatkan instrumen tersebut dalam kehidupan sehari-hari dalam lingkup “ruang publik”, dengan obyek/sasaran yang lebih luas yakni orang banyak. Laku prihatin berorientasi publik, dilakukan dengan penuh kesadaran diri akan makna sejatinya kehidupan ini. Termasuk untuk menjawab atas pertanyaan,”untuk apa kita lahir dan berada di planet bumi ini? Bagi saya pribadi, kita hidup bukan untuk MENCARI. Melainkan untuk memberi. Memberi artinya membuat diri kita bermanfaat untuk seluruh makhluk dan lingkungan alam di sekitar kita. Yakni saling memberi kasih sayang (welas asih) kepada seluruh makhluk tanpa kecuali. Welas asih memiliki wujud konkrit, yakni berupa SEDEKAH (donodriyah) atau memberikan sesuatu yang bermanfaat bagi kehidupan seluruh makhluk. Meliputi sedekah lahir berupa harta, tenaga, pikiran, sedekah doa (paling lemah). Dan sedekah batin berupa kasih sayang yang menghasilkan rasa nyaman, aman, tenteram. Memberi, atau donodriyah, dalam falsafah hidup Jawa disebut sebagai mulat laku jantraning bumi. Mengikuti sifat tabiat bumi yang selalu memberi kehidupan kepada seluruh makhluk tanpa kecuali, dan tanpa pilih kasih. Untuk menghayatinya, kita terlebih dahulu harus menjadi manusia yang memiliki instrumen lahir dan batin yang cukup ideal. Yakni menjadi manusia yang MERDEKA LAHIR & BATIN, yang manusia yang tidak lagi tersekat-sekat oleh primordialisme agama, golongan, kepentingan politik, suku, dan ras.

Coba simak baik-baik serat Wedhatama bait Sinom pupuh 29 berikut ini :

Mungguh ugering ngaurip,
Uripe lan tri prakara,
Wirya arta tri winasis,
Kalamun kongsi sepi,
Saka wilangan tetelu,
Telas tilasing janma,
Aji godhong jati aking,
Temah papa papariman ngulandara
 Pedoman hidup itu demikian  seyogyanya,
 hidup dengan tiga prinsip;
 Keluhuran (kemuliaan, kekuasaan),  harta (kemakmuran), ketiga ilmu  pengetahuan.
 Bila tiga perkara itu tak satu pun dapat  diraih,
 habis lah harga diri manusia.
 Masih lebih berharga daun jati kering,  bakal mendapatlah derita, sengsara  dan terlunta.

Dalam Pupuh Sinom serat Wedhatama karya Ingkang Wicaksana Gusti Mangkunegoro IV di atas menggambarkan prestasi hidup seseorang yang sangat ideal untuk menjalani laku prihatin. Sekilas tampak paradoksal dengan laku prihatin yang sering diidentikkan dengan keadaan yang serba tidak enak, menderita dan sengsara. Tapi coba lah kita telaah dengan melibatkan nurani. Saya coba berefleksi dengan mengajukan pertanyaan berikut ;

Pilih model yang manakah untuk menjalani laku prihatin, apakah menjalani hidup dalam keadaan serba kekurangan, pas-pas-an, ataukah menjalani hidup dalam keadaan serba kecukupan materi, kaya ilmu, dan berkuasa ?

Jangan tergesa menjawab dan menyimpulkan. Para pembaca yang budiman silahkan melanjutkan membaca tulisan di bawah ini.

Prihatinnya Orang Kaya Harta

Orang yang kaya harta melakukan prihatin dengan cara memanfaatkan hartanya tidak hanya untuk kepentingan dan kebutuhan dirinya sendiri dan keluarganya saja. Tetapi harta-kekayaannya dimanfaatkan pula agar menjadi berkah bagi orang-orang di sekitarnya termasuk lingkungan alamnya. Hartanya bermanfaat untuk menolong dan membantu orang banyak tanpa pilih kasih, tidak berdasarkan sentimen agama, ras, suku, golongan, kelompok kepentingan. Itulah orang kaya harta yang mau menjalani laku prihatin. Hidupnya mberkahi, jauh lebih bermanfaat ketimbang orang yang menjalani laku prihatin level bawah.

Prihatinnya Orang Kaya Ilmu

Orang kaya ilmu, baik ilmu pengetahuan maupun ilmu spiritual, akan menjalani laku prihatin dengan cara memanfaatkan ilmunya tidak hanya untuk kepentingan dirinya sendiri dan keluarganya saja. Tetapi dimanfaatkan pula agar menjadi berkah bagi orang-orang di sekelilingnya, untuk masyarakat luas, bangsa, termasuk lingkungan alam sekitarnya. Ilmunya dibagi secara tulus, tanpa mengharap upah atau imbalan kepada siapa saja yang memerlukan. Dan dilakukan tanpa pilih kasih, tidak berdasar sentimen agama, ras, suku, golongan, kelompok, dan kepentingan. Itulah orang kaya ilmu yang menjalani laku prihatin.

Prihatinnya Orang Punya Kekuasaan

Orang punya otoritas kekuasaan menjalani laku prihatin dengan cara memanfaatkan kekuasaannya untuk menciptakan berkah bukan saja bagi diri dan keluarganya, lebih utama adalah untuk dipersembahkan kepada rakyat dan ibu pertiwinya (alam semesta). Kekuasaannya dijadikan sarana untuk menciptakan kesejahteraan bagi masyarakat yang dipimpinnya serta untuk menjaga kelestarian lingkungan alam. Dengan kata lain, kekuasaan dimanfaatkan untuk menciptakan negeri yang adil makmur, gemah ripah loh jinawi, tata titi tentrem kerta raharja. Itulah orang punya otoritas kekuasaan yang menjalani laku prihatin. Negarawan sejati, adalah wajah orang yang sugih kuwasa yang menjalani laku prihatin. Berbeda dengan “politikus sejati” yang hanya membela kelompoknya, kepentingannya, golongannya, sesama keyakinan, sesama suku dan rasnya sendiri. Namun untuk memenuhi kriteria ini bukan berarti kita harus menjadi pemimpin, pejabat, penguasa. Kita perlu menyadari bahwa setiap diri kita merupakan seorang pemimpin. Yakni pemimpin untuk diri kita sendiri, keluarga, sahabat, kelompok, organisasi dst.

Kesempatan Besar Menggapai Kamulyan Sejati

Kenapa musti sugih bondo, sugih ngelmu, sugih kuwasa ? Bagaimanapun juga seseorang yang dilengkapi dengan 3 macam kemampuan tersebut (setidaknya memiliki salah satu di antaranya), akan memiliki kesempatan besar untuk selalu MEMBERI (telapak tangan telungkup) kepada yang lain. Lain halnya orang yang menjalani laku prihatin untuk dirinya sendiri, walau kemauan ada, tetapi belum tentu memiliki kemampuan untuk memberi. Secara logik orang yang lengkap memiliki 3 kemampuan tersebut akan mempunyai lebih banyak kesempatan untuk menjalani laku prihatin level tinggi. Ia memiliki “ladang amal”. Sehingga ia lebih banyak kesempatan untuk menanam “pohon kebaikan” dengan jumlah sebanyak-banyaknya. Tentu “buah-buah” yang dihasilkan pun akan lebih banyak lagi. Dalam satu kali tanam saja bisa mencapai ribuan, bahkan jutaan “pohon kebaikan”. Dengan kata lain, jika benar-benar memanfaatkan kesempatan yang dimilikinya, seseorang lebih mudah menggapai kamulyan sejati dalam kehidupan dunia maupun kehidupan sejati kelak. Seorang presiden, ratu, raja, gubernur, bupati, dan pejabat daerah lainnya, adalah orang-orang yang memiliki ladang amal, alias memiliki kesempatan besar meraih kamulyan sejati. Persoalannya, apakah orang-orang itu mau memanfaatkan kesempatan besar itu ? Semua tergantung pilihan sikap dan kesadaran spiritualnya masing-masing.

KAYA HATI ; Laku Prihatin Level Tinggi

Laku prihatin level tinggi, adalah dengan cara memberi sesuatu yang bermanfaat kepada banyak orang. Memberikan sesuatu yang bermanfaat bagi orang lain artinya adalah BERSEDEKAH. Sudah beberapa kali saya sampaikan dalam beberapa tulisan terdahulu, jika kita ingin bersedekah, atau membiasakan telapak tangan kita selalu “telungkup” mulailah sejak kita belum menjadi orang kaya, sejak belum memiliki ilmu yang luas, dan sebelum menjadi penguasa. Banyak orang berjanji akan bersedekah (donodriyah) dengan cara membantu, menolong, memberi tapi nanti jika sudah kaya, sudah punya harta, sudah punya ilmu atau sudah berkuasa.

Prinsip demikian biasanya gagal terlaksana karena setelah benar-benar kaya akan lupa terhadap janji-janjinya sendiri yang pernah diucap pada waktu masih miskin atau hidup ngrekoso. Maka idealnya untuk memberi, menolong, membantu sesama hendaknya dibiasakan sejak kita belum menjadi orang kaya, sejak ilmu pengetahuan dan spiritual kita masih pas-pasan. Kita harus mensetting HATI kita, menjadi orang yang KAYA HATI. Orang yang kaya hati tidak lagi menghitung-hitung berapa prosentase harta untuk dikeluarkan sebagai sarana membantu dan menolong orang lain. Jika kita masih saja menghitung prosentasenya, kita masih terjebak pada kebiasaan buruk untuk menggugurkan kewajiban saja. Setelah mengeluarkan hartanya sekian persen, maka ia menganggap sudah selesailah tanggungjawab sosialnya. Inilah kebiasaan buruk yang terus terpelihara sampai saat ini.

Sementara itu, menurut pengalaman, KAYA HATI adalah modal utama, terutama untuk meraih kekayaan ilmu dan materi. Seringkali pintu rejeki seret atau tertutup rapat gara-gara seseorang memiliki HATI yang MISKIN. Sebuah pengalaman nyata dan bisa dibuktikan oleh siapa saja, sungguh KAYA HATI justru menjadi kunci pembuka menuju kesuksesan lahir batin, kesuksesan moril dan materiil.

Untuk menjadi orang yang kaya hati, tentu harus belajar. Pada tahap awal akan terasa pahit dan getir menjadi orang yang kaya hati. Untuk itu diperlukan kegigihan, ketekunan, kesabaran, tekad bulat, serta sikap percaya diri bahwa apa yang Anda lakukan bukanlah hal yang sia-sia. Agar sikap percaya diri itu bisa tumbuh dalam diri pribadi, biasanya seseorang memerlukan bukti atau contoh, setidaknya pengalaman yang dialami orang lain. Mudah-mudahan tulisan ini dapat menumbuhkan sikap percaya diri bagi para pembaca yang budiman yang tengah belajar menjadi orang yang kaya hati. Bahwa sikap dan tindakan Anda sama sekali bukanlah hal yang sia-sia. Sebaliknya, kaya hati merupakan sikap yang selaras dan harmonis dengan hukum alam. Yang akan membuat diri kita selalu berada dalam lajur yang penuh berkah dan anugrah.

TOLOK UKUR KAYA HATI

KAYA HATI sama dengan MURAH HATI. Orang yang murah hati, akan selalu mudah rejekinya. Semakin banyak memberi (tentu dengan ketulusan) akan semakin banyak menerima atau mendapatkan rejeki. Maka orang yang kaya hati, selama hidupnya tak pernah mengalami penderitaan akibat kekurangan. Orang yang kaya hati, hidupnya akan selalu terjaga dari segala kefakiran. Sebab kaya hati akan menjadi PAGAR GAIB yang senantiasa melindungi diri kita dari segala macam marabahaya, derita dan sengsara. Sudahkah kita murah hati ??? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, seyogyanya dilakukan secara obyektif. Jangan berpegang pada penilaian dari kacamata kita sendiri (subyektif). Tetapi dengarkan dan lihatlah apa penilaian orang-orang lain pada diri kita sendiri (obyektif).

“Jadilah orang yang kaya hati, sejak kita belum menjadi kaya harta, kaya ilmu, dan kaya kuasa”

SETIAP ORANG PUNYA SESUATU UNTUK MEMBANTU & MENOLONG

Sekalipun seseorang paling miskin se-Indonesia, namun bukan berarti tak punya apa-apa lagi untuk modal menjalani laku prihatin level tinggi. Dalam falsafah hidup Jawa (kejawen) mempunyai prinsip bahwa bersedekah bisa dilakukan melalui empat cara sesuai dengan kemampuan masing-masing orang. Cara-cara tersebut menunjukkan level atau tingkatan derajat nilai dalam menjalani laku prihatin. Berikut ini saya urutkan dari level paling bawah :
  1. Sedekah Doa : sedekah doa adalah doa bukan untuk dirinya sendiri, melainkan untuk orang lain. Namun demikian sedekah doa merupakan sedekah yang paling mudah dan sedekah yang paling lemah. Boleh dibilang sedekah ini tanpa memerlukan modal. Jika mulut tak kuasa berucap, hatipun masih bisa berdoa. Anda bisa melakukan sambil berbaringan, sambil duduk santai dst. Bahkan orang yang sedang terkapar sakitpun masih bisa bersedekah doa untuk orang lain.
  2. Sedekah Pikir dan Wicara (tuturkata) : satu level lebih tinggi dari sedekah doa. Sedekah ini memerlukan modal berupa kemampuan berfikir yang konstruktif, dan kemampuan menyusun kata-kata menjadi rangkaian kalimat tuturkata yang menentramkan hati dan menumbuhkan semangat hidup bagi orang lain.
  3. Sedekah Tenaga ; satu level lebih tinggi dari sedekah point 2 di atas. Orang yang bersedekah harta memerlukan modal dan perjuangan yang lebih banyak. Kita butuh tenaga, untuk memperoleh tenaga kita harus memenuhi kebutuhan makan minum yang cukup. Pemenuhan kebutuhan makan dan minum memerlukan beaya. Tenaga yang keluar merupakan tetesan keringat dan aliran energi yang kita miliki. Jadi sedekah tenaga memerlukan pengorbanan yang tidak sedikit.
  4. Sedekah Harta ; satu level lebih tinggi dari sedekah tenaga. Sedekah harta memerlukan lebih banyak pengorbanan waktu, pikiran, tenaga dan harta itu sendiri. Untuk memperoleh harta kita butuh pikiran dan tenaga. Kita bisa bayangkan betapa tidak mudah mencari harta, meskipun demikian setelah mendapatkannya sebagian dari harta kita sedekahkan untuk membantu dan menolong orang lain. Oleh sebab itu sedekah harta adalah “laku” prihatin yang paling berat. Apalagi jika sedekah itu bermanfaat tidak hanya untuk satu dua orang, melainkan dapat dirasakan oleh banyak orang (rakyatnya). Seorang pemimpin dengan jiwa negarawan sejati, ia akan menjalani “laku” prihatin dengan melibatkan segenap jiwa raganya. Melibatkan lahir dan batinnya demi mensejahterakan rakyat yang dipimpinnya. Oleh sebab itu, seorang pemimpin, ratu, raja, penguasa yang bersifat adil, arif dan bijaksana, serta berhasil mensejahterakan rakyat serta memakmurkan bangsanya akan mudah sekali menggapai kemuliaan sejati setelah ia “lahir” ke dalam kehidupan yang sejati setelah raganya ajal. Karena sedekah yang ia lakukan tidak lagi bersifat ketengan atau eceran, melainkan bersifat borongan bermanfaat untuk orang banyak.
Seorang negarawan sejati, pemimpin besar, presiden, ratu, raja, pejabat, seharusnya dipegang oleh orang-orang yang mampu melakukan ke-empat macam sedekah tersebut. Bahkan setiap diri kita idealnya jumeneng mandireng pribadi. Pribadi yang mampu mulat laku jantraning bumi menjadi manusia yang mempunyai kesadaran spiritual tinggi, menjadi manusia kosmologis. Menjadi pribadi yang mau dan mampu untuk selalu memberi ke-empat macam sedekah.


PANTANGAN DAN RINTANGAN DALAM MENJALANI LAKU PRIHATIN

Ada berbagai gejala yang perlu diperhatikan dan penting diketahui agar supaya siapapun berhasil dalam menjalani laku prihatin yang pas dan pener. Jika gejala-gejala di bawah ini kurang diperhatikan akan menjadi halangan atau rintangan dalam meraih kesuksesan dan menggapai anugrah yang akan datang pada diri anda. Tekad bulat, niat, harapan, serta kemantaban hati kita akan melalui semacam “uji nyali”. Jika lolos, anugrah akan kita dapatkan. Jika tidak lolos, berarti kita batal mendapat anugrah yang sudah disiapkan. Untuk itu, berbagai macam gejala berikut ini perlu saya ungkapkan dengan harapan dapat menambah dan menumbuhkan sikap eling dan waspadabagi seluruh sedulurku yang sedang menjalani “laku prihatin”.

SAAT HARI WETON TIBA

Dalam rentang waktu selapan hari (35 hari) siklus weton akan berlangsung sekali. Artinya, jika weton anda Senin Pon, maka weton Senin Pon berikutnya akan datang lagi setelah putaran waktu 35 hari. Ada beberapa gejala paling umum saat hari weton kita tiba. Gejala-gejala tersebut antara lain :
  1. Perasaan gundah, resah, dan perasaan tidak enak seperti ada sesuatu yang tidak beres, tetapi tidak mengetahui sesuatu apa yang sedang tidak beres.
  2. Tubuh terasa capai, merasa lelah, lemas, jika bekerja mudah lelah, otot-otot terasa ngilu, pegal-pegal dan rasa tak enak badan yang tidak karuan dirasakan. Suhu badan agak naik, bahkan badan terasa seperti akan terserang flu atau demam.
Setelah hari weton berlalu semua gejala di atas akan sirna dengan sendirinya. Bagi yang sudah memahami gejala tersebut, biasanya lantas teringat jika hari tersebut adalah hari wetonnya. Pertanyaannya, kenapa gejala tersebut muncul saat weton anda tiba ? Hal itu disebabkan oleh banyaknya sengkolo dan sukerto yang ada dalam diri kita. Sementara itu sudah lama sekali tidak dilakukan bancakan weton. Bagi yang sering melakukan bancakan weton (paling tidak setahun 1 kali), gejala saat hari weton tersebut tidak lagi terasa.

SAAT BERZIARAH

Ziarah bukan saja bertujuan untuk mendoakan dan merawat makam para leluhur yang kita kunjungi. Lebih dari itu, kedatangan kita ke makam leluhur tak ubahnya kita menghadap kepada sesepuh yang kita hormati untuk menghaturkan sembah bakti kita kepada beliau-beliau yang telah hidup di dalam kehidupan sejati. Serta untuk mendapatkan bimbingan, arahan dan doa restunya. Pergi berziarah seperti halnya kita menuju suatu tempat untuk menjemput anugrah. Bahkan anugrah yang besar, minimal anugrah doa restu dari orang-orang yang sudah pindah dalam kehidupan yang sejati.

Hal-hal Yang Perlu Dihindari

Apabila anda pergi berziarah ke pasarean agung, makam raja-raja besar, makam para ratugung binatara, atau makam orang-orang yang dianggap suci dan mulia sewaktu hidupnya hendaknya menghindari hal-hal berikut :
  1. Jangan Menunggu-Nunggu. Untuk melakukan ziarah ke makam leluhur yang menurunkan kita, atau para leluhur besar nusantara, biasanya seseorang akan menunggu-nunggu saat mempunyai cukup uang, atau saat waktunya sudah senggang. Nah, apabila anda termasuk di dalamnya, biasanya sangat kecil kemungkinan rencana tersebut akan terlaksana. Apa yang saya lakukan justru kebalikannya. Walaupun uang belum kepegang, serta belum tahu kapan jadwal waktu senggang ke depan. Namun jauh-jauh hari sebelumnya saya tetap berani menentukan kapan jadwal keberangkatan untuk pergi ziarah. Biasanya antara hari Kamis, Jumat, dan Minggu. Beberapa kawan saya anjurkan tips yang sama seperti saya lakukan. Hilangkan sikap ragu-ragu karena alasan tidak cukup uang saku dan belum adanya gambaran kapan ada waktu yang longgar. Dengan keteguhan hati tetapkan saja jadwalnya kapan berangkat. Saat hari H tiba, ternyata apa yang dikhawatirkan semuanya lenyap, justru sebaliknya semua berjalan lancar seperti sudah ada yang mengatur. Menjelang hari H, seperti kebetulan saja, kawan saya mendapatkan uang yang lebih dari cukup dan waktunya juga pas senggang. Jalan untuk berbakti kepada ortu dan para leluhur akan selalu terbuka lebar, kecuali bagi yang dipenuhi oleh keraguan.
  2. Jangan Menunda-Nunda. Saatnya penentuan jadwal kapan akan berangkat ziarah (marak sowan) ke makam leluhur. Selama anda belum berani menentukan hari, tanggal, bulan, tahun, kapan akan pergi berziarah, biasanya rencana tersebut akan sulit terlaksana. Jika anda menyadari betapa penting dan besar sekali manfaat menziarahi pesarean para leluhur kita dan para leluhur tanah Jawa/nusantara. Demikian pula bila dirasakan sudah urgent, jangan ragu dan tunda-tunda lagi keinginan anda.Mantabkan hati, segera tetapkanlah jadwal keberangkatan. Percayalah, kelak jika sudah tiba waktunya semua akan berjalan dengan mudah
  3. Jangan Urungkan Rencana. Saat menjelang keberangkatan menuju makam atau Pasarean Agung, biasanya ketabahan, tekad bulat, keteguhan hati dan keinginan kuat kita akan diuji. Beberapa peristiwa alam seperti tiba-tiba hujan lebat, petir menyambar, angin terjadi dengan tiba-tiba. Di lain hal, bisa saja terjadi kendala teknis seperti kendaraan yang akan kita gunakan tiba-tiba mogok, kunci kontaknya ketlingsut (hilang karena lupa meletakkannya). Atau human error, misalnya orang yang akan anda ajak atau sudah janjian ikut bareng pergi ziarah, sudah ditunggu lama malah tidak tidak muncul-muncul juga hingga waktunya terbuang percuma untuk menunggu. Apabila anda menghadapi kejadian-kejadian di atas, segeralah konsentrasi untuk maneges, berkatalah dalam hati nurani anda (kareping rahsa) bahwa anda akan tetap teguh berangkat berziarah (marak sowan) sekarang juga, biarpun ada kendala-kendala seperti di atas. Sebagaimana saya sudah sering mengalaminya. Manakala saya maneges, meneguhkan hati untuk tetap berangkat demi rasa hormat dan menghargai kepada beliau para leluhur, semua kendala di atas seketika dapat teratasi dan segera menemukan jalan keluarnya. Jangan sampai mengurungkan niat anda untuk berziarah hanya karena kendala-kendala tersebut. Jika anda mengurungkan rencana, berarti anda telah mengingkari janji pada leluhur. Anda menjilat ludah akibatnya cukup fatal buat anda sendiri.
  4. Jangan Berbalik Arah. Misalnya anda sudah menuju ke arah makam tersebut, namun ada yang kelupaan atau ada barang yang tertinggal di rumah, maka anda jangan sekali-kali berputar lalu balik arah. Biarkan barang itu tertinggal. Misalnya, bila anda kelupaan mengambil uang di ATM, tetap saja lanjutkan cari ATM di sepanjang perjalanan menuju tempat tujuan. Apabila tidak ketemu juga, bisa pinjam teman, atau saudara yang ikut. Jika tidak ada, gunakan uang seadanya saja yang anda bawa saat itu. Pernah suatu ketika, seorang rekan yang akan melaksanakan proyek besar saya ajak untuk ziarah ke Makan Agung Imogiri. Sebelumnya sudah saya warning tidak melakukan beberapa hal yang menjadi pantangan. Dan saya sarankan untuk berbagi sedekah dengan para abdi dalem dan juru kunci. Namun, saat di jalan menuju makam ia terungat kalau kelupaan tidak menyiapkan uang. Sehingga ia harus putar balik kembali ke arah kota, dan baru menemukan ATM saat masuk di pinggiran kota. Saya sudah memberi peringatan jika hal itu sudah menjadi pertanda dalam bentuk kiasan untuk mengurungkan niat melaksanakan proyek besarnya. Sebab proyek yang akan ia laksanakan membahayakan keselamatan rekan saya dan keluarganya. Namun ia merasa sudah terlanjur banyak keluar duit. Dan tetap saja akan menjalankan proyeknya, nah..di tengah jalan saat ia membangun proyek tersebut ia masuk dalam “lingkaran setan” koruptor yang tak bisa ia hindari, sehingga akhirnya ia tak bisa mengelak dan ikut dijebloskan ke dalam penjara. Jika rekan saya tidak kelupaan membawa uang, tidak pula berbalik arah, tetap melanjutkan perjalanan sekalipun lupa bawa uang sedekah, saat ia menjalankan proyeknya walau tidak menghasilkan apa-apa namun ia dan keluarganya akan tetap selamat. Hikmah di balik semua itu adalah peringatan agar dalam menjalani kehidupan ini selalu menjaga sikap eling dan waspada.
  5. Jaga Sopan Santun. Boleh jadi banyak orang mengira, makam adalah tempatnya orang yang telah mati. Bagi saya pribadi tidak demikian keadaannya. Justru di situlah tempatnya berkumpul orang-orang yang telah hidup di alam sejati. Ibarat balai, padepokan, pesanggrahan, pepunden, monumen, atau terminal yang menghubungkan antara orang yang masih hidup di dimensi bumi dengan yang sudah hidup di alam kehidupan sejati yang jasadnya dikubur di makam tersebut. Yang bisa berkumpul kapan mereka mau di pasarean tersebut, hanya orang-orang yang “lolos seleksi” yakni orang yang meraih kamulyan dan kamulyan sejati. Berkali-kali saya mengadakan rencana untuk marak sowan ke pasarean. Walaupun tidak “woro-woro” terlebih dulu, ternyata leluhur sudah tahu rencana kedatangan kami. Setiba di pasarean tersebut sudah banyak para leluhur yang menanti. Begitulah yang terjadi. Saya merasakan betapa alam kematian (kehidupan sejati) ternyata sangat dekat, bahkan lebih dekat dengan orang-orang yang masih hidup di dimensi bumi. Sejak itu saya menyadari saat kita marak sowan berziarah, para leluhur sudah tahu tanpa kita beri tahukan. Dan yang kita temui adalah bukan orang-orang hidup di dimensi bumi yang masih bercampur aduk dengan hawa nafsu, melainkan orang-orang yang sudah hidup di alam yang sudah bersih dari segala macam nafsu duniawi dan ragawi. Apalah artinya diri kita yang masih hidup berlumuran dengan nafsu. Maka jagalah sopan santun, sikap andap asor, jangan kumalungkung, gede rasa, gede ndase, merasa jagoan dan seterusnya. Itulah alasan mengapa saat kita ke makam terutama makam para leluhur besar tidak boleh membawa benda-benda pusaka bentuk apapun, kecuali yang sudah manjing ke dalam raga dan rasa. Tidak boleh mengenakan perhiasan emas dan berlian. Cara berpakaian juga musti sopan. Biasanya tiap makam ada tatacara berpakaian yang berbeda-beda sesuai adat istiadat yang berlaku di daerah tersebut. Juru kunci akan memandu dan apabila tidak membawa pakaian adat biasanya sudah ada disediakan pakaian untuk disewa.
  6. Jaga Segala Macam Tutur Kata. Apabila anda marak sowan ke makam para leluhur. Hendaknya menjaga diri agar jangan sampai berkata jorok dan kotor. Jangan berkeluh kesah. Karena melanggar pantangan tersebut sama halnya kita datang dengan sikap melecehkan dan menantang. Akibatnya sangat fatal. Akibat paling ringan, leluhur yang akan memberikan sesuatu buat anda, akan dibatalkan segera. Berkatalah yang baik-baik dan sopan. Sebab apa yang anda ucapkan bisa saja numusi, atau bertuah, apa yang diucap akan terjadi. Celakanya jika apa yang anda ucapkan adalah perkataan yang ditujukan ke orang lain tidak baik bisa berbalik mencelakai diri anda sendiri. Pernah suatu ketika saya mengantar sedulur dari Jakarta untuk ziarah ke Kotagede Panembahan Senopati. Setibanya di jalan menuju makam, ia berkeluh-kesah merasa kepanasan terik matahari, gerah, haus dan cape. “Aduh cape dan panas banget, repot kalau begini. Sepulanganya dari makam, ia bener-bener kerepotan mobilnya distarter tak bisa hidup. Sampai mendatangkan bengkel belum juga berhasil hidup. Akhirnya saya coba maneges apakah gerangan kesalahan orang ini sampai-sampai mobilnya tak bisa hidup. Saya hanya mendengar jawaban tanpa melihat siapa gerangan yang berucap, ”katanya ingin berbakti kepada para leluhurnya tapi kok kurang ikhlas, tidak mau susah, dan banyak berkeluh-kesah. Seketika itu saya anjurkan ke sedulur tadi untuk memohon maaf kepada para leluhur karena kurang ikhlas dan banyak berkeluh kesah saat marak sowan. Setelah sedulur menghaturkan maaf, mobil saya coba starter langsung hidup tanpa perlu ada yang diperbaiki.
  7. Ikuti Aturan atau Tatacara Yang Berlaku. Masing-masing pasarean memiliki tatacara dan adat yang berbeda-beda. Usahakan anda mematuhi aturan yang berlaku. Sebab kedatangan anda bukan untuk mencari perkara, melainkan mencari sesuatu yang baik untuk diri anda dan sesama. Jangan meludah dan buang “hajat” sembarangan. Bila anda terpaksa melakukan sesuatu yang sifatnya melanggar aturan, sebelumnya mohon ijin. Misalnya anda ingin sekali mengambil gambar di makam tersebut tetapi tidak untuk tujuan kepentingan pribadi, mintalah ijin, ucapkan dalam hati. Tapi bila hanya untuk kepentingan pribadi dan komersial, sudah termasuk sikap serakah. Sebab bila anda meraih keuntunganpun hartanya akan mencelakai diri anda sendiri. Tujuan berziarah jangan sampai keluar dari maksud dan tujuan berziarah itu sendiri, yakni untuk menghormati dan menghaturkan rasa berbakti. Hendaknya urungkan niat anda yang kurang baik misalnya hanya untuk coba-coba dan menjajal ilmu anda.
  8. Bawalah Ubo Rampe Sekedarnya. Bila anda ziarah ke makam leluhur sendiri, atau makam yang tidak ada juru kuncinya, siapkan peralatan kebersihan misalnya sapu, lap, ember air untuk membersihkan makam. Minimal membersihkan batu nisan leluhur yang kita ziarahi. Membawa bunga disesuaikan dengan adat setempat juga lebih bagus. Sebab hal itu mewujudkan rasa kasih sayang, hormat dan sembah bekti kepada para leluhur yang anda datangi. Dan masing-masing bunga memiliki makna tersendiri, mewakili nurani, berupa harapan dan doa yang tak terucapkan.Taburlah bunga dari arah kaki menuju ke arah kepala. Hal ini menjadi simbol untuk pepelingbagi orang yang masih hidup hendaknya meniti hidup dari “bawah ke atas”. Selain itu cara menabur bunga tersebut merupakan wujud doa dan harapan kita agar supaya leluhur mendapatkan tempat kemuliaan yang sejati di alam kelanggengan.
  9. Berbagilah Sedekah. Terutama pada orang-orang yang mengabdikan hidupnya untuk merawat dan menjaga makam tersebut. Jangan sampai anda merasa owel, pelit, tidak ihlas. Karena seberapa besar keikhlasan yang anda berikan akan beresonansi dalam kehidupan anda di masa-masa yang akan datang. Semakin besar anda berbagi, semakin tulus anda memberi, maka kebaikan itu akan menjadi berlipat-lipat kembali pada diri anda sendiri. Tak ada yang sia-sia kebaikan yang anda lakukan dengan tulus. Lihat saja para abdi dalem pasarean agung Imogiri dan Kotagede, serta makam-makam besar lainnya. Mereka walaupun hanya mendapat gaji Rp. 36.000 / bulan, tetapi hidupnya selalu kecukupan, ayem tentrem, selamat, dan anak turunnya yang ngunduh anugrah keberuntungan. Anak-anak mereka banyak yang menjadi pengusaha sukses, pejabat, dan orang-orang penting di negeri ini. Bahkan apabila kita turut bersedekah kepada para abdi dalem tersebut, maka safa’at dan berkahnya akan sumrambah / mengalir pada diri kita sendiri dan keluarga. Bila anda sedang ada rezeki berlebih alokasikan dana anda untuk menyumbang perawatan atau perbaikan makam. Tak ada yang sia-sia, uang anda tidak akan berkurang justru bertambah melalui pintu-pintu rejeki manapun seiring dengan ketulusan yang anda berikan. Begitulah efek resonansi dari kebaikan yang kita lakukan akan berlaku.
  10. Nyawiji. Nyawiji atau satu tujuan. Terutama apabila anda berencana ziarah ke makam leluhur besar, jangan hanya menjadi ampiran atau sekedar mampir saja. Atau bukan menjadi tujuan utama. Niatkan dan rencanakan untuk marak sowan kepada para leluhur besar. Berangkat dari tempat tinggal anda tidak boleh mampir-mampir kecuali berhubungan dengan acara ziarah misalnya membeli uborampe seperti bunga setaman dst. Atau anda menjemput orang yang turut berziarah di tempat yang sama. Selain urusan yang berkaitan ke makam hendaknya jangan dikerjakan. Sepulang anda dari makam, barulah boleh mampir untuk makan, itupun jika benar-benar merasa lapar. Jika tidak, sebaiknya lanjutkan perjalanan sampai tiba di rumah/tempat di mana anda tinggal. Barulah setelah itu anda pergi untuk acara-acara lainnya. Pernah suatu ketika saya hendak pergi ziarah ke Kotagede. Tetapi saya mampir ke bandara untuk mengantar ortu mau pergi ke Sumbar. Setelah itu baru ke pasarean agung Imogiri. Sampai di depan pintu gerbang, kami serombongan mendapati jalan ditutup dengan portal. Rombongan kami juga tidak melihat satupun abdi dalem yang tampak padahal sebelumnya saya sudah pesan ke juru kunci KPH Soerjonagoro mau ziarah hari itu. Dan sudah diberi tahu jika para abdi dalem sudah menunggu kedatangan rombongan kami di atas (di makam). Akhirnya kami memutuskan untuk pulang. Saat berbalik arah saya mendengar suara yang saya kenal sebelumnya yakni salah satu leluhur besar yang sumare (dimakamkan) di makam tersebut. “kalian pulang saja, para leluhur tidak berkenan menerima kehadiranmu hari ini, lain kali saja datang kemari karena kalian telah lupa melanggar wewaler”. Saya hanya bisa berkata “nyuwun gunging pangapunten dan sendiko dawuh. Saya kemudian telpon juru kunci katanya masih ditunggu para abdi dalem di atas. Bahkan saya sempat telpon salah satu abdi dalem ternyata memang mereka menunggu bahkan salah satu abdi dalem telah siap sejak pagi hingga saat ini di pintu gerbang menunggu kehadiran kami. Tapi kami semua seperti ditutup pandanganya, begitu pula para abdi dalem.
KONSISTEN DAN BERPOSITIF THINKING

Pada saat anda menjalani “laku prihatin” banyal kendala yang menjadi batu ujian apakah hati anda tetap teguh atau mudah patah arang. Rasa bosan dan jenuh kadang menghinggapi perasaan manakala anda menunggu keajaiban/mukjizat yang belum juga muncul seperti yang anda bayangkan. Walau tidak selalu, namun terkadang anda justru merasakan kehidupan yang anda jalani terasa semakin berat. Untuk itu saya hanya bisa menyampaikan pengalaman sendiri dengan harapan siapa tahu bermanfaat buat para sahabat yang saat ini tengah menjalani laku prihatin.
  1. Bosan dan Jenuh. Perasaan ini biasa menghinggapi orang-orang yang tengah menjalani laku prihatin dalam rentang waktu yang cukup lama namun belum menampakkan hasil yang diharapkan. Jangan keburu berburuk sangka. Sebab terkadang kita salah menafsirkan semua itu. Tidak setiap orang bisa nggayuh kawicaksanane Gusti. Harapan yang kita sangka baik belum tentu baik untuk diri kita. Sebaliknya, keadaan yang seolah tampak kurang baik, namun akan berujung menjadi sesuatu yang indah pada akhirnya. Lebih indah daripada yang kita harapkan sebelumnya. Untuk itu, sikap yang kita perlukan adalah lebih eling dan waspada, lakukan saja tapa ngeli, sabar, tulus, dan selalu berprasangka baik. Jika sudah sabar hendaknya lebih sabar lagi. Jika sudah tulus hendaknya lebih tulus lagi. Sebab semakin dekat anugrah agung yang kita harapkan, godaannya akan semakin berat pula. Berupa rasa bosan, habis uang, jenuh, lupa, dan pupus harapan. Semakin dekat anugrah untuk kita, semakin berat juga jalan yang harus dilalui.
  2. Hidup Terasa Semakin Berat. Lebih hati-hatilah apabila setelah sekian lama anda menjalani “laku prihatin” telah merasakan hidup yang semakin berat. Jangan sampai banyak menggerutu, berkeluh kesah, marah-marah. Rumus Tuhan sama halnya kodrat alam. Manakala akan terjadi rob maupun tsunami, lautpun pasti surut terlebih dulu. Saat musim hujan mulai tiba, sumur-sumur justru surut airnya bahkan mengering. Tapi sebulan kemudian airnya kembali penuh bahkan menjadi sangat berlimpah ruah. Ibarat anda akan melompat jauh ke depan, pasti anda memerlukan ancang-ancang atau kaki anda mundur beberapa langkah ke belakang setelah itu kencang berlari untuk mendapatkan loncatan yang jauh ke depan. Saat anda menaiki tangga, pasti terasa berat sekali. Namun saat anda meraih puncaknya, hati menjadi lega, gembira, perasaan puas yang mampu menghilangkan segala keletihan-keletihan. Itu artinya, pada saat anda akan mengalami loncatan menggapai anugrah dan kemuliaan hidup yang tinggi pasti butuh pengorbanan yang tidak ringan. Sebab tak ada anugrah yang gratis. Semua perlu tebusan berupa keprihatinan termasuk di dalamnya lara-lapa, lara-wirang, tapa-brata, tapa-ngrame dan harus disertai pula dengan tapa-ngeli. Semakin besar anugrah, semakin besar pula tebusannya. Penderitaan, keprihatinan, dipermalukan orang lain, sikap menahan diri dan mawas diri, giat dalam membantu dan menolong sesama, semua itu bagaikan anda mengumpulkan modal yang akan digunakan untuk menebus anugrah agung.
  3. Jangan Berkeluh-Kesah. Pada saat anda sedang “mengumpulkan modal”, sedang mengalami “ancang-ancang” yang anda rasakan begitu berat, hendaknya lebih berhati-hati agar supaya jangan sampai suka menggerutu atau sikap tidak tulus menjalani keprihatinan tersebut. Keluh kesah, menggerutu hanya akan membatalkan anugrah yang sudah dekat menunggu anda. Sebaliknya, bangunlah sikap bisa-o rumangsa, jangan mentang-mentang rumangsa bisa.
Beberapa Contoh Kejadian Bermakna

Berikut ini kami kemukakan beberapa pengalaman yang kebetulan saya alami sendiri saat berziarah dan apa yang dialami oleh orang-orang terdekat saya. Saya yakin di antara anda semua para pembaca yang budiman pasti memiliki pengalaman-pengalaman yang hampir senada. Dengan sangat kiranya berkenan memaparkan pengalaman panjenengan di sini dengan harapan dapat menambah referensi bagi sahabat-sahabat yang lainnya.
  1. Kebiasaan di antara peziarah adalah mengambil bunga kanthil dan telasih di atas batu nisan (khususnya di pasarean Agung Kota Gede dan Imogiri). Bunga kanthil bermakna mengikat rasa selalu terhubung dengan para leluhur. Diharapkan dapat mencontoh perilaku baik para leluhur semasa hidupnya. Bunga kanthil berarti tansah kumanthil. Yang kumanthil adalah hatinya. Sukur-sukur berkahnya (safa’atnya) dapat “kanthil” (mengikuti) sumrambah mengalir ke dalam jiwa raga si peziarah. Bunga Telasih bermakna welas asih, dengan harapan dapat kawelasan atau belas kasih dari Gusti Hyang Manon. Belas kasih pula dari para leluhur yang akan njangkung dan njampangisetiap langkah kita agar tidak salah langkah menjalani proses kehidupan yang sangat pelik ini. Apabila kita beruntung, tidak mengambilpun akan mendapatkannya. Biasanya ketahuan setelah sampai di rumah, di rambut, saku, atau lipatan baju ada sebuah bunga kanthil yang benar-benar kantil, menempel di badan. Bunga kanthil dan telasih sebaiknya disimpan di laci kantor, di lemari baju, atau di dalam tas dan dompet. Biarkan sampai kering dengan sendirinya. Banyak kejadian di makam keramat saat berziarah yang bisa menjadi perlambang dan merupakan jawaban bagi peziarah. Misalnya beberapa waktu lalu saat saya ziarah ke Gusti Amangkurat Amral, ada seekor tikus pithi (tikus rumah yang bersih dan ukurannya kecil sekali) berlari mengelilingi tiang di dalam makam. Tikus itu lalu kembali ke hadapan saya dan menaiki batu nisan yang hanya berjarak sekitar 60 cm di hadapan saya. Lalu tikus pithi tersebut menggigit sehelai bunga telasih, selanjutnya tikus pithi tanpa ada rasa takut sedikitpun berdiri dengan dua kaki sambil menggigit bunga telasih dengan wajahnya menatap wajah saya seolah mengajak berkomunikasi. Pelan-pelan bunga telasih saya ambil dari mulut si tikus. Lalu tikus tersebut kembali turun dari atas batu nisan dan tak tampak lagi batang ekornya. Ternyata sehelai bunga telasih tersebut memiliki energi metafisik yang luar biasa besarnya. Bagi peziarah yang lainnya, kejadian itu dianggap lucu dan aneh. Namun apa yang saya lihat secara metafisik sungguh berbeda. Tikus tersebut merupakan ejawantah dari abdi dalem ataupenderek Gusti Amangkurat Amral sewaktu masih hidup di dimensi bumi. Pengalaman lain, terkadang ada orang yang ingin mengambil bunga kanthil tapi tidak mendapatkan satupun walau taburan bunga di atas batu nisan sudah diacak-acaknya. Sementara yang mencari belakangan malah mendapatkan bunga kanthil dengan mudahnya. Semua itu dapat menjadi pertanda dalam bentuk kiasan. Jika kita mengalami hal demikian hendaknya segera mengkoreksi diri, mengevaluasi diri akan tindakan, harapan, dan suatu tujuan yang direncanakan.
  2. Sensasi Rasa Yang Aneh. Terdapat banyak kejadian yang tak bisa dilihat namun bisa dirasakan. Misalnya anda merasa terdorong ke depan atau ke belakang hingga hampir jatuh, padahal tidak ada orang lain yang mendorong anda. Kejadian lain yang hampir serupa misalnya anda merasakan ada hantaman energi yang sangat kuat tiba-tiba menghunjam dan merasuk ke dalam dada/tubuh anda. Perasaan lainnya misalnya anda merasakan merinding di ubun-ubun, terasa hangat/panas di punggung dsb. Semua itu sebagai sinyal anda mendapatkan sesuatu biasanya semacam tenaga dalam, kekuatan, ketabahan, keteguhan, dan bisa jadi berupa kesaktian. Apabila sensitifitas mata batin anda sudah terlatih tidak menutup kemungkinan akan tahu manakala anda diberikan restu dari leluhur. Misalnya anda melihat sosok orang yang berdiri di hadapan anda, dengan tangan posisi telungkup di atas kepala anda, itu tandanya leluhur sedang memberikan doa-restu (sawab-donga-pangestu) atas apa yang anda harapkan dan cita-citakan selama ini.
  3. Terlelap Ketiduran. Pernah ada kejadian manakal saya mengajak sedulur berziarah sebut saja si A saat duduk manembah di samping pusara, tiba-tiba terlelap ketiduran. Namun saat si A ketiduran ia merasakan suatu peristiwa dahsyat. Ia diajak oleh seorang laki-laki tinggi langsing mengenakan pakaian raja. Ia diajak ke suatu tempat yang sangat indah, diperkenalkan apa namanya, diberitahu apa kunci rahasianya dalam menjalani kehidupan ini agar supaya ia kelak bisa berada di tempat yang menyenangkan tersebut. Saat kejadian itu si A merasa diajarkan suatu ilmu lengkap dengan teknis penerapan dan kegunaannya. Beberapa bulan berikutnya si A sudah pandai mengolah dan menerapkan ilmu sejati yang diberikan oleh leluhur tersebut saat raganya ketiduran dan sukmanya di bawa masuk ke dimensi alam para leluhur.
Masih banyak peristiwa-peristiwa yang sangat panjang jika diceritakan satu persatu. Baik saya alami sendiri maupun dialami oleh para sahabat. Setiap peristiwa yang pernah anda alami silahkan untuk “dionceki” dikupas secara detil dan mendalam. Banyak pelajaran di balik peristiwa-peristiwa. Jagad raya yang fisik maupun metafisik merupakan kitab suci yang tak tertuliskan. Kitab suci yang tidak dicemari oleh ragam bahasa manusia. Alias SASTRA JENDRA. Sebuah papan tanpo tulis.

OTORITAS TUHAN atau MANUSIA ?

Kiat-kiat di atas penting untuk diketahui, sebab banyak orang yang mengalami kesalahan fatal dalam melangkah sehingga mengalami kegagalan menjelang garis finis. Kesalahan fatal justru terletak pada saat konsentrasi seseorang terlalu fokus pada hasil yang diharapkan. Jangan berkonsentrasi pada hasil, namun berkonsentrasilah pada prosesnya. Kodrat Hidup tidak terjadi secara tiba-tiba tanpa adanya rangkaian sebab. Kodrat hidup ditentukan oleh rangkaian sebab yang merupakan proses kehidupan. Hubungan antara proses kehidupan dengan hasil akhir merupakan kesatuan rumus-rumus tuhan atau hukum alam. Semua hukum alam menyiratkan makna di mana hasil yang gemilang merupakan hadiah atas rangkaian proses yang indah dan menawan. 

Maka mainkanlah bola secara cantik dan indah, supaya pintu kemenangan yang gemilang terbuka lebar. Manusia mempunyai otoritas penuh dalam menjalani proses demi proses kehidupan yang teramat kompleks. Kepasrahan total dalam arti menyerahkan sepenuhnya PROSES tersebut kepada tuhan, sama halnya sikap dalam keputusasaan, alias sikap fatalistik yang teramat parah. Kreatifitas, kemauan, inisiatif semuanya menjadi musnah. Sama saja dengan anggapan yang salah kaprah akan kemutlakan kodrat tuhan di mana tuhan menetapkan jam berapa anda buang hajat besar, kapan anda pipis, detik berapa anda akan garuk-garuk kepala karena salah tingkah. Kesuksesan tak lepas dari proses. Proses adalah mutlak pilihan dan otoritas manusia agar supaya manusia tidak ngenak-enak mau enaknya sendiri. Menjalani Laku Prihatin sama halnya kita sedang menjalani sebagian dari proses tersebut.

MEMBANGUN “ LAKU PRIHATIN” , MENGGAPAI SUKSES LAHIR BATIN
  1. Jadilah seorang yang berbakti kepada orang tua. Saya sudah buktikan sendiri, dan menyaksikan apa yang saya alami dan dialami oleh rekan-rekan, para sahabat saya yang kehidupannya mapan, yang sukses lahir batin. Pastilah mereka adalah anak paling berbakti kepada kedua orang tuanya.
  2. Jangan sampai panjenengan menjadi generasi penerus yang durhaka kepada para leluhur yang menurunkan anda.
  3. Rubahlah prinsip menjalani kehidupan ini untuk menjadi berkah bagi sesama manusia, makhluk gaib, hewan, lingkungan alam. Dengan dasar rasa welas asih.
  4. Lakukan donodriyah.
  5. Sadar atau tidak, sengaja atau tidak, hidup musti selalu hati-hati, jangan sampai kita menyakiti hati orang lain. Usahakan sebisa mungkin dan lakukan setiap saat di manapun anda berada.
POINT SATU

“Berbakti kepada kedua orang tua merupakan pintu gerbang mencapai kesuksesan hidup di dunia maupun kehidupan setelah ajal.”

Kita harus selalu lapang hati untuk berbagi rejeki kepada orang tua. Jangan pelit, jangan terlalu perhitungan materi dengan ortu. Jangan sampai kita dalam gelimang harta sementara ortu kita dalam gelimang derita. Bahkan jika anda harus memberikan seluruh penghasilan anda sebulan, atau beberapa bulan demi menyelamatkan jiwa ortu. Jangan pernah berpamrih bila memberikan sesuatu kepada ortu, apalagi hanya sekedar uang banyak. Jangan pernah mentang-mentang pula hanya karena anda sudah mampu memberi banyak sekali pada kedua ortu. Kita musti sadar diri, setiap anak pasti “berhutang” kepada ortunya, adalah hutang yang tak pernah bisa kita lunasi sampai kapanpun, sekalipun dengan ratusan milyar atau trilyun rupiah. Karena hutang kita berupa hutang darah, dan hutang, nyawa.

Jalan untuk berbakti kepada ortu ada banyak cara, misalnya dengan bersikap persuasif, sopan santun, menentramkan hati, sekalipun anda tidak setuju dengan saran dan permintaan ortu yang keliru atau tidak tepat. Bila ortu kita keliru, ingatkan dan luruskan dengan cara-cara yang jauh lebih arif dan bijaksana, melebihi kearifan sikap ortu terhadap anak. Ini sangat tidak mudah, namun seorang anak teladan dan berbakti dituntut bisa melakukannya.

Namun demikian, pengorbanan material anda demi keselamatan jiwa raga orang tua, merupakan “project” paling besar efeknya pada kesuksesan hidup anda sendiri. Karena sedekah harta dengan setulus hati merupakan perbuatan yang relatif paling sulit dilakukan manusia di bumi ini. Karena harta adalah barang yang selalu dicari setiap orang, bahkan tidak dengan cara yang mudah. Setelah dengan susah-payah mendapatkan uang, pada akhirnya digunakan untuk menutup kebutuhan darurat ortu. Walau anak kandung sendiri, kenyataannya banyak sekali yang tanpa sadar, sikap perbuatannya sangat tega kepada ortu. Inilah wujud anak durhaka secara terselubung. Anak demikian, pasti tidak akan luput dari kesialan dirinya sendiri. Laku perbuatannya sendirilah yang mendatangkan sebel sial.

Kuncinya : Seberapapun harta/uang yang anda berikan untuk menyelamatkan jiwa raga ortu anda, harta anda justru tidak akan habis. Bahkan harta anda akan berlipat ganda melalui berbagai pintu-pintu rejeki.”

Contoh ; Setelah anda menyelamatkan jiwa, mengobati, mengobatkan, atau membayar seluruh beaya berobat ortu tanpa berkeluh kesah, dilakukan setulus hati, sepenuh jiwa raga, dan tanpa ada rasa khawatir hidup anda menjadi melarat, maka setelah itu pintu rejeki anda seperti terbuka. Berbagai urusan menjadi mudah. Kran-kran rejeki seperti dibuka bersamaan. Lakukan saja dengan tulus tanpa perasaan takut uang anda habis, dan saksikan sendiri mujizat di balik itu.

POINT DUA ;

Berbakti kepada kedua orang tua merupakan pintu gerbang mencapai kesuksesan hidup. Sedangkan berbakti kepada para leluhur merupakan pintu gerbang meraih kesuksesan hidup, dan pintu gerbang paling mudah ke dalam interaksi dengan rahasia gaib”.

Jika anda percaya dan menghargai prinsip anak yang harus berbakti kepada ortu, maka tidak akan lepas dari prinsip kita musti berbakti kepada orang-orang yang menurunkan kita. Leluhur adalah para pendahulu kita yang sudah hidup di alam kehidupan sejati tanpa ragawi. Leluhur dekat adalah orang-orang yang menurunkan kita sebagai generasi penerus kehidupan ini. Apabila ortu sudah meninggal dunia, ortu disebut pula sebagai leluhur paling dekat. Cara-cara berbakti kepada leluhur, pada hakekatnya sama dengan berbakti kepada ortu. Hanya saja, teknis dan medianya yang berbeda. Karena leluhur sudah tidak mengurusi urusan duniawi kecuali untuk urusan yang darurat.

Cara berbakti kepada para leluhur ;
  1. Mendoakan ; Mendoakan di sini saya artikan sebagai upaya penyelarasan, sinergisme, yakni menyambung tali rasa dengan para leluhur yang anda doakan. Jika berdoa diartikan sebagai sarana PERUBAH NASIB para leluhur di alam kehidupan sejati, sejauh yang saya saksikan (tidak sekedar yakin) efeknya sangat tidak signifikan. Sebab nasib manusia di alam kehidupan sejati sudah paten, nasib kita kelak di alam keabadian mutlak ditentukan pada saat kita hidup di dunia ini. Maka sebaiknya kita lebih berhati-hati menjalani kehidupan ini. Berdoa untuk para leluhur bisa dilakukan dari rumah sembari tiduran leyeh-leyeh, atau sambil meditasi. Tetapi jika dilihat dari tingkat tantangan dan kesulitannya, maka mendoakan dari rumah belum termasuk kategori laku prihatin yang berkualitas tinggi. Sangat berbeda bila anda harus jauh-jauh pulang kampung lalu mendatangi makamnya, kemudian anda bersihkan, dan merawat makamnya. Tentu cara ini memiliki efek yang jauh lebih besar bagi kehidupan anda, daripada doa dari rumah hanya sekedar ucapan lisan tanpa ada action yang konkrit.
  2. Tindakan Konkrit ; Tindakan konkrit berbeda dengan berdoa yang hanya berupa getaran jiwa yang diucapkan melalui lisan (apalagi doa yang hanya sekedar lips service). Tindakan konkrit ini adalah upaya kita berbakti kepada para leluhur dengan cara mewujudkannya dalam tindakan nyata. Jawa itu jawabe. Maksudnya, tidak hanya sekedar mulut atau omong doang, tetapi harus dengan jawabe, atau pembuktian secara nyata. Dilakukan berbagai tindakan konkrit, dengan tujuan dapat menyambung tali rasa sejati kita dengan rasa sejati para leluhur yang sudah di alam kelanggengan. Tindakan-tindakan konkrit yang bisa dilakukan antara lain ;
  • Mengunjungi/menziarahi makam leluhur dimulai dari leluhur terdekat. Leluhur yang menurunkan sukma dan darah dalam jiwa dan raga kita. Kemudian leluhur bangsa yang menurunkan bumi pertiwi, para leluhur yang dulu sangat ketat menjaga kelestarian dan keseimbangan alam, sehingga sekarang masih bisa kita nikmati. Saat ziarah kita melakukan perenungan/refleksi betapa besar jasa para leluhur yang sudah mewariskan harta dan pusaka warisan berupa ilmu, harta benda, tanah perdikan, bumi pertiwi yang hingga kini masih bisa kita semua nikmati. Kita contoh laku prihatin beliau sewaktu masih hidup di bumi, agar supaya anak turun kita kelak masih bisa menikmati tanah pusaka yang saat ini kita jaga kelestariannya.
  • Taburkan bunga setaman, bunga-bungaan di pusara para leluhur sesuai adat dan tradisi masing-masing daerah. Bunga memiliki banyak arti dan makna, seperti sudah sering saya kemukakan diMedia Tanya Jawab dan posting saya tentang Bancakan Weton. Selain itu, bunga-bunga tabur akan membuat indah dan wangi makam. Kita hargai dan luhurkan makam leluhur agar supaya berbeda dengan kuburan binatang, dan menghilangkan kesan kusam dan menyeramkan. Bagi anda yang takut dengan hantu-hantu makam, hal itu sebenarnya tak beralasan. Sebab hantu tidak akan bertempat tinggal di kuburan. Tetapi di lingkungan luar sekitar kuburan. Misalnya makam Jerukpurut Jakarta Selatan yang terkenal angker, siangpun tampak berkeliaran karena memang saerahnya, jadi bukan bermaksud menganggu atau menakuti orang. Tetapi makhluk halus tersebut tidak singgah di dalam kuburannya, melainkan tinggal di lingkungan luar makam. Kalau mau cari “aman” (tidak melihat) ya justru masuklah ke dalam makam.
  • Sesaji. Sesaji di sini dimaksudkan sebagai simbol penyambutan (gayung bersambut), atau sikap penghormatan dan peluhuran terhadap para leluhur yang menurunkan kita, para leluhur perintis bangsa, dan leluhur manapun jika ada yang berkenan menengok (rawuh) ke rumah kita. Pada malam-malam tertentu, para leluhur “turun ke bumi” mengunjungi anak turunnya. Barangkali peristiwa ini sepadan dalam tradisi Hindu dengan apa yang dikatakan “para Dewa turun dari kahyangan”. Atau barangkali dalam tradisi Islam dikatakan para malaikat turun dari langit. Saya tidak mempersoalkan ragam terminologi tersebut. Saya hanya menekankan bahwa peristiwa tersebut bukan hanya sekedar mitologi tetapi sungguh ada dan nyata. Adapun malam-malam saat rawuhnya para leluhur berkunjung menengok anak turun dalam tradisi nusantara adalah setiap malam Selasa (Kliwon), Kamis malam atau malam Jumat (Legi dan Kliwon), dan pada malam-malam lainnya apabila ada sesuatu yang sifatnya darurat, misalnya memperingatkan anda melalui mimpi karena akan datang marabahaya, dan pada saat akan memberikan dawuh kepada anak turun yang dijangkungnya. Oleh sebab itu, idealnya kita siapkan sesaji setiap malam-malam khusus tersebut, atau minimal sebulan sekali ambil waktu malam Jumat Kliwon, atau malam Selasa Kliwon, atau malam Jumat Legi (malam agung khusus untuk para leluhur). Adapun sesaji yang disiapkan adalah ;teh tubruk, kopi tubruk disuguhkan dalam gelas/cangkir tanpa ditutup. Lalu siapkan kembang setaman (kantil, melati, kenanga, mawar merah dan mawar putih). Saat anda beli bunga, pungut saja sendiri bunga-bunga sesuai dengan gerak keinginan hati anda lalu bayar berapa harganya tanpa menawar. Sebelumnya minta ijin penjual bunga, kalau mau pilih bunga sendiri yang bagus karena untuk syarat, biasanya penjual bunga sudah sangat memahami. Tetapi anda JANGAN MENAWAR berapapun harga bunganya. Sebab hal ini untuk mengetes seberapa besar ketulusan anda untuk berbakti kepada para leluhur. Untuk lebih lengkapnya siapkan secuil menyan madu (jika baunya akan menganggu, tak perlu dibakar), bisa pula dengan dupa manten (ratus). Menyan madu di sini bukan makanan setan/makhluk halus. Tetapi sebagai pertanda, woro-woro, atau tetenger (kode isyarat) bahwa kita sedang meluhurkan para leluhur yang kita hormati. Semua sesaji tersebut haturkan dengan kalimat berikut ;
“Kepareng ngaturaken pisungsun sekar arum gondo arum, menyan madu (ratus/dupa manten) dumateng para leluhur ingkang sami nurunaken kula (lan simah kula; bila sudah berumahtangga). Sugeng rawuh, mugya kersa tansah njangkung lan njampangi lampah kula sekeluarga. Tansah manggih wilujeng rahayu ingkang tinemu, bondo lan bejo kang teko. Sedaya saking kersaning Gusti.

Hubungan dengan para leluhur harus kita lakukan seperti MENJEMPUT BOLA. Karena kehidupan para leluhur sudah pindah ke alam lain, sudah tidak mengurusi urusan duniawi, kecuali untuk urusan anak turunnya. Dan juga untuk urusan yang bersifat DARURAT. Artinya kita tidak bisa main-main hanya untuk suatu urusan yang sepele. Semakin cuek apalagi tidak tidak percaya kita kepada para leluhur, maka diri kita akan semakin jauh dari tali rasa dengan para leluhur. Orang-orang yang antipati, yang menentang, dan tidak mempercayai peran leluhur, akan sulit sekali memahami hakekat kehidupan ini. Yang dilakukan hanyalah meraba-raba dalam ketidakjelasan, hanya dengan modal keyakinan membabi buta dan mudah terjebak fanatisme yang mengungkung kesadaran mikro dan makrokosmos. Bahkan dalam konteks tertentu, hubungan dengan leluhur sangat dikharamkan. Hal itu tidak lain karena akan membongkar rahasia gaib yang dapat meruntuhkan status quo, keyakinan yang mapan yang sudah didukung oleh kekuatan politik, tetapi ia hanyalah keyakinan dengan cara membabi buta. Konsekuensinya, pikiran, hati, dan jiwanya terkunci rapat dari luasnya ilmu pengetahuan Ilahi. Sehingga sesuatu yang lain dari apa yang sudah diyakininya dianggap sesat dan salah. Padahal dirinya belum pernah merasakan “pergi” ke alam gaib untuk menyaksikan sendiri hakekat apa yang terjadi. Akhirnya, penyesalan mendalam terjadi setelah jasadnya mati. Dan penyesalan itu sudah tak berfungsi apa-apa selain menyiksa dirinya sendiri.

3. Puasa mutih seumur hidup.

Belum lama saya mendapat wejangan dari Kanjeng Ratu Batang, garwa padmi Kanjeng Sultan Agung Prabu Hanyakrakusuma. Pada waktu itu beliau juga berpesan beberapa hal, di antaranya mengenai 2012 yang tidak perlu dikhawatirkan. Nah, wejangan paling utama, adalah apa hakekat puasa mutih. Puasa ini jauh lebih berat daripada tidak makan apa-apa selama 12 jam dalam sehari. Sebab, rasa nasi putih jika dimakan dalam kondisi perut juga lapar, sangat tidak enak, menimbulkan emosi, perasaan yang galau dan berat. Namun jika kita bisa melakukan dengan penuh kesabaran, maka hasilnya akan bagus sekali untuk menjaga keseimbangan diri lahir batin, dan terutama mematangkan jiwa. Puasa mutih seumur hidup, bisa kita lakukan dengan cara : sewaktu kita mau makan, kita mengambil nasi putih saja dalam piring. Kemudian kita persilahkan para leluhur untuk makan bersama (ngaturi dahar para leluhur), sambil makan nasi putih saja sebanyak tiga kali suap. Setelah itu, barulah nasi putih dituang pake kuah, diberi lauk pauk dan makanlah seperti biasanya. Saat anda makan usahakan jangan menambah nasi dan lauk-pauknya. Berapapun nasi dan lauk yang anda ambil, harus dihabiskan. Jika nasi putih habis lebih dulu, anda jangan menambah nasi putih dermi menghabiskan lauk. Sebaliknya, jika lauknya habis duluan, jangan menambah lauk pauk untuk mengabiskan nasi. Hal ini juga utk melatih kecermatan dalam mengendalikan nafsu makan. Jika nasi dan lauk sudah habis, jangan menambah makan lagi, kecuali minum dan buah-buahan. Usahakan agar supaya anda berhenti makan sebelum perut merasa kenyang, sisakan ruang untuk air minum dan buah jika ada buah-buahan.

4. Bersihkan/buang. 

Bersihkan dan buang semua sampah dari dalam bak, dan sampah-sampah yang ada di dalam rumah. Agar rumah dalam kondisi bersih pada saat para “tamu” sudah hadir untuk menengok anak turunnya.

5. Penuhi bak mandi/kulah dengan air sampai luber. 

Jika airnya belum meluber kran air jangan dimatikan. Saat anda menghidupkan kran air atau menimba air, dalam hati ucapkan ;

“Niat ingsun ngebaki kulah/bak mandi, supaya omah iki kebak rejeki, kebak berkah, slamet sakabehane, sumrambah kanggo wong sak omah lan tiyang kathah, wong-wong kang kepradah, lan kabeh titahing Pengeran .”

(Niat ingsun memenuhi bak mandi, supaya rumah ini penuh rejeki, penuh berkah, selamat semuanya, meluber ke seluruh anggota keluarga, meluber kepada sesama, kepada yang membutuhkan pertolongan, dan kepada seluruh makhluk).

6. Lakukan prihatin cegah guling, atau melek-melek. 

Jangan sampai tertidur sebelum jam 24.00 (12 malam). Setelah jam 12 malam, keluarlah di halaman rumah anda untuk melakukan meditasi sebentar. Posisi meditasi bisa sambil duduk atau berdiri yang penting konsentrasi dengan tujuan maneges pada SEDULUR PAPAT KEBLAT dan KE-LIMA ; PANCER anda. Caranya : sebelum mulai (sebagai pembukaan), hentakkan kaki/tumit ke tanah 3 kali (boleh memakai sandal atau tidak) kemudian lakukan di bawah ini :
  1. Hadap ke TIMUR sambil mengucap ; kadangku kang ono ing keblat WETAN, ewang-ewangono aku, cedakno rejeki kang isih adoh, bukaken kang wis cedak. Wilujeng rahayu kang tinemu, bondo lan bejo kang teko.
  2. Hadap ke UTARA sambil mengucap ; kadangku kang ono ing keblat LOR, ewang-ewangono aku, cedakno rejeki kang isih adoh, bukaken kang wis cedak. Wilujeng rahayu kang tinemu, bondo lan bejo kang teko.
  3. Hadap ke BARAT sambil mengucap ; kadangku kang ono ing keblat KULON, ewang-ewangono aku, cedakno rejeki kang isih adoh, bukaken kang wis cedak. Wilujeng rahayu kang tinemu, bondo lan bejo kang teko.
  4. Hadap ke SELATAN sambil mengucap ; kadangku kang ono ing keblat KIDUL, ewang-ewangono aku, cedakno rejeki kang isih adoh, bukaken kang wis cedak. Wilujeng rahayu kang tinemu, bondo lan bejo kang teko.
  5. Hadap ke LANGIT lalu kepala tunduk hadap ke BUMI dan ucapkan ; PANCERKU kang ono ing LANGIT lan BUMI ewang-ewangono aku, dukno (turunkan) rejeki kang isih ono ing langit, lan jumedulno kang isih ono ing jero bumi. Wilujeng rahayu kang tinemu, bondo lan bejo kang teko. Kabeh soko kersaning Gusti.
POINT KE TIGA

Pada intinya, lakukan kebaikan kepada sesama (orang lain) dengan setulus hati, didasari rasa welas alis, welas tanpo alis. Ketulusan dan kasih sayang tanpa pamrih. Terhadap sesama manusia, terhadap makhluk yang tidak tampak (makhluk halus), terhadap hewan, tumbuhan, lingkungan alam.

POINT KE EMPAT

Donodriyah. Atau sedekah, memanfaatkan harta kita untuk membantu, menolong, meringankan beban orang lain, untuk mendukung upaya penyeimbangan alam semesta. Jika digambarkan, setiap hari kita harus memberikan walau sekedar sesuap nasi kepada orang-orang yang lapar, memberikan seteguk air minum kepada orang-orang yang kehausan. Setiap hari lakukan hal tersebut, memberi sesuap nasi dan seteguk air minum merupakan kiasan yang menggambarkan kebaikan. Dalam prakteknya pun kita sebisa mungkin memberi makan dan minum minimal kepada satu orang. Donodriyah ada 4 macam tararan, yang paling berat adalah donodriyah harta, sebab harta paling sulit dicari. Adapun ke empat donodriyah tersebut adalah sbb ;
  1. Donodriyah harta.
  2. Donodriyah tenaga.
  3. Donodriyah kata-kata, dapat berupa saran dan nasehat, tutur kata termasuk di dalamnya perilaku yang menentramkan hati sesama (kinarya karyenak ing tyas sesama).
  4. Donodriyah doa/harapan. Yakni mendoakan orang lain yang sedang menderita, mengalami musibah. Walau donodriyah doa bisa saja sangat berpengaruh terhadap orang yang kita doakan, tetapi donodriyah doa ini efeknya paling kecil terhadap kehidupan kita sendiri.
POINT KELIMA

Jangan menyakiti hati orang lain. Menyakiti hati memiliki dimensi yang luas. Termasuk di dalamnya adalah mencelakai orang lain, menganiaya, menyiksa, membuat menderita. Menyakiti hati orang lain termasuk penyakit hati yang sulit dibersihkan. Karena orang seringkali tidak merasa telah menyakiti hati orang lain. Jika tahu ada orang lain sakit hati karena ulah anda pun, biasanya anda tidak merasa bersalah, malah balik menyalahkan orang yang sakit hati karena anda tersebut, dengan dalih NIAT anda adalah BAIK. Hati-hati dengan NIAT, sebab niat seringkali dijadikan perisai diri sebagai alasan pembenar. NIAT juga merupakan pandangan yang bersifat SUBYEKTIF dari kacamata diri sendiri, niat juga tersimpan rapat jauh di dalam hati, sehingga membuat orang mudah saja mengartikan niatnya sesuai kepentingannya sendiri. NIAT memili makna BIAS yang sangat besar. Maka janganlah semata-mata mengandalkan niat untuk berbuat baik. Lebih penting adalah KONSISTENSI Adalam perbuatan. Niat baik, jalan yang ditempuh belum tentu baik/tepat, hasilnya pun belum tentu baik. Sebaliknya niat buruk, ditempuh tidak selalu melalui jalan yang buruk, hasilnyapun belum tentu buruk. Jadi, mari kita lihat saja manifestasi perbuatan dan AKIBAT yang ditimbulkan. Sebab, akibat yang ditimbulkan inilah yang sangat menentukan kemuliaan hidup anda di bumi maupun setelah mati.

AKHIR KALIMAT

Rangkaian “laku” di atas sebagai upaya penyatuan diri pribadi atau Jagad Kecil dengan alam semesta atau Jagad Besar, meliputi unsur gaib dan wadag. Mensinergikan diri dengan PANCERING diri yakni GURU SEJATI anda sendiri (nuruti kareping rasa/rasa sejati). Jika antara kehendak rasa sejati dengan perbuatan sudah sinkron, hal itu akan menjadikan “doa” yang tak terucapkan tetapi berlangsung sepanjang waktu. Khusus untuk POINT KEDUA jika anda jalani minimal 7 kali setiap malam Jumat atau Selasa, atau anda jalani selama 7 bulan berturut turut, anda bisa merasakan dan menyaksikan sendiri perubahan yang jauh lebih baik pada diri anda sendiri. Bahkan selama anda melakukan ritual “laku” prihatin di atas, anda akan menemui berbagai anugrah dan mujizat Tuhan. Anda akan mendapat kemudahan dalam meraih kesuksesan lahir dan batin, di muka bumi maupun dalam kehidupan sejati setel;ah mati. Kebahagiaan dan kesuksesan anda adalah kebahagian saya pula. Sekali lagi, bahwa apa yang saya kemukakan di atas, bukan sekedar teori, tetapi sudah saya buktikan sendiri hingga saat ini, saya mencapai tataran di mana tidak lagi mecari uang, tetapi dicari uang. Saya ingin anda mengalami seperti apa yang saya alami. 

Dengan laku prihatin seperti di atas, membuat diri kita semakin dipercaya untuk tempat singgahnya rejeki dan kemudahan. Diri kita bagaikan menjadi pusat dari medan magnet, akan menebarkan dan sekaligus memiliki daya tarik bagi semua yang senyawa, semua hal yang baik pula. Hidup adalah pilihan. Sekarang tinggal mau pilih yang mana, mau menjadi medan magnet positif, maka akan menimbulkan efek positif bagi anda sendiri, sebaliknya menjadi medan magnet negatif akan mendatangkan semua unsur negatif pada diri anda. Karena banyaknya pertanyaan yang sama, maka ada baiknya jawaban ini saya persembahkan untuk seluruh pembaca yang budiman, khususnya yang mau mengambil hikmah di balik semua laku prihatin di atas.

Laku Prihatin dan Tirakat 

Kebatinan adalah mengenai segala sesuatu yang dirasakan manusia pada batinnya yang paling dalam.

Kebatinan terutama berisi penghayatan seseorang terhadap apa yang dirasakannya di dalam batinnya atas segala sesuatu aspek dalam hidupnya, termasuk yang berkenaan dengan agama dan kepercayaan, karena di dalam masing-masing agama dan kepercayaan juga terkandung sisi kebatinan yang harus dihayati dan diamalkan oleh para penganutnya. Apa saja yang dihayatinya itu selanjutnya akan bersifat pribadi, akan mengisi sikap batinnya dalam kehidupannya sehari-hari, akan menjadi bagian dari kepribadiannya.

Seseorang yang banyak menghayati isi hatinya, atau isi pikirannya, akan lebih banyak "masuk" ke dalam dirinya sendiri, menjadikan dirinya lebih "sepuh" dibandingkan jika ia mengabaikannya. Selebihnya itu akan menjadi sikap batinnya dalam kehidupannya sehari-hari, akan menjadi bagian yang sepuh dari kepribadiannya.

Ajaran kebatinan kejawen pada dasarnya adalah pemahaman dan penghayatan kepercayaan orang Jawa terhadap Tuhan. Kejawen atau Kejawaan (ke-jawi-an) dalam pandangan umum berisi kesenian, budaya, tradisi, ritual, sikap serta filosofi orang-orang Jawa. Kejawen mencerminkan spiritualitas orang Jawa. Ajaran kejawen tidak terpaku pada aturan yang formal seperti dalam agama, tetapi menekankan pada konsep “keseimbangan dan keharmonisan hidup”. Kebatinan Jawa merupakan tradisi dan warisan budaya leluhur sejak jaman kerajaan purba, jauh sebelum hadirnya agama-agama modern di pulau Jawa, yang pada prakteknya, selain berisi ajaran-ajaran budi pekerti, juga diwarnai ritual-ritual kepercayaan dan ritual-ritual yang berbau mistik. 

Secara kebatinan dan spiritual dipahami bahwa kehidupan manusia di alam ini hanyalah sementara saja, yang pada akhirnya nanti semua orang akan kembali lagi kepada Sang Pencipta. Manusia, bila hanya sendiri, adalah bukan apa-apa, bukan siapa-siapa, lemah dan fana. Karena itulah manusia harus bersandar kepada kekuatan dan kekuasaan yang lebih tinggi (roh-roh dan Tuhan), dan beradaptasi dengan lingkungan alam dan memeliharanya, bukan melawannya, apalagi merusaknya. Lebih baik untuk menjaga sikap dan tidak membuat masalah. Memiliki sedikit lebih baik, daripada berambisi mencari ‘lebih’. Dengan demikian idealisme kebatinan jawa menuntun manusia pada sikap menerima, sabar, rendah hati, sikap tahu diri, kesederhanaan, suka menolong, tidak serakah, tidak berfoya-foya / berhura-hura, dsb. Idealisme inilah yang menjadikan manusia hidup tenteram dan penuh rasa syukur kepada Tuhan.

Mereka terbiasa hidup sederhana dan apapun yang mereka miliki akan mereka syukuri sebagai karunia Allah. 
Mereka percaya adanya 'berkah' dari roh-roh, alam dan Tuhan, dan kehidupan mereka akan lebih baik bila mereka 'keberkahan'. Karena itu dalam budaya Jawa dikenal adanya upaya untuk selalu menjaga perilaku, kebersihan hati dan batin dan ditambah dengan laku prihatin dan tirakat supaya hidup mereka diberkahi. Mereka tekun menjalankan “laku” untuk pencerahan cipta, rasa, budi dan karsa.

Laku adalah usaha / upaya.

Prihatin adalah sikap menahan diri, menjauhi perilaku bersenang-senang enak-enakan. 
Tirakat adalah usaha-usaha tertentu sebagai tambahan, untuk terkabulnya suatu keinginan.

Hakekat dan tujuan dari laku prihatin dan tirakat adalah usaha manusia untuk menjaga jalan kehidupannya supaya selalu selaras dengan ajaran budi pekerti dan kesusilaan, tidak terlena dalam kenikmatan keduniawian, dan untuk menjaga agar kehidupan manusia selalu 'keberkahan', selamat dan sejahtera dalam lindungan Tuhan, agar dihindarkan dari kesulitan-kesulitan dan terkabul keinginan-keinginannya. Proses laku mendorong dan mengarahkan perilaku seseorang agar selalu bersikap positif dan menjauhi hal-hal yang bersifat negatif dan tidak bijaksana, demi menjaga keharmonisan hidup dan untuk tercapainya tujuan hidup. 

Di luar semua bentuk laku prihatin yang kelihatan mata dijalani orang, ada bentuk laku lain yang sifatnya sangat mendasar, yang mendasari semua bentuk laku prihatin yang dilakukan sehari-hari, yaitu puasa hati dan batin, senantiasa menjaga sikap hati dan batin, yang dalam kesehariannya dilakukan tanpa kelihatan bentuk lakunya dan tidak terucap di dalam kata-kata.

Laku itu adalah :
  1. Membersihkan hati dan batin dan menjaga hati yang tulus dan iklas.
  2. Hidup sederhana dan tidak tamak, selalu bersyukur atas apa yang dimiliki.
  3. Mengurangi makan dan tidur.
  4. Tidak melulu mengejar kesenangan hidup.
  5. Menjaga sikap eling lan waspada.
Di dalam tradisi spiritual kejawen, seorang penghayat kejawen biasa melakukan puasa dan laku prihatin dengan hitungan hari tertentu, biasanya disesuaikan dengan kalender jawa, misalnya puasa senin-kamis, wetonan, selasa kliwon, jum'at kliwon, dsb. 

Laku puasa tersebut dimaksudkan untuk menjadikan hidup mereka lebih 'bersih' dan keberkahan, sekaligus juga bersifat kebatinan, yaitu untuk memelihara kepekaan batin dan memperkuat hubungan mereka dengan saudara kembar gaib mereka yang biasa disebut 'Sedulur Papat', sehingga puasa itu juga untuk memelihara 'berkah' indera keenam seperti peka firasat, peka terhadap petunjuk gaib / pertanda, peka tanda-tanda alam, dsb. 

Laku prihatin pada prinsipnya adalah perbuatan sengaja untuk menahan diri terhadap kesenangan-kesenangan, keinginan-keinginan dan nafsu / hasrat yang tidak baik dan tidak bijaksana dalam kehidupan. Laku prihatin juga dimaksudkan sebagai upaya menggembleng diri untuk mendapatkan 'ketahanan' jiwa dan raga dalam menghadapi gejolak dan kesulitan hidup. Orang yang tidak biasa laku prihatin, tidak biasa menahan diri, akan merasakan beratnya menjalani laku prihatin. 

Laku prihatin dapat dilihat dari sikap seseorang yang menjalani hidup ini secara tidak berlebih-lebihan. Walaupun kepemilikan kebendaan seringkali dianggap sebagai ukuran kualitas dan keberhasilan hidup seseorang, dan sekalipun seseorang sudah jaya dan berkecukupan, laku prihatin dapat dilihat dari sikapnya yang menahan diri dari perbuatan-perbuatan yang tidak baik, tidak pantas, tidak bijaksana, dan menahan diri dari perilaku konsumtif yang berlebihan, selaras dengan apa yang benar-benar menjadi kebutuhan hidup, dan tidak melebihi batas nilai kepantasan atau kewajaran (tidak berlebihan dan tidak pamer). Menjalani laku prihatin tidak sama dengan terpaksa menahan diri karena hidup yang kekurangan. 
Laku prihatin melandasi perbuatan yang berbudi pekerti.

Prihatinnya Orang Miskin Harta. 

Walaupun seseorang kekurangan harta, tetapi dia tidak mengisi hidupnya dengan kesedihan, rasa iri dan dengki dan tidak mengejar kekayaan dengan cara tercela. Tetap hidup sederhana sesuai kebutuhannya dan tidak menginginkan sesuatu yang bukan miliknya. Walaupun tidak dapat memenuhi keinginan kebendaan duniawi secara berlebihan, tetapi tetap menjalani hidup dengan rasa menerima dan bersyukur. Dan sekalipun menolong dan membantu orang lain, tetapi dilakukan tanpa pilih kasih dan tanpa pamrih kebendaan, dengan demikian hidupnya juga memberkahi orang lain.

Filosofinya : makan untuk hidup, bukan hidup untuk makan (hewan). 
Urip iku mung mampir ngumbe thok.
Hidup seperlunya saja sesuai kebutuhan, bukannya mengejar / menumpuk harta atau apapun juga yang nantinya toh tidak akan dibawa mati ke dalam kubur.

Sekalipun mereka miskin harta, tetapi kaya di hati, sugih tanpa bandha. 
Berbeda dengan orang yang berjiwa miskin, yang sekalipun sudah berkecukupan harta, tetapi selalu merasa takut miskin, dan akan melakukan apa saja, termasuk perbuatan yang tercela, untuk terus menambah kekayaannya. 

Prihatinnya Orang Kaya Harta. 

Walaupun seseorang berlebihan harta, tetapi tidak mengisi hidupnya dengan kesombongan dan hidup bermewah-mewahan. Tetap hidup sederhana sesuai kebutuhannya dan tidak memenuhi segala keinginan melebihi apa yang menjadi kebutuhan. 
Seseorang yang kaya berlimpah harta, memiliki banyak benda yang bagus dan mahal harganya dan melakukan pengeluaran yang "lebih" untuk ukuran orang biasa, bukan selalu berarti tidak menjalani laku prihatin. Namun hidup yang bermewah-mewahan sama saja dengan hidup berlebih-lebihan (melebihi apa yang menjadi kebutuhan), inilah yang disebut tidak menjalani laku prihatin. 
Orang kaya harta, yang selalu mengsyukuri kesejahteraannya, akan tampak dari sikap hatinya yang selalu memberi 'lebih' kepada orang-orang yang membutuhkan pemberiannya, bukan sekedar memberi, walaupun perbuatannya itu tidak ada yang melihat. Dan semua kewajibannya, duniawi maupun keagamaan, yang berhubungan dengan hartanya akan dipenuhinya, seperti yang seharusnya, tidak ada yang dikurangkan.

Prihatinnya Orang Kaya Ilmu.

Orang kaya ilmu, baik ilmu pengetahuan maupun ilmu spiritual, akan menjalani laku prihatin dengan cara memanfaatkan ilmunya tidak untuk kesombongan dan kejayaan dan kepentingan dirinya sendiri, dan tidak untuk membodohi atau menipu orang lain, tetapi dimanfaatkan juga untuk menolong orang lain dan membaginya kepada siapa saja yang layak menerimanya, tanpa pamrih kehormatan atau upah. 

Prihatinnya Orang Berkuasa.

Seorang penguasa hidup prihatin dengan menahan kesombongannya, menahan hawa nafsu sok kuasa, dan tidak memanfaatkan kekuasaannya untuk kejayaan diri sendiri dan keluarganya / golongannya saja. Kekuasaan dijadikan sarana untuk menciptakan kesejahteraan bagi para bawahan dan masyarakat yang dipimpinnya. Kekuasaan dimanfaatkan untuk menciptakan negeri yang adil dan makmur, gemah ripah loh jinawi, tata titi tentrem kerta raharja, sebagaimana layaknya seorang negarawan sejati. 

Seorang politikus hidup prihatin dengan tidak hanya membela kepentingannya, kelompoknya atau golongannya sendiri, atau untuk mencari popularitas, menggoyang pemerintahan yang ada, tetapi digunakan untuk mendukung pemerintahan yang ada dan meluruskan jalannya pemerintahan yang keliru / menyimpang, untuk kepentingan rakyat banyak. 

Seorang aparat negara, aparat keamanan atau penegak hukum, hidup prihatin dengan melaksanakan kewajiban-kewajiban tugasnya dengan semestinya dan tidak menyalahgunakan kewenangannya untuk menindas, memeras, atau berpihak kepada pihak-pihak tertentu dan merugikan pihak yang lain, mencukupkan dirinya dengan gajinya dan menambah rejeki dengan cara-cara yang halal, tidak mencuri, tidak memeras, tidak meminta / menerima sogokan. 

Orang jawa bilang intinya kita harus selalu eling lan waspada. Selalu ingat Tuhan. Tetapi biasanya manusia hanya menginginkan kesuksesan saja, keberhasilan, keberuntungan, dsb, tapi tidak tahu pengapesannya.

Sering dikatakan orang-orang yang selalu ingat Tuhan dan menjaga moralitas, seringkali hidupnya banyak godaan dan banyak kesusahan. Kalau eling ya harus tulus, jangan ada rasa sombong, jangan merasa lebih baik atau lebih benar dibanding orang lain, jangan ada pikiran jelek tentang orang lain, karena kalau kita bersikap begitu sama saja kita bersikap negatif dan menumbuhkan aura negatif dalam diri kita. Aura negatif akan menarik hal-hal yang negatif juga, sehingga kehidupan kita akan semakin banyak berisi hal-hal yang negatif. Di sisi lain kita juga harus sadar, bahwa orang-orang yang banyak menahan diri, membatasi perbuatan-perbuatannya, seringkali menjadi kurang greget, kurang kreatif dan yang didapatnya juga akan lebih sedikit dibandingkan orang-orang yang tidak menahan diri. Itulah resikonya menahan diri. Tetapi mereka yang sadar pada kemampuan dan potensi diri, peluang-peluang, dsb, dan dapat secara positif memanfaatkannya dengan tindakan nyata, tidak kendo, akan juga dapat menghasilkan banyak, tanpa harus lupa Tuhan dan merusak moralitasnya.

Di sisi lain sering dikatakan orang-orang yang tidak ingat Tuhan atau tidak menjaga moralitas, seringkali kelihatan hidupnya lebih enak. Bisa terjadi begitu karena mereka tidak banyak beban, tidak banyak menahan diri, apa saja akan dilakukan walaupun tidak baik, walaupun tercela. Beban hidupnya lebih ringan daripada yang menahan diri. Mereka bisa mendapatkan banyak, karena mereka tidak banyak menahan diri.

Di luar pandangan-pandangan di atas, sebenarnya, jalan kehidupan masing-masing mahluk, termasuk manusia, sudah ada garis-garis besarnya, sehingga bisa diramalkan oleh orang-orang tertentu yang bisa meramal. Tinggal masing-masing manusianya saja dalam menjalani kehidupannya, apakah akan banyak elingdan menahan diri, ataukah akan mengumbar keduniawiannya.

Dalam tradisi jawa, laku prihatin dan tirakat adalah bentuk upaya kebatinan / spiritual / kerohanian seseorang dalam bentuk keprihatinan jiwa dan raga, ditambah dengan laku-laku tertentu, untuk tujuan mendapatkan keberkahan dan keselamatan hidup, kesejahteraan lahiriah maupun batin, atau juga untuk mendapatkan keberkahan tertentu, ilmu tertentu, kekayaan, kesaktian, pangkat atau kemuliaan hidup lainnya. Laku prihatin dan tirakat ini, selain merupakan bagian dari usaha pribadi dan doa kepada Tuhan, juga merupakan suatu 'keharusan' yang sudah menjadi tradisi, yang diajarkan oleh para pendahulu mereka. 

Ada pepatah, puasa adalah makanan jiwa. 

Semakin gentur laku puasa seseorang, semakin kuat jiwanya, sukmanya. 

Laku puasa yang dilakukan sebagai kebiasaan rutin akan membentuk kebatinan manusia yang kuat untuk bisa mengatasi belenggu duniawi lapar dan haus, mengatasi godaan hasrat dan nafsu duniawi, dan menjadi upaya membersihkan hati dan mencari keberkahan pada jalan hidup. Akan lebih baik bila sebelum dan selama melakukan laku tersebut selalu berdoa akan niat dan tujuannya, menjauhkan diri dari kondisi bersenang-senang, mendekatkan hati dengan Tuhan, puasanya dilandasi dengan sikap batin berprihatin, jangan hanya dijadikan kebiasaan rutin puasa fisik saja.

Berat-ringannya suatu laku kebatinan bergantung pada kebulatan tekad sejak awal sampai akhir. Bentuk laku yang dijalani tergantung pada niat dan tujuannya. Diawali dengan mandi keramas / bersuci, menyajikan sesaji sesuai tradisi yang diajarkan dan memanjatkan doa tentang niat dan tujuannya melakukan laku tersebut dan menjauhkan diri dari perbuatan-perbuatan jahat dan tercela. Ada juga yang melakukannya bersama dengan laku berziarah, atau bahkan tapa brata, di tempat-tempat yang dianggap keramat, seperti di gunung, makam leluhur / orang-orang linuwih, hutan / goa / bangunan yang wingit, dsb. 

Ada beberapa bentuk formal laku prihatin dan tirakat, misalnya :
1. Puasa, tidak makan dan minum atau berpantang makanan tertentu.
Jenisnya :
- Puasa Senin-Kamis, yaitu puasa tidak makan dan minum setiap hari Senin dan Kamis.
- Puasa Weton, puasa tidak makan / minum setiap hari weton (hari+pasaran) kelahiran seseorang.
- Puasa tidak makan apa-apa, boleh minum hanya air putih saja.
- Puasa Mutih, tidak makan apa-apa kecuali nasi putih dan air putih saja.
- Puasa Mutih Ngepel, dari pagi sampai mahgrib tidak makan dan minum, untuk sahur dan buka puasa 
hanya 1 kepal nasi dan 1 gelas air putih.
- Puasa Ngepel, dalam sehari hanya makan satu atau beberapa kepal nasi saja.
- Puasa Ngeruh, hanya makan sayuran atau buah-buahan saja, tidak makan daging, ikan, telur, terasi, dsb.
- Puasa Nganyep, hampir sama dengan Mutih, tetapi makanannya lebih beragam asalkan tidak 
mempunyai rasa, yaitu tidak memakai bumbu pemanis, cabai dan garam.
- Puasa Ngrowot, dilakukan dari subuh sampai maghrib. Saat sahur dan buka puasa hanya makan buah- 
buahan dan umbi-umbian yang sejenis saja, maksimal 3 buah.
- Puasa Ngebleng, tidak makan dan minum selama sehari penuh siang dan malam, atau beberapa hari 
siang dan malam tanpa putus, biasanya 1 - 3 hari.

2. Menyepi dan berdoa di dalam rumah. Tidak mendatangi tempat keramaian dan tidak menonton hiburan.
3. Menyepi dan berdoa di makam leluhur / orang-orang linuwih, dan di tempat-tempat yang dianggap keramat, 
tidak mendatangi tempat keramaian dan tidak menonton hiburan.
4. Berziarah dan berdoa di makam leluhur / orang-orang linuwih, dan di tempat-tempat yang dianggap keramat, 
seperti di gunung, pohon / goa / bangunan yang wingit, dsb. 
5. Mandi kembang telon atau kembang setaman tujuh rupa.
6. Tapa Melek, tidak tidur, biasanya 1 - 3 hari. Tidak mendatangi tempat keramaian dan tidak menonton hiburan.
7. Tapa Melek Ngalong, biasanya 1 - 7 hari. Siang hari boleh tidur, tetapi selama malam hari tidak tidur, tidak 
mendatangi tempat keramaian dan tidak menonton hiburan.
8. Tapa Bisu dan Lelono, melakukan perjalanan berjalan kaki dan bisu tidak bicara, dari mahgrib sampai pagi, 
melakukan kunjungan ke makam leluhur / orang-orang linuwih atau ke tempat-tempat keramat dan berdoa. 
9. Tapa Pati Geni, diam di dalam suatu ruangan, tidak terkena cahaya apapun, selama sehari atau beberapa 
hari, biasanya untuk tujuan keilmuan. Ada juga yang disebut Tapa Pendem, yaitu puasa dan berdiam di 
dalam rongga di dalam tanah seperti orang yang dimakamkan, biasanya selama 1 - 3 hari.
10.Tapa Kungkum, ritual berendam di sendang atau sungai, terutama di pertemuan 2 sungai (tempuran sungai), 
selama beberapa malam berturut-turut dan tidak boleh tertidur, dengan posisi berdiri atau duduk bersila 
di dalam air dengan kedalaman air setinggi leher atau pundak.

Ada beberapa bentuk formal laku prihatin dan tirakat, misalnya :

1
Puasa, tidak makan dan minum atau berpantang makanan tertentu.
Jenisnya

1.  Puasa Senin-Kamis, yaitu puasa tidak makan dan minum setiap hari Senin dan Kamis.
2. Puasa Weton, puasa tidak makan / minum setiap hari weton (hari+pasaran) kelahiran seseorang.
3.   Puasa tidak makan apa-apa, boleh minum hanya air putih saja.
4.   Puasa Mutih, tidak makan apa-apa kecuali nasi putih dan air putih saja.
5.   Puasa Mutih Ngepel, dari pagi sampai mahgrib tidak makan dan minum, untuk sahur dan buka puasa 6.      hanya 1 kepal nasi dan 1 gelas air putih.
7.  Puasa Ngepel, dalam sehari hanya makan satu atau beberapa kepal nasi saja.
8. Puasa Ngeruh, hanya makan sayuran atau buah-buahan saja, tidak makan daging, ikan, telur, terasi, dsb.
9.   Puasa Nganyep, hampir sama dengan Mutih, tetapi makanannya lebih beragam asalkan tidak 10.  mempunyai rasa, yaitu tidak memakai bumbu pemanis, cabai dan garam.
11.Puasa Ngrowot, dilakukan dari subuh sampai maghrib. Saat sahur dan buka puasa hanya makan buah- 12.  buahan dan umbi-umbian yang sejenis saja, maksimal 3 buah.
13. Puasa Ngebleng, tidak makan dan minum selama sehari penuh siang dan malam, atau beberapa hari ,14.  siang dan malam tanpa putus, biasanya 1 - 3 hari
2
Menyepi dan berdoa di dalam rumah. Tidak mendatangi tempat keramaian dan tidak menonton hiburan. 
3
Menyepi dan berdoa di makam leluhur / orang-orang linuwih, dan di tempat-tempat yang dianggap keramat, tidak mendatangi tempat keramaian dan tidak menonton hiburan 
4
Berziarah dan berdoa di makam leluhur / orang-orang linuwih, dan di tempat-tempat yang dianggap keramat, seperti di gunung, pohon / goa / bangunan yang wingit, dsb 
5
Mandi kembang telon atau kembang setaman tujuh rupa 
6
Tapa Melek, tidak tidur, biasanya 1 - 3 hari. Tidak mendatangi tempat keramaian dan tidak menonton hiburan. 
7
Tapa Melek Ngalong, biasanya 1 - 7 hari. Siang hari boleh tidur, tetapi selama malam hari tidak tidur, tidak mendatangi tempat keramaian dan tidak menonton hiburan 
8
Tapa Bisu dan Lelono, melakukan perjalanan berjalan kaki dan bisu tidak bicara, dari mahgrib sampai pagi, melakukan kunjungan ke makam leluhur / orang-orang linuwih atau ke tempat-tempat keramat dan berdoa.  
9
Tapa Pati Geni, diam di dalam suatu ruangan, tidak terkena cahaya apapun, selama sehari atau beberapa hari, biasanya untuk tujuan keilmuan. Ada juga yang disebut Tapa Pendem, yaitu puasa dan berdiam di dalam rongga di dalam tanah seperti orang yang dimakamkan, biasanya selama 1 - 3 hari 
10
Tapa Kungkum, ritual berendam di sendang atau sungai, terutama di pertemuan 2 sungai (tempuran sungai), selama beberapa malam berturut-turut dan tidak boleh tertidur, dengan posisi berdiri atau duduk bersila di dalam air dengan kedalaman air setinggi leher atau pundak.

Laku prihatin dan tirakat nomor 1 sampai 5 adalah yang biasa dilakukan orang Jawa dalam kehidupan sehari-hari. Sedangkan kombinasi nomor 1 sampai 10 dilakukan untuk terkabulnya suatu keinginan tertentu yang bersifat khusus, biasanya dilakukan orang untuk mendapatkan berkah tertentu, atau untuk tujuan ngalap berkah, atau untuk tujuan ngelmu gaib.

Tidak hanya dalam kehidupan sehari-hari, laku-laku kebatinan di atas juga seringkali dilakukan sebelum seseorang melakukan suatu kegiatan / usaha yang dianggap penting dalam kehidupannya, seperti akan memulai suatu usaha ekonomi, akan pergi merantau, akan melangsungkan hajatan pernikahan, dsb. Bahkan sudah biasa orang-orang tua berprihatin dan bertirakat untuk memohonkan keberhasilan kehidupan dan usaha anak-anaknya.

Masing-masing bentuk laku prihatin dan tirakat mempunyai kegunaan dan kegaiban sendiri-sendiri yang dapat dirasakan oleh para pelakunya, dan mempunyai kegaiban sendiri-sendiri dalam membantu mewujudkan tujuan laku pelakunya.

Puasa weton terkait dengan kepercayaan dan kegaiban sukma (kepercayaan pada kebersamaan roh sedulur papat). Biasanya dilakukan untuk terkabulnya suatu keinginan yang sifatnya penting, dan untuk menjaga kedekatan hubungan dengan para roh sedulur papat dan restu pengayoman dari para leluhur, supaya kuat sukmanya, selalu peka rasa dan batin, peka firasat, hidupnya keberkahan dan lancar segala urusannya. Puasa weton tidak bisa disamakan, digantikan atau ditukar dengan puasa bentuk lain, karena sifat dan kegaibannya berbeda. 

Untuk keperluan sehari-hari, misalnya untuk mempermudah jalan hidup, cukup rajin puasa weton 1 hari (1 hari 1 malam), atau puasa Senin - Kamis saja, atau bisa juga mandi kembang saja (bisa hari apa saja sekali sebulan).

Dalam hal menjaga supaya kehidupannya selalu 'keberkahan', dimudahkan jalan hidup dan kerejekiannya dan dijauhkan dari kesulitan-kesulitan, puasa ngebleng wetonan adalah yang terbaik, dilakukan selama 1 hari 1 malam pada hari weton kelahiran seseorang (wetonan) dan ditutup dengan mandi kembang.

Untuk keperluan sehari-hari untuk mempermudah jalan hidup dan mengejar sesuatu yang diinginkan, misalnya untuk kemantapan bekerja dan perbaikan posisi / karir, cukup puasa weton 1 hari saja secara rutin setiap bulan. Lebih baik lagi jika disertai dengan mandi kembang untuk membersihkan diri dari aura-aura negatif di dalam tubuh.

Dalam hal keinginan terkabulnya suatu hajat / keinginan khusus, sesuatu yang tidak terjadi setiap hari, yang biasa dilakukan adalah puasa ngebleng 3 hari 3 malam pada hari weton kelahiran seseorang.

Dalam hal keinginan terkabulnya suatu keinginan khusus yang disertai nazar, yang biasa dilakukan adalah puasa ngebleng 3 hari 3 malam pada hari weton kelahiran seseorang, dilakukan selama 7 kali (7 bulan) berturut-turut tanpa putus dan ditutup dengan suatu ritual dan sesaji penutup, atau acara tumpengan syukuran. 

Dalam hal mencari suatu petunjuk gaib / wangsit, puasa ngebleng adalah yang terbaik. Biasanya dilakukan selama 3 hari 3 malam tanpa putus, hari Selasa atau Jum'at Kliwon dijepit di tengah, dan berdoa di malam hari di tempat terbuka menghadap ke timur. 

Dan sesuai ajaran kejawen, sebelum melaksanakan puasa berdoalah di luar rumah menghadap ke timur. 
Begitu juga pada malam hari selama berpuasa, berdoalah di luar rumah menghadap ke timur. 
Setelah selesai berpuasa berdoa juga mengucap syukur karena telah diberi kekuatan sehingga dapat menyelesaikan hajat puasanya. Lebih baik lagi jika diawali atau ditutup dengan mandi kembang untuk membersihkan diri dari aura-aura negatif di dalam tubuh.

Untuk melengkapi pengetahuan tentang sifat-sifat hari, di bawah ini ada beberapa petunjuk :
  1. Bulan Haji (bulan musim haji) adalah bulan yang paling baik untuk semua keperluan, untuk memulai usaha, pindah rumah atau pun perkawinan.
  2. Bulan Maulud adalah bulan yang paling baik untuk semua keperluan yang bersifat sakral, untuk ritual bersih diri, ruwatan nasib / sengkala, ritual syukuran, ritual bersih desa, menjamas keris, mandi kembang, berziarah, dsb.
  3. Bulan Suro (Sura) adalah bulan yang paling tidak baik untuk semua keperluan, memulai usaha, pindah rumah atau pun perkawinan. Bulan Sura paling baik digunakan untuk upaya bersih diri dan lingkungan. 
Bulan Sura umumnya diisi dengan ritual bersih diri / ruwatan, membersihkan rumah dan pusaka, dsb. 
Upaya bersih diri / ruwatan pribadi dapat dilakukan dengan cara sederhana, yaitu dengan cara mandi kembang dan doa memohon supaya dilapangkan / dibukakan jalan hidup dan dijauhkan dari segala macam bentuk kesulitan. Sebaiknya juga dilengkapi dengan membersihkan rumah dan lingkungannya, baik yang bersifat fisik maupun gaib.

Jika anda memiliki pusaka, pada bulan Sura terhadap pusaka itu tidak harus dilakukan penjamasan, tapi cukup dibersihkan saja dan diberikan sesaji dan disugestikan supaya pusakanya memberikan bantuan yang positif dan disugestikan supaya membantu membersihkan segala sesuatu yang bersifat negatif.

Bagi yang ingin mengadakan suatu hajat di bulan Suro, sebenarnya sih boleh-boleh saja, terserah individunya, tetapi secara spiritual memang dianjurkan untuk tidak mengadakan hajatan pernikahan, memulai usaha ekonomi, pindah ke rumah baru atau hajat lain yang bersifat jangka panjang di bulan Suro.

Pada Bulan Suro kondisi alam gaib di pulau Jawa diliputi aura yang tidak baik, dan dihawatirkan semua hajat yang dilakukan pada bulan Suro akan membawa pengaruh yang tidak baik, seperti dipenuhi hawa kebencian dan permusuhan, pertengkaran, sakit-penyakit, apes / kesialan, dsb.

Pengaruh gaib bulan Suro hanya berlaku kepada orang Jawa di pulau Jawa saja dan pengaruhnya itu bisa bersifat jangka panjang, karena pengaruhnya itu akan menyatu dengan sukma manusia.

Penting :

Jika seseorang pernah ketempelan, kerasukan atau ketempatan mahluk halus, dan sudah pernah dibebaskan / dibersihkan, sebaiknya ia rajin mandi kembang telon untuk membersihkan dirinya dari sisa-sisa energi mahluk halus sebelumnya, supaya sisa-sisa energinya itu tidak memancing mahluk halus berikutnya untuk masuk bersemayam di dalam tubuhnya 

Orang-orang yang sering melakukan laku puasa (termasuk puasa weton), biasanya kekuatan sukmanya akan meningkat. Orang-orang yang sering melakukan laku prihatin dan tirakat biasanya juga akan banyak menerima interaksi dari roh-roh lain, disadari ataupun tidak. Roh-roh itu bisa berasal dari lingkungan tempatnya berada, atau dari lingkungan tempat-tempat yang dikunjunginya (misalnya berziarah), atau juga dari roh-roh leluhur. 

Selain yang bersifat puasa ngebleng, jenis puasa lain biasanya tidak banyak berpengaruh terhadap kekuatan sukma, pengaruhnya lebih banyak dirasakan bersifat fisik dan psikologis, berupa ketahanan fisik untuk terbiasa menahan rasa lapar dan haus, tetapi tidak diimbangi dengan meningkatnya kekuatan sukma. Jika orang-orang tersebut tidak terbiasa olah energi (misalnya pelatihan olah nafas tenaga dalam), pada orang-orang tersebut seringkali terjadi tubuhnya "meradang", tubuhnya memancarkan hawa panas, karena adanya ketidak-stabilan pasokan energi dari makanan, yang efeknya kurang baik untuk kesehatan, karena bisa menyebabkan sakit panas dalam dan mengundang sakit-penyakit yang berkaitan dengan sakit panas dalam, seperti flu, batuk, pilek, radang tenggorokan, dsb.

Bagi orang-orang tersebut, sebaiknya sering melakukan mandi kembang, lebih bagus lagi kalau berendam di air kembang, untuk membersihkan aura-aura negatif yang berasal dari dirinya sendiri ataupun aura negatif yang menempel di tubuhnya yang berasal dari tempat lain, supaya terselaraskan menjadi positif. Dan bagi yang sering berpuasa, gunanya mandi kembang bagi mereka juga sama, supaya energi-energi negatif terselaraskan menjadi positif, jangan sampai bertambah kuatnya sukmanya juga menambah kuat aura-aura negatif di dalam dirinya. Mandi kembang ini juga berguna supaya pancaran panas tubuh menjadi lebih adem dan mengurangi efek panas dalam.

Penjelasan tentang kembang sesaji :

Di dalam halaman ini ada digunakan istilah kembang telon dan kembang setaman / tujuh rupa yang umum dijadikan bahan sesaji atau untuk bahan mandi kembang.

Di dunia ini ada banyak kebudayaan yang sering menggunakan kembang-kembang tertentu untuk keperluan yang berhubungan dengan kebatinan - spiritual dan kegaiban, tetapi tidak banyak orang yang mengetahui dengan benar jenis kembang apa saja yang mengandung kegaiban dan cocok untuk dijadikan sesaji, termasuk untuk keperluan mandi kembang.

Begitu juga di Jawa, termasuk penjual kembangnya sendiri yang menjual kembang-kembang untuk keperluan / ritual kegaiban, tidak banyak orang yang mengetahui dengan benar jenis kembang apa saja yang mengandung kegaiban dan cocok untuk dijadikan sesaji atau untuk keperluan mandi kembang. Kebanyakan pengetahuan tentang kembang-kembang sesaji sifatnya hanya tradisi saja atau pengetahuan yang ditularkan dari mulut ke mulut saja, tidak sungguh-sungguh orangnya mengerti sisi kegaiban kembang-kembang itu, sehingga mereka tidak mengetahui dengan benar apa saja kembang yang benar untuk menjadi bahan sesaji atau untuk mandi kembang. 

Penulis menemukan bahwa kembang-kembang yang cocok untuk keperluan kegaiban, untuk menjadi sesaji atau untuk mandi kembang, hanyalah kembang-kembang kantil, kenanga, melati, mawar merah, mawar putih dan kembang cempaka. Mungkin masih ada kembang lain yang cocok juga untuk urusan kegaiban, tetapi Penulis belum menemukannya.

Penulis juga banyak mendengar cerita tentang kembang-kembang sesaji yang lain, misalnya kembang sedap malam, daun pandan, kembang sereh, air kelapa, dsb. Tetapi sepengetahuan Penulis itu bukanlah bahan-bahan yang cocok untuk sesaji. Adanya tambahan campuran / komposisi kembang-kembang yang tidak cocok justru bisa "merusak" sesaji, menjadikan sesajinya tidak berfungsi secara kegaiban.

Dengan demikian sebaiknya jangan kita asal mengikuti kata orang. Adanya tambahan kembang-kembang lain selain yang sudah disebutkan di atas justru bisa merusak "rasa" sesaji, menjadikan sesajinya tidak berfungsi secara kegaiban. Ibaratnya, jika sesajinya itu adalah untuk mahluk halus, mahluk halusnya menjadi merasa "terganggu" dengan "rasanya", atau malah menjadi tidak doyan. Sama kondisinya dengan kita asal saja mencampurkan bumbu masakan yang malah menjadikan masakannya tidak enak rasanya. 

Di bawah ini disampaikan pengertian yang benar tentang kembang telon dan kembang setaman / tujuh rupa.

Yang dimaksud kembang telon adalah 3 jenis kembang, yaitu kembang kantil, kenanga dan melati.
Jika digunakan untuk mandi kembang, sebelumnya biarkan selama 1 menit kembang-kembang itu terendam di dalam seember air. Kemudian diaduk supaya aura energinya larut merata di dalam air. Sesudah itu barulah air kembang itu digunakan mandi guyuran dari kepala basah semua sampai kaki. 

Yang dimaksud kembang setaman / tujuh rupa adalah 6 jenis kembang, yaitu kembang kantil, kenanga dan melati, mawar merah, mawar putih dan cempaka, ditambah asap bakaran dupa. 
Jika digunakan untuk mandi kembang, sebelumnya biarkan selama 1 menit kembang-kembang itu terendam di dalam seember air. Kemudian diaduk supaya aura energinya larut merata di dalam air. Sesudah itu barulah air kembang itu digunakan mandi guyuran dari kepala basah semua sampai kaki. Dupanya digunakan juga untuk mengasapi tubuh.

Kembang telon, yang unsurnya adalah kembang kantil, kenanga dan melati, sifatnya standar, mengandung kegaiban yang lebih dibandingkan kembang-kembang lain dan mahluk halus dan sedulur papat manusia umumnya suka.
Sedangkan kembang setaman / tujuh rupa sifatnya opsional, tidak wajib. Jika komposisinya tepat seperti yang disebutkan di atas, sisi kegaiban kembang setaman / tujuh rupa itu lebih baik daripada kembang telon. Tetapi jika campuran / komposisinya berbeda, itu malah bisa menjadikan sesajinya tidak berguna.

Karena itu jika anda ingin membeli kembang telon atau kembang setaman / tujuh rupa, mintalah hanya kembang-kembang yang disebutkan di atas itu saja, supaya benar-benar bermanfaat secara kegaiban.

Tips :

Mandi kembang yang ideal adalah dengan lebih dulu kembang-kembangnya dibiarkan 1 menit terendam di dalam seember air. Sesudah diaduk supaya aura energi kembang-kembangnya larut merata di dalam air, air berikut kembangnya digunakan mandi guyuran dari kepala basah semua sampai kaki. Sebelum, selama dan sesudah mandi kembang hati dan pikiran kita harus bersih, termasuk bersih dari rasa takut ketahuan mandi kembang.

Tetapi secara umum pada masa sekarang ada rasa ketidak-nyamanan ketika kita akan mandi kembang, karena kesan kleniknya. Tips alternatif dari Penulis untuk para pembaca yang berniat mandi kembang, supaya tidak kelihatan mencolok kalau kita mandi kembang :
  1. Sebelum mandi kembang lubang pembuangan air di kamar mandi ditutup saja dulu dengan sesuatu yang bisa menahan kembang-kembangnya supaya tidak ikut keluar bersama air mandi. Sesudah mandi kembang-kembang di lantai kamar mandi dikumpulkan dan dimasukkan ke dalam bungkus plastik hitam.
  2. Sesudah kembang-kembangnya dibiarkan 1 menit terendam di dalam seember air dan sesudah diaduk supaya aura energinya larut merata di dalam air, sebelum dipakai mandi kembang-kembangnya disingkirkan dulu dengan cara diambil dan dimasukkan ke dalam plastik hitam. Sesudahnya barulah air kembangnya digunakan mandi guyuran dari kepala basah semua sampai kaki. 
Dalam tips yang ke 2 di atas, sebelum digunakan mandi guyuran kembang-kembangnya sudah lebih dulu diambil dan dimasukkan ke dalam tas plastik. Cara itu lebih aman karena tidak ada kembang yang akan tercecer di lantai kamar mandi atau hanyut keluar terbawa air bekas mandi. Tetapi secara kegaiban tips no.1 di atas lebih baik daripada tips yang no.2.

Sesudah mandi kembang mungkin ada rasa tidak nyaman karena ada rasa lengket di kulit dan di rambut. Sepuluh menit kemudian kita bisa mandi lagi dengan sabun mandi. Tetapi untuk keramas dengan shampoo sebaiknya dilakukan beberapa jam kemudian.

Kalau rajin berpuasa, mandi kembang sebaiknya dilakukan sebagai penutup puasa, sebagai pelengkap.
Sebelum berpuasa cukup mandi keramas biasa saja.

  • Puasa Ngebleng.Puasa umumnya dimulai saat subuh dan buka puasa saat mahgrib. Malam harinya bebas makan dan minum.
  • Puasa 1 hari, berarti selama 1 hari berpuasa dari subuh sampai mahgrib, malam harinya bebas makan-minum.
  • Puasa 3 hari, berarti selama 3 hari berpuasa dari subuh sampai mahgrib, malam harinya bebas makan-minum.
  • Puasa 7 hari, berarti selama 7 hari berpuasa dari subuh sampai mahgrib, malam harinya bebas makan-minum.
Puasa ngebleng tidak seperti itu. 
  • Puasa ngebleng secara sederhana bisa disebut puasa penuh 1 hari 1 malam (24 jam). 
  • Puasa ngebleng 1 hari berarti puasa penuh 1 hari 1 malam berturut-turut tanpa putus tidak makan dan minum.
  • Puasa ngebleng 3 hari berarti puasa penuh 3 hari 3 malam berturut-turut tanpa putus tidak makan dan minum.
  • Puasa ngebleng 7 hari berarti puasa penuh 7 hari 7 malam berturut-turut tanpa putus tidak makan dan minum.
Apa benar ada puasa ngebleng 7 hari 7 malam berturut-turut tanpa putus ? Ada yang sanggup ?
Bagaimana dengan puasa ngebleng 40 hari 40 malam berturut-turut tanpa putus. Siapa yang sanggup ?

Ketika seseorang berpuasa ngebleng, pada hari pertama puasanya ia akan merasakan panas, lapar dan haus, sama dengan yang dialami orang lain yang menjalani laku puasa biasa.
Pada hari kedua, orang tersebut akan merasakan tubuhnya panas, mungkin juga sampai menyebabkannya sulit tidur di malam hari karena panasnya tubuhnya. Karena tidak juga ada makanan dan minuman yang masuk ke dalam tubuhnya, pada hari kedua itu tubuhnya mulai membakar cadangan makanan yang ada dalam tubuhnya, air, lemak, protein, gula, dsb, untuk dikonversi menjadi energi dan zat-zat makanan yang dibutuhkan oleh sel-sel tubuhnya.
Pada hari ketiga, panas tubuhnya mereda dan berkurang, rasa lapar dan haus hilang. Yang terasa hanya tubuhnya saja yang lemas karena perutnya kempis tak terisi makanan. 

Puasa ngebleng pada hari ketiga itu, yang dilakukan oleh orang-orang yang bersamadi atau menyepi (walaupun di dalam rumah), tidak menonton hiburan, tidak mendatangi tempat-tempat keramaian, dan tekun berdoa / berzikir / wirid, kegaiban sukmanya akan kuat sekali dan akan memancar cukup jauh. Kegaiban itu kuat sekali sampai bisa menarik perhatian dari roh-roh leluhurnya, sehingga disadari ataupun tidak, banyak leluhurnya yang mendatangi orang tersebut untuk mencaritahu apa tujuan dari lakunya itu dan mereka akan membantu mewujudkan hajat niat dan keinginannya itu.

Pada hari ketiga itu, disadari ataupun tidak olehnya, roh sukma orang tersebut juga telah menguat dan tubuhnya memancarkan aura energi gaib yang menyebabkan roh-roh gaib kelas bawah tidak tahan berada di dekatnya. Berbeda dengan puasa pada orang-orang yang menjalani ilmu gaib dan ilmu khodam yang kondisi berpuasanya dapat mengundang roh-roh gaib untuk datang mendekat, puasa ngebleng ini justru pancaran gaib kekuatan sukmanya akan mengusir keberadaan roh-roh gaib lain dari tubuhnya dan dari sekitar orang itu berada.

Itu baru puasa ngebleng 3 hari, belum yang 7 hari, apalagi puasa ngebleng 40 hari seperti yang biasa dilakukan oleh tokoh-tokoh kebatinan dan pertapa jaman dulu. Orang-orang yang terbiasa melakukan puasa itu, seperti tokoh-tokoh kebatinan dan pertapa jaman dulu, akan memiliki kekuatan sukma yang luar biasa, yang bahkan pancaran energi kekuatan sukmanya menyebabkan roh-roh gaib kelas atas setingkat dewa dan buto pun tidak tahan berada di dekatnya dan tidak akan berani datang mendekat untuk maksud menyerang. 

Pancaran kekuatan sukma orang-orang itu saat sedang menjalankan laku puasa dan tapa bratanya sangat menghebohkan alam gaib. Di pewayangan pun diceritakan ketika ada seseorang yang gentur dalam laku puasa, tapa brata dan semadinya, kondisinya menyebabkan kahyangan panas dan goncang, menyebabkan para dewa tidak tahan sampai-sampai para dewa mengutus dewa lain atau bidadari untuk menghentikan / menggagalkan tapa brata orang tersebut, dan mereka akan memberikan apa saja yang diinginkan orang itu asal mau menghentikan tapanya.

Karena itu dalam melakukan puasa ngebleng orang-orang jaman dulu akan melakukannya dengan caramenyepi, di dalam rumah tersendiri, di goa, di hutan atau di gunung, supaya tidak ada yang mengganggu. 

Kekuatan kegaiban sukma orang-orang itu luar biasa sekali, sehingga pada jaman dulu banyak tokoh-tokoh kebatinan dan pertapa yang bukan hanya linuwih dan waskita dan mumpuni dalam ilmu kesaktian, tetapi juga menjadikan sukma mereka penuh bermuatan gaib, sehingga kemampuan moksa yang dilakukan oleh tokoh-tokoh kebatinan jaman dulu, berpindah bersama raganya ke alam roh tanpa melalui kematian, adalah sesuatu yang biasa. Bahkan banyak di antara mereka yang melakukan tapa brata dalam rangka mandito meninggalkan keduniawiannya kemudian moksa dengan sendirinya dalam kondisi bertapa.

Orang-orang itu, karena kekuatan gaib sukmanya, tidak lagi membutuhkan khodam mahluk halus untuk kekuatan ilmunya. Kekuatan dan kegaiban sukmanya-lah yang melakukannya. Sukmanya sendiri menjadi khodam baginya. Tetapi jika ada sesosok gaib yang mau datang untuk menjadi khodam pendampingnya, hanya gaib-gaib yang setingkat dengan kekuatan sukmanya saja yang akan datang menjadi pendampingnya, bukan gaib-gaib umum kelas rendah yang tidak tahan dengan pancaran energi kekuatan sukmanya.

Puasa ngebleng melambangkan kekuatan tekad dan niat seseorang untuk terkabulnya suatu keinginan. Bahkan banyak orang pada jaman dulu yang melakukan tapa dan puasa ngebleng itu tidak akan menghentikan tapa bratanya sebelum hajat keinginannya terkabul (sampai turun wangsit bahwa permintaannya dikabulkan).

Puasa ngebleng terkait dengan kekuatan dan kegaiban sukma manusia. Karena itu kegaiban dalam puasa ngebleng tidak dapat dibandingkan / disamakan atau ditukar dengan puasa bentuk lain. Semakin gentur laku puasa seseorang, semakin kuat sukmanya dan semakin kuat kegaibannya. Puasa ngebleng banyak dilakukan oleh orang-orang yang bergelut dalam dunia kebatinan / spiritual dan tapa brata.

Puncak kekuatan sukmanya hanya terjadi pada saat seseorang berpuasa ngebleng, sedangkan pada hari-hari selanjutnya kalau sudah tidak lagi melakukan puasa, maka kekuatan sukmanya itu akan menurun lagi. Karena itu para penghayat kebatinan dan pelaku kebatinan kanuragan jaman dulu menjadikan laku puasa ngebleng ini sebagai ritual yang selalu dilakukan secara berkala. Juga dalam melatih keilmuannya atau ketika melatih suatu ilmu baru kesaktian / kebatinan akan dilakukannya sambil berpuasa, sehingga kekuatan dan kegaiban ilmunya tinggi.

Tetapi jika puasa ngebleng itu dilakukan oleh orang-orang yang masih awam dalam ilmu kegaiban, mungkin kegaiban dari kekuatan sukmanya itu tidak akan banyak dirasakannya. Walaupun begitu, pancaran kekuatan sukmanya itu akan menjauhkannya dari roh-roh gaib yang sifatnya mengganggu, di sisi lain kegaiban sukmanya akan membuat kekuatan niat / tekad dalam keinginan-keinginannya menjadi lebih mudah terwujud dan ketajaman dan kepekaan batinnya akan semakin tinggi.

Tetapi karena semakin banyaknya orang yang meninggalkan dunia kebatinan, maka puasa ngebleng inipun semakin ditinggalkan. Bahkan para praktisi ilmu gaib dan ilmu khodam seringkali mempermudah laku puasanya. Misalnya untuk mendapatkan suatu ilmu gaib tertentu cukup puasa biasa saja dari subuh sampai mahgrib, atau hanya puasa berpantang makanan tertentu saja, yang dilakukan selama 3 hari, 7 hari, 21 hari, atau 40 hari, dan selama berpuasa itu malam harinya diharuskan mewirid amalan gaibnya.

Selama berpuasa di atas pada malam harinya diharuskan mewirid amalan gaibnya tujuannya adalah sebagai usaha melatih memperkuat kemampuan seseorang dalam mengsugesti ilmu gaib. Dengan berhari-hari mewirid suatu amalan gaib diharapkan kemampuan seseorang dalam mengsugesti ilmu gaibnya akan kuat dan hapal mantranya diluar kepala. 

Selama orang itu berpuasa dan berzikir / wirid, tubuhnya akan memancarkan energi tertentu dan pikirannya akan memancarkan gelombang pikiran tertentu. Pancaran energi tubuh dan gelombang pikiran inilah yang seringkali mengundang datangnya sesosok mahluk halus tertentu kepada manusia yang kemudian masuk ke dalam badan atau kepalanya atau memposisikan diri di sampingnya menjadi khodam ilmu gaibnya, menjadi sumber kekuatan gaibnya, sehingga walaupun kemudian orangnya sudah tidak lagi rajin berpuasa dan tidak lagi rajin mewirid amalan ilmunya, selama khodamnya bersamanya, kapan saja ilmu itu diamalkan tetap akan berfungsi. Jadi bisa juga dikatakan, untuk dengan sengaja mengundang sesosok gaib untuk datang menjadi khodam pendamping, maka laku puasanya adalah puasa bentuk ini. Hanya saja kita harus teliti dan waspada mengenai siapa sosok halus yang datang mendampingi kita itu. Dan puasa ini jelas berbeda sekali dengan puasa ngebleng yang ketika seseorang melakukannya pancaran energi tubuhnya justru menjauhkan mahluk-mahluk halus dari dekatnya.

Puasa Weton.

Puasa weton adalah salah satu jenis puasa ngebleng yang dilakukan orang pada hari weton kelahirannya yangperhitungan waktu mulai berpuasa dan menutup puasa dilakukan berdasarkan perhitungan hari dalam kalender jawa.

Puasa weton (wetonan) adalah puasa untuk memperingati hari kelahiran seseorang sesuai laku dalam budaya jawa. 

Puasa weton terkait dengan kekuatan dan kegaiban sukma manusia (roh pancer dan sedulur papat). Biasanya dilakukan untuk terkabulnya suatu keinginan yang sifatnya penting dan untuk menjaga kedekatan hubungan pancer dengan roh sedulur papatnya dan untuk mendapatkan restu pengayoman dari para leluhur, supaya kuat sukmanya, selalu peka rasa dan batin, peka firasat, peka bisikan gaib, hidupnya keberkahan dan lancar segala urusannya. 

Puasa weton terkait dengan kegaiban yang berasal dari sukma manusia sendiri (kegaiban kesatuan roh pancer dan sedulur papat), tidak berhubungan dengan kegaiban roh-roh lain.

Puasa weton tidak bisa disamakan atau diperbandingkan atau ditukar dengan puasa bentuk lain, karena sifat dan kegaibannya berbeda. 

Puasa weton yang dilakukan oleh orang-orang yang tidak memahami atau tidak meyakini keberadaan roh sedulur papat kegaibannya tidak akan sebaik mereka yang melakukannya dengan landasan kepercayaan pada roh sedulur papat. Keyakinan pada keberadaan dan kebersamaan roh sedulur papat dengan pancer akan memperkuat kegaiban sukma dan memperkuat interaksi roh sedulur papat dan para leluhurnya dengan seseorang. Dalam kehidupannya sehari-hari kekuatan sukma akan membantu dalam kemantapan bersikap, membantu membuka jalan hidup dan menyingkirkan halangan dan kesulitan-kesulitan, dan interaksi sedulur papat akan membantu peka rasa dan firasat, peka bisikan gaib, mendatangkan ide-ide dan ilham, peringatan-peringatan dan jawaban-jawaban permasalahan. 

Puasa weton adalah berasal dari tradisi budaya jawa, dilakukan dengan berpuasa pada hari kelahiran seseorang (Senin, Selasa, Rabu, Kamis, Jum'at, Sabtu, Minggu) yang harinya disesuaikan dengan haripasaran jawa kelahirannya (pon, pahing, wage, legi atau kliwon). Dengan demikian hari weton kelahiran seseorang akan selalu berulang setiap 35 hari sekali. Sesuai ajaran kebatinan jawa selama berpuasa itu orangnya berdoa di malam hari kepada Tuhan di atas sana di luar rumah menghadap ke timur.

Sebagai catatan, dalam penanggalan Jawa, hari dimulai pada pukul 5 sore hari sebelumnya dan berakhir pada pukul 5 sore hari yang bersangkutan. 
Jadi, mulainya hari adalah hari sebelumnya pk.5 sore, dan batas akhir suatu hari adalah hari itu pada pk.5 sore.
Berarti hari Senin dimulai pada hari sebelumnya (hari Minggu) pk.5 sore dan berakhir pada hari Senin tersebut pk.5 sore.
Hari Senin itu pada pk.6 sore (mahgrib) sudah terhitung sebagai hari Selasa, karena sudah melewati batasakhir hari Senin pk.5 sore.

Ada beberapa hitungan hari dalam puasa weton sbb :

  1. Puasa weton sehari penuh. Artinya puasanya dilakukan 1 hari Jawa (sehari semalam, 24 jam). Puasa weton sehari ini adalah yang secara umum dilakukan orang dalam budaya Jawa.Misalnya hari kelahirannya adalah Selasa Pahing, maka puasanya dimulai pada hari sebelumnya, yaitu hari Senin pk.5 sore dan berakhir pada hari Selasa Pahing tersebut pk.5 sore.
  2. Puasa weton 3 hari (hari weton diapit ditengah). Artinya puasanya dilakukan selama 3 hari Jawa terus-menerus tanpa putus, yaitu puasa pada hari wetonnya ditambah 1 hari sebelumnya dan 1 hari sesudahnya, sehingga total puasa menjadi 3 hari Jawa terus-menerus (3 x 24 jam). Puasa weton 3 hari biasanya dilakukan untuk harapan terkabulnya suatu keinginan khusus yang tidak terjadi setiap hari.Misalnya kelahiran Rabu Kliwon, maka puasanya dilakukan selama 3 hari, yaitu Selasa, Rabu Kliwon dan Kamis terus-menerus tanpa putus.Hari Selasa dimulai pada hari sebelumnya, yaitu hari Senin pk.5 sore.Hari Kamis berakhir pada pk. 5 sore hari.Jadi puasa weton Rabu Kliwon 3 hari itu dimulai pada hari Senin pk.5 sore dan berakhir pada hari Kamis pk.5 sore terus-menerus tanpa putus siang dan malam.
  3. Puasa weton 3 hari selama 7 kali berturut-turut. Artinya, puasanya dilakukan selama 3 hari Jawa terus-menerus tanpa putus yang dilakukan selama 7 kali berturut-turut tanpa putus (selama 7 bulan berturut-turut). Jenis puasa ini biasanya dilakukan untuk harapan terkabulnya suatu keinginan khusus yang bukan sesuatu yang biasa terjadi sehari-hari dan waktu pencapaiannya agak panjang (pada masa depan), atau untuk keinginan terkabulnya suatu keinginan khusus yang berat, yang kadarnya tinggi, yang bagi seseorang sulit 
  4. untuk dicapai dengan usaha yang normal (biasanya disertai nazar), sehingga diperlukan suatu laku tambahan demi terkabulnya keinginannya itu, yaitu puasa ngebleng 3 hari 3 malam pada hari weton kelahirannya dan dilakukan selama 7 kali (7 bulan) berturut-turut tanpa putus dan ditutup dengan suatu ritual dan sesaji penutup (tumpengan), selametan atau syukuran atas berhasilnya dirinya menunaikan hajat berpuasa itu. Misalnya kelahiran Rabu Kliwon, maka puasa weton Rabu Kliwon 3 hari itu dilakukan terus-menerus setiap bulan selama 7 bulan tanpa putus.
Sesuai ajaran kejawen, sebelum melaksanakan puasa berdoalah di luar rumah menghadap ke timur. Begitu juga pada malam hari selama berpuasa, berdoalah di luar rumah menghadap ke timur. Setelah selesai berpuasa berdoa juga mengucap syukur karena telah diberi kekuatan sehingga dapat menyelesaikan puasanya. 

Puasa weton menjadi sempurna setelah pada penutupan puasa dilakukan pemberian sesaji untuk roh sedulur papat dan pancer sebagai berikut (salah satu) :
  1. Paling baik, mandi kembang telon (kembang tujuh rupa / setaman lebih baik), yaitu mandi guyuran air kembang dari kepala basah semua sampai ke kaki.
  2. Kedua terbaik, makanan jajan pasar 7 macam, dimakan sebagai makanan berbuka puasa.
  3. Bubur merah putih, yaitu bubur tepung beras (bubur sumsum) yang diberi gula jawa cair, dimakan sebagai makanan berbuka puasa.
Puasa weton adalah salah satu sarana pemberian perhatian seseorang kepada roh sedulur papatnya dan menjadi sarana memperkuat kesatuan antara seseorang (pancer) dengan roh sedulur papat dan roh para leluhurnya. 

Mandi kembang menjadi sarana pemberian perhatian kepada roh sedulur papat, "memandikan" / membersihkan roh pancer dan sedulur papat yang hasil akhirnya akan juga "membersihkan" orang itu sendiri dari aura-aura negatif tubuh dan sukmanya dan "membersihkan" hidupnya dari kesulitan-kesulitan yang berasal dari dirinya sendiri. Kegaiban kesatuan seseorang dengan roh sedulur papatnya itu akan membantu membukakan jalan hidupnya dan membuat keinginan-keinginannya menjadi semakin mudah terwujud.

Bagi yang niat wetonan, tapi tidak sempat menjalankan puasanya, atau berhalangan, cukup melakukan mandi kembang saja, bisa pagi hari, siang, atau sore hari, dan berdoa tulus kepada Tuhan.

Puasa weton (wetonan) adalah salah satu laku budaya kebatinan yang sudah umum dilakukan dalam masyarakat jawa. Tetapi sehubungan dengan adanya pengaruh budaya Islam dalam masyarakat jawa, orang-orang jawa yang masih melakukan puasa weton ini tidak lagi melakukannya sesuai aslinya dalam ajaran jawa, yaitu dengan puasa ngebleng, tetapi melakukan puasanya sama dengan puasa biasa, yaitu puasa dari subuh sampai mahgrib saja. Sekalipun laku puasa weton yang dipengaruhi budaya Islam itu masih memberikan kegaiban, tetapi sudah tidak lagi besar seperti seharusnya, bahkan karenanya banyak orang yang tidak lagi dapat merasakan kegaibannya sehingga kemudian tidak lagi melakukannya, kemudian digantikan dengan puasa Senin - Kamis, puasa mutih, atau puasa berpantang makanan tertentu saja.

Ada pertanyaan dari seorang pembaca, sewaktu ngebleng terutama saat weton, apakah kekuatan sukma bisa sampai 2 x lipat dari keadaan normal ataukah tidak.

Dengan syarat selama berpuasa menjauhi kondisi / suasana bersenang-senang / hiburan dan puasanya sebelumnya sudah diniatkan (bukan asal puasa), ngebleng hari apa saja sesuai niatnya, termasuk wetonan :
  • Ngebleng 1 hari bisa menaikkan kekuatan sukma menjadi 1,5 kali kondisi normalnya
  • Ngebleng 3 hari bisa menaikkan kekuatan sukma menjadi 3 kali kondisi normalnya
Tapi sesudahnya ketika sudah tidak lagi berpuasa kondisi kekuatan sukmanya bisa menurun lagi, apalagi jika sehari-harinya sering menonton hiburan, televisi, atau hidupnya banyak bersenang-senang.

Jika niatnya untuk menaikkan kekuatan sukma, sebenarnya laku berpuasa itu tidak wajib. Yang lebih diutamakan adalah laku kebatinan yang efeknya memperkuat sukma. Laku puasa itu berfungsi untuk menambah kekerasan batinnya / sukmanya dan mendekatkan hubungan pancer dengan sedulur papatnya.Karena itu kalau diniatkan puasanya untuk menaikkan kekuatan sukma, maka puasanya itu harus dijadikan kebiasaan rutin. Lebih bagus lagi kalau sehari-harinya tidak mengumbar kesenangan hidup.

Ada juga pertanyaan : puasa apa yang efektif meningkatkan kekuatan batin / sukma. 

Kalau tujuannya untuk meningkatkan kekuatan sukma, kalau hanya berpuasa saja, efek peningkatannya tidak signifikan. Efek dari puasa lebih banyak bersifat "membangkitkan" kegaiban sukma dan menambah kekerasan batin manusia. 

Kalau tujuannya untuk meningkatkan kekuatan sukma, seharusnya yang dilakukan adalah "membangun" kekuatan sukma, misalnya dengan olah batin dan oleh energi untuk membangun kekuatan sukma. Selama menjalankan olah batin itu, laku berpuasa itu sangat baik untuk memperkuat efek meningkatnya kekuatan sukma.

Kalau kita belum pernah menjalani suatu laku yang efeknya memperkuat sukma, maka kemungkinan besar kondisi kekuatan sukma kita masih sama dengan orang yang umum.

Secara umum kondisi sukma manusia adalah lemah, bahkan masih lebih lemah dibandingkan mahluk halus kuntilanak yang di alam gaib termasuk jenis yang paling lemah, sehingga sekuat apapun fisiknya, orang akan mudah untuk dipengaruhi atau diserang secara gaib, mudah terpengaruh ilmu pengasihan, kewibawaan, pelet, penundukkan, juga gampang mengalami kesambet. Sukmanya akan kuat jika orang itu menjalankan laku yang efeknya memperkuat sukma.

Olah Rasa dan Olah Batin akan menjadi dasarnya.

Setelah itu dilanjutkan dengan laku "membangun" kekuatan sukma, misalnya dengan olah batin dan olah energi untuk kekuatan sukma, seperti dicontohkan dalam tulisan-tulisan Penulis yang bertema Meditasi Energi. 
Selama menjalankan olah batin itu, laku berpuasa sangat baik untuk membantu meningkatnya kekuatan sukma.

Pemahaman Kebatinan Laku Prihatin dan Tirakat

Semua bentuk laku prihatin dan tirakat hanya akan bermanfaat jika ada maksud dan tujuannya, kalau tidak ya .... hanya akan menyiksa tubuh saja, hanya lapar dan haus saja yang didapat. Karena itu sebelum dan selama melakukan laku tersebut kita harus selalu fokus pada tujuan lakunya dan berdoa tulus akan niat dan tujuannya. 

Suatu laku puasa yang dilakukan tanpa tujuan khusus, tetapi dilakukan sebagai kebiasaan rutin, akan menjadi upaya memperkuat kebatinan manusia, supaya kuat sukmanya, bisa mengatasi belenggu duniawi lapar dan haus, mengatasi godaan hasrat dan nafsu duniawi, dan sebagai upaya membersihkan hati dan mencari keberkahan pada jalan hidup. Hasilnya akan lebih baik lagi bila sebelum dan selama melakukan laku tersebut selalu berdoa tentang niat dan tujuan / harapan-harapannya yang ingin dicapainya dengan lakunya itu. 

Mengenai apa saja perubahan yang terjadi pada diri kita sesudah kita menjalaninya hanya kita sendiri saja yang bisa merasakan perubahannya. Dalam menjalankan laku puasa atau laku prihatin seharusnya kita sudah lebih dulu menentukan tujuan dari laku kita itu, sehingga sesudahnya kita bisa merasakan sendiri perbedaannya sebelum dan sesudah menjalankannya.

Dalam melakukan laku-laku prihatin dan tirakat di atas akan baik sekali bila dilakukan dengan menyendiri / menyepi (di dalam rumah), tidak mendatangi tempat-tempat keramaian dan tidak menonton hiburan atau tempat dan situasi lain yang membuat kita lupa bahwa kita sedang berprihatin, dan keluar rumah pada malam hari di tempat terbuka dan banyak berdoa. Manfaat dari suatu laku hanya akan didapatkan bila dilakukan dengan niat dan tujuan tertentu. Tanpa adanya niat dan tujuan, maka perbuatan itu hanya akan menjadi perbuatan yang sia-sia. Berdoalah kepada Tuhan memohon tercapainya tujuan dari laku tersebut pada awal dan selama pelaksanaannya.

Diawali dengan bersuci / mandi keramas, atau lebih baik lagi dengan mandi kembang telon atau kembang setaman / kembang tujuh rupa supaya aura dari kembang-kembang tersebut menyelaraskan aura-aura negatif di dalam tubuh agar menjadi positif, menjadi lebih bersih dan lebih bercahaya, yang berguna untuk membantu mempermudah jalan hidup, membuang kesulitan-kesulitan yang berasal dari aura negatif di dalam tubuh. 

Mandi kembang sekarang pun banyak diselenggarakan di spa-spa dan salon kecantikan modern. Kembang yang digunakan haruslah yang berbau harum dan masih segar, belum layu, apalagi kering. Sebelum digunakan mandi, biarkan selama 1 menit kembang-kembang itu terendam dulu di dalam air. Kemudian air dan kembangnya diaduk supaya aura energi kembang-kembangnya larut merata di dalam air. Laku ini dapat dilengkapi dengan laku-laku yang lain yang berguna untuk memperkuat aura positif seseorang dan membuat hidup lebih 'keberkahan'. 

Jangan lupa baca doa niat :

sebelum mandi kembang :

Ya Allah, niat saya mandi kembang untuk membersihkan diri saya dari pengaruh dan hal-hal negatif 

dalam diri saya dan untuk ......................
atau niat puasa mutih : 

Ya Allah, niat saya puasa mutih untuk menguatkan permohonan terkabulnya keinginan saya supaya 
................ dan untuk ..................
atau niat puasa weton : 

Saudara-saudara kembarku para roh sedulur papat, aku berpuasa untukmu.

Ya Allah, niat saya puasa weton untuk menguatkan permohonan terkabulnya keinginan saya supaya 
................ dan untuk ..................
Ya Allah berkahilah saya. Amin.

Ada beberapa pertanyaan serupa dari para pembaca mengenai hari, bentuk laku prihatin dan puasa, dan isi doa yang harus dilakukan seseorang untuk masing-masing keperluan / hajatnya. Secara inti garis besarnya kami jelaskan sebagai berikut.

Cerita tentang laku prihatin, puasa dan tirakat di atas adalah dalam konteks tradisi masyarakat jawa yang ingin hidupnya selalu keberkahan, selamat dan sejahtera dalam lindungan Tuhan. Jadi bentuk laku puasanya dan hari-hari puasanya adalah berdasarkan tradisi jawa.

Untuk masing-masing orang, Penulis tidak bisa menentukan hari apa yang terbaik suatu laku prihatin, tirakat dan puasa harus dilakukan, karena semuanya tergantung pada tujuan dari niat dan lakunya. 
Sebagai acuan dasar, sesuai tradisi jawa, kita bisa melakukannya pada hari weton kelahiran kita sendiri. Tetapi diluar itu, karena bersifat kebatinan, maka sebaiknya kita juga peka rasa, kita sendiri yang menentukan waktu dan bentuk lakunya sesuai panggilan batin kita masing-masing, karena bentuk kegaibannya akan ditentukan oleh kegaiban sukma kita sendiri sesuai isi sugestinya.

Misalnya, 
  • Untuk mendekatkan diri kepada Tuhan, lakunya bisa hari apa saja.
  • Untuk memenuhi kewajiban beragama, lakunya harus sesuai dengan aturan agama.
  • Untuk mendekatkan diri kepada roh sedulur papat, lakunya hari weton kelahiran.
  • Untuk mendekatkan diri kepada roh-roh leluhur, lakunya hari weton kelahiran.
  • Untuk urusan kegaiban, wangsit dan bisikan gaib, roh-roh leluhur atau roh-roh halus lain, lakunya biasanya dilakukan pada malam Selasa Kliwon atau Jum'at Kliwon dan disertai bertirakat dengan berdoa di luar rumah atau berziarah ke makam-makam atau tempat mistis tertentu.
  • Untuk mempelajari suatu keilmuan gaib, lakunya sesuai persyaratan ilmunya.
  • Untuk tujuan keperluan lain, lakunya hari apa saja sesuai keperluannya atau sesuai niat batinnya.
Tujuan laku dan bentuk hajat / keinginan yang ingin terkabul juga sendiri-sendiri. Masing-masing bentuk laku prihatin memiliki kegaiban sendiri-sendiri yang bentuk pelaksanaan lakunya disesuaikan dengan kadar berat / ringannya suatu hajat / keinginan yang ingin terkabul. Semakin berat / tinggi kadar suatu hajat / keinginan, maka lakunya juga seharusnya lebih berat. Dan suatu hajat keinginan yang sifatnya jangka panjang, maka lakunya juga seharusnya dilakukan secara rutin dalam jangka panjang (setiap bulan), bukan hanya sekali atau dua kali saja.

Misalnya :
  • Yang kadarnya ringan, untuk kemudahan jalan hidup atau keperluan rutin sehari-hari, cukup secara rutin melakukan puasa mutih saja, atau puasa senin - kamis saja, atau puasa berpantang makanan tertentu saja, atau rutin puasa weton 1 hari, atau mandi kembang saja.
  • Untuk keinginan menjaga kelangsungan pekerjaan dan perbaikan posisi / derajat, cukup secara rutin melakukan puasa weton 1 hari.
  • Untuk keinginan khusus yang tidak terjadi setiap hari, misalnya lulus ujian pendidikan, terpilih diterima bekerja atau terpilih naik jabatan ketika ada kesempatan naik jabatan, biasanya lakunya puasa ngebleng 3 hari (hari apa saja) atau puasa weton 3 hari. 
  • Untuk keinginan khusus yang berat untuk dicapai (relatif bagi setiap orang) dan waktu pencapaiannya agak panjang, misalnya ingin bisa terpilih sebagai bupati / gubernur, bisa cukup menabung untuk memiliki rumah sendiri bagi yang belum mempunyai rumah sendiri, ingin bisa mempunyai pabrik / perusahaan sendiri, ingin karir bisa naik sampai menjadi kepala kantor, dsb, biasanya lakunya puasa weton ngebleng 3 hari selama 7 kali berturut-turut tanpa putus dan ditutup dengan ritual penutup atau tumpengan selametan setelahsemua puasanya selesai. Biasanya lelaku jenis ini juga disertai nazar (sama dengan sumpah Tan Ayun Amuktia Palapa-nya Gajah Mada). Sesudah puasa 7 kali itu tercapai, bulan-bulan berikutnya tetap puasa wetonan.
Doa selama berpuasa itu juga tidak perlu muluk-muluk, sederhana saja, doa yang tulus dari hati sendiri kepada Tuhan, tetapi intinya kita harus menegaskan apa niat dan keinginan yang ingin dicapai, untuk mengarahkan kegaibannya supaya fokus pada tujuan kita.

Dalam rangka mencari keberkahan hidup laku-laku prihatin di atas seharusnya dilakukan juga secara berkala, dan harus dihayati lakunya sebagai cara kita fokus batin kepada tujuan dari laku kita, bukan sekedar berpuasa saja, bukan sekedar mandi kembang saja, dan bukan sekedar berdoa saja. 

Laku-laku yang disebutkan di atas adalah berasal dari tradisi budaya jawa, karena itu melakukannya juga harus dengan mengikuti tatacara dalam budaya jawa itu, jangan menggunakan atau dicampurkan dengan tatacara yang lain seperti tatacara dan doa-doa keagamaan, dsb. Sesuai ajaran kebatinan jawa selama berpuasa itu orangnya berdoa di malam hari kepada Tuhan di atas sana di luar rumah menghadap ke timur.

Masing-masing jenis laku prihatin mempunyai manfaat sendiri-sendiri yang bisa dirasakan, yang membuat para pelakunya tetap menjalankannya, tetapi manfaat apa yang dirasakan oleh masing-masing pelakunya tidak selalu sama, dan juga tidak bisa dipastikan bahwa semua hajat / keinginan akan dapat terkabul dengan menjalankan suatu bentuk laku prihatin, puasa dan tirakat. Harus disadari bahwa semua bentuk laku adalah dilakukan orang sesuai keyakinannya sendiri, sebagai tambahan dari usaha dan tindakan nyata yang sudah dilakukannya untuk pencapaian keinginannya itu.

Semua bentuk laku akan bermanfaat bila dalam menjalankannya didasarkan pada kebutuhan dan panggilan hati. Kadar kegaibannya akan semakin tinggi kalau anda menghayati lakunya, bukan sekedar anda menjajal suatu bentuk laku, dan bukan sekedar sudah berhasil berpuasa. Dan jangan menyandarkan harapan terkabulnya suatu keinginan dengan hanya melakukan suatu bentuk laku prihatin. Tidak bisa suatu bentuk laku kebatinan / prihatin dianggap ampuh sebagai jalan pintas untuk terkabulnya suatu keinginan. Jangan dijadikan sarana ngalap berkah. 

Puasa dan laku prihatin di atas adalah berdasarkan panggilan dan niat batin dari diri sendiri. Kegaibannya berasal dari kegaiban diri sendiri. Karena itu seharusnya anda mengajak semuanya pancer dan sedulur papat berpuasa bersama, jangan jalan sendiri saja. 

Puasa dan laku prihatin di atas jangan tatalakunya dianggap sama seperti puasa agama yang banyak pantangan dan larangannya dan semuanya harus dipatuhi, harus begini, harus begitu, tidak boleh ini, tidak boleh itu. Apapun yang anda lakukan semuanya akan bermuara pada kadar kegaiban yang akan anda alami sendiri. Kadar kegaiban yang anda alami akan semakin tinggi kalau anda menghayati lakunya. Karena itu banyak orang yang sengaja menambah-nambahi lakunya supaya kegaibannya semakin tinggi, terutama yang tujuannya adalah untuk ngelmu gaib dan ngalap berkah. Tetapi puasa agama justru tidak boleh diubah-ubah aturan dan tatalakunya. Entah anda menghayati / mengimani lakunya atau tidak, puasa agama harus dijalankan sesuai tuntutan dan tuntunan agama.

Dalam melaksanakan laku-laku prihatin itu tidak diperlukan doa-doa khusus atau doa-doa amalan atau doa-doa hapalan, walaupun itu asalnya dari agama. Yang diperlukan hanyalah doa dari niat batinnya saja, doa permohonan yang tulus kepada Tuhan agar keinginan-keinginannya dapat tercapai, sebagai sarana fokus pada tujuan.

Dalam berdoa sebaiknya fokuskan batin anda kepada Tuhan di atas sana supaya doa anda lebih pasti tersambung kepada Tuhan. Lebih baik lagi jika selama menjalankan laku berprihatin kita juga menjalankan laku kebatinan keagamaan seperti yang dicontohkan dalam tulisan itu.

Laku prihatin dan tirakat jangan dijadikan sarana jalan pintas untuk mengejar berkah. Lakukanlah sebagai cara untuk kita lebih fokus dalam mendekatkan diri kepada Tuhan. Berkat yang dari Tuhan akan datang dengan sendirinya sesuai perkenanNya.

Pada jaman sekarang ini kalau kita rajin menjalankan laku prihatin, lengkapi dengan banyak berdoa, tidak harus menghadap ke timur, yang utama adalah sambungkan doa kita kepada Tuhan

Mengenai pengapesan, semua orang mengalaminya, hanya bentuk kejadiannya saja yang tidak sama.
Sebaiknya kita peka rasa untuk bisa tanggap firasat, sehingga jika ada suatu kejadian yang tidak mengenakkan, kita sudah lebih dulu menerima pemberitahuan / tandanya sehingga kita bisa menghindarinya dan bisa mengambil suatu tindakan untuk meminimalisir resiko negatifnya.

Pada jaman sekarang yang kehidupan manusia penuh dengan rutinitas dan kesibukan, urusan pekerjaan tetap-lah dijalankan, jangan ditinggalkan hanya karena sedang berpuasa, dan juga tidak perlu melakukan puasa, laku prihatin dan tirakat sambil menyepi atau tapa seperti orang jaman dulu. Kita hanya perlu menghindar dari perilaku dan suasana bersenang-senang untuk diisi dengan banyak berdoa. Perlu diketahui bahwa sugesti kebatinan dalam kondisi berprihatin akan jauh lebih kuat dibandingkan pada hari-hari lain saat tidak sedang berprihatin. Karena itu dalam menjalankan laku berprihatin akan lebih baik jika dilakukan dengan banyak berdoa, tidak mendatangi tempat-tempat keramaian, tidak menonton hiburan atau suasana bersenang-senang yang membuat kita lupa bahwa kita sedang berprihatin.

Laku puasa, prihatin dan tirakat berdasarkan tradisi jawa di atas dilakukan berdasarkan panggilan hati dan rasa ketuhanan jawa, akan berbeda dengan laku yang dilakukan oleh orang-orang yang menjalankan laku dalam rangka memenuhi kewajibannya beragama atau yang sedang laku ngelmu gaib (yang sedang menuntut ilmugaib / khodam dan kesaktian) atau yang sedang ngalap berkah.

Laku puasa, prihatin dan tirakat di dalam halaman ini adalah berdasarkan tradisi dan budaya kebatinan jawa.Jangan dilakukan bersamaan dengan kewajiban puasa agama, dan jangan dicampurkan dengan tatacara dan doa-doa keagamaan, supaya sugestinya tidak berubah dan tidak memunculkan pertentangan di dalam agama.Jangan sampai karena itu kemudian anda dikatakan sesat / murtad / kafir. 

Laku puasa, prihatin dan tirakat di dalam halaman ini adalah berdasarkan tradisi budaya kebatinan jawa, sangat erat kaitannya dengan kepercayaan akan kesatuan seseorang (pancer) dengan sedulur papatnya. Karena itu dalam menjalankannya seharusnya kita mengkondisikan sikap batin yang sejalan dengan sugesti kebatinan jawa. 

Ada pertanyaan :

Pak saya mau bertanya, kalau orang puasa ngebleng kan seharusnya tidak boleh makan, minum, tidur, selama hari yg ditentukan, tetapi jaman sekarang ada orang puasa ngebleng tidak makan dan minum tapi boleh tidur, mengingat jaman skrg orang dituntut jadwal pekerjaan yg sangat ketat.

Menurut pak javanes sendiri, puasa ngebleng yg sudah dikurangi lakunya dan direnovasi spt di atas apa masih efektif dan ada kegaiban yg dapat meningkatkan kekuatan sukma ?
Mohon jawaban dan sarannya. 
Sebelumnya saya ucapkan trimakasih

Ulasannya sbb :

Ada banyak sekali ajaran laku prihatin dan puasa. 
Tapi secara umum ada 2 aliran besar ajarannya.

1. Ajaran penghayatan kebatinan dan agama.

Dalam ajaran penghayatan kebatinan dan agama, seperti ajaran penghayatan kebatinan jawa atau ajaran dalam keagamaan hindu, budha, islam dan kristen, biasanya ajaran dan tatalakunya sederhana, hanya prinsip-prinsipnya saja yang harus dijalankan. Walaupun berat melakukannya, tapi tidak ada yg aneh-aneh.

2. Ajaran dan laku ngelmu gaib dan ngalap berkah.

Dalam ajaran dan laku ngelmu gaib dan ngalap berkah orang melakukan banyak tatalaku yg aneh2 yg secara kebatinan dianggap tidak perlu sampai seperti itu. 

Jadi kalau ada orang yg mengajarkan anda laku yg aneh2 biasanya itu adalah ajaran dari orang2 dulu yg biasa ngelmu gaib, atau itu sebenarnya adalah laku untuk tujuan ngalap berkah, misalnya mandi berendam di tempuran sungai yg angker, tirakat / semedi di tempat yg angker dan wingit, tapa melek, tapa bisu, tapa lelono, tirakat sambil bakar menyan, tirakat di pinggir laut, di kuburan, dsb. Tatalaku yg aneh2 itu biasanya untuk tujuan ngelmu gaib (mencari ilmu / wangsit) atau untuk ngalap berkah.

Secara kebatinan, puasa ngebleng itu aslinya hanya tidak makan dan tidak minum saja, boleh tidur. 
  • Puasanya dilakukan sambil berprihatin, menjauhkan diri dari bersenang-senang.
  • Puasanya sehari-semalam, boleh tidur.
  • Buka puasa juga makan-minumnya biasa saja.
Tapi kalo tidak boleh tidur, atau puasanya berbukanya hanya minum saja, nasi sekepal, tujuh kepal, ngrowot, dsb, biasanya itu mengikuti tatacara ngelmu gaib.

Kalo niatnya untuk meningkatkan kekuatan sukma seharusnya lakunya mengikuti ajaran penghayatan kebatinan, bukan mengikuti ajaran ngelmu gaib atau ngalap berkah.

Ada pertanyaan :

Pak di dalam artikel bapak, kalau orang yg melakukan laku tirakat kebatinan seperti puasa ngebleng maka sukma org tsb meningkat 1,5 dan banyak para makhluk gaib dan leluhur kita memperhatikan kita. 
Kalau ada kasus seperti ada orang yg menjalani laku tirakat puasa ngebleng tetapi ada orang yg jahil, yaitu menangkap sedulur papat orang tsb dan memasungnya. Apakah sedulur papat org tsb yg dipasung dapat melepaskan diri dgn sendirinya ? 
Mohon pencerahannya. 
Saya ingin menimba ilmu dari bapak. 
Sebelumnya saya ucapkan terima kasih

Ulasan :

Berarti kasus yg bapak sampaikan itu sama dengan kasus sedulur papat yg terpisah yg disandera oleh pihak lain.

Soal apakah sedulur papatnya itu akan bisa melepaskan diri atau tidak, itu tergantung kekuatan sedulur papat itu sendiri, juga tergantung apakah sedulur papatnya itu berusaha membebaskan dirinya sendiri atau tidak.

Mengenai laku tirakat yg bapak sampaikan itu, termasuk ngebleng, sebenarnya yg dilakukan orang itu belum tentu sifatnya kebatinan, mungkin juga sebenarnya adalah laku ngelmu gaib. Yg seperti itu sering memunculkan kasus gangguan gaib, apalagi kalau orangnya bertirakat di tempat2 yg angker. 

Jadi kita perlu bisa membedakan antara laku tirakat penghayatan kebatinan dengan laku yg sebenarnya tujuannya untuk ngelmu gaib atau ngalap berkah.

Juga jangan asal mengikuti ajaran orang, jangan sampai laku kita malah mendatangkan efek yg tidak baik.

Sebenarnya puasa ngebleng yg dilakukan oleh orang2 keilmuan kebatinan adalah sebagai pengganda kekuatan kebatinan, untuk membantu kenaikan yg signifikan kekuatan sukma dan kebatinan, bukan semata2 ngebleng. 

Kalau dilakukan oleh orang biasa yg tidak melakukan olah kebatinan, kenaikan kekuatan sukmanya tidak banyak (tapi kegaibannya tetap ada).
Tapi kalau dilakukan oleh orang2 penghayat dan pelaku kebatinan, orang2 yg melakukan olah kebatinan, puasa ngebleng itu bisa menunjang kenaikan kekuatan sukma yg signifikan.

Pertanyaan :

Aura seseorang itu 1 warna dan permanen, atau berwarna-warni dan berubah-ubah sesuai suasana hati ? 
kalau aura saya, warnanya apa ya pak? 
bisa minta tolong untuk dibantu buka aura saya pak? 
atau saya harus melakukan amalan apa untuk membuka aura?

Ulasan :

Aura orang itu ada banyak macamnya. Ada :
  1. Aura energi tubuh / organ2 tubuh (dan penyakit), 
  2. Aura psikologis (suasana hati), 
  3. Aura kejiwaan / kepribadian (lebih bersifat permanen) dan 
  4. Aura spiritualitas. 
Itu adalah aura2 dasar manusia. Aura2 lainnya adalah kembangan dari itu. Kalau ada orang yg bertanya tentang auranya, sebenarnya saya bingung, aura yg mana ? Kalau dirincikan nantinya orangnya bingung Tapi saya sendiri tidak begitu memperhatikan detail aura, 

Tapi kalau anda ingin auranya bagus dan bersih setidaknya ada caranya yg bisa anda lakukan sendiri :
  1. Rajin mandi kembang seperti dicontohkan dalam tulisan saya yg berjudul Laku Prihatin Dan Tirakat. Nantinya aura tubuh anda akan bersih dan terang.
  2. Menjalankan laku kebatinan ketuhanan seperti dalam tulisan saya yg berjudul Kebatinan Dalam Keagamaandan Pembersihan Gaib 4. Nantinya aura spiritualitas anda akan bersinar putih bersih. Sukma anda akan kuat. Aura tubuh dan kejiwaan juga akan lebih baik, karena bukan hanya energi tubuh anda akan baik, tapi kejiwaan dan kepribadian anda juga akan menjadi lebih baik.
Laku Prihatin dan Tirakat, Masih Relevankah ?

Banyak orang menjalani laku mulai dari laku prihatin menahan diri dan berpuasa, tidak tidur, berendam di sungai, sampai ritual yang aneh-aneh dan tidak masuk logika orang modern dalam rangka ngalap berkah ataungelmu gaib, yang semuanya bertujuan supaya apa yang mereka harapkan dan usahakan bisa tercapai.

Jaman sekarang, sikap berpikir masyarakat sudah lebih modern, kehidupan manusia penuh dengan kesibukan dan rutinitas yang menyita banyak waktu dan menuntut manusia untuk tetap fit dan dalam kondisi yang prima. Jika demikian keadaannya, apakah konsep laku prihatin dan tirakat ini masih relevan dan masih perlu dijalankan ?

Jawabannya adalah: Ya. 

Konsep laku prihatin dan tirakat janganlah dipandang secara dangkal dan sempit. Konsep laku bersifat universal, tetapi mempunyai bentuk yang berbeda sesuai kondisi kebatinan masyarakatnya masing-masing dan dalam menjalankannya harus dilakukan penyesuaian sesuai tempat dan jamannya.
  • Laku adalah usaha / upaya-upaya.
  • Prihatin adalah sikap menahan diri, menjauhi perilaku bersenang-senang enak-enakan. 
  • Tirakat adalah perbuatan-perbuatan tertentu sebagai tambahan, untuk terkabulnya suatu keinginan.
Hakekat dan tujuan dari laku prihatin dan tirakat adalah usaha menjaga agar kehidupan manusia selamat dan 'keberkahan', agar dihindarkan dari kesulitan dalam segala urusan dan usahanya dan tercapai / terkabul keinginan-keinginannya. Proses laku mendorong dan mengarahkan perilaku seseorang agar selalu bersikap positif dan menjauhkan hal-hal yang bersifat negatif dan tidak bijaksana, demi tercapainya tujuan hidup. 

Dalam kehidupan jaman modern ini memang banyak orang yang memaksakan sikap berpikirnya untuk tidak percaya dengan hal-hal yang bersifat mistis. Mereka tidak percaya karena menganggap itu adalah kuno, kehidupan masa lalu, dan tidak masuk akal dan banyak orang yang sudah tumpul kepekaan batinnya dan tidak bisa merasakan firasat. Tetapi banyak juga orang yang berpandangan lain, masih banyak orang yang selalu menjaga kepekaan batinnya, karena hal-hal atau kejadian-kejadian gaibpun masih terjadi hingga hari ini, sehingga masih saja ada orang yang melakukan usaha dengan cara-cara yang berbau mistis dan masih banyak juga orang yang melakukan perbuatan klenik.

Memang banyak bentuk laku yang dahulu biasa dilakukan orang, sekarang sudah banyak ditinggalkan, karena merepotkan dan tidak sesuai jaman. Kelemahan ritual tradisional dari sudut pandang modern adalah tidak adanya penjelasan yang memuaskan secara logika. Tetapi sesungguhnya laku dan hal-hal yang bersifat tradisional itu tidak sungguh-sungguh ditinggalkan, karena manfaatnya memang bisa dirasakan, termasuk oleh orang jaman sekarang. 

Sebagai gantinya, laku tersebut dilakukan dengan cara yang lebih modern yang sesuai dengan jaman. Banyak orang melakukan penelitian untuk mengkaji hal-hal yang berbau mistis dan tradisional untuk menjelaskannya dengan sikap berpikir modern, logis dan analitis. Dan hal-hal yang tidak dapat diselesaikan dengan cara modern, selalu saja ada laku untuk mencari cara-cara alternatif yang bersifat alami dan tradisional. Sakit-penyakit dan obat-obatan medis pun diusahakan alternatif pengobatannya yang bersifat alami dan tradisional. Ilmu-ilmu yang dahulu untuk kesaktian dan sebagian merupakan ilmu gaib, masih banyak digeluti orang,dijadikan bahan pertunjukkan entertainment dan dikomersialkan. 

Berendam atau mandi kembang setaman / kembang tujuh rupa, yang aslinya adalah supaya aura dari kembang-kembang tersebut menyelaraskan aura-aura negatif di dalam tubuh agar menjadi positif, aura tubuh dan wajah menjadi lebih bersih dan lebih bercahaya, membuang kesulitan-kesulitan yang berasal dari aura negatif di dalam tubuh, membantu mempermudah jalan hidup, sekarang, mandi kembang, luluran, dsb, banyak diselenggarakan di spa-spa dan salon kecantikan modern. 

Sesuai hakekat dan tujuannya, maka walaupun jaman sekarang kondisinya sudah sangat berbeda dengan jaman dulu, tetapi proses laku tetap dilakukan orang, hanya saja bentuk lakunya yang berbeda. Laku prihatin untuk menahan diri, tidak sombong, rajin beribadah, tekun berdoa dan berusaha, tidak malas, menjauhi perbuatan dosa, menjauhi kebiasaan dan etos kerja yang buruk, hidup sederhana (relatif) dan menabung, mensyukuri apa yang dimiliki, menjaga hubungan yang harmonis dengan sesama, dsb, dilakukan oleh hampir semua orang.

Proses laku dan prihatin tetap dilakukan orang, hanya bentuk dan caranya saja yang berbeda, disesuaikan dengan kondisi jaman dan kondisi masyarakat. Yang membuat orang berhasil mencapai tujuannya dengan menjalankan suatu laku adalah bukan semata-mata karena bentuk lakunya, melainkan karena mereka tetap menjaga hal-hal yang positif dan menjauhi hal-hal yang bersifat negatif dan tidak bijaksana, sehingga segala sesuatu yang dikerjakan selalu terkondisi pada arah yang benar untuk tercapainya tujuan. 

Semoga bermanfaat, Diambil dari berbagai sumber.

1 komentar:

  1. Apa sampeyan ngupaya kredit? We offer loans designed to meet your financial and personal needs Loan business with loan approval loan. We borrow money for those who need financial help, we give credit to people who have bad credit or need money to pay bill, to invest in this business. Sampeyan ora kudu kuwatir, amarga sampeyan ana ing panggonan sing bener, RUMANA J LOAN FIRM COMPANY nawakake kredit kurang saka 2%, supaya yen sampeyan butuh utang, aku bakal melu perusahaan FUMUM RUMANA DUTA mung iki alamat email: rumanajloanfirm@gmail.com
    APLIKASI LAYANAN KREDIT:
    1) Nama lengkap: ............
    2) Jenis Kelamin: .................
    3) Umur: ........................
    4) Negara: .................
    5) Nomer telpon: ........
    6) Proyek: ..............
    7) Income: ......
    8) Total Pinjaman: .....
    9) Loan duration: ...............
    10) Alesan kanggo kredit: ...........
    11) Apa sampeyan wis diterapake lan ditolak? Yèn mangkono ........

    Matur nuwun

    BalasHapus