Kamis, 11 Juli 2013

JIKA AKU SAKIT, ALLAH LAH YANG MENYEMBUHKANKU

Sesuatu yang tidak akan dipungkiri siapa pun adalah kehidupan ini tidak hanya dalam satu keadaan. Ada senang, ada duka. Ada canda, begitu juga tawa. Ada sehat, namun juga adakalanya sakit. Dan semua ini adalah sunnatullah yang mesti dihadapi orang manapun.

Di antara hal yang paling menarik dalam hal ini adalah di mana seorang manusia menghadapi ujian berupa sakit. Tentu keadaan sakit ini lebih sedikit dan sebentar dibanding keadaan sehat. Yang perlu diketahui oleh setiap muslim adalah tidaklah Allah menetapkan (mentaqdirkan) suatu taqdir melainkan di balik taqdir itu terdapat hikmah, baik diketahui ataupun tidak. Dengan demikian, hati seorang muslim harus senantiasa ridho dan pasrah kepada ketetapan Rabb-nya.

Saat seseorang mengalami sakit, hendaknya ia menyadari bahwa Rasulullah ﷺ yang merupakan manusia termulia sepanjang sejarah juga pernah mengalaminya.

Bahkan dengan adanya sakit, banyak orang menyadari kekeliruannya selama ini sehingga sakit itu mengantarkannya menuju pintu taubat. Justru ketika sakit itu tidak ada, malah membuat banyak orang sombong dan congkak. Lihatlah Fir’aun yang tidak pernah Allah timpa ujian sakit sepanjang hidupnya, membuatnya sombong terlampau batas sampai-sampai berani menyatakan, “Akulah tuhan tertinggi kalian!” (QS. An Nazi’at: 24)

Allah ‘Azza wa Jalla berfirman (yang artinya), “Dan sesungguhnya Kami telah mengutus (para rasul) kepada umat-umat sebelum kamu, kemudian Kami siksa mereka dengan kesengsaraan dan kemelaratan agar mereka memohon (kepada Allah) dengan tunduk merendahkan diri.” (QS. Al An’am: 42)

Tidak heran jika ada sebagian orang saat tertimpa musibah malah justru bergembira sebagaimana bergembira ketika mendapat kelapangan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallampernah bersabda, “…dan sesungguhnya salah seorang mereka benar-benar merasa gembira karena mendapat cobaan, sebagaimana salah seorang mereka merasa senang karena memperoleh kelapangan.” (HR Ibnu Majah dan Al Hakim, beliau berkata, “Shahih menurut syarat Muslim.” Disepakati oleh Adz Dzahabi)

Hiburan untuk Orang yang Tertimpa Musibah

Agar sakit itu berbuah kebahagiaan, bukan keluh kesah, hendaknya seorang muslim mengetahui janji-janji yang Allah berikan, baik dalam Al Quran maupun melalui lisan Rasul-Nya, Muhammad ﷺ.

Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Katakanlah (Muhammad), ‘Tidak akan menimpa kami kecuali apa yang telah Allah tetapkan untuk kami. Dialah pelindung kami, dan hanya kepada Allah orang-orang beriman harus bertawakal.’” (QS. At Taubah: 51). Juga firman-Nya, “Tiada suatu bencana pun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah. (Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri.” (QS Al Hadid: 22-23)

Rasulullah ﷺ bersabda, “Tidaklah seorang muslim yang tertimpa gangguan berupa penyakit atau semacamnya, kecuali Allah akan menggugurkan bersama dengannya dosa-dosanya, sebagaimana pohon yang menggugurkan dedaunannya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

“Bencana senantiasa menimpa seorang mukmin dan mukminah pada dirinya, anaknya, dan hartanya sampai ia berjumpa dengan Allah dalam keadaan tidak ada kesalahan pada dirinya.” (HR. At Tirmidzi, dan beliau berkomentar, “Hasan shahih.”, Imam Ahmad, dan lainnya)

“Sesungguhnya besarnya pahala itu berbanding lurus dengan besarnya ujian. Dan sesungguhnya jika Allah mencintai suatu kaum, Dia akan menguji mereka. Siapa yang ridha, baginya ridha(Nya), namun siapa yang murka, maka baginya kemurkaan(Nya).” (HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah).

Masih banyak lagi janji-janji menggiurkan lainnya yang tersebar di dalam Al Quran dan As Sunnah.
Dua Jenis Penyakit

Menurut anggapan mayoritas orang, yang dianggap penyakit hanyalah penyakit yang menimpa badan secara nyata seperti demam, batuk, flu, dan seterusnya. Namun tahukah Anda, bahwa ada penyakit lain yang seharusnya lebih mendapatkan perhatian dan penanganan? Itulah penyakit hati. Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin rahimahullah mengatakan dalam sebuah pertemuannya dengan para dokter, “Wahai saudara-saudaraku, penyakit itu ada dua, yaitu penyakit hati, inilah penyakit maknawi (abstrak), dan yang kedua adalah penyakit jisim, inilah penyakit hissi (kongkrit). Jenis pertama harus lebih utama diperhatikan dan ditangani karena ia mengakibatkan kebinasaan abadi.” (Irsyadat lith Thabibil Muslim 05: 34 – 06: 04)

Al ‘Allamah ‘Abdurrahman bin Nashir As Sa’di rahimahullah ketika menafsirkan firman Allah, “فِي قُلُوبِهِمْ مَرَضٌ (di dalam hati mereka terdapat penyakit)”, berkata, “Yang dimaksud dengan penyakit di sini adalah penyakit keraguan, syubhat, dan kemunafikan. Karena hati akan menghadapi dua penyakit yang akan mengeluarkannya dari kesehatan dan keseimbangannya, yaitu penyakit syubhat yang bathil dan penyakit syahwat yang membinasakan. Kekufuran, kemunafikan, keraguan, dan kebid’ahan semuanya termasuk penyakit syubhat. Sedangkan zina, menyukai kekejian dan kemaksiatan serta melakukannya termasuk penyakit syahwat, sebagaimana firman Allah, ‘…sehingga bangkit nafsu orang yang ada penyakit dalam hatinya.” (QS Al Ahzab: 32) yaitu syahwat zina. Dan orang yang sehat adalah orang yang terselamatkan dari kedua penyakit ini. Maka jadilah ia memperoleh keyakinan, keimanan, dan kesabaran dari segala maksiat.” (Taisirul Karimirrahman)

Maka penyakit hati itu pangkalnya ada dua, yaitu syubhat dan syahwat. Dari kedua hal inilah bercabang semua penyakit, dan amat sedikit orang yang mengetahuinya kecuali yang dirahmati Robb-nya. Ibnu ‘Utsaimin berkata, “…penyakit-penyakit (yang menyerang) agama yang porosnya adalah syubhat dan syahwat.”
Setiap Penyakit Pasti Ada Obatnya

Hal lain yang seyogyanya diketahui oleh seorang muslim adalah tidaklah Allah menciptakan suatu penyakit kecuali Dia juga menciptakan penawarnya. Hal ini sebagaimana yang disabdakan Rasulullah ﷺ:

مَا أَنْزَلَ اللهُ دَاءً إِلَّا أَنْزَلَ لَهُ شِفَاءً

“Tidaklah Allah menurunkan penyakit kecuali Dia juga menurunkan penawarnya.” (HR Bukhari).

Imam Muslim ‘merekam’ sebuah hadits dari Jabir bin ‘Abdullah radhiyallahu ‘anhu, dari Rasulullah ﷺ, bahwasannya beliau bersabda,

لِكُلِّ دَاءٍ دَوَاءُ، فَإِذَا أُصِيْبَ دَوَاءُ الدَّاءِ بَرَأَ بِإِذْنِ اللهِ عَزَّ وَ جَلَّ

“Setiap penyakit ada obatnya. Apabila obat itu tepat untuk suatu penyakit, penyakit itu akan sembuh dengan seizin Allah ‘Azza wa Jalla.”
Kesembuhan Itu Hanya Datang dari Allah

Allah berfirman menceritakan kekasih-Nya, Ibrahim ‘alaihissalam,

وَ إِذَا مَرِضْتُ فَهُوَ يَشْفِيْنِ

“Dan apabila aku sakit, Dialah yang menyembuhkanku.” [QS Asy Syu’ara: 80]

Di surat Al An’am (ayat: 17), “Dan jika Allah menimpakan sesuatu kemudharatan kepadamu, maka tidak ada yang menghilangkannya melainkan Dia sendiri. Dan jika Dia mendatangkan kebaikan kepadamu, maka Dia Maha Kuasa atas tiap-tiap sesuatu.”

Maka obat dan dokter hanyalah cara kesembuhan, sedangkan kesembuhan hanya datang dari Allah. Karena Dia sendiri menyatakan demikian, “Dialah yang menciptakan segala sesuatu.” Semujarab apapun obat dan sesepesialis dokter itu, namun jika Allah tidak menghendaki kesembuhan, kesembuhan itu juga tidak akan didapat. Bahkan jika meyakini bahwa kesembuhan itu datang dari selain-Nya, berarti ia telah rela keluar dari agama dan neraka sebagai tempat tinggalnya kelak jika tidak juga bertaubat. Dan fenomena ini kerap dijumpai di banyak kalangan, entah sadar atau tidak. Seperti ucapan sebagian orang, “Tolong sembuhkan saya, Dok .” Meski kalimat ini amat pendek, namun akibatnya sangat fatal, yaitu dapat mengeluarkan pengucapnya dari Islam. Sepantasnya setiap muslim berhati-hati dalam setiap gerak-geriknya agar ia tidak menyesal kelak.
Berobat dengan Wahyu

Banyak orang ketika tertimpa sakit lari kesana-kemari mencari kesembuhan. Setiap orang akan mencari dokter sepesialis terhebat di negerinya bahkan di seluruh dunia sekalipun demi mendapatkan kesembuhan. Berapa pun biayanya akan dibayarnya meski harus berhutang. Celakanya ada sebagaian orang yang masih percaya kepada dukun si penipu yang malah menjerumuskannya ke dalam lobang kesyirikan yang mengeluarkan dari agama. Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu meriwayatkan dari Rasulullah ﷺ, beliau bersabda:

مَنْ أَتَا عَرَّافًا أَوْ كَاهِنًا فَصَدَّقَهُ بِمَا يَقُوْلُ، فَقَدْ كَفَرَ بِمَا أُنْزِلَ عَلَى مُحَمَّدٍ 

“Barangsiapa yang mendatangi dukun atau tukang ramal, lantas ia membenarkan perkataannya, maka ia telah kufur terhadap apa yang diturunkan pada Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam” (HR. Ahmad dalam Al Musnad, Al Hakim dalam Al Mustadrak –dan ia menilainya shahih dengan syarat Al Bukhari & Muslim-, dan Al Baihaqi)

Tentu usaha untuk mendapatkan kesembuhan itu, selama usaha-usaha itu ‘sehat’, sangat diperlukan, karena ini merupakan bagian dari tawakal. Syaikh Shafiyyurrahma bin ‘Abdullah Al Mubarakfuri rahimahullah berkata ketika menjelaskan hadits: “Setiap penyakit ada obatnya…” dsb., “Di dalamnya (hadits di atas) terdapat dorongan untuk berobat dan mengambil sebab, dan bahwasannya yang demikian itu termasuk dari taqdir Allah. Bahkan ia termasuk menuntut taqdir-Nya jika ia berkeyakinan ia akan sembuh dengan seizin-Nya. Yaitu seperti menolak rasa lapar dengan makan dan haus dengan minum.” (Minnatul Mun’im syarh Shahih Muslim, 3: 457)

Sesungguhnya Allah Ta’ala telah menyediakan obat yang lebih baik dari itu. Semua orang dapat memperolehnya jika ia yakin dengan sepenuhnya. Inilah yang disebut dengan “berobat dengan wahyu.” Allah lah yang telah menciptakan penyakit, maka tentu Dia lebih tahu apa penawar dan obatnya. Oleh karena ada dua jenis penyakit, maka berikut adalah masing-masing obat yang ditawarkan syariat, tentu secara ringkas.

Al ‘Allamah Ibnu Qayyimil Jauziyyah rahimahullah berkata, “Siapa yang tidak dapat disembuhkan oleh Al Quran, berarti Allah tidak memberikan kesembuhan kepadanya. Dan siapa yang tidak dicukupkan oleh Al Quran, Allah tidak akan memberikan kecukupan kepadanya.” (Zaadul Ma’ad fi Hady Khairil ‘Ibad)

Pertama, obat hati. Sebagaimana yang telah diterangkan di atas bahwa penyakit hati haruslah lebih utama untuk diperhatikan dan ditangani secara serius karena jika tidak ia akan berakibat kebinasaan abadi, di dunia maupun di akhirat. Maka obat untuk penyakit yang satu ini hanya didapat di dalam Al Quran Al Karim dan hadits-hadits yang sah dari Nabi

ﷺ.

Allah Ta’ala berfirman,
وَ نُنَزِّلُ مِنَ القُرْآنِ مَا هُوَ شِفَاءٌ وَ رَحْمَةٌ لِلْمُؤْمِنِيْنَ

“Dan Kami turunkan dari Al Quran (sesuatu) yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang beriman.” (QS Al Isra’: 82)

Juga firman-Nya, “Katakanlah, Al Quran adalah petunjuk dan penawar bagi orang-orang mukmin.” [QS Fushshilat: 44]

Imam Abul Fida’ Ibnu Katsir rahimahullah berkata ketika menafsirkan ayat شِفَاءٌ وَ رَحْمَةٌ لِلْمُؤْمِنِيْنَ, “Artinya menghilangkan apa yang ada di dalam hati dari penyakit-penyakit berupa keraguan, kemunafikan, kesyirikan, keberpalingan, dan kecondongan (kepada kebatilan). Maka Al Quran dapat menyembuhkan dari semua (penyakit) itu.” (Tafsir Al Quran Al ‘Azhim, 9: 70)

Syaikh ‘Abdurrahman As Sa’di rahimahullah berkata, “Obat penawar yang dikandung Al Quran itu umum untuk penawar hati berupa syubhat, kebodohan, pemikiran rusak, penyelewengan yang rusak, dan tujuan-tujuan buruk.” (Taisirul Karimirrahman)

Kesembuhan hati dari penyakit-penyakit ini ditandai dengan hilangnya penyelewengan dan kerusakan yang ditimbulkan penyakit tersebut. Dan Al Quran yang Allah turunkan ini dapat menghilangkan kebodohan, keraguan, kesesatan, pemikiran nyeleneh, dan penyakit-penyakit non fisik (abstrak) lainnya. Maka siapa saja yang memiliki uneg-uneg buruk dalam dirinya, akan segera dapat ia hilangkan manakala ia mengambil obatnya dalam Al Quran dan juga sunnah. “Yang demikian itu tidak untuk setiap orang, namun hanya untuk orang-orang beriman kepadanya, membenarkan ayat-ayatnya, dan yang mengamalkannya.” (Taisirul Karimirrahman)

Adapun syahwat, maka janji (targhib) dan ancaman (tarhib) di dalam Al Quran dan As Sunnah adalah obatnya. Apabila ada seseorang yang hendak condong kepada dunia, hendaknya ia memikirkan kehidupan yang lebih baik di akhirat kelak. Rasulullah ﷺ pernah bersabda,

مَنْ تَرَكَ شَيْئًا لِلهِ عَوَّضَهُ اللهُ خَيْرًا مِنْهُ

“Siapa yang meninggalkan sesuatu (yang haram) karena Allah, Allah akan menggantikannya dengan yang lebih baik darinya.” (HR. Abu Nu’aim dalam Al Hilyah dan Ibnu ‘Asakir dalam kitab tarikhnya dengan lafazh

ما ترك عبد شيئا لله لا يتركه إلا له، إلا عوضه الله منه ما هو خير له في دينه ودنياه”. 

Dalam musnad Imam Ahmad dengan lafazh

 “إِنَّكَ لَنْ تَدَعَ شَيْئاً لِلَّهِ عَزَّ وَجَلَّ إِلاَّ بَدَّلَكَ اللَّهُ بِهِ مَا هُوَ خَيْرٌ لَكَ مِنْهُ”)

Rasulullah ﷺ sendiri apabila ditakjubkan oleh kesenangan dunia, segera berdoa,

لَبَّيْكَ، إِنَّ الْعَيْشَ عَيْشُ الْأخِرَةِ

“Aku memenuhi panggilan-Mu ya Allah, sesungguhnya kehidupan (hakiki) adalah kehidupan di akhirat.” (HR. Ibnu Abi Syaibah)

Tentu hadits ini tidak cukup hanya dibaca, namun juga harus dicontoh dan dipraktekkan. Jika Rasulullah yang jelas-jelas dijamin masuk surga saja masih khawatir terjerumus ke dalam kenikmatan semu dan menghibur diri dengan kenikmatan akhirat, bagaimana pula dengan kita yang belum ada yang menjaminnya, tentu lebih ditekankan lagi.

Kedua, yaitu obat penyakit kongkrit (hissi). Untuk obat penyakit yang menyerang fisik, syariat telah menyediakan dua cara pengobatan yang boleh digabungkan sekaligus, yaitu pengobatan yang bersifat abstrak ruhani dan pengobatan dengan materi-materi tertentu.

Pengobatan pertama adalah dengan membacakan Al Quran dan doa yang ma’tsur kepada si sakit atau yang lebih dikenal dengan ruqyah. Yang dimaksud ruqyah di sini tidak hanya sebatas ruqyah untuk orang yang terkena sihir dan guna-guna, akan tetapi untuk setiap penyakit. Pengobatan macam ini boleh jadi lebih manjur dan cepat reaksinya.

Ketika Rasulullah ﷺ mendapati ‘Ali bin Abu Thalib radhiyallahu ‘anhu saat perang Khaibar dalam keadaan sakit matanya, beliau pun meludahi kedua mata ‘Ali dan mendoakan kesembuhan untuknya, maka seketika itu pula sembuh seakan-akan tidak ada sakit sebelumnya. [HR Al Bukhari]

Hal yang sama juga dialami oleh sekelompok shahabat radhiyallahu ‘anhum ajma’in yang ada salah satu di antara mereka yang meruqyah dengan membacakan surat Al Fatihah kepada penghulu suatu kampung yang tersengat kala jengking, setelah dibacakan surat Al Fatihah, seketika itu juga sembuh. Berita itu pun akhirnya diceritakan kepada Rasulullah ﷺ, lalu beliau berkomentar, “Apa yang membuatmu tahu bahwa Al Fatihah adalah ruqyah?” (HR. Bukhari)

Yang menarik di sini adalah pengalaman dan pengakuan Ibnul Qayyim dalam kedua bukunya, Zadul Ma’ad (4: 178) dan Ad Da’ wad Dawa’ (hal. 23), “Suatu ketika aku pernah jatuh sakit namun aku tidak menemui dokter atau obat penyembuh. Lantas aku berusaha mengobati diriku dengan surat Al Fatihah, aku pun melihat pengaruh yang sangat menakjubkan. Aku mengambil segelas air zamzam dan membacakannya surat Al Fatihah berulang kali, lalu aku meminumnya sehingga aku mendapatkan kesembuhan total. Selanjutnya aku bersandar dengan cara seperti itu dalam mengobati berbagai penyakit dan aku mendapatkan manfaat besar. Kemudian aku beritahukan orang banyak yang mengeluhkan suatu penyakit dan banyak dari mereka yang sembuh dengan cepat.”

Contoh meruqyah dengan dzikir yang diajarkan Rasulullah ﷺ:

بِسْمِ اللهِ تُرْبَةُ أَرْضِنَا، بِرِيْقَةِ بَعْضِنَا، يُشْفَى سَقِيْمُنَا بِإِذْنِ رَبِّنَا

“Dengan menyebut asma Allah, tanah bumi ini dengan air ludah sebagian di antara kami dapat menyembuhkan penyakit di antara kami dengan seizing Robb kami.” (HR. Bukhari). Doa tersebut dibaca Rasulullah shallahu ‘alaihi wa sallam jika ada seseorang yang mengeluhkan sakit atau luka pada tubuhnya, beliau pun mengisyaratkan jarinya ke tanah, sebagaimana keterangan Sufyan, kemudian beliau mengangkatnya kembali lalu diusapkan ke tempat yang sakit.

Pengobatan kedua dengan memanfaatkan berbagai materi tertentu yang disebutkan oleh syariat. Di antaranya adalah berobat dengan jinten hitam atau habbatu sauda’. Rasulullah ﷺ bersabda, “Sesungguhnya di dalam habbatu sauda’ terdapat obat untuk semua penyakit kecuali kematian.” (HR. Bukhari dan Muslim). Begitu juga dengan madu, sebagaimana firman Allah Jalla wa ‘Ala, “Dari perut lebah itu keluar minuman (madu) yang bermacam-macam warnanya, di dalamnya terdapat obat yang menyembuhkan bagi manusia.” (QS. An Nahl: 69)

Selain itu, ada pula pengobatan dengan cara mengeluarkan darah kotor dengan alat tertentu semacam tanduk atau alat yang modern lagi yang biasa dikenal dengan bekam (hijamah). Rasulullah ﷺ pernah bersabda, “Sesungguhnya sebaik-baik apa yang kalian perbuat untuk mengobati penyakit adalah dengan berbekam.” (HR Ahmad, Abu Dawud, Ibnu Majah, dan lainnya)

Dan masih banyak lagi obat-obat yang datang dari syariat yang tentu tidak diragukan lagi kebenaran dan khasiatnya. Untuk lebih luas pengetahuan tentang pengobatan macam ini, Ibnul Qayyim rahimahullah telah mengumpulkan pengobatan-pengobatan ini dalam satu kitab yang bertajuk Ath Thibb An Nabawi yang berarti pengobatan ala Nabi, buku ini adalah bagian dari kitab Zaadul Ma’ad karya beliau (ed). Allahu a’lam.

Semoga shalawat beserta salam tetap tercurah kepada Muhammad, keluarga, shahabat, serta orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik.

Berbahagialah Orang yang Sakit

Itulah perkataan dari orang-orang shalih terdahulu. Kalimat yang indah dan penuh makna. Namun, saat ini banyak orang yang melupakan arti dari kalimat tersebut.

Nikmat kesehatan merupakan nikmat yang tiada tanding. Bahkan, bagi mereka yang sedang sakit, mereka rela menghabiskan hartanya agar memperoleh kesehatan. Akan tetapi, yang perlu diingat adalah yakinlah bahwa setiap penyakit merupakan ketetapan Allah yang Maha Penyayang terhadap setiap hambaNya. Oleh karena itu, berbaik sangkalah kepada Allah atas setiapa ketetapan yang terjadi.

Ingatlah sebuah hadits qudsi,

“Aku tergantung baik sangka hamba terhadap Ku. Jika baik, maka baiklah adanya dan jika buruk, maka buruklah adanya” (HR. Ahmad, Thabrani)

Dan firmanNya,

وَعَسَى أَن تَكْرَهُواْ شَيْئًا وَهُوَ خَيْرٌ لَّكُمْ وَعَسَى أَن تُحِبُّواْ شَيْئًا وَهُوَ شَرٌّ لَّكُمْ

“Boleh jadi kamu membenci sesuatu padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu padahal ia amat buruk bagimu” (Al-Baqarah: 216)

فَعَسَى أَن تَكْرَهُواْ شَيْئًا وَيَجْعَلَ اللّهُ فِيهِ خَيْرًا كَثِيرًا

“Boleh jadi kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan kebaikan yang banyak padanya.” (An-Nisa: 19)

Ingatlah juga bahwa setiap penyakit yang ditimpa oleh seorang hamba merupakan tanda kasih sayang Allah kepada hambaNya.

“Sesungguhnya besarnya pahala (balasan) sangat ditentukan oleh besarnya cobaan. Dan jika sekiranya Allah mencintai sesuatu kaum, maka Dia akan menguji dan memberikan cobaan kepada mereka: (HR. Tirmidzi, Baihaqi)

Dan setiap cobaan yang terjadi dapat menjadi jalan diampuni dosa dan ditinggikannya derajat mereka disisi Allah.

“Tiadalah kepayahan, penyakit, kesusahan, kepedihan dan kesedihan yang menimpa seorang muslim sampai duri di jalan yang mengenainya, kecuali Allah menghapus dengan itu kesalahan-kesalahannya” (HR. Bukhori-Muslim)

Dan diantara ke-Maha Lembutan dan RahmatNya, bahwa apabila Allah menutup satu pintu kebaikan bagi seseorang, pasti Allah akan membukakan banyak pintu kebaikan lainnya.

“Kalau seorang hamba sakit atau sedang berpergian, pasti Allah akan menuliskan baginya pahala seperti saat ia mengamalkan ibadah di masa masih sehat dan sedang bermukim” (HR. Bukhori)

Dan setiap keadaan yang dihadapi oleh seorang yang beriman juga dapat menjadi kebaikan bagi dirinya.

“Sungguh ajaib kondisi seorang mukmin, seluruh kondisinya pasti menjadi baik dan itu hanya dimiliki oleh seorang mukmin saja. Apabila ia memperoleh kenikmatan akan bersyukur, maka kesenangan itu akan menjadi kebaikan buat dirinya. Apabila ia tertimpa musibah ia akan bersabar dan musibah itu pun akan menjadi kebaikan buat dirinya” (HR. Muslim)

Dan yang perlu diketahui setiap muslim juga bahwa setiap penyakit yang diturunkan oleh Allah pasti ada obatnya.

“Setiap penyakit ada obatnya. Jika suatu obat itu tepat (manjur) untuk suatu penyakit maka akan sembuh dengan ijin Allah” (HR. Muslim)

Dan ingatlah ketika Allah berfirman mengisahkan Nabi Ibrahim ‘alaihi sallam.

وَإِذَا مَرِضْتُ فَهُوَ يَشْفِينِ

“dan apabila aku sakit. Dia-lah yang menyembuhkanku.” (Asy-syu’ara:80)

Dan obat yang paling mujarab ialah sebagaimana yang Allah Firmankan,

وَنُنَزِّلُ مِنَ الْقُرْآنِ مَا هُوَ شِفَاء وَرَحْمَةٌ لِّلْمُؤْمِنِينَ

“Dan Kami turunkan dari Al-Qur’an sesuatu yang menjadi penawar (obat) dan rahmat bagi orang-orang yang beriman” (Al-Isra': 82)

Oleh karena itu, kemuliaan apalagi yang bisa didapatkan setelah kemuliaan yang Allah berikan ini? Keutamaan apa pula yang lebih luas dari keutamaan Allah yang mengaruniai berbagai keutamaan”

“Ya Allah, selamatkanlah tubuhku (dari penyakit dan dari apa yang tidak aku inginkan)…… Sesungguhnya tidak ada ilah yang berhak diibadahi dengan benar kecuali Engkau” (HR. Bukhori)

SEJENGKAL PENYAKIT APAPUN PASTI ADA OBATNYA

Pada zaman sekarang, banyak penyakit yang menimpa manusia. Ada yang sudah diketahui obatnya, dan ada pula yang belum diketahui obatnya. Hal ini merupakan cobaan dari Allah, yang juga akibat dari perbuatan dosa dan maksiat yang dilakukan manusia. Allah berfirman:

"Dan apa saja musibah yang menimpamu, maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu)". [Asy Syura : 30].

Setiap penyakit pasti ada obatnya. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

ماَ أَنْزَلَ اللهُ دَاءً إِلاَّ أَنْزَلَ لَهُ شِفَاءً

"Allah tidak menurunkan penyakit, melainkan pasti menurunkan obatnya".[2]

لِكُلِّ دَاءٍ دَوَاءٌ, فَإِذَا أُصِيْبَ دَوَاءُ الدَّاءِ بَرَأَ بِإِذْنِ اللهِ

"Setiap penyakit ada obatnya. Jika suatu obat itu tepat (manjur) untuk suatu penyakit, maka akan sembuh dengan izin Allah". [3]

Seorang muslim, bila ditimpa penyakit, ia wajib berikhtiar mencari
obatnya dengan berusaha secara maksimal. Dalam usaha mengobati penyakit yang dideritanya, maka wajib memperhatikan Niatan dalam diri sendiri.

Pertama : Bahwa obat dan dokter hanya sarana kesembuhan. Adapun yang benar-benar menyembuhkan penyakit hanyalah diri kita sendiri dengan mengingat Allah SWT.

Allah berfirman, mengisahkan Nabi Ibrahim Alaihissallam.

"..dan apabila aku sakit, Dia-lah yang menyembuhkanku". [Asy Syu’ara’: 80].

Kedua ;Jika Allah menimpakan sesuatu kemudharatan kepadamu, maka tidak ada yang dapat menghilangkannya kecuali Dia. Dan jika Allah menghendaki kebaikan bagimu, maka tidak ada yang dapat menolak karuniaNya. Dia memberikan kebaikan itu kepada siapa yang dikehendakiNya diantara hamba-hambaNya, dan Dia-lah Yang Maha pengampun lagi Maha penyayang". [Yunus : 107].

Ketiga : Dalam berikhtiar atau berusaha mencari obat tersebut, tidak boleh dilakukan dengan cara-cara yang haram dan syirik.
Yang haram seperti berobat dengan menggunakan obat yang terlarang atau barang-barang yang haram, karena Allah tidak menjadikan penyembuhan dari barang yang haram.

Didalam kehidupan; Manusia belum menyadari adanya kehidupan selain yang khasat mata, Adalah kehidupan Ghoib / Jiin . Renungkan,Hayati dengan Hati QS.Al Baqarah ayat 1-20 .

Ingin sehat..?? lakukan Sabar sebagai fondasi kehidupan, Yang mendampingi adalah kejujuran dengan Ikhlas dan selalu mengingat Tuhanmu sebutlah Allah ,Nikmati semuanya itu menuju kequsukan Hati. Janganlah suka mempermasalahkan Tatacara kehidupan orang lain, itulah sebagian penyakit datangnya pada diri sendiri .

Demikian yang dapat kami sampaikan semoga tambah pengetahuan dan bermanfaat.untuk bekal hidup kita,Doa jangan
luipa dimanapun tempat gunakan salam biarpun tempat itu kosong Insya Allah yang dikerjakan pagi sampai malam yang dijalankan membawa hasil yang berlimpah..Amin Ya Robbalalamin.

KEUTAMAAN BERSABAR DENGAN SAKIT

Tidak ada seorangpun yang ingin meminta sakit, namun adakalanya sakit itu tetap hadir mengganggu atau menghentikan sedikit dari langkah-langkah kehidupan yang sedang kita jalani. Tidak jarang juga, sakit membuat kita kehilangan kesabaran dan mengisinya dengan banyak keluhan, namun Rasulullah SAW memberikan banyak panduan agar dapat merasakan hikmah dengan diberinya penyakit.

Hikmah diberikannya penyakit

Rasulullah SAW menggambarkan bahwa di dalam peristiwa sakit ada banyak hikmah atau keistimewaan yang ditawarkan oleh Allah SWT kepada hambaNya, antara lain :

"Seorang mu'min yang sakit, ia tidak mendapatkan pahala dari sakitnya, namun diampuni dosa-dosanya" (H.R. Thabrani).

Seorang mu'min yang sakit lalu sembuh, maka ia laksana salju yang turun dari langit, karena bersihnya" (H.R. Bazaar).

"Ketika seorang hamba diberi sakit pada badannya, maka Allah berkata kepada malaikat "tulislah kebaikan-kebaikan yang biasa dilakukannya ketika sehat, kalau ia sembuh mandikanlah ia dan bersihkan. Kalau ia meninggal maka Allah mengampuninya" (H.R. Ahmad).

Adab-adab orang sakit

Pertama, memperbanyak membaca Al-Qur�an,dzikrullah, do�a, istighfar, bertasbih dan bertahlil. Wajib bagi setiap muslim, terutama yang sedang sakit untuk bertobat kepada Allah SWT dari segala dosa.

Doa untuk orang yang sedang sakit :

Firman Allah SWT yang artinya:
  • Dan Tuhanmu berfirman: Berdoalah kepadaKu, niscaya akan Kuperkenankan. (QS: Al-Mukmin: 60). 
  • Dan apabila aku sakit, Dialah yang menyembuhkanku . (QS: Asy- Syuara: 80).
  • Rasulullah SAW biasanya meletakkan tangannya pada tubuh orang yang sakit seraya berdoa, yang artinya: Ya Allah Tuhan segenap manusia, hilangkanlah sakit dan sembuhkan-lah, Engkaulah Yang Maha Penyembuh, tiada kesembuhan kecuali dengan penyembuhanMu, kesembuhan yang tidak meninggalkan penyakit. (Muttafaq Alaih).
  • Beliau juga mengajarkan kepada sahabatnya yang sakit untuk berdoa, seraya bersabda, yang artinya: Letakkan tanganmu pada bagian tubuhmu yang sakit dan ucapkan: Bismillah tiga kali, kemudian ucapkan Audzu bi izzatillahi wa qudratihi min syarri ma ajidu wa uhadziru (Aku berlindung kepada keagungan dan kekuasaan Alloh dari keburukan yang aku dapati dan aku takutkan) sebanyak tujuh kali. (HR. Muslim). Sahabat tersebut berkata: Maka aku lakukan (nasihat beliau) dan Allah SWT pun menghilangkan penyakit yang selama ini aku derita.
Kedua, berbaik sangka kepada Allah SWT bahwa Allah SWT selalu mengasihinya dan tidak memberikan penyakit untuk menyiksa hambaNya.
  • Jangan sekali-kali salah seorang di antara kalian mati kecuali dalam keadaan berbaik sangka kepada Allah. (HR. Muslim)
  • Tidaklah menyatu (rasa takut dan harapan) dalam hati seorang hamba pada saat seperti ini (sakit) kecuali Allah mengabulkan harapannya dan memberikan kepadanya rasa aman dari apa yang ditakutkannya. (HR. At-Tirmidzi dengan sanad hasan).
Ketiga, tidak mengharapkan kematian pada saat menanggung sakit yang berat dan tidak berkesudahan. Namun kalau terpaksa hendaknya berdoa:
  • Ya Allah, hidupkanlah aku selama kehidupan lebih baik bagiku, dan wafatkanlah aku jika kematian lebih baik bagiku. Jadikanlah kehidupan sebagai penambah segala kebaikan bagiku dan kematian sebagai istirahatku dari segala keburukan. (Hadits Anas bin Malik-HR: Al-Bukhari dan Muslim).
Keempat, menunaikan hak-hak orang lain yang menjadi tanggungannya, baik berupa hutang, amanat atau lainnya.

Kelima, tetap mengamalkan amalan-amalan wajib seorang muslim dengan kemampuan yang ada. Hendaknya orang yang sakit selalu menjaga shalat, menghindarkan diri dari apa-apa yang najis dan bersabar dalam beratnya melakukan hal tersebut.

Adab menjenguk orang sakit

Pertama, memperbanyak doa dan mengingatkan si sakit untuk bersabar karena ada banyak hikmah yang diperoleh pada saat sakit
  • Allhumma azil anhu, wa aidhu ilash shihhati wasy-syif, wa amiddahu bi-husnil wiqyah, wa ruddahu il husnil fiyah, wajal mnlahu f maradhihi hdz mddatan lihaytihi wa kaffratan lisayyitih(i). Allhumma shalli 'al Muhammadin wa li Muhammad. 
  • Ya Allah, hilangkan dari dirinya penyakit, kembalikan dia kepada kesehatan dan ke-sembuhan. Bantulah dia dengan sebaik-baik perlindungan, dan kembalikan dia kepada sebaik-baik kesembuhan. Jadikanlah apa saja yang dirasakannya pada waktu sakitnya sebagai pahala untuk kehidupannya dan penghapus atas segala kesalahan-nya. Ya Allah, sampaikan shalawat kepada Muhammad dan keluarga Muhammad.(kitab Mafatihul Jinan, kunci-kunci surga)
Dari Ali radhiyallahu anhu, ia berkata: saya mendengar Rasulullah shollallahu alaihi wassallam bersabda: setiap muslim yang menjenguk sesama muslim pada waktu pagi, maka ia akan dimintakan rahmat oleh 70 ribu malaikat sampai waktu sore. Dan apabila ia menjenguknya pada waktu sore, maka ia akan dimintakan rahmat oleh 70 ribu malaikat sampai waktu pagi, serta ia mendapat jaminan buah-buahan yang siap dimakan di dalam surga. (HR. Tirmidzi)

Ibnu Abbas telah meriwayatkan bahwasanya Nabi shollallahu alaihi wassallam apabila beliau menjenguk orang sakit, mengucapkan:
  • Tidak apa-apa. Sehat (bersih) insya Allah. (HR. Al-Bukhari).
  • Dan berdo`a tiga kali sebagaimana dilakukan oleh Nabi shollallahu alaihi wassallam .
Wahai Allah Tuhan bagi manusia, Hilangkanlah kesengsaraan (penyakitnya), sembuhkanlah, Engkau Maha Penyembuh, tiada kesembuhan kecuali kesembuhan dari-Mu, kesembuhan yang tidak meninggalkan penyakit (Muttafaqalaih).

Tidaklah seorang hamba Muslim mengunjungi orang sakit yang belum datang ajalnya, lalu membaca sebanyak tujuh kali:

Aku mohon kepada Allah Yang Maha Agung, Tuhan yang menguasai arasy yang agung, agar menyembuhkan penyakitmu kecuali ia pasti disembuhkan (HR. At-Tirmidzi, Abu Dawud, dan lihat Shahih At-Tirmidzi 2/210 dan Shahihul Jami 5/180)

Kedua, hendaknya memperhatikan dan memahami kondisi si sakit dengan menanyakan keadaan sakitnya, memilih waktu yang tepat untuk datang dan menghiburnya.

Ketiga, mentalkinkan (menuntun bacaan pada orang yang akan meninggal) kalimat syahadat terutama jika si sakit sudah begitu berat kondisinya dan ajalnya akan tiba.

Rasulullah shollallahu alaihi wassallam telah bersabda: Talkinilah orang yang akan meninggal di antara kamu La ilaha illallah. (HR. Muslim)

Dokter dan Obat Bukan Tuhan

Barangkali kita sering melupakan perbuatan Tuhan dalam kehidupan sehari-hari kita, misalnya dalam masalah berobat. Kebanyakan dari kita mungkin telah dengan tidak sadar menganggap dokter atau obat adalah ’Tuhan’ sehingga bila kita sembuh dari suatu penyakit karena dokter atau suatu obat tertentu maka sering kita menganggap dokter atau obat itulah ’Sang Penyembuh’. Sebab itu, tidak jarang bila suatu penyakit tidak sembuh maka yang sering disalahkan adalah dokter atau obatnya.Padahal sesungguhnya yang menyembuhkan kita adalah Allah. Dokter atau obat hanyalah sebuah sarana saja untuk memberikan kesembuhan yang datangnya dari Allah. Tidak sembuhnya suatu penyakit juga dipengaruhi banyak faktor yang saling berkaitan satu sama lain, antara lain :
  • Kesalahan dokter : kesalahan dalam mendiagnosis suatu penyakit, kesalahan memberikan terapi, dll.
  • Kesalahan pasien : tidak patuhnya pasien memakan obat, tidak sabaran akan penyakitnya sehingga pikirannya yang ’stress’ akan penyakitnya itu mempengaruhi perjalanan penyakitnya menjadi lebih berat, keterlambatan pasien membawa dirinya ke dokter sehingga penyakit sudah berat susah untuk disembuhkan, dll.
  • Keterbatasan manusia: penyakit tersebut merupakan penyakit yang baru (dalam ilmu kedokteran modern tidak semua penyakit sudah diketahui obatnya atau sudah di ’petakan’ semua).
  • Ketentuan Tuhan : Allah yang berkehendak atas kesembuhan atau tidaknya suatu penyakit karena Allah-lah Sang Penyembuh.
Kesemua faktor-faktor diataslah yang mempengaruhi sembuh atau tidaknya suatu penyakit, bukan hanya semata-mata faktor dari dokter atau obatnya. Fenomena-fenomena terlalu ’mendewakan’ dokter/tabibpun semakin menjadi-jadi, terutama bagi yang kurang memahami. Misalnya beberapa waktu yang lalu kita lihat di televisi tentang dukun cilik Ponari yang katanya mampu menyembuhkan segala penyakit. Ribuan orang berbondong-bondong mengantri untuk meminta kesembuhan dari Ponari dan batunya. Orang-orang tersebut menganggap batu Ponari dapat menyembuhkan penyakit. Batu itu tidak dapat menyembuhkan penyakit tanpa adanya Ponari yang mencelupkan batu tersebut kedalam air yang akan diminum pasien demi kesembuhannya. Tidak jarang ada yang mengambil tanah atau air comberan disekitar rumah Ponari untuk kesembuhan. Mereka rela mengantri berjam-jam atau bahkan berhari-hari demi kesembuhan penyakit. Tuhanpun tampaknya ’hilang’ dalam pemikiran mereka. Orang-orang tersebut lupa bahwa Tuhanlah yang menyembuhkan, bukan Ponari atau batunya. Mereka telah dengan tidak sadar menjadikan Ponari dan batunya sebagai Tuhan.

”Dan apabila aku sakit, Dia-lah Yang menyembuhkanku.” (Qur’an Surat Asy-Syu’ara : 80)

Telah diriwayatkan dari atsar Bani Israel, bahwa Ibrahim mengatakan, ”Wahai Tuhanku, dari siapa penyakit itu?” Allah berfirman, ”Dari-Ku.” Ibrahim berkata, ”Lalu dari siapa obatnya?” Allah berfirman, ”Dari-Ku.” Lalu Ibrahim berkata, ”Jadi untuk apa dokter?” Allah berfirman, ”Dokter adalah seseorang yang memberikan obat dari tangannya.”

Maka, intinya yang memberikan kesembuhan adalah Allah. Dokter atau obat hanyalah sarana untuk kesembuhan yang datangnya dari Allah.

Tindakan berobat itu sendiri bukanlah tindakan menolak ketetapan atau takdir Tuhan. Bila Tuhan telah menetapkan atau berkehendak kita sakit apakah dengan berobat kita menolak ketetapan atau takdir Tuhan? Apakah terapi dari dokter mampu menolak ketetapan Tuhan bila Tuhan telah menetapkan keadaan tidak sembuh atau kematian? Manusia tetaplah harus berusaha, namun Tuhan jua yang menentukan.

Ketika Rasulullah SAW ditanya tentang obat-obatan dan sebab-sebab yang dapat menjaga dari kesusahan, ”Apakah ia menolak qadar Allah?” Beliau menjawab dengan tegas, ”Ia adalah dari qadar Allah juga” (H.R.Ahmad, Ibnu Majah dan Tirmidzi).

Ketika ada wabah yang menyebar di Negeri Syam, Umar memutuskan untuk bermusyawarah dengan para sahabat agar tidak memasuki Syam, dan kembali dengan kaum muslimin yang bersamanya. Dikatakan kepadanya, ”Apakah kamu lari dari qadar Allah wahai Amirul Mukminim?” Ia menjawab, ”Ya kita lari dari qadar Allah ke qadar Allah yang lainnya. Tidakkah kamu lihat jika kamu menempati dua tempat di bumi ini, salah satunya subur dan yang lainnya tandus, bukankah jika kamu memelihara tanah yang subur berarti kamu memeliharanya dengan qadar Allah, dan jika kamu memelihara tanah yang tandus juga kamu memeliharanya dengan qadar Allah Subhanahu wa Ta’ala?”

Adapun bila usaha tersebut telah maksimal dilakukan namun kesembuhan tidak datang juga atau bahkan yang datang adalah kematian. Maka semua itu sudah menjadi ketentuan Tuhan, kita hanya mampu berusaha dan berdo’a. Manusia hanya mampu berusaha, Tuhanlah yang menentukan.

”Tiap-tiap umat mempunyai batas waktu’ maka apabila telah datang waktunya, mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaat pun dan tidak dapat (pula) memenjukannya.” (Qur’an Surat Al-A’raf : 34)

”Sesuatu yang bernyawa tidak akan mati melainkan dengan izin Allah, sebagai ketetapan yang telah ditentukan waktunya.” (Qur’an Surat Ali Imran : 145)

4 Malaikat Yang Mendatangi Orang Sakit!

Tak perlu Anda bersedih dalam sakit karena itu adalah ujian dalam ibadah Anda. Salah satu bukti kasih sayang-NYA adalah, Tuhan mengutus 4 malaikat untuk selalu menjaga kita dalam sakit. Berikut adalah penjelasannya; “Apabila seorang hamba yang beriman menderita sakit, maka Allah memerintahkan kepada para malaikat agar menulis perbuatan yang terbaik yang dikerjakan hamba mukmin itu pada saat sehat dan pada saat waktu senangnya.”

Ujaran Rasulullah SAW tsb diriwayatkan oleh Abu Imamah al Bahili. Dalam hadist yang lain Rasulullah bersabda : “Apabila seorang hamba mukmin sakit, maka Allah mengutus 4 malaikat untuk datang padanya.”
Allah memerintahkan :
  1. Malaikat pertama untuk mengambil kekuatannya sehingga menjadi lemah.
  2. MAlaikat kedua untuk mengambil rasa lezatnya makanan dari mulutnya
  3. Malaikat ketiga untuk mengambil cahaya terang di wajahnya sehingga berubahlah wajah si sakit menjadi pucat pasi.
  4. Malaikat keempat untuk mengambil semua dosanya , maka berubahlah si sakit menjadi suci dari dosa.
Tatkala Allah akan menyembuhkan hamba mukmin itu, Allah memerintahkan kepada malaikat 1, 2 dan 3 untuk mengembalikan kekuatannya, rasa lezat, dan cahaya di wajah sang hamba.

Namun untuk malaikat ke 4 , Allah tidak memerintahkan untuk mengembalikan dosa2nya kepada hamba mukmin. Maka bersujudlah para malaikat itu kepada Allah seraya berkata : “Ya Allah mengapa dosa2 ini tidak Engkau kembalikan?”

Allah menjawab: “Tidak baik bagi kemuliaan-Ku jika Aku mengembalikan dosa2nya setelah Aku menyulitkan keadaan dirinya ketika sakit. Pergilah dan buanglah dosa2 tersebut ke dalam laut.”
Dengan ini, maka kelak si sakit itu berangkat ke alam akhirat dan keluar dari dunia dalam keadaan suci dari dosa sebagaimana sabda Rasulullah SAW : “Sakit panas dalam sehari semalam, dapat menghilangkan dosa selama setahun.”

AYAT-AYAT PENYEMBUH DALAM AL-QUR’AN & HADITS

( A ). Dalam buku “PENGOBATAN QUR’ANI. Menyembuhkan Penyakit melalui Pendekatan Medis & Agama”
  1. “Dan Kami turunkan dari Al-Qur’an sesuatu yang menjadi penawar “ (QS Al-Isra (17): 82)
  2. “Dan apabila aku sakit,Dialah yang menyembuhkanku.” (QS As-Syu’araa (26):80)
  3. “Maka Kami pun memperkenankan seruannya itu,lalu Kami lenyapkan penyakit yang ada padanya.” (QS Al-Anbiya’(21):84)
  4. “ Jalan Allah yang kepunyaan-Nya,segala apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi.Ingatlah,bahwa kepada Allah-lah kembali semua urusan.” (QS As-Syura (42):53)
  5. “ Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu ke dalam kebinasaan.” (QS Al-Baqarah (2):195)
  6. “ Karena sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta,tetapi yang buta hati yang di dalam dada.” (QS Al-Hajj (22):46)
  7. “ Hanya kepada-Mu-lah kami beribadah dan hanya kepada-Mu kami meminta pertolongan.” (QS Al-Fatihah (1):5)
  8. “ Dan musibah apa saja yang menimpamu,maka adalah disebabkan tanganmu sendiri.” (QS As-Syura (42):30 )
  9. “ Jika Allah menimpakan sesuatu kemadaratan kepadamu,maka tidak ada yang dapat menghilangkannya kecuali Dia.Dan jika Allah menghendaki kebaikan bagi kamu,maka tidak ada yang dapat menolak karunia-Nya.” (QS Yunus (10):107 )
  10. “ Ketika Rasulullah saw ditanya tentang kiat untuk melapangkan dada,beliau menjawab :” Memalingkan diri dari dunia yang menipu pada negeri akhirat yang abadi. Kemudian menyiapkan diri menyongsong maut sebelum ia datang.”
  11. “ Ketika orang-orang musyrik semakin gencar mencela Al-Qur’an,dada Rasulullah saw sesak karenanya.Ia adukan masalah itu kepada Allah Swt.Pengadu
  12. an itu diabadikan dalam Al-Qur’an dengan firman-Nya yang berbunyi :”Wahai Rabbku,sesungguhnya kaumku menjadikan Al-Qur’an ini suatu yang tak diacuhkan.” (QS Al-Furqan (25):30)
  13. “ Dalam hati mereka ada penyakit,lalu Allah menambah penyakitnya; dan bagi mereka siksa yang pedih,disebabkan mereka berdusta.” (QS Al-Baqqarah (2):10). Ragam penyakit kejiwaan diderita manusia ketika mereka sedang berperang dengan setan dan sesudahnya.” Sesungguhnya setan itu musuh bagi kamu maka jadikanlah ia sebagai musuh.” (QS Faathir (35):6)Pintu-pintu masuk setan melai : marah dan nafsu – iri dan dengki – tamak – tergesa-gesa dan tidak teliti – kikir dan takut miskin – fanatik – dan buruk sangka.
  14. “Cukuplah Allah sebagai penolong kami dan sebaik-baik pelindung.” (QS Ali Imran (3):173)
  15. “Manusia diciptakan dalam kondisi lemah.” (QS An-Nisa (4):28). Ketika jiwa seseorang sedang lemah,setan segera menguasai dan membuatnya lupa kepada Tuhan.Akibatnya,orang tersebut terjerumus dalam dosa dan permusuhan.
  16. Saat Allah menciptakan jiwa,Dia menganugerahkan potensi ganda kepadanya. Yaitu potensi durhaka dan potensi taqwa. “Maka Allah ilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketaqwaan.” (QS As-Syams (91):8)(Artinya: keburukan dan kebaikan,kemaksiatan dan ketaatan)
  17. Apabila engkau hendak merebahkan diri di atas peraduanmu,maka bacalah: ayat kursi.Dari Siti ‘Aisyah r.a diriwayatkan bahwa setiap malam ketika Rasulullah saw hendak tidur,beliau merapatkan dan meniup kedua telapak tangannya kemudian membaca: Al-Ikhlas – Al-Falaq – dan An-Naas. Lalu diusapkan daripada bagian tubuh yang memungkinkan. Dimulai kepala,wajah,lalu bagian depan badannya. Beliau melakukannya 3 kali. (HR Muslim)
  18. Ada segolongan manusia yang keinginan terbesarnya adalah memutuskan ikatan silaturahmi.Menghancurkan hubungan baik,dan menyebarkan bibit perselisihan dan perpecahan.kita harus meminta tolong kepada Allah Swt dari orang yang menghembuskan racun mematikan itu.(hal 69)
  19. “Hai orang-orang yang beriman,janganlah harta-harta-mu dan anak-anak-mu melalaikan dari mengingat Allah.” (QS Al-Munafiqun (63):9 )
  20. Sakit merupakan salah satu jenis derita yang dibebankan kepada kita. Ia bisa terhitung sebagai ujian,cobaan,dan bencana.(hal 78)
  21. “Dari perut lebah itu keluar minuman (madu) yang bermacam-macam warnanya,di dalamnya terdapat obat yang menyembuhkan bagi manusia.” (QS An-Nahl (16):69 )
  22. Rasulullah saw juga bersambda :”Setiap penyakit ada obatnya.Apabila obat telah mengenai penyakit,maka akan mendatangkan kesembuhan,dengan izin Allah.” (HR Muslim) (hal 99)
  23. Orang yang menjadikan ketiganya,yaitu Surat Al-Ikhlas,Al-An-Naas dan Al-Falaq sebagai perisai,tidak diragukan lagi,ia pasti selamat dan terlindung dari gangguan setan. (hal 110)
  24. Dari Ibnu Mas’ud r.a diriwayatkan Rasulullah saw bersabda :” Barang siapa membaca dua-ayat terkahir (285 dan 286) Surah Al-Baqarah pada malam hari,maka kedua ayat itu akan menjaganya.” Ayat 286 : “Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya.Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya,dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya.”
( B ). Dalam buku :” MENGOBATI PENYAKIT HATI
Membentuk Akhlak Mulia.” (Al-Ghazali)
  1. Rasulullah saw bersabda :”Sesungguhnya aku hanyalah diutus demi menyempurnakan akhlak yang mulia.” “Timbangan paling berat dari apa yang diletakkan diatas neraca Hari Kiamat kelak,adalah taqwa kepada Allah dan akhlak yang baik.” (hal 18)
  2. Pernah ditanyakan kepada Rasulullah saw :”Siapakah yang paling utama di antara kaum Mukmin ?”.Jawab beliau :”Yang paling baik akhlaknya di antara mereka.”” Sungguh kalian takkan mampu memuaskan manusia semuanya dengan harta kalian,maka puaskanlah mereka dengan wajah yang cerah dan akhlak yang baik.” (hal 20)
  3. Sabda Rasulullah saw :”Akhlak yang buruk adalah dosa yang tak terampuni,sedangkan persangkaan buruk (su’uzzhan) adalah kesalahan yang berbau busuk.” “Seseorang dapat terjatuh ke dalam dasar Jahannam yang terdalam,dengan akhlaknya yang buruk.” (hal 26)
  4. “Akhlak yang baik adalah menghadapi manusia dengan wajah cerah,memberi bantuan setiap kali diperlukan,serta menjaga diri sendiri daripada mengganggu orang lain.” (hal 29)
  5. “Sesungguhnya Aku akan menciptakan manusia dari tanah.Maka apabila telah Ku-sempurna-kan kejadiannya dan Ku-tiup-kan padanya ruh-Ku,maka hendaklah kamu segera sujud kepadanya.” (QS Shaad (38):71-72)
  6. Tidak mungkin kita akan mencabut naluri syahwah dan ghadhab secara keseluruhan,sedangkan para nabi sekalipun tidak terlepas dari kedua-duanya. Nabi saw pernah bersabda :”Sesungguhnya aku hanyalah seorang manusia;adakalanya aku marah sebagaimana manusia lainnya marah.” (hal 44). Apabila beliau mendengar ucapan yang tidak berkenan di hatinya,adakalanya beliau marah,sedemikian sehingga kedua pipinya tampak memerah.
  7. Barang siapa mengerjakan kebaikan walaupun sebesar zarrah,niscaya ia akan melihat (balasannya di Hari Kiamat),dan barangsiapa mengerjakan kejahatan walaupun sebesar zarrah,niscaya ia akan melihat (balasannya) pula.” (QS Al-Zalzalah (99):7-8)
  8. “…dan Allah tidak menganiaya mereka,akan tetapi mereka yang senantiasa menganiaya diri mereka sendiri.” (QS An-Nahl (16):33 )
  9. Rasulullah saw bersabda :“Seorang mukmin senantiasa berada di antara lima kesukaran : seorang mukmin lainnya yang merasa iri kepadanya,seorang munafik yang membencinya,seorang kafir yang memeranginya,setan yang berusaha menyesatkannya,dan hawa nafsunya yang menariknya ke arah keinginan yang buruk.” (hal 79)
  10. Firman Allah Swt :”Dan adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya,dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya,maka sesungguhnya surga-lah yang akan menjadi tempat tinggalnya.” (An-Naazi’aat (79)(Malaikat-Malaikat Yang Mencabut):40-41)
  11. Firman Allah Swt :”Sesungguhnya orang-orang yang merendahkan suaranya di sisi Rasulullah mereka itulah orang-orang yang telah diuji hati mereka,oleh Allah untuk ber-taqwa .Bagi mereka ampunan dan pahala yang benar..” (Al-Hujuraat (49)(Kamar-Kamar): 3)
  12. “Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya ber-shalawat untuk Nabi.Hai orang-orang yang beriman,ber-shalawat-lah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya.”(Al-Ahzab(33):56)
  13. Tingkatan manusia dalam mengingat Allah Swt.Dalam melaksanakan zikir kepada Allah Swt,manusia terbagi atas empat tingkatan atau kelompok:
Pertama : Seorang yang jiwanya ‘tenggelam’ dalam ingatan kepada-Nya.Tak sedikit pun ia akan berpaling kepada dunia,kecuali dalam keperluan-keperluan hidup yang benar-benar ‘dharuri’ (tidak boleh tidak).Orang seperti ini,termasuk kelompok ‘shiddiqin’ (yang benar-benar tulus kepada-Nya)

Kedua : Seorang yang hatinya telah ‘ditenggelamkan’ oleh kesibukan dunia.Sedemikian,sehingga tak ada lagi kesempatan untuk mengingat Allah,kecuali yang berupa bisikan yang melintas,ketika berzikir dengan lisannya saja,tanpa dihayati oleh hati.Orang seperti ini termasuk kelompok ‘halikin’ (orang-orang yang binasa).

Sakit adalah Ujian Keimanan

Ketika anda sedang sakit (kena musibah), bukan berarti karena kehinaan anda di hadapan Allah , namun sebaliknya , justru anda dimuliakan dihadapan-Nya. Melalui sakit (musibah) itu, Allah menghapus dosa-dosa dan mengangkat derajad kita. Ini adalah salah satu tanda kecintaan Allah kepada hamba-Nya.

Karena itulah , para salafus Shalih justru menikmati sakit yang dideritanya, agar tak kehilangan kesempatan emas untuk mendapatkan ampunan Allah. Seorang ulama bahkan mengatakan timbangan kebaikan sesorang hamba, kadang bukan saja dari amal shalih yang ia lakukan, namun juga buah dari kesabaran, buah dari bersikap baik, dan buah dari ridha akan ketentuan-Nya.

Laksana pohon yang menggugurkan daunnya sebagian hari-hari dalam setahun. Sebagaimana sakit menjadikan dosa-dosa berguguran hingga seorang hamba terbebas dari beban dosa.

Saudaraku, bagi Allah , seorang hamba yang mendertia sakit bukanlah orang hina. Rasulullah pernah bersabda dalam hadits qudsi , yang artinya “Sesungguhnya Allah SWT berfirman pada hari kiamat, “ Wahai anak adam, Aku sakit. Mengapa engkau tidak menjenguk-Ku ? “
berkata anak adam ,’Bagaimana saya menjenguk-Mu , padahal Engkau adalah Rabb semesta alam?’
Allah menjawab ,” Apakah engkau tidak mengerti bahwa hamba-Ku si fulan sakit dan engkau tidak menjenguknya ?
“Apakah engkau tidak mengerti bahwa seandainya engkau menjenguknya, niscaya akan engkau dapati Aku bersamanya ? “. (Hr Muslim).

Dari hadits itu diambil pemahaman bahwa Allah turut merasakan sakitmketika seorang hamba-Nya sedang mendertia. Ini menunjukkan Allah memuliakan hamba-Nya yang sedang menderita, sekaligus bukti akan kedekatan allah dengannya. Maka sudak sepantasnya berbahagialah hamba yang sedang sakit.

Sakit (musibah) tidak akan datang kepada seorang hamba sebagai cobaan, kecuali dengan takdir Allah.

Ketika turun firman Allah, yang artinya ,” (pahala dari Allah) itu bukanlah menurut angan-anganmu (366) yang kosong dan tidak pula menurut angan-angan ahli kitab. Barang siapa mengerjakan kejahatan, niscaya akan diberi pembalasan dengan kejahatan itu. Dan ia tidak mendapat pelindung dan tidak (pula) penolong baginya selain dari Allah“, (Qs. An-Nisa’ : 123).

Turunnya ayat ini, membuat para sahabat resah, mereka merasa bahwa diri mereka yang bergelimang dosa maka azab akan segera datang sebagai pembalasan akibat dosa-dosan mereka.
Sehingga sahabat Abu Bakar bertanya kepada Rasulullah, ‘ Wahai Rasulullah bagaimana nasib kebaikan kami setelah turun ayat ini? ‘
Maka, Rasulullah menjawab ,yang artinya “, Semoga Allah mengampunimu wahai Abu Bakar. Bukankah engkau (pernah) sakit , bukankah engkau bersedih, bukankah engaku susah dalam penghidupan ? “
Abu bakar berkata,’benar wahai Rasulullah “.
Maka Rasulullah saw bersabda, yang artinya , “ Itulah penghapus dosamu”. (Hr Ahmad –Ibnu Hibban, Al Albani menshahihkan dalam Shahih At-Targib wat Rarhib , 3430).

Yakinlah bahwa Allah menguji hamba-Nya dengan sakit (musibah) , beberapa hadits menjelaskan :
  1. 1. Hadits riwayat Bukhari dan Muslim, menyatakan bahwa Rasulullah pernah bersabda, yang artinya ,”tidaklah seorang hamba muslim tertimpa derita dari penyakit atau perkaran lain kecuali Allah hapuskan dengannya (sakit tersebut) kejelekan-kejelakannya (dosa-dosanya) sebagaimana pohon menggugurkan daunnya “ (Hr Bukhari-Muslim).
  2. Rasulullah bersabda yang artinya ,” Barang siapa yang Allah kehendaki kebaikan pada dirinya, maka Allah akan memberikan cobaan padanya ,” (Hr. Bukhari).
  3. Rasulullah bersabda , yang artinya ,” Tidak akada yang menimpa seorang hamba muslim dari kepenatan, sakit yang berkesinambungan (sakit menahun), kebimbangan, kesedihan, penderitaan, kesusahan, sampai duri yang ia tertusuk karenanya, kecuali dengan itu Allah menghapus dosa-dosanya , “( Hr Bukhari).
  4. Rasulullah bersabda , yang artinya ,” Sesungguhnya, Aku (Allah) jika memberikan cobaan kepada salah seorang hamba-Ku yang mukmin, kemudia ia bersyukur kepada-Ku terhadap apa yang Aku timpakan kepadanya, maka ia bangun dari tidurnya sebagaimana hari saat ia dilahirkan oleh ibunya tanpa dosa-dosa”. Lalu Ar-Rabb (Allah) SWT , berfirman kepada para malaikat , “ Aku telah mengikat hamba-Ku dan telah Ku-coba, maka berikanlah pahala kepadanya, sebagaimana kamu sekalian memberikan pahala kepadanya pada saat ia dalam keadaan sehat “, (Hr Ahmad. Al Abani menhasankan dalam shahih at Targhib wat Tarhib 3423,).
  5. Rasulullah bersabda , yang artinya, “ Tidaklah seorang muslim tertusuk duri atau sesuatu selainnya (benda yang lebih kecil dari itu), kecuali akan ditetapkan untuknya satu derajad dan dihapuskan untuknya satu kesalahan “, (Hr Muslim).
  6. Rasulullah bersabda , yang artinya ,” Sesungguhnya , ada orang yang mendapat kedudukan di sisi Allah, akan tetapi tidak ada satu amalpun darinya yang bisa menghantarkannya untuk mencapai kedudukan itu. Oleh karena itu, Allah SWT mencobanya dengan suatu hal yang tidak ia sukai, sehingga dengan hal itu ia mendapatkan kedudukan tersebut , “ (Hr Ibn Hibban. Al-Albani berkata, ‘hadits ini hasan shahih,’ lihat Shahih at Targhib wat Tarhib 3408).
  7. Rasulullah bersabda , yang artinya ,” Tidak ada sama sekali yang menimpa urat seorang mukmin kecuali Allah hapuskan untuknya dengan (cobaan) ini kesalahan, dan Allah tetapkan baginya kebaikan serta Allah angkat derajadnya , “ (Hr At Thabrani. Al Hafizh Ibn Hajar menjayyidkan hadits ini dalam Fathul Bari X/105. Al Albani men-dha’ifkan hadits ini dalam Dha’if At Targhib wat Tarhib 1996). 
Allah menguji hamba-Nya dengan sakit , dan tidak hanya untuk menghapus dosa namun juga untuk mengangkat derajat hamba-Nya. Ada kalanya Allah menetapkan kedudukan yang tinggi disisinya kepada seorang hamba-Nya. Namun apabila hamba tersebut dengan amalannya saja tiada sanggup mencapainya, maka Allah timpakan kepadanya sakit (musibah) sebagai cobaan. Dengan sakit/ musibah itu hamba tersebut memperoleh kedudukan yang telah Allah tetapkan baginya.

Sesungguhnya Para Rasul (Nabi) juga banyak menderita musibah (sakit).

Sebagaimana Firman Allah , yang artinya ,” Dan ingatlah kisah Ayyub, ketika ia menyeru Rabb-nya , “ (Ya Rabb-ku), sesungguhnya , aku telah ditimpa penyakit dan Engkau adalah Yang Maha Penyayang diantara semua penyayang “. Maka Kami pun memperkenankan seruannya itu, lalu Kami lenyapkan penyakit yang ada padanya dan Kami kembalikan keluarganya padanya, dan Kami lipatgandakan bilangan mereka, sebagai suatu rahmat dari sisi Kami dan untuk menjadi peringatan bagi semua yang menyembah Allah “ (Qs. Al-Anbiya ‘: 83-84).

Rasulullah bersabda , yang artinya ,” Orang yang mendapat cobaan paling berat adalah para Nabi, kemudian para ulama, kemudian orang-orang shalih ,” (Hr Al-Hakim. Al-Albani menshahihkan dalam shahih at Targhib wat Tarhib, 995).

Jika ada yang masih menderita sakit janganlah bersedih. Sesungguhnya para nabi yang tinggi martabatnya disisi Allah, juga ditimpa sakit (musibah) jauh lebih berat daripada kita semua. Sedangkan mereka adalah golongan hamba-hamba yang paling dicintai Allah.

Bagi seorang hamba yang tidak pernah menderita sakit atau musibah, maka janganlah merasa bergembira. Dan janganlah berfikir bahwa itu adalah tanda bagi hamba yang beruntung. justru karena Allah memang belum berkehendak untuk membersihkan dosa-dosa hamba-Nya itu. Sehingga Allah biarkan saja ia tanpa cobaan apapun, sampai Allah mencabutnya. Jadi sehat terus menerus belum tentu menjadi bukti akan keridhaan Allah.

Sebagaimana Rasulullah bersabda , yang artinya, “ Perumpamaan orang mukmin itu ibarat sebatang tanaman yang mudah condong apabila ditiup angin. Dan ketika angin tidak berhembus, ia kembali tegak. Sedang perumpamaan orang fajir (selalu berbuat dosa) ibarat pohon ‘arzah’ yang berdiri tegak (kokoh) sampai Allah mencabutnya (menumbangkannya) jia Dia berkehendak” , (Hr Bukhari).

SAKIT DAN MUSIBAH DAPAT MENJADI PENGHAPUS DOSA 

BERIKHITAR,BERSABAR,DAB BERTAWAKAL..

Nuansa keimanan, renungkan rasakan, Bahwa adalah sebuah cobaan yang berujung rahmat. Akankah kita mampu bersabar. Sabar mengandung makna kenikmatan. Perasaan akan memperoleh pahala memberikan kenikmatan yang jauh lebih besar. Penyakit memang menyiksa tapi ingat di belakangnya terdapat kenikmatan, dan berbuah pahala pengampunan dosa.

Ketahuilah wahai saudaraku -semoga Allah merahmati kita semua- telah menjadi ketetapan dari Allah Azza wa Jalla bahwa setiap manusia pasti pernah mengalami sakit dan musibah selama hidupnya. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman :

“Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar, (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah mereka mengucapkan ‘Inna lillaahi wa innaa ilaihi roji’uun’. Mereka itulah yang mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka, dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk ”. (QS. Al-Baqaroh : 155-157).

Sakit dan musibah yang menimpa seorang mukmin mengandung hikmah yang merupakan rahmat dari Allah Ta’ala. Imam Ibnul Qayyim berkata : “Andaikata kita bisa menggali hikmah Allah yang terkandung dalam ciptaan dan urusan-Nya, maka tidak kurang dari ribuan hikmah. Namun akal kita sangat terbatas, pengetahuan kita terlalu sedikit dan ilmu semua makhluk akan sia-sia jika dibandingkan dengan ilmu Allah, sebagaimana sinar lampu yang sia-sia dibawah sinar matahari. Dan inipun hanya kira-kira, yang sebenarnya tentu lebih dari sekedar gambaran ini”. (Syifa-ul Alil fi Masail Qadha wal Qadar wa Hikmah wa Ta’lil hal 452).

"BERSABAR PADA COBAAN DIDUNIA UTK MENDAPATKAN KEBAHAGIAAN ABADI DIAKHIRAT"

Nabi SAW bersabda,“Jika Allah m'hendaki kebaikan untuk seorang hamba-Nya maka Allah akan menyegerakan hukuman untuknya didunia.Sebaliknya jika Allah menghendaki keburukan utk seorang hamba maka Allah akan biarkan orang tersebut dgn dosa2nya sehingga Allah akan memberikan balasan untuk dosa tersebut pd hari Kiamat nanti”(HR Tirmidzi, hasan)

Dalam menyikapi sakit dan musibah tersebut, berikut ini ada beberapa prinsip yang harus menjadi pegangan seorang muslim :

1. Sakit dan Musibah adalah Takdir Allah Azza wa Jalla
  1. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :
  2. “Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauh Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah”. (QS. Al-Hadid : 22).
  3. “Tidak ada sesuatu musibahpun yang menimpa seseorang melainkan dengan izin Allah” (QS. At-Taghaabun : 11).
  4. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda : “Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menetapkan semua takdir seluruh makhluk sejak lima puluh ribu tahun sebelum Allah menciptakan langit dan bumi”. (HR. Muslim no. 2653).

2. Sakit dan Musibah Adalah Penghapus Dosa

Ini adalah hikmah terpenting sebab diturunkannya sakit dan musibah. Dan hikmah ini sayangnya tidak banyak diketahui oleh saudara-saudara kita yang tertimpa musibah. Acapkali kita mendengar manusia ketika ditimpa sakit dan musibah malah mencaci maki, berkeluh kesah, bahkan yang lebih parah meratapi nasib dan berburuk sangka dengan takdir Allah. Nauzubillah, kita berlindung kepada Allah dari perbuatan semacam itu. Padahal apabila mereka mengetahui hikmah dibalik semua itu, maka -insya Allah- sakit dan musibah terasa ringan disebabkan banyaknya rahmat dan kasih sayang dari Allah Ta’ala.

Hikmah dibalik sakit dan musibah diterangkan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, dimana beliau bersabda:
  1. “Tidaklah seorang muslim tertimpa suatu penyakit dan sejenisnya, melainkan Allah akan mengugurkan bersamanya dosa-dosanya seperti pohon yang mengugurkan daun-daunnya”.(HR. Bukhari no. 5660 dan Muslim no. 2571).
  2. “Tidaklah seseorang muslim ditimpa keletihan, penyakit, kesusahan, kesedihan, gangguan, kegundah-gulanan hingga duri yang menusuknya, melainkan Allah akan menghapuskan sebagian dari kesalahan-kesalahannya”. (HR. Bukhari no. 5641).
  3. “Tidaklah menimpa seorang mukmin rasa sakit yang terus menerus, kepayahan, penyakit, dan juga kesedihan, bahkan sampai kesusahan yang menyusahkannya, melainkan akan dihapuskan dengan dosa-dosanya”. (HR. Muslim no. 2573).
  4. “Bencana senantiasa menimpa orang mukmin dan mukminah pada dirinya, anaknya dan hartanya, sehingga ia berjumpa dengan Allah dalam keadaan tidak ada kesalahan pada dirinya”.(HR. Tirmidzi no. 2399, Ahmad II/450, Al-Hakim I/346 dan IV/314, Ibnu Hibban no. 697, dishohihkan Syeikh Albani dalam kitab Mawaaridizh Zham-aan no. 576).
  5. “Sesungguhnya Allah benar-benar akan menguji hamba-Nya dengan penyakit, sehingga ia menghapuskan setiap dosa darinya”.(HR. Al-Hakim I/348, dishohihkan Syeikh Albani dalam kitab Shohih Jami’is Shoghirno.1870).
  6. “Tidaklah seorang muslim tertusuk duri atau yang lebih dari itu, melainkan ditetapkan baginya dengan sebab itu satu derajat dan dihapuskan pula satu kesalahan darinya”. (HR. Muslim no. 2572).
  7. “Sakit demam itu menjauhkan setiap orang mukmin dari api neraka”. (HR. Al-Bazzar, dishohihkan Syeikh Albani dalam kitab Silsilah al Hadiits ash Shohihah no. 1821).
  8. “Janganlah kamu mencaci-maki penyakit demam, karena sesungguhnya (dengan penyakit itu) Allah akan menghapuskan dosa-dosa anak Adam sebagaimana tungku api menghilangkan kotoran-kotoran besi”. (HR. Muslim no. 2575).
Walaupun demikian, apabila seorang mukmin ditimpa suatu penyakit tidaklah meniadakan usaha (ikhtiar) untuk berobat. Rasulullah shallalllahu alaihi wa sallam bersabda : “Allah tidak menurunkan penyakit melainkan pasti menurunkan obatnya”. (HR. Bukhari no. 5678). Dan yang perlu diperhatikan dalam berobat ini adalah menghindarkan dari cara-cara yang dilarang agama seperti mendatangi dukun, paranormal, ‘orang pintar’, dan sebangsanya yang acapkali dikemas dengan label ‘pengobatan alternatif’. Selain itu dalam berobat juga tidak diperbolehkan memakai benda-benda yang haram seperti darah, khamr, bangkai dan sebagainya karena telah ada larangannya dari Rasulullah shallalllahu alaihi wa sallamyang bersabda :
  1. “Sesungguhnya Allah menciptakan penyakit dan obatnya, maka berobatlah dan janganlah berobat dengan yang haram”. (HR. Ad Daulabi dalam al-Kuna, dihasankan oleh Syeikh Albani dalam kitab Silsilah al Hadiits ash- Shohihah no. 1633).
  2. “Sesungguhnya Allah tidak menjadikan kesembuhan kalian pada apa-apa yang haram”.(HR. Abu Ya’la dan Ibnu Hibban no. 1397. Dihasankan oleh Syeikh Albani dalam kitabMawaaridizh Zham-aan no. 1172).
  3. “Sesungguhnya Allah tidak menjadikan kesembuhan penyakit kalian pada apa-apa yang diharamkan atas kalian”. (HR. Bukhari, di-maushulkan ath-Thabrani dalam Mu’jam al Kabiir, berkata Ibnu Hajar : ‘sanadnya shohih’, Fathul Baari : X/78-79).

3. Wajib Bersabar dan Ridho Apabila Ditimpa Sakit dan Musibah

Apabila sakit dan musibah telah menimpa, maka seorang mukmin haruslah sabar dan ridho terhadap takdir Allah Azza wa Jalla, dan harapkanlah pahala serta dihapuskannya dosa-dosanya sebagai ganjaran dari musibah yang menimpanya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :

“Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar, (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah mereka mengucapkan ‘Inna lillaahi wa innaa ilaihi roji’uun’. Mereka itulah yang mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka, dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk ”. (QS. Al-Baqaroh : 155-157).

Dalam beberapa hadis Qudsi Allah Azza wa Jalla berfirman :

“Wahai anak Adam, jika engkau sabar dan mencari keridhoan pada saat musibah yang pertama, maka Aku tidak meridhoi pahalamu melainkan surga”.

(HR. Ibnu Majah no.1597, dihasankan oleh Syeikh Albani dalam Shohih Ibnu Majah : I/266).

Maksud hadis diatas yakni apabila seorang hamba ridho dengan musibah yang menimpanya maka Allah ridho memberikan pahala kepadanya dengan surga.
  1. “Jika anak seorang hamba meninggal dunia, maka Allah akan berkata kepada malaikat-Nya : ‘Apakah kalian telah mencabut nyawa anak hamba-Ku?. Para Malaikat menjawab : ‘Ya, benar’. Lalu Dia bertanya lagi : ‘Apakah kalian mengambil buah hatinya?’. Malaikat menjawab : ‘Ya’. Kemudian Dia berkata : ‘Apa yang dikatakan oleh hamba-Ku itu?’. Malaikat menjawab ‘Ia memanjatkan pujian kepada-Mu dan mengucapkan kalimat istirja’ (Inna lillaahi wa innaa ilaihi roji’un). Allah Azza wa Jalla berfirman : ‘Bangunkan untuk hamba-Ku sebuah rumah di surga dan namai dengan (nama) Baitul Hamd (rumah pujian)’.” (HR Tirmidzi no.1021, dihasankan Syeikh Albani dalam Shohih Sunan Tirmidzi no. 814)
  2. “Tidaklah ada suatu balasan (yang lebih pantas) di sisi-Ku bagi hamba-Ku yang beriman jika Aku telah mencabut nyawa kesayangannya dari penduduk dunia kemudian ia bersabar atas kehilangan orang kesayangannya itu melainkan surga”. (HR. Bukhari).
  3. “Allah Yang Maha Mulia dan Maha Agung berfirman : ‘Jika Aku menguji hamba-Ku dengan dua hal yang dicintainya (yakni menjadikan seorang hamba kehilangan dua penglihatannya/buta) lalu ia bersabar maka Aku akan menggantikan keduanya dengan surga”. (HR. Bukhari).
Rasulullah shollallahu alaihi wa sallam bersabda : “Sesungguhnya besarnya pahala itu tergantung besarnya ujian. Dan sesungguhnya jika Allah menyukai suatu kaum, maka Dia akan menguji mereka. Barangsiapa yang ridho maka baginya keridhoan, dan barangsiapa yang murka maka baginya kemurkaan”. (HR. Tirmidzi no. 2396, Ibnu Majah no. 4031, dihasankan Syeikh Albani dalam Shohih Sunan Tirmidzi II/286).

Hikmah lainnya dari sakit dan musibah adalah menyadarkan seorang hamba yang tadinya lalai dan jauh dari mengingat Allah -karena tertipu oleh kesehatan badan dan sibuk mengurus harta- untuk kembali mengingat Robb-nya. Karena jika Allah mencobanya dengan suatu penyakit atau musibah barulah ia merasakan kehinaan, kelemahan, teringat akan dosa-dosa, dan ketidakmampuannya di hadapan Allah Ta’ala, sehingga ia kembali kepada Allah dengan penyesalan, kepasrahan, memohon ampunan dan berdoa kepada-Nya.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman : “Dan sesungguhnya Kami telah mengutus (rasul-rasul) kepada umat-umat sebelummu, kemudian Kami siksa mereka dengan (menimpakan) kesengsaraan dan kemelaratan supaya mereka bermohon (kepada Allah) dengan tunduk merendahkan diri”. (QS. Al-An’aam : 42).

Sakit dan musibah merupakan pintu yang akan membukakan kesadaran seorang hamba bahwasanya ia sangat membutuhkan Allah Azza wa Jalla. Tidak sesaatpun melainkan ia butuh kepada-Nya, sehingga ia akan selalu tergantung kepada Robb-nya. Dan pada akhirnya ia akan senantiasa mengikhlaskan dan menyerahkan segala bentuk ibadah, doa, hidup dan matinya, hanyalah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala semata.

“Setiap kali Allah menurunkan penyakit, pasti Allah menurunkan (pula) obatnya.”(HR. Bukhari-Muslim)

Sampai saat ini, banyak jenis penyakit yang menurut kajian medis modern tidak ada obatnya atau tidak bisa disembuhkan. Penyakit seperti HIV atau AIDS, diabetes, demam berdarah, hepatitis, gagal ginjal, jantung, alergi, influensa, kista, kanker, tumor, dan lainnya. Bahkan, tidak sedikit dokter yang memberikan obat kepada pasiennya dengan pesan bahwa obat yang diberikan tidak menjamin kesembuhan, melainkan hanya mengurangi (menghilangkan) rasa sakit.

Sesungguhnya kenyataan ataupun teori adanya penyakit yang tidak ada obatnya atau tidak bisa disembuhkan bertentangan dengan aqidah Islam. Karena, sejak lima belas abad silam, Rasulullah Muhammad saw menegaskan, bahwa setiap penyakit ada obatnya dan bisa disembuhkan atas izin Allah swt, kecuali penuaan dan kematian. Sedangkan ragam obatnya sendiri sudah disediakan (diciptakan) oleh Sang Maha Penyembuh Allah swt, begitu pula teori dan praktik pengobatannya secara garis besar maupun detail telah disejajarkan Rasulullah saw selaku teladan utama dalam dunia kedokteran.

Imam Muslim meriwayatkan sabda Rasulullah saw yang mengatakan: “Masing-masing penyakit pasti ada obatnya. Kalau obat sudah mengenai penyakit, penyakit itu, pasti akan sembuh dengan izin Allah ‘Azza wa Jalla.

Mengenai obat, ada satu obat yang berguna bagi segala penyakit, yakni HABBATUSSAUDA. Obat sekaligus suplemen ini insya Allah dapat menyembuhkan segala penyakit, kecuali kematian. Hadits Rasulullah: “Gunakanlah Habbatussauda sebagai obat, karena ia dapat menyembuhkan segala penyakit, kecuali kematian.” (HR. Bukhari)

Dalam Shahih Bukhari dan Muslim, Nabi Muhammad saw bersabda: “Setiap kali Allah menurunkan penyakit, pasti Allah menurunkan obatnya.” Sementara Allah swt sendiri yang Mahakuasa atas kesembuhan seseorang dari penyakit berfirman dalam Surat Asy-Su’ara ayat 80: “Dan manakala aku (Muhammad) sakit, Dia (Allah)-lah yang menyembuhkanku.”

Pakar kedokteran Islam Ibnu Qayyim Al-Jauziyah dalam kitabnya “ATH-THIBUN AN-NABAWI” mengatakan, bahwa ungkapan Nabi “Setiap penyakit ada obatnya”, memberikan semangat kepada orang yang sakit dan juga dokter (thabib) yang mengobatinya, selain juga mengandung anjuran untuk mencari obat dan menyelidikinya. Karena, jelas Ibnu Qayyim, kalau orang sakit sudah merasakan pada dirinya satu keyakinan bahwa ada obat yang akan dapat menghilangkan rasa sakitnya, ia akan bergantung pada ruh harapan. Rasa panas dari keputusasaan akan berhasil ia dinginkan sehingga pintu harapan terbuka lebar.

Kalau jiwanya sudah kuat, paparnya, suhu panas insting seseorang akan meningkat. Kalau semangat seperti itu sudah meningkat, maka stamina yang mendukung tubuhnya juga meningkat sehingga mampu mengatasi, bahkan mengusir penyakit.

Demikian juga bagi dokter itu sendiri, kalau ia sudah meyakini bahwa setiap penyakit pasti ada obatnya, ia juga bisa terus mencari obat dari suatu penyakit dan terus melakukan penelitian.

Dalam sebuah riwayat dikisahkan bahwa Nabi Ibrahim Khalilullah pernah bertanya, “Ya Rabbii, dari manakah penyakit itu berasal?” Allah menjawab, “Dari-Ku.” Ibrahim kembali bertanya, “Lalu, dari mana asal obatnya?” Alla menjawab, “Dari-Ku juga.” Kembali Ibrahim bertanya, “Kalau begitu, apa gunanya dokter?” Allah menjawab, “Ia adalah mankhluk yang diutus oleh-Ku untuk membawa obat dari-Ku.”

Dokter yang dimaksud tersebut adalah ahli medis yang mendasarkan ilmu dan metode pengobatannya pada Alquran dan Alhadits, bukannya mereka (ahli medis) yang mendasarkan ilmu dan pengobatannya pada teori Barat semata tanpa mau menengok metode pengobatan Islami.

Bagi ahli medis atau ahli pengobatan yang berani mengatakan adanya penyakit yang tidak ada obatnya atau tidak bisa disembuhkan – meski dia Muslim – hal itu telah melanggar kode etik pengobatan Islami yang meyakini bahwa setiap penyakit ada obatnya dan bisa disembuhkan atas izin Allah swt. Ahli medis yang meyakini adanya penyakit yang tidak bisa disembuhkan atau tiada obatnya membuktikan bahwa yang bersangkutan dalam kinerjanya sama sekali tidak menggunakan media pengobatan yang dianjurkan Allah swt dan Rasul-Nya. Ahli pengobatan yang meyakini adanya penyakit yang tidak ada obatnya atau tidak bisa disembuhkan pada umumnya kerap membuat pasiennya pesimis, stres, dan berperan aktif dalam merusak aqidah pasiennya atas kekuasaan Allah swt sebagai Maha Penyembuh.

Padahal Rasulullah saw telah mengingatkan dalam sebuah sabdanya: “Salah satu diantara sunnahku adalah pengobatan.” Dengan demikian, jelaslah bahwa perhatian Islam terhadap dunia medis tiada yang mengungguli. Dan bila saat ini banyak diantara kaum Muslim bergantung pada metode pengobatan Barat, hal itu akibat kelalaian kaum Muslimin sendiri yang enggan mengakali, mengamalkan, serta mengembangkan pengobatan yang Islami.

Ahli medis yang merujuk pada pengobatan Islami, tentunya selalu memberikan solusi terapi yang efektif dan absolut serta senantiasa membangkitkan optimisme pada pasiennya untuk mencapai kesembuhan. Sebab, hal utama yang akan ditanamkan pada pasiennya, bahwa setiap penyakit ada obatnya dan bisa disembuhkan atas izin Allah swt. Lantas dalam praktik pengobatannya selalu membangun komunikasi yang dialogis dan penuh kasih sayang, sekaligus berupaya membangkitkan keyakinan akan kesembuhan.

Pada dasarnya, metode pengobatan Islami terhindar dari unsur-unsur kezhaliman dan pemikiran komersialisasi belaka, sebab Islam menganjurkan umatnya untuk saling tolong-menolong dalam kebajikan dan melarang umatnya tolong-menolong dalam kemungkaran. Pada gilirannya panduan tentang kiat-kiat menjaga kesehatan, pemeliharaan kesehatan serta pencegahan (pengobatan) terhadap berbagai penyakit merupakan bagian penting dari ajaran Islam yang seharusnya diamalkan oleh umat dalam rangka menjadi Muslim yang kaaffah.

Untuk itu, metode pengobatan dan obat-obatan yang telah diresepkan oleh Allah swt melalui Rasul-Nya tidak boleh sedikitpun diragukan, apakah itu hijamah (bekam), ruqyah, madu, habbatussauda, dan lainnya selama diamalkan sesuai syariat.

Melalui pendekatan tersebut, ‘dokter’ dan pasien selalu melakukan praktik pengobatan yang akan semakin meningkatkan kecintaan kedua belah pihak pada Allah swt dan Rasul-Nya. Bukan sebaliknya, pengobatan yang dijalankan merujuk pada konsep yang bertentangan dengan Alquran dan Assunnah.

Sebab, pengobatan yang tidak Islami biasanya hanya membuat hubungan yang semu antara ‘dokter’ dan pasien serta tidak memberikan kesembuhan yang sesungguhnya.

.Perlu disadari, bahwa hakikat kesembuhan bukanlah milik dokter atau thabib, lembaga pengobatan atau obat, melainkan hak mutlak Allah swt. Untuk itu, berbahagialah mereka yang tengah dirundung sakit tetapi tidak sedikitpun mengeluh dan senantiasa berupaya mendasarkan pengobatan atau penyembuhan melalui metode pengobatan yang diridhai Allah swt. 

TIDAK BERPUTUS ASA DALAM MENGHARAP RIDHA ALLAH SWT

“Setiap kali Allah menurunkan penyakit, pasti Allah menurunkan (pula) obatnya.”(HR. Bukhari-Muslim)

Sampai saat ini, banyak jenis penyakit yang menurut kajian medis modern tidak ada obatnya atau tidak bisa disembuhkan. Penyakit seperti HIV atau AIDS, diabetes, demam berdarah, hepatitis, gagal ginjal, jantung, alergi, influensa, kista, kanker, tumor, dan lainnya. Bahkan, tidak sedikit dokter yang memberikan obat kepada pasiennya dengan pesan bahwa obat yang diberikan tidak menjamin kesembuhan, melainkan hanya mengurangi (menghilangkan) rasa sakit.

Sesungguhnya kenyataan ataupun teori adanya penyakit yang tidak ada obatnya atau tidak bisa disembuhkan bertentangan dengan aqidah Islam. Karena, sejak lima belas abad silam, Rasulullah Muhammad saw menegaskan, bahwa setiap penyakit ada obatnya dan bisa disembuhkan atas izin Allah swt, kecuali penuaan dan kematian. Sedangkan ragam obatnya sendiri sudah disediakan (diciptakan) oleh Sang Maha Penyembuh Allah swt, begitu pula teori dan praktik pengobatannya secara garis besar maupun detail telah disejajarkan Rasulullah saw selaku teladan utama dalam dunia kedokteran.

Imam Muslim meriwayatkan sabda Rasulullah saw yang mengatakan: “Masing-masing penyakit pasti ada obatnya. Kalau obat sudah mengenai penyakit, penyakit itu, pasti akan sembuh dengan izin Allah ‘Azza wa Jalla.

Mengenai obat, ada satu obat yang berguna bagi segala penyakit, yakni HABBATUSSAUDA. Obat sekaligus suplemen ini insya Allah dapat menyembuhkan segala penyakit, kecuali kematian. Hadits Rasulullah: “Gunakanlah Habbatussauda sebagai obat, karena ia dapat menyembuhkan segala penyakit, kecuali kematian.” (HR. Bukhari)

Dalam Shahih Bukhari dan Muslim, Nabi Muhammad saw bersabda: “Setiap kali Allah menurunkan penyakit, pasti Allah menurunkan obatnya.” Sementara Allah swt sendiri yang Mahakuasa atas kesembuhan seseorang dari penyakit berfirman dalam Surat Asy-Su’ara ayat 80: “Dan manakala aku (Muhammad) sakit, Dia (Allah)-lah yang menyembuhkanku.”

Pakar kedokteran Islam Ibnu Qayyim Al-Jauziyah dalam kitabnya “ATH-THIBUN AN-NABAWI” mengatakan, bahwa ungkapan Nabi “Setiap penyakit ada obatnya”, memberikan semangat kepada orang yang sakit dan juga dokter (thabib) yang mengobatinya, selain juga mengandung anjuran untuk mencari obat dan menyelidikinya. Karena, jelas Ibnu Qayyim, kalau orang sakit sudah merasakan pada dirinya satu keyakinan bahwa ada obat yang akan dapat menghilangkan rasa sakitnya, ia akan bergantung pada ruh harapan. Rasa panas dari keputusasaan akan berhasil ia dinginkan sehingga pintu harapan terbuka lebar.

Kalau jiwanya sudah kuat, paparnya, suhu panas insting seseorang akan meningkat. Kalau semangat seperti itu sudah meningkat, maka stamina yang mendukung tubuhnya juga meningkat sehingga mampu mengatasi, bahkan mengusir penyakit.

Demikian juga bagi dokter itu sendiri, kalau ia sudah meyakini bahwa setiap penyakit pasti ada obatnya, ia juga bisa terus mencari obat dari suatu penyakit dan terus melakukan penelitian.

Dalam sebuah riwayat dikisahkan bahwa Nabi Ibrahim Khalilullah pernah bertanya, “Ya Rabbii, dari manakah penyakit itu berasal?” Allah menjawab, “Dari-Ku.” Ibrahim kembali bertanya, “Lalu, dari mana asal obatnya?” Alla menjawab, “Dari-Ku juga.” Kembali Ibrahim bertanya, “Kalau begitu, apa gunanya dokter?” Allah menjawab, “Ia adalah mankhluk yang diutus oleh-Ku untuk membawa obat dari-Ku.”

Dokter yang dimaksud tersebut adalah ahli medis yang mendasarkan ilmu dan metode pengobatannya pada Alquran dan Alhadits, bukannya mereka (ahli medis) yang mendasarkan ilmu dan pengobatannya pada teori Barat semata tanpa mau menengok metode pengobatan Islami.

Bagi ahli medis atau ahli pengobatan yang berani mengatakan adanya penyakit yang tidak ada obatnya atau tidak bisa disembuhkan – meski dia Muslim – hal itu telah melanggar kode etik pengobatan Islami yang meyakini bahwa setiap penyakit ada obatnya dan bisa disembuhkan atas izin Allah swt. Ahli medis yang meyakini adanya penyakit yang tidak bisa disembuhkan atau tiada obatnya membuktikan bahwa yang bersangkutan dalam kinerjanya sama sekali tidak menggunakan media pengobatan yang dianjurkan Allah swt dan Rasul-Nya. Ahli pengobatan yang meyakini adanya penyakit yang tidak ada obatnya atau tidak bisa disembuhkan pada umumnya kerap membuat pasiennya pesimis, stres, dan berperan aktif dalam merusak aqidah pasiennya atas kekuasaan Allah swt sebagai Maha Penyembuh.

Padahal Rasulullah saw telah mengingatkan dalam sebuah sabdanya: “Salah satu diantara sunnahku adalah pengobatan.” Dengan demikian, jelaslah bahwa perhatian Islam terhadap dunia medis tiada yang mengungguli. Dan bila saat ini banyak diantara kaum Muslim bergantung pada metode pengobatan Barat, hal itu akibat kelalaian kaum Muslimin sendiri yang enggan mengakali, mengamalkan, serta mengembangkan pengobatan yang Islami.

Ahli medis yang merujuk pada pengobatan Islami, tentunya selalu memberikan solusi terapi yang efektif dan absolut serta senantiasa membangkitkan optimisme pada pasiennya untuk mencapai kesembuhan. Sebab, hal utama yang akan ditanamkan pada pasiennya, bahwa setiap penyakit ada obatnya dan bisa disembuhkan atas izin Allah swt. Lantas dalam praktik pengobatannya selalu membangun komunikasi yang dialogis dan penuh kasih sayang, sekaligus berupaya membangkitkan keyakinan akan kesembuhan.

Pada dasarnya, metode pengobatan Islami terhindar dari unsur-unsur kezhaliman dan pemikiran komersialisasi belaka, sebab Islam menganjurkan umatnya untuk saling tolong-menolong dalam kebajikan dan melarang umatnya tolong-menolong dalam kemungkaran. Pada gilirannya panduan tentang kiat-kiat menjaga kesehatan, pemeliharaan kesehatan serta pencegahan (pengobatan) terhadap berbagai penyakit merupakan bagian penting dari ajaran Islam yang seharusnya diamalkan oleh umat dalam rangka menjadi Muslim yang kaaffah.

Untuk itu, metode pengobatan dan obat-obatan yang telah diresepkan oleh Allah swt melalui Rasul-Nya tidak boleh sedikitpun diragukan, apakah itu hijamah (bekam), ruqyah, madu, habbatussauda, dan lainnya selama diamalkan sesuai syariat.

Melalui pendekatan tersebut, ‘dokter’ dan pasien selalu melakukan praktik pengobatan yang akan semakin meningkatkan kecintaan kedua belah pihak pada Allah swt dan Rasul-Nya. Bukan sebaliknya, pengobatan yang dijalankan merujuk pada konsep yang bertentangan dengan Alquran dan Assunnah.

Sebab, pengobatan yang tidak Islami biasanya hanya membuat hubungan yang semu antara ‘dokter’ dan pasien serta tidak memberikan kesembuhan yang sesungguhnya.

Perlu disadari, bahwa hakikat kesembuhan bukanlah milik dokter atau thabib, lembaga pengobatan atau obat, melainkan hak mutlak Allah swt. Untuk itu, berbahagialah mereka yang tengah dirundung sakit tetapi tidak sedikitpun mengeluh dan senantiasa berupaya mendasarkan pengobatan atau penyembuhan melalui metode pengobatan yang diridhai Allah swt. seperti contoh , saat ini pengobatan dengan madu dan PROPOLIS juga dimi nati krn memang terbukti telah memberi bnyk kesembuhan pada BERBAGAI MACAM penyakit, sesuai yang tertera dalam QS AN NAHL: 

Dan Rabbmu mewahyukan kepada lebah: Buatlah sarang-sarang di bukit-bukit, di pohon-pohon kayu, dan di tempat-tempat yang dibikin manusia. (QS. An-Nahl, 16:68)

Dari perut lebah itu keluar minuman (madu) yang bermacam-macam warnanya, didalamnya terdapat obat yang menyembuhkan bagi manusia. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran Rabb) bagi orang-orang yang memikirkan. (QS. An-Nahl, 16: 69) 

SEMOGA BERMANFAAT,,


Tidak ada komentar:

Posting Komentar