Sabtu, 02 April 2011

KEUTAMAAN SILATURAHMI

Islam adalah agama yang indah dan paripurna yang mengajarkan seluruh aspek kehidupan manusia. Islam mengajarkan adab dan akhlak yang tinggi, menghormati yang tua dan menyayangi yang muda, menjaga keharmonisan hubungan keluarga dan menghilangkan hal-hal yang dapat merusak hubungan persaudaraan. Islam sangat menganjurkan silaturahmi. Bahkan, silaturahmi merupakan inti dari ajaran Islam, sebagaimana diriwayatkan dari Abu Umamah radhiyallahu ‘anhu, dia berkata, “Amr bin ‘Abasah as-Sulami berkata,“Aku berkata,“Dengan apa Allah mengutusmu? Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: “Allah mengutusku dengan silaturrahim, menghancurkan berhala dan agar Allah ditauhidkan, Dia tidak disekutukan dengan sesuatupun.” (HR. Muslim no. 1927)

Oleh karena itu, pada edisi kali ini Penulis akan sedikit membahas tentang silaturahmi, agar dapat menumbuhkan rasa semangat untuk bersilaturahmi dan agar silaturahmi yang kita lakukan sesuai dengan ajaran Islam.

MAKNA SILATURAHMI

Silaturahim berasal dari Bahasa Arab, yaitu dari kata shilah dan ar-rahim. Kata shilah adalah bentuk mashdar dari kata washola-yashilu yang berarti ‘sampai, menyambung’. ar-Raghib al-Asfahani berkata, “yaitu menyatunya beberapa hal, sebagian dengan yang lain.” (al-Mufradat fi Gharibil Qur-an, hal. 525)

Adapun kata ar-rahim, Ibnu Manzhur rahimahullah berkata, “adalah hubungan kekerabatan, yang asalnya adalah tempat tumbuhnya janin di dalam perut.” (Lisanul ‘Arab)

Jadi, silaturrahim artinya adalah ‘menyambung tali persaudaraan kepada kerabat yang memiliki hubungan nasab’.

HUKUM DAN TINGKATAN SILATURAHMI

Al-Qadhi ‘Iyad rahimahullah berkata, “Tidak ada perbedaan pendapat, bahwasanya hukum silaturahmi adalah wajib (secara umum) dan memutus silaturahmi adalah dosa besar. Namun, menyambung silaturahmi mempunyai beberapa tingkatan dan yang paling rendah adalah menyambung kembali hubungan yang telah putus dengan berbicara atau hanya sekedar mengucapkan salam, supaya tidak masuk ke dalam pemutusan hubungan kerabat. Dan itu berbeda-beda sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan, ada yang wajib dan ada yang sunnah. Jika seseorang menyambung sebagian hubungan kerabat tapi tidak sampai seluruhnya, maka dia tidak bisa dikatakan memutus hubungan kerabat. Tetapi, jika kurang dari kewajaran yang semestinya dari silaturahmi, maka belum bisa seseorang disebut menyambung.”

SILATURAHMI DALAM AL-QUR’AN DAN AS-SUNNAH

Allah ta’ala menganjurkan hamba-Nya untuk saling menyambung silaturahmi dalam kitab-Nya, begitu juga Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam banyak hadits, diantaranya ialah firman Allah, “Dan bertakwalah kepada Allah, yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain dan peliharalah hubungan silaturrahim” (QS. an-Nisa': 1)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Wahai manusia! Ucapkanlah salam, sambunglah silaturrahim, berikanlah makan dan shalatlah di malam hari tatkala manusia sedang tidur, maka kalian akan masuk Surga dengan selamat.” (HR. at-Tirmidzi No. 2485 dan dishahihkan oleh al-Albani dalam Shahih Ibnu Majah III/155)

KEUTAMAAN SILATURAHMI

Islam adalah agama yang indah nan sempurna. Tidaklah Islam memerintahkan sesuatu, kecuali pasti ada kebaikan dan keutamaan yang akan didapatkan pelakunya, sebagaimana silaturahmi ini. Diantara keutamaan silaturahmi ialah:
(1). Merupakan Sebagian dari Konsekuensi Iman dan Tanda-tandanya.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah ia menyambung hubungan silaturahmi.” (HR. Al-Bukhari no. 5787)
(2). Mendapatkan Keberkahan Umur dan Rizki
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Barangsiapa yang senang diluaskan rizqinya dan dipanjangkan umurnya, maka hendaklah ia menyambung hubungan silaturahim.” (HR. al-Bukhari no. 5986 dan Muslim no. 2557)
(3). Salah Satu Penyebab Utama Masuk Surga dan Jauh dari Neraka
Dari Abu Ayyub al-Anshari radhiyallahu ‘anhu, sesungguhnya seorang laki-laki berkata, “Ya Rasulullah, ceritakanlah kepadaku amalan yang memasukkan aku ke dalam Surga dan menjauhkan aku dari Neraka.” Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
”Engkau menyembah Allah dan tidak menyekutukan sesuatu dengan-Nya, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan menyambung tali silaturahmi.” (HR. al-Bukhari no. 1396 dan Muslim no. 13)
(4). Merupakan Amalan yang Paling Dicintai Allah dan Paling Utama
Seorang laki-laki bertanya kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, “Ya Rasulullah, amalan apa yang paling dicintai Allah?” Beliau menjawab, “Beriman kepada Allah.” Dia bertanya lagi, “Kemudian apa lagi?” Beliau menjawab, “Kemudian menyambung silaturahmi.” (Shahih at-Targib wa at-Tarhib no. 2522)

BENTUK-BENTUK BERSILATURAHMI

Silaturahmi merupakan ibadah yang agung, mudah dan membawa berkah. Banyak cara yang bisa dilakukan untuk mewujudkan silaturahmi, diantaranya dengan berziarah, memberi hadiah, memberi nafkah, berlaku lemah-lembut, bermuka manis (senyum), memuliakannya dan semua yang manusia itu menganggapnya silaturahmi.

SILATURRAHIM BUKAN HANYA DENGAN MEMBALAS BUDI

Banyak orang yang mengakrabi saudaranya setelah saudaranya mengakrabinya, mengunjungi saudaranya setelah saudaranya mengunjunginya, memberikan hadiah setelah ia diberi hadiah dan seterusnya. Dia hanya membalas kebaikan saudaranya. Sedangkan kepada saudara yang tidak mengunjunginya -misalnya-, dia tidak mau berkunjung. Ini belum dikatakan menyambung tali silaturrahim yang sebenarnya. Yang disebut menyambung tali silaturrahim sebenarnya adalah orang yang menyambung kembali terhadap orang yang telah memutuskan hubungan kekerabatannya.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan, “Bukanlah penyambung orang yang hanya membalas. Tetapi penyambung adalah orang yang apabila diputuskan hubungan, dia menyambungnya.” (HR. al-Bukhari no. 5991)

Ibnu Hajar rahimahullah mengatakan, “Peniadaan sambungan tidak pasti menunjukkan adanya pemutusan. Karena, mereka ada tiga tingkatan: Orang yang menyambung, Orang yang membalas, dan Orang yang memutuskan. Orang yang menyambung adalah orang yang melakukan hal yang lebih dan tidak diungguli oleh orang lain. Orang yang membalas adalah orang yang tidak menambahi pemberian lebih dari apa yang dia dapatkan. Sedangkan orang yang memutuskan adalah orang yang diberi dan tidak memberi. Sebagaimana terjadi pembalasan dari kedua pihak, maka siapa yang mengawali berarti dialah yang menyambung. Jikalau ia dibalas, maka orang yang membalas dinamakan mukafi` (pembalas).” (Fathul Bari 10/427)

JIKA KERABAT NON MUSLIM

Allah ta’ala berfirman: “Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.” (QS. al-Mumtahanah: 8)


Syaikh as-Sa’di rahimahullah menjelaskan, “Artinya, Allah tidak melarang kalian dari kebaikan, silaturahmi dan membalas kebaikan, serta berlaku adil terhadap kerabat kalian dari kalangan kaum musyrikin atau yang lain. Hal ini bila mereka tidak mengobarkan peperangan dalam agama terhadap kalian, tidak mengusir kalian dari rumah-rumah kalian.

Maka, tidak mengapa kalian berhubungan baik dengan mereka dalam keadaan seperti ini, tidak ada kekhawatiran dan kerusakan padanya.” 

Ibnu Katsir rahimahullah menafsirkan ayat ini dengan membawakan hadits dari Asma` bintu Abu Bakr ash-Shiddiq radhiyallahu ‘anhuma, dia mengatakan, “Ibuku datang dalam keadaan masih musyrik, di waktu perjanjian damai yang disepakati orang Quraisy. Maka, aku datang kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan bertanya, ‘Wahai Rasulullah, ibuku datang dan ia ingin berbuat baik. Bolehkah aku berbuat baik kepadanya?’ Rasulullah berkata, ‘Ya, berbuat baiklah kepada ibumu’.” (HR. Al-Bukhari no. 5978 & Muslim no. 2322)

SILATURAHMI TATKALA HARI RAYA

Silaturahmi adalah ibadah yang tidak ada kaitannya dengan waktu (Ramadhan, Hari Raya, atau yang lainnya), tidak ada dalil dari al-Qur’an dan as-Sunnah yang menjelaskan tentang anjuran untuk ber-silaturahmi khusus pada Hari Raya. Akan tetapi, perintah untuk bersilaturahmi bersifat umum, yang bisa dilakukan kapan saja sesuai dengan kondisi dan kebutuhan.

Berbeda halnya, jika silaturahmi itu dilakukan pada saat Hari Raya, misalnya, karena memang tidak ada lagi kesempatan lain untuk bisa bertemu, kecuali pada saat Hari Raya, maka yang demikian ini tidak mengapa. Namun, jika hal ini dianggap suatu kemestian dan diyakini sebagai adat-istiadat yang berkaitan dengan ajaran islam, atau merupakan rangkaian ibadah yang harus dilakukan pada Hari Raya, atau menyakini, bahwa hal tersebut lebih utama apabila dilakukan pada Hari Raya, maka ini tidak benar, karena Islam tidak mensyariatkan hal tersebut

Rahim dan Rahmat adalah diantara kata dari bahasa Arab yang artinya kasih sayang, sama halnya dengan kata Rahman, hanya saja rahman ini digunakan sebagai nama seseorang. Kata Rahim juga digunakan sebagai nama bagian tubuh wanita yang menjadi tempat bagi janin yang terdapat di dalam perut. Kata Shilah artinya hubungan dan Qothi artinya putus, maka kalimat Shilaturrahmi atau kalimat Shilaturahim artinya adalah menghubungkan kasih sayang atau menghubungkan ikatan tali persaudaraan sedangkan arti dari kalimat Qothi’urrahmi atau kalimat Qothi’urrahim adalah sebaliknya yaitu memutuskan kasih sayang atau memutuskan ikatan persaudaraan. 
Ikatan persaudaraan diantara sesama manusia hendaknya dijaga dan dipelihara, terlebih-lebih persaudaraan diantara kerabat dan keluarga agar darinya senantiasa didapatkan kehidupan yang bahagia dan sejahtera.


ANJURAN SHILATURRAHMI


Memelihara dan menjaga ikatan persaudaraan sperti diatas adalah termasuk memenuhi perintah Allah Swt, sebagaimana firman Allah Swt sebagai berikut :


قاَلَ اللهُ تَعاَلىَ ؛ وَاتَّقُوْا اللهَ الَّذِىْ تَساَءَلُوْنَ بِهِ وَالأَرْحاَمَ أَىْ وَاتَّقُوْا الأَرْحاَمَ أَنْ تَقْطَعُوْهاَ


Allah Swt berfirman : “Dan bertaqwalah kepada Allah yang dengan mempergunakan nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain dan peliharalah hubungan silaturrahmi”, artinya jangan sampai kalian memutuskan ubungan Silaturrahmi ( QS. Annisa 1 )


قاَلَ اللهُ تَعاَلىَ ؛ وَالَّذِيْنَ يَنْقُضُوْنَ عَهْدَ اللهِ مِنْ بَعْدِ مِيْثاَقِهِ وَيَقْطَعُوْنَ ماَ أَمَرَ اللهُ بِهِ أَنْ يُوْصَلَ وَيُفْسِدُوْنَ فىِ الأَرْضِ أُوْلَئِكَ لَهُمْ اللَّعْنَةُ وَلَهُمْ سُوْءُ الدَّارِ .


Allah Swt berfirman : “Dan orang-orang yang merusak janji Allah setelah dikrarkan dengan teguh dan memutuskan apa-apa yang Allah perintahkan supaya dihubungkan dan mengadakan kerusakan di bumi, orang-orang itulah yang memperoleh kutukan dan bagi mereka tempat kediaman yang buruk (Jahannam) (QS. Ar-Ra’du 25)


قاَلَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ؛ ياَمَعْشَرَ المُسْلِمِيْنَ اتَّقُوْا اللهَ وَصِلُّوْا أَرْحاَمَكُمْ فَإِنَّهُ لَيْسَ مِنْ ثَواَبٍ أَسْرَعُ مِنْ صِلَةِ الرَّحْمِ وَإِيَّاكُمْ وَالبَغْىَ فَإِنَّهُ لَيْسَ مِنْ عُقُوْبَةٍ أَسْرَعُ مِنْ عُقُوْبَةِ بَغْىٍ وَإِيَّاكُمْ وَعُقُوْقَ الواَلِدَيْنِ فَإِنَّ رِيْحَ الجَنَّةِ يُوْجَدُ مِنْ مَسِيْرَةِ أَلْفِ عاَمٍ وَاللهِ لاَ يَجِدُهاَ عاَقٌ وَلاَ قاَطِعُ رَحْمٍ وَلاَ شَيْخٌ زاَنٍ وَلاَ جاَرٌ زاَرَهُ خُيَلاَءَ إِنَّماَ الكِبْرِياَءُ ِللهِ رَبِّ العاَلَمِيْنَ ( رَواَهُ الطَّبْراَنىِ )


Rasulullah Saw bersabda ; “Wahai para kaum muslimin, bertaqwalah kepada Allah dan hubungkan lah ikatan persudaraan (shilaturrahmi) diantara kalian, karena sesungguhnya tidak ada pahala yang lebih cepat diterima melainkan hanya pahala dari shilaturrahmi, takutilah berbuat jahat memutuskan shilaturrahmi karena tidak ada siksa yang lebih cepat menimpa melainkan hanya siksa sebab jahat memutuskan shilaturrahmi. Takutilah menyakiti kedua orang tua karena sesungguhnya wangi sorga dapat tercium dengan jarak seribu tahun, samun tidak akan mencium wangi sorga orang yang menyakiti kedua orang tua, orang yang memutuskan shilaturrahmi, orang tua yang berzina, orang yang menjumpai tetangganya tapi disertai kesombongan, karena kesombongan itu hanyalah milik Allah Tuhan semesta alam”. (HR. Thabroniy)


قاَلَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ؛ إِنَّ أَعْماَلَ بَنِى آدَمَ تُعْرَضُ كُلَّ خَمِيْسٍ وَلَيْلَةِ جُمْعَةٍ فَلاَ يُقْبَلُ عَمَلُ قاَطِعِ رَحْمٍ (رَواَهُ أَحْمَدُ)

Rasulullah Saw bersabda ; “Sesungguhnya amal ibadah seorang manusia akan diperlihatkan kepada Allah Swt setiap hari kamis dan malam jum’at, namun tidak akan diterima amal ibadah yang dilakukan oleh orang yang memutuskan ikatan shilaturrahmi”. (HR. Ahmad)


قاَلَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ؛ إِنَّ الرَّحْمَةَ لاَ تَـنْزُلُ عَلَى قَوْمٍ وَفِيْهِمْ قاَطِعُ رَحْمٍ ( رَواَهُ الأَصْبَهاَنىِ )


Rasulullah Saw bersabda ; “Sesugguhnya rahmat Allah tidak akan turun pada suatu kumpulam kaum yang didalamnya terdapat orang yang memutuskan ikatan shilaturrahmi”. (HR. Al-Ashbahaniy)

ANCAMAN BAGI PEMUTUS SILATURAHMI

[1]. Tidak Akan Masuk Surga

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidaklah masuk surga orang yang memutus tali silaturrahim.” (HR. al-Bukhari no. 5984)

[2]. Mendapat Siksaan di Dunia dan di Akhirat

Sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Tidak ada dosa yang lebih cepat siksaannya di dunia bagi pelakunya, serta diperlambat siksaannya di akhirat kelak dari pada orang yang zhalim dan memutus hubungan silaturahmi.” (ash-Shahihah no. 917)

FAKTOR PENYEBAB PUTUSNYA SILATURAHMI

Di antara penyebabnya adalah: Kebodohan, Minimnya agama, Cinta dunia dan menyibukkan diri dengannya, Zhalim dan jahat terhadap kerabat, dan Adanya problematika rumah tangga. (Dinukil dari kitab Tabshiratul Anam bil huquqi fil Islam hal. 131-132)


KISAH MEMUTUSKAN SHILATURRAHMI

Kisah ini dihikayatkan oleh Syekh Ibnu Hajar Al-Haetamiy, beliau berkata :
Pada zaman dulu ada seorang lelaki yang kaya raya. dia ingin menunaikan ibadah haji, ketika mau berangkat ibadah haji tiba, semua harta yang tidak dibawanya dia titipkan kepada kawannya yang baik dan dipercayainya berupa uang seribu dinar, pada saat pulang dari ibadah haji dia mau mengambilnya kembali.

Setelah melaksanakan ibadah haji, dia pulang dan ketika sampai di tempat tinggalnya dia mendapati bahwa orang yang dititipi hartanya telah meninggal.

Singkat cerita dia menanyakan tentang harta yang dititipkannya itu kepada ahli warisnya, namun semua ahli warisnya menjawab tidak tahu. Dia merasa bingung, hingga akhirnya memberanikan diri untuk bertanya kepada para Ulama Mekkah, harus bagaimanakah gerangan agar uang yang dititipkannya itu dapat ditemukan kembali ??, para Ulama Mekkah menyarankan agar ketika dipertengahan malam datangilah sumur zamzam dan lihat ke dalam sumur itu dan panggillah orang yang dititipi harta itu dengan menyebut namanya, apabila dia orang baik maka dia akan menjawabmu hanya dari satu kali panggilan saja, dan selanjutnya kamu bisa menanyakan harta yang dititipkan kepadanya.

Kemudian dia bergegas menuju sumur zamzam dan melakukan apa yang disarankan para Ulama Mekkah, namun dari sumur zamzam itu tidak ada yang menjawab sama sekali. Dia pun pulang dan memberitahukan hal itu kepada para Ulama Mekkah tadi. Dan mereka berkata ;


إِنَّ ِللهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ راَجِعُوْنَ


Perkataan para Ulama Mekkah seperti ini adalah merasa ikut prihatin, karena khawatir orang yang menjadi sahabatnya bukan termasuk orang yang baik akan tetapi sebagai penghuni apai neraka jahannam, karena tidak ada jawaban atas panggilan namanya di sumur zamzam.

Kemudian para Ulama Mekkah kembali menyarankan dia untuk pergi ke negri Yaman dan ketika disana agar mencari sebuah sumur yang bernama sumur Barhuut. Diceritakan bahwa sumur Barhuut ini tepat berada di mulut neraka jahannam, lalu ketika dipertengahan malam lihatlah air sumur itu dan panggilah orang itu dengan namanya, maka dia akan menjawab dan kamu bisa menanyakan tentang harta yang dititipkan kepadanya.

Setelah menerima saran itu, diapun pergi ke negri Yaman dan sesampainya disana dia bertanya kepada penduduk disana tentang keberadaan sumur Barhuut yang dimaksud itu, setelah mendapatkan petunjuk dari mereka, diapun mendatanginya dipertengahan malam dan memanggil nama sahabatnya yang dititipi harta, kemudian ada suara yang menjawabnya dan suara itu sama seperti suara sahabatnya itu.

Kemudian dia menanyakan tentang harta yang dititipkannya, dimana hartaku ? lalu suara itu menjawab, aku menguburnya di tanah anu di dekat rumahku, karena aku tidak merasa aman dari anakku, datangi dan galilah tanah itu maka kamu akan menemukan harta yang kamu titipkan kepadaku.

Kemudian dia bertanya lagi, apa yang membuat kamu tinggal disini ? sungguh sebelumnya aku menduga bahwa kamu adalah orang yang baik. Lalu suara pun itu menjawab kembali, Aku punya saudara perempuan yang fakir akan tetapi aku meninggalkannya aku tidak menyukainya dan tidak menghubunginya lagi sehingga terputus ikatan shilaturrahmi, oleh karena perbuatan aku ini Allah Swt menyiksaku di neraka jahannam ini dan menampatkan aku di neraka ini.

Demikianlah kisah orang yang memutuskan ikatan shilaturrahmi.

Syekh Ibnu Hajar Al-Haetami menambahkan bahwa kebenaran kisah ini berkaitan dengan hadits berikut :

قاَلَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ؛ لاَيَدْخُلُ الجَنَّةَ قاَطِعٌ أَىْ قاَطِعُ رَحْمٍ ( رَواَهُ الشَّيْخاَنِ )

Rasulullah Saw bersabda ; “Tidak akan masuk sorga orang yang memutuskan Shilaturrahmi, artinya orang yang memutuskan persaudaraan”. (HR. Bukhori Muslim)


Hal ini dikutif dalam tafsir Al-Qurtubiy, para Imam madhab sepakat bahwa memutuskan ikatan shilaturrahmi atau ikatan persaudaraan adalah haram, dengan demikian kita wajib menyatukan atau menghubungkan ikatan shilaturrahmi.

Dan yang dimaksud dengan memtuskan ikatan shilaturrahmi adalah memutuskan ikatan kerabat atau ikatan keluarga yang sebelumnya berbuat baik dan berhubungan baik, tanpa adanya ‘udzur Syar’i (darurat menurut agama), artinya apabila seseorang memutuskan ikatan shilaturrahmi dengan kerabatnya disebabkan dengan kebaikan dan karena adanya darurat menurut agama seperti kerabatnya itu keluar dari agama Islam atau menentang hukum Islam dan sama sekali bukan karena bermaksud jahat dengan keluarganya maka hal seperti ini tidak termasuk orang fasiq dan berbuat memutuskan shilaturrahmi yang mengundang ancaman siksa, karena hal ini ada dalam keadaan darurat atau ‘udzur Syar’i.

Akan tetapi ketika memutuskan ikatan shilaturrahmi yang tanpa adanya ‘udzur Syar’I maka dia termasuk melakukan dosa besar dan mengundang ancaman siksa Allah Swt.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar