Rabu, 29 Februari 2012

ZIARAH KUBUR

Sudah begitu ma’ruf wisata spiritual ke kubur wali digalakkan di negeri kita. Bahkan ingin lebih dilestarikan demi meningkatkan devisa daerah. Memang ziarah kubur adalah suatu hal yang disyari’atkan. Namun ada suatu masalah di balik itu.  Terjadinya pengkultusan terhadap kubur wali. Seperti yang pernah kita dengar pada kuburan seorang “Gus …” yang tanah kuburnya sampai jadi rebutan para peziarah, ditambah lagi dengan ritual tanpa dasar yang dilakukan. Dan satu hal yang akan disinggung di sini mengenai safar ke suatu tempat dalam rangka ibadah.

Ziarah Kubur yang Syar’i

Ziarah kubur yang dituntunkan adalah yang mengingatkan kepada kematian. Sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,


زُورُوا الْقُبُورَ فَإِنَّهَا تُذَكِّرُكُمُ الآخِرَةَ

“Lakukanlah ziarah kubur karena hal itu lebih mengingatkan kalian pada akhirat (kematian).” (HR. Muslim no. 976)

Kemudian dituntunkan lagi ketika ziarah kubur untuk mendoakan penghuni kubur dengan memperhatikan adab berdo’a yaitu menghadap kiblat dan bukan menghadap ke kuburan. Do’a ketika ziarah kubur sesuai ajaran Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam,

السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ أَهْلَ الدِّيَارِ مِنَ الْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُسْلِمِيْنَ (وَيَرْحَمُ اللهُ الْمُسْتَقْدِمِيْنَ مِنَّا وَالْمُسْتَأْخِرِيْنَ) وَإِنَّا إِنْ شَاءَ اللهُ بِكُمْ لاَحِقُوْنَ، أَسْأَلُ اللهَ لَنَا وَلَكُمُ الْعَافِيَةَ

[Assalamu ‘alaikum ahlad diyaar minal mu’minin wal muslimin –wa yarhamullahul mustaqdimiin minna wal musta’khiriin- wa innaa insya Allah bikum laahiquun. As-alullaha lanaa wa lakumul ‘aafiyah] “Semoga keselamatan tercurah kepada kalian, wahai penghuni kubur, dari (golongan) orang-orang beriman dan orang-orang Islam, (semoga Allah merahmati orang-orang yang mendahului kami dan orang-orang yang datang belakangan). Kami insya Allah akan bergabung bersama kalian, saya meminta keselamatan untuk kami dan kalian.” (HR. Muslim no. 975)

Safar Mengunjungi Kuburan Wali

Kuburan para wali songo sangat tersohor sekali di negeri kita, sampai di Jawa Timur ada 5 kuburan mereka. Orang dari daerah yang jauh pun berjuang keras datang ke sana demi ziarah kubur.

Jika kita perhatikan dalam ajaran Islam, sebenarnya ziarah kubur seperti ini terlarang. Dalil larangannya ditunjukkan dalam hadits berikut ini.

Dalam hadits muttafaqun ‘alaih, dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لاَ تُشَدُّ الرِّحَالُ إِلاَّ إِلَى ثَلاَثَةِ مَسَاجِدَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ ، وَمَسْجِدِ الرَّسُولِ - صلى الله عليه وسلم - وَمَسْجِدِ الأَقْصَى

“Tidaklah pelana itu diikat –yaitu tidak boleh bersengaja melakukan perjalanan (dalam rangka ibadah ke suatu tempat)- kecuali ke tiga masjid: masjidil haram, masjid Rasul –shallallahu ‘alaihi wa sallam- dan masjidil aqsho” (HR. Bukhari 1189 dan Muslim no. 1397).

Hadits di atas mencakup larangan untuk safar dalam rangka ibadah ke suatu tempat semata-mata karena tempat itu. Jadi, setiap safar yang dilakukan dalam rangka ibadah di suatu tempat tertentu adalah terlarang, kecuali ke tiga masjid tadi, yaitu masjidil harom, masjid nabawi dan masjidil aqsho. Adapun jika bersafarnya karena silaturahim, berdagang, mencari ilmu, rekreasi dan kegiatan mubah lainnya, maka tidak ada masalah. Semisal kita menuntut ilmu ke suatu masjid di daerah Jogja dari Jawa Timur, maka ini tidaklah masalah. Karena maksud safar yang dilakukan adalah bukan mengunjungi masjid, namun yang dimaksud adalah menuntut ilmu.

Dalil lain yang mendukung maksud hadits di atas adalah safar dalam rangka ibadah ke suatu tempat tertentu yaitu semata-mata karena tempat itu, yaitu hadits berikut ini:

عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ الْحَارِثِ بْنِ هِشَامٍ أَنَّهُ قَالَ لَقِيَ أَبُو بَصْرَةَ الْغِفَارِيُّ أَبَا هُرَيْرَةَ وَهُوَ جَاءٍ مِنْ الطُّورِ فَقَالَ مِنْ أَيْنَ أَقْبَلْتَ قَالَ مِنْ الطُّورِ صَلَّيْتُ فِيهِ قَالَ أَمَا لَوْ أَدْرَكْتُكَ قَبْلَ أَنْ تَرْحَلَ إِلَيْهِ مَا رَحَلْتَ إِنِّي سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ لَا تُشَدُّ الرِّحَالُ إِلَّا إِلَى ثَلَاثَةِ مَسَاجِدَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ وَمَسْجِدِي هَذَا وَالْمَسْجِدِ الْأَقْصَى

Dari Abdurrahman ibnul Harits bin Hisyam, katanya: Abu Basrah Al Ghifari suatu ketika berjumpa dengan Abu Hurairah yang baru tiba dari bukit Thur, lantas ia berkata:

"Dari mana engkau?"
"Dari bukit Thur … aku shalat di sana", jawab Abu Hurairah.

"Andai aku sempat menyusulmu sebelum engkau berangkat ke sana, engkau tidak akan berangkat. Aku mendengar Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Tidaklah pelana itu diikat –yaitu tidak boleh bersengaja melakukan perjalanan (dalam rangka ibadah ke suatu tempat)- kecuali ke tiga masjid: masjidil haram, masjid Rasul –shallallahu ‘alaihi wa sallam- dan masjidil aqsho”, kata Abu Basrah. (HR. Ahmad 6:7. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih).

Kita semua tahu bahwa bukit Thur adalah bukit bersejarah tempat Nabi Musa diajak bicara oleh Allah pertama kalinya, dan diangkat menjadi Rasul. Allah Ta’ala pernah mengangkat bukit tersebut ke atas Bani Israel ketika Dia mengambil sumpah setia dari mereka. Di sebelah kanan bukit Thur, Allah mengumpulkan Musa beserta Bani Israel setelah Fir'aun dan bala tentaranya binasa. Di bukit itu, Musa memohon untuk bisa melihat Allah namun kemudian jatuh pingsan, dan di sanalah jua Allah menurunkan Taurat kepadanya.

Jelas, bukit ini merupakan bukit yang diberkahi oleh Allah. Dalam menjelaskan hadits di atas, Al Imam Ibnu Abdil Barr berkata: "Ucapan Abu Hurairah: 'Aku pergi ke bukit Thur'; jelas sekali dalam hadits ini bahwa di tidak pergi ke sana kecuali demi mencari berkah dan shalat di sana".

Imam Abul Walid Al Baaji ketika menjelaskan dialog antara Abu Basrah dan Abu Hurairah mengatakan: "Ucapan Abu Hurairah:'Aku datang dari Bukit Thur' mengandung dua kemungkinan; mungkin dia ke sana untuk suatu keperluan, atau dia ke sana dalam rangka ibadah dan taqarrub. Sedang ucapan Abu Basrah: 'Andai saja aku sempat menyusulmu sebelum kau berangkat, maka kau takkan berangkat', merupakan dalil bahwa Abu Basrah memahami bahwa tujuan Abu Hurairah ke sana ialah dalam rangka ibadah; dan diamnya Abu Hurairah ketika perbuatannya diingkari, merupakan dalil bahwa apa yang dipahami Abu Basrah tadi benar. (Lihat: Al Muntaqa Syarh Al Muwaththa)

Sanggahan pada Ulama yang Membolehkan

Ibnu Taimiyah menyanggah sebagian ulama yang menyatakan sah-sah saja bersafar untuk ziarah ke kuburan orang sholeh. Beliau rahimahullah berkata,

“Mengenai hadits ‘tidaklah diikat pelana -maksudnya, bersafar- selain pada tiga masjid’, di dalamnya berisi larangan bersafar ke selain tiga masjid (masjidil haram, masjid nabawi dan masjidil aqsho). Jika ke masjid selain tiga masjid tersebut saja dilarang, maka ke tempat lainnya lebih jelas terlarangnya. Karena beribadah di masjid tentu lebih utama dari tempat selain masjid atau selain rumah. Ini tidak diragukan lagi karena disebutkan dalam hadits,

أَحَبُّ الْبِقَاعِ إلَى اللَّهِ الْمَسَاجِدُ

“Sebaik-baik tempat di sisi Allah adalah masjid.” Ditambah, kita dapat memahami bahwa sabda Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam ‘tidak boleh bersafar selain pada tiga masjid’ mengandung larangan bersafar (dalam rangka ibadah) menuju tempat tertentu semata-mata niatnya pada tempat tersebut. Beda halnya jika bersafar dalam rangka berdagang, menuntut ilmu atau selain itu. Bersafar untuk keperluan-keperluan tadi, begitu pula dalam rangka mengunjungi saudara muslim lain karena Allah, yang dituju adalah muslim tersebut, maka itu sah-sah saja.

Sebagian ulama belakangan menyatakan sah-sah saja bersafar untuk berziarah ke kuburan orang sholeh (masyahid). Alasannya adalah karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa mendatangi masjid Quba’ setiap Sabtu dengan berkendaraan atau berjalan, sebagaimana disebutkan dalam shahihain. Namun alasan seperti ini tidaklah tepat. Karena Quba’ bukanlah masyhad (kuburan orang sholeh), tetapi masjid. Bahkan terlarang bersafar hanya semata-mata untuk mengunjungi Quba’ berdasarkan kesepakatan para ulama. Karena safar semacam ini bukanlah safar yang disyari’atkan. Bahkan seandainya ada yang bersafar semata-mata untuk ke masjid Quba’, itu tidak boleh. Namun seandainya ia bersafar ke masjid Nabawi, lalu ia menuju ke Quba’, itu dianjurkan. Sebagaimana dibolehkan pula jika kita bersafar untuk maksud menuju masjid Nabawi, lalu sekaligus ziarah ke kuburan Baqi’ dan kuburan syuhada Uhud. (Majmu’ Al Fatawa, 27: 21-22)

Di tempat lain, Ibnu Taimiyah rahimahullah menjelaskan, “Jika seseorang mendatangi masjid Nabawi, maka ia dianjurkan memberi salam kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, juga pada dua sahabat beliau –Abu Bakr dan ‘Umar-, sebagaimana yang dilakukan para sahabat. Namun jika ia bermaksud bersafar dengan niatan untuk semata-mata ziarah ke kubur Nabishallallahu ‘alaihi wa sallam, bukan maksud bersafar untuk mengunjungi masjid Nabawi, maka hal ini diperselisihkan oleh para ulama. Para imam dan kebanyakan ulama menilai niatan untuk mengunjungi semata-mata pada kubur Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidaklah disyari’atkan, tidak pula diperintahkan.” (Majmu’ Al Fatawa, 27: 26-27).

Jika dengan niatan ke kubur Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam saja tidak dibenarkan, apalagi ke kuburan wali songo atau seorang ‘Gus …’ yang tidak semulia Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ditambah jika ada ritual ‘ngalap berkah’, tawassul dengan wali atau menganggap berdo’a lebih afdhol di kubur mereka, perbuatan ini tidak lepas dari syirik dan amalan tanpa tuntunan, alias bid’ah.

Hukum Dan Tata Cara Ziarah Kubur Yang Sesuai Tuntunan Islam

Ziarah itu berasal dari kata zâra, dengan bentukan berikutnya yazûru-ziyâratan, yang arti generiknya ‘mengunjungi’. Kata mengunjungi meniscayakan adanya pertemuan antara dua belah pihak dan salah satu adab bertemu adalah ucapan salam seperti assalâmu ‘alayka/ki/kum, yang diucapkan si pihak yang ingin bertemu kepada orang yang dikunjunginya. Jadi, dari awal si peziarah sudah menyampaikan doa keselamatan kepada orang yang dikunjunginya. Bagaimanakah hukum ziarah kubur, apa yang harus dilakukan, apa larangannya, dan bagaimana pula hukum ziarah kubur bagi kaum wanita ?
Hukum Ziarah Kubur

Berziarah kubur disunatkan bagi laki-laki, berdasarkan hadits yang diriwayatkan olehAhmad, Muslim dan Ash-Habus-Sunan dari Abdullah bin Buraidah yang diterimanya dari bapaknya, bahwa Nabi saw. berabda: 

 " إِنِّي كُنْتُ نَهَيْتُكُمْ عَنْ زِيَارَةِ الْقُبُورِ فَزُورُوهَا فَإِنَّهَا تُذَكِّرُكُم اْلآخِرَةَ 

 Dahulu saya melarang menziarahi kuubur, sekarang berziarahlah kepadanya, karena demikian itu akan mengingatkanmu akan hari akhirat!" 

Larangan pada permulaan itu, ialah karena masih dekatnya masa mereka dengan zaman Jahiliyyah, dan dalam suasana dimana meeka masih belum dapat menjauhi sepenuhnya ucapan-ucapan kotor dan keji. Maka tatkala mereka telah menganut Islam dan merasa tenteramnya dengannya serta mengetahui aturan-aturannya, diizinkanlah mereka oleh Syara' buat menziarahinya. Dari Abu Hurairah r.a.: "Bahwa Nabi saw. pergi menziarahi makam ibunya. Ia menangis, orang-orang sekeliling pun menangis pula karenaya. Maka sabda Nabi saw.:'Saya mohon ozin kepada Tuhanku untuk memohonkan ampun bagi ibuku, tetapi tidak diizinkannya. Oleh sebab itu saya minta izin untuk menziarahi makamnya, maka diizinkan-Nya. Karena itu berziarahlah kamu ke kubur, karena itu akan mengingaatkanmu kepada maut!" (H.R. Ahmad dan Muslim, juga Ash-Habus-Sunan kecualiTurmudzi). 

Menziarahi kubur orang kafir. Dan karena yang dituju dengan berziarah itu ialah mengambil i'tibar dan peringatan, boleh menziarahi kubur orang-orang kafir dengan tujuan yang serupa yang telah disebutkan itu. Seandainya karena kelalimannya mereka menerima hukuman dari Allah, disunatkan menangis dan menunjukkan ketergantungan kepad Allah sewaktu lewat di kuburan dan tempat terjadinya kecelakaan. Dari Ibnu Umarr.a.: Bahwa Rasulullah saw. bersabda kepada para sahabatnya ketika mereka sampai diHijir, negeri Kaum Tsamud: "Janganlah kamu memasuki negeri orang-orang yang kena siksa itu kecuali dalam keadaan menangis! Jika kamu tidak menangis, maka janganlah masuk, agar tidak ditimpa azab sebagaimana yang menimpa mereka!" (H.R. Bukhari).

Tata Cara Ziarah Kubur

Jika seseorang yang berziarah telah sampai ke kubur hendaklah ia menghadap ke arah muka mayat dan memberi salam serta mendo'akannya.

Dari Buraidah, katanya: "Nabi saw. telah mengajarkan kepda para sahabat seandainya mereka pergi menziarahi kubur supaya ada yang mengucapkan:

 ﺍَﻟﺴَّﻼَﻡُﻋَﻠَﻴْﻜُﻢْ ﺃَﻫْﻞَﺍﻟﺪِّﻳَﺎﺭِﺍﻟْﻤُﺆْﻣِﻨِﻴْﻦَﻭِﺍﻟْﻤُﺴْﻠِﻤِﻴْﻦَ ﻭِﺇِﻧَّﺎﺇِﻥْﺷَﺎﺀَﺍﻟﻠﻪُ ﺑِﻜُﻢْ ﻻَﺣِﻘُﻮْﻥَ. ﻧَﺴْﺄَﻝُ ﺍﻟﻠﻪِﻟَﻨَﺎ ﻭَﻟَﻜُﻢُ ﺍﻟﻌَﺎﻓِﻴَﺔَ 

'Assalamu'alaikum, hai penduduk kubur dari golongan yang beriman dan beragama Islam! Dan kami insyaallah juga akan menyusul di belakang Dan kami mohon kepada Allah agar kami begitupun kamu dilimpahi keselamatan oleh Allah.'" (H.R. Ahmad, Muslim dan lain-lain.) 
Dari Ibnu Abbas r.a., bahwa Nabi saw. lewat di pekuburan Madinah, maka dihadapkannya mukanya ke sana serta sabdanya: "Salam atasmu wahai penghuni kubur, dan semoga Allah memberi keampunan bagi kami dan bagi kamu! kamu adalah perintis bagi kami, dan kami menjadi pengikut yang menuruti jejakmu!" (H.R. Turmudzi).

Dari 'Aisyah r.a. katanya: "Bahwa nabi saw. setiap malam ia menggiliri 'Aisyah, biasa di waktu dini hari pergi ke Baqi' dan mengucapkan 'Salam atasmu wahai perkampungan orang-orang mukmin, dan nanti pada waktu yang telah ditentukan kamu akan menemui apa yang dijanjikan! Dan insyaallah kami akan menyusulmu di belakang. Ya Allah, berilah keampunan bagi penduduk Baqi' yang berbahagia ini!'!" (H.R.Muslim). 

Dan juga diriwayatkan daripadanya, bahwa ia bertanya kepada Rasulullah saw. apa yang harus diucapkannya kepada mereka: Ucapkanlah :

 السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ أَهْلَ الدِّيَارِ مِنَ الْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُسْلِمِيْنَ (وَيَرْحَمُ اللهُ الْمُسْتَقْدِمِيْنَ مِنَّا وَالْمُسْتَأْخِرِيْنَ) وَإِنَّا إِنْ شَاءَ اللهُ بِكُمْ لاَحِقُوْنَ،

 Salam atasmu wahai penduduk kampung, dari golongan mukminin dan Muslimat! Dan semoga Allah melimpahkan rahmat-Nya kepada kita bersama. baik yang telah mendahului maupun terbelakang, dan Insya allah kami akan menyusul kemudian. Kami insya Allah akan bergabung bersama kalian, saya meminta keselamatan untuk kami dan kalian.” (HR. Muslimno. 975).Beberapa perbuatan yang dilarang dalam berziarah kubur antara lain: 

- Mengusap kuburan
- Mencium kuburan dan thawaf di sekelillingnya.
- Meminta/memohon kepada mayat dan membagi kekuasaan Allah dengan mayat itu.

Semuanya terlarang biar itu di makam wali atau makam Nabi sekalipun.

Ziarah Kubur Bagi Wanita

Malik, sebagian golongan Hanafi, suatu berita dari Ahmad, dan kebanyakan ulamamemberi keringanan bagi wanita buat ziarah ke kubur. Berdasarkan hadits 'Aisyahyang lalu bahwa ia bertanya kepada Rasulullah saw. apa yang harus diucapkannya kepada mereka . Maksudnya ialah ketiak menziarahi kubur. Juga riwayat dari Ibnu Abi Mulaikah, bahwa pada suatu hari 'Aisyah datang dari perkuburan. Kelanjutan dari hadits tersebut adalah sebagai berikut" "Maka saya bertanya :'Ya Ummul Mukminin, dari mana Anda'? Ujarnya: 'Dari makam saudaraku Abdurrahman', lalu saya tanyakan pula: 'Bukankah Rasulullah saw. telah melarang ziarah ke kubur'? 'Memang', ujarnya. 'mula-mula dilarangnya ziarah ke kubur, kemudian disurhnya menziarahinya'." (Diriwayatkan oleh Hakim, juga oleh Baihaqi yang mengatakan:"Pada sanadnya terdapat Bustham bin Muslim al-Bashri, yang meriwayatkannya seorang diri." Menurut Dzahabi: "Hadits tersebut sah.")

Dan alasan dapat dipergunakannya sebagai dalil, ialah karena Rasulullah saw. melihat wanita di kuburan dan tidak melarangnya. Alasannya pula ialah karena ziarah itu bertujuan untuk memperingatkan manusia akan akhirat, suatu hal yang sama dibutuhkan baik oleh pria maupun wanita, jadi pria tidaklah lebih memerlukannya dari wanita-wanita.

Segolongan ulama memandang makruh bila wanita berziarah ke kubur, karena mereka kurang tabah dan lebih mudah tergoda, juga karena sabda Rasulullah saw. yang lalu "Allah mengutuk wanita-wanita yang sering menziarahi kubur." (H.R.Ahmad, Ibnu Majah, juga Tirmidziyang mengatakannya sah).

Berkata Qurthubi: "Kutukan yang tersebut dalam hadits hanyalah bagi wanita-wanita yang terlalu sering berziarah sebagaimana dimaksud oleh shigat mubalagah. Dan mungkin sebabnya karena mengakibatkan tersianya hak suami, memperagakan diri dan kemungkinan menangis dan meratap dan lain sebagainya."
Syaukani berkata: "Jika semua itu dapat diatasi, maka tak ada alasan buat tidak mengizinkan mereka. Karena mengingat maut itu sama dibutuhkan baik oleh pria maupun wanita." wallahu a'lam.

ﺳُﺒْﺤَﺎﻧَﻚَ ﺍﻟﻠَّﻬُﻢَّ ﻭَﺑِﺤَﻤْﺪِﻙَ ﺃَﺷْﻬَﺪُ ﺃَﻥْ ﻻَ ﺇِﻟﻪَ ﺇِﻻَّ ﺃَﻧْﺖَ ﺃَﺳْﺘَﻐْﻔِﺮُﻙَ ﻭَﺃَﺗُﻮْﺏُ ﺇِﻟَﻴْﻚ 

 “Maha suci Engkau ya Allah, dan segala puji bagi-Mu. Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan melainkan Engkau. Aku mohon ampun dan bertaubat kepada-Mu.”


Ziarah Kubur Itu Sunnah, Orang Ziarah Kubur Bukan Musyrik

ZIARAH KUBUR hukumnya sunnah, jadi orang-orang Islam yang pergi berziyarah kubur bukan melakukan kesyirikan tetapi justru mereka adalah kaum yang melakukan sunnah Nabi Muhammad Saw. Jadi kalau selama ini ada sebagian muslim yang menghina para peziarah kubur sebagai peneyembah kuburan, maka perlu dipertanyakan kepada para penghina tersebut apakah mereka kaum ingkar Sunnah? Wallohu a’lam. 

Diantara amaliyah aswaja seputar perlakuan terhadap orang-orang yang sudah meninggal adalah menziarahi kubur mereka. Dalam masalah ini kami mendapati pandangan para ulama mengenai hukumziarah kubur secara umum adalah boleh, bahkan sebagian besar dari yang membolehkan tersebut menyatakan sunnah atau dianjurkan, bahkan sebagian ada yang berpendapat wajib

Dalil-Dalil Yang Menjadi Rujukan Sunnahnya Ziarah Kubur

Adapun dalil-dalil yang menjadi hujjah para ulama mensunnahkan atau membolehkan ziyarah kuburdiantaranya adalah sabda Rasulullah shollallohu ‘alaihi wasallam :

1. Hadits riwayat dari ayah Ibn Buroidah dalam Sahih Muslim


عَنْ ابْنِ بُرَيْدَةَ عَنْ أَبِيهِ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهَيْتُكُمْ عَنْ زِيَارَةِ الْقُبُورِ فَزُورُوهَا

Dari Ibnu Buroidah dari Ayahnya, ia berkata : Rasulullah shollallohu ‘alaihi wasallam bersabda ; “Aku telah (pernah) melarang kalian berziyarah kubur, maka (sekarang aku perintahkan) berziyarohlah kalian ke kuburan” (HR. Muslim)

2. Hadits riwayat dari Abi Huroiroh dalam Sahih Muslim

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ زَارَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَبْرَ أُمِّهِ فَبَكَى وَأَبْكَى مَنْ حَوْلَهُ فَقَالَ اِسْتَأْذَنْتُ رَبِّي فِي أَنْ أَسْتَغْفِرَ لَهَا فَلَمْ يُؤْذَنْ لِي وَاسْتَأْذَنْتُهُ فِي أَنْ أَزُورَ قَبْرَهَا فَأُذِنَ لِي فَزُورُوا الْقُبُورَ فَإِنَّهَا تُذَكِّرُ الْمَوْتَ

Dari Abi Huroiroh ra, ia berkata : ‘Rasulullah shollallohu ‘alaihi wasallam menziyarahi makam ibunya dan beliau menangis dan orang-orang disekitar beliaupun menangis, Beliau bersabda : “Aku memohon idzin kepada tuhanku agar aku diperkenankan memohonkan ampun untuk ibuku, maka aku tidak diizinkan, dan aku memohon izin agar agu diperkenankan menziyarahi kuburnya dan aku diizinkan, maka berziyaralah kalian ke kuburan, sesungguhnya ziyarah kubur dapat mengingatkan kematian.“ (HR. Muslim)

Imam An Nawawi menjelaskan hadits diatas sebagai berikut :

قَوْلُهُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ (كُنْتُ نَهَيْتُكُمْ عَنْ زِيَارَةِ الْقُبُورِ فَزُورُوهَا) هَذَا مِنَ الْأَحَادِيْثِ الَّتِي تَجْمَعُ النَّاسِخَ وَالْمَنْسُوْخَ وَهُوَ صَرِيْحٌ فِي نُسْخِ نَهْيِ الرِّجَالِ عَنْ زِيَارَتِهَا وَأَجْمَعُوا عَلَى أَنَّ زِيَارَتَهَا سُنَّةٌ لَهُمْ وَأَمَّا النِّسَاءُ فَفِيْهِنَّ خِلاَفٌ لِاَصْحَابِنَا

Adapun sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, “Aku telah (pernah) melarang kalian berziyaroh kubur,maka (sekarang aku perintahkan) berziyarohlah kalian ke kuburan”, ini adalah termasuk hadits-hadits yang mencakup antara Nasikh (dalil penyalin/penghapus) dan dalil Mansukh (yang disalin/dihapus)dan hadits tersebut adalah dalil yang jelas dalam menghapus hukum larangan ziyarah kubur bagi laki-laki. Semua (para ulama) sepakat bahwasannya ziyarah kubur adalah sunnah untuk laki-laki, sedang bagi perempuan dalam masalah ziarah kubur terdapat perbedaan pendapat di antara kalangan kami (Syafi’iyah). (Syarah Muslim, vol. 7, hlm. 46)

Sedang khilafiyah atau perbedaan pendapat dalam masalah ziyarah kubur berkisar dalam masalah ziyarah kubur bagi perempuan, sebagian ada yang melarang, sebagian ada yang memakruhkan, sebagian ada yang membolehkan dengan syarat. Untuk mengetahui sepintas khilafiyah tersebut, berikut kami kutipkan uraian dari Al Hafizh Ibnu hajar Al ‘Asqolani :

قَالَ النَّوَوِيُ تَبَعًا لِلْعَبْدَرِيّ وَالْحَازِمِي وَغَيْرِهِمَا اِتَّفَقُوْا عَلَى أَنَّ زِيَارَةَ الْقُبُورِ لِلرِّجَالِ جَائِزَةٌ كَذَا اَطْلَقُوا وَفِيْهِ نَظَر لِأَنَّ بْنَ أَبِي شَيْبَةَ وَغَيْرَهُ رَوَى عَنِ بْنِ سِيْرِيْنَ وَإِبْرَاهِيْمَ اَلنَّخَعِي وَالشُّعْبِي اَلْكَرَاهَةَ مُطْلَقًا حَتَّى قَالَ اَلشُّعْبِي لَوْلاَ نَهَي النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَزُرْتُ قَبْرَ اِبْنَتِي. فَلَعَلَّ مَنْ أَطْلَقَ أَرَادَ بِالْاِتِّفَاقِ مَا اِسْتَقَرَّ عَلَيْهِ الْأَمْرُ بَعْدَ هَؤُلآءِ وَكَأَنَّ هَؤُلآءِ لَمْ يَبْلُغْهُمْ النَّاسِخُ وَاللهُ أَعْلَمُ. وَمُقَابِلُ هَذَا قَوْلُ بْنِ حَزْمٍ أَنَّ زِيَارَةَ الْقُبُورِ وَاجِبَةٌ وَلَوْ مَرَّةً وَاحِدَةً فِي الْعُمْرِ لِوُرُوْدِ الْأَمْرِ بِهِ وَاخْتُلِفَ فِي النِّسَاءِ فَقِيْلَ دَخَلْنَ فِي عُمُوْمِ الْإِذْنِ وَهُوَ قَوْلُ الْأَكْثَرِ وَمَحَلُّهُ مَا إِذَا أَمِنَتْ الْفِتْنَةَ. وَيُؤَيِّدُ الْجَوَازَ حَدِيْثُ الْبَابِ وَمَوْضِعُ الدِّلاَلَةِ مِنْهُ أَنَّهُ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَمْ يُنْكِرْ عَلَى الْمَرْأَةِ قُعُوْدِهَا عِنْدَ الْقَبْرِ وَتَقْرِيْرُهُ حُجَّةٌ. وَمِمَّنْ حَمَلَ الْإِذْنَ عَلَى عُمُوْمِهِ لِلرِّجَالِ وَالنِّسَاءِ عَائِشَةٌ فَرَوَى اَلْحَاكِمُ مِنْ طَرِيْقِ بْنِ أَبِي مَلِيْكَةَ أَنَّهُ رَآهَا زَارَتْ قَبْرَ أَخِيْهَا عَبْدِ الرَّحْمَنِ فَقِيْلَ لَهَا أَلَيْسَ قَدْ نَهَى النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ ذَلِكَ قَالَتْ نَعَمْ كَانَ نَهَى ثُمَّ أَمَرَ بِزِيَارَتِهَا

Seraya mengikuti pendapat Al ‘Abdari dan Al Hazimi juga yang lain, Imam An Nawawi berkata : Para ulama sepakat bahwasannya ziyarah kubur bagi laki-laki adalah boleh, demikian mereka memutlakkan (kesepakatan para ulama). Dalam hal ini ada yang perlu ditinjau kembali, mengingat Ibnu Abi Syaibah dan yang lain telah meriwayatkan dari Ibnu Sirin, Ibrohim An Nakho’i, serta dari As Syu’biy tentang makruhnyaziyarah kubur secara mutlaq, sampai-sampai As Syu’biy berkata: “Seandainya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam tidak melarang ziyarah kubur, niscaya aku menziarahi kubur anak perempuanku”. (Ibnu Hajar berkata) : Mungkin yang dikehendaki oleh para ulama yang memuthlaq-kan kesepakatan (bolehnya ziyaroh kubur) berdasar pada apa yang telah ditetapkan sesudah mereka (yang memakruhkan) dan seakan belum sampai kepada mereka (yang memakruhkan) hukum Nasikh (dalil yang menghapus larangan ziarah kubur). Wallohu A’lam. 

Dan sebagai perbandingan dalam masalah ini adalah pendapat Ibnu Hazm, bahwasannya ziarah kubur adalah wajib hukumnya meskipun sekali seumur hidup, berdasar adanya perintah tentang hal itu. Dan terjadi perbedaan pendapat para ulama dalam masalah ziarah kubur bagi perempuan. Dikatakan bahwa perempuan masuk dalam keumuman izin (berziaroh), dan ini adalah pendapat mayoritas, dimana hukum jawaz bagi perempuan tersebut berlaku ketika tidak dikhawatirkan timbulnya fitnah. Pendapat (boleh) ini dikuatkan hadits (Nabi saw dan Sayyidah ‘Aisyah ra berziarah ke makam Baqi’), yang diambil sebagai dalil dari hadits tersebut adalah Nabi saw tidak mengingkari perempuan duduk disisi kubur, sedang taqrir (ketetapan) Nabi shollallohu ‘alaihi wasallam adalah hujjah. 

Diantara mereka yang memberlakukan izin (ziyaroh) secara umum baik bagi laki-laki maupun perempuan adalah Sayyidah ‘Aisyah ra. Al Hakim meriwayatkan dari jalur Ibnu Abi Malikah, bahwasannya Ibnu Abi Malikah melihat ‘Aisyah menziarahi makam saudaranya yakni Abdur Rohman, maka dikatakan padanya; “Bukankah Nabi shollallohu ‘alaihi wasallam melarang ziyarah kubur?” ‘Aisyah ra menjawab “ Benar, (tapi) kemudian Nabi shollallohu ‘alaihi wasallam memerintahkan ziyarah kubur.” (Fathul Bari, vol. 3, hlm. 148)

Sedangkan Imam Nawawi dalam Syarah Muslim menjelaskan tentang khilafiyah ziyarah kubur bagi perempuan diantaranya kami kutip sbb :

وَفِيْهِ دَلِيْلٌ لِمَنْ جَوَّزَ لِلنِّسَاءْ زِيَارَةَ الْقُبُورِ وَفِيْهَا خِلاَفٌ لِلْعُلَمَاءِ وَهِيَ ثَلاَثَةُ أَوْجُهٍ لِأَصْحَابِنَا أَحَدُهَا تَحْرِيْمُهَا عَلَيْهِنَّ لِحَدِيْثِ لَعَنَ اللهَ زَوَّارَاتِ الْقُبُوْرِ وَالثَّانِي يُكْرَهُ وَالثَالِثُ يُبَاحُ وَيَسْتَدِلُّ لَهُ بِهَذَا الْحَدِيْثِ وَبِحَدِيْثِ كُنْتُ نَهَيْتُكُمْ عَنْ زِيَارَةِ الْقُبُورِ فَزُورُوهَا وَيُجَابُ عَنْ هَذَا بِأَنَّ “نَهَيْتُكُمْ” ضَمِيْرُ ذُكُوْرٍ فَلاَ يَدْخُلُ فِيْهِ النِّسَاءُ عَلَى الْمَذْهَبِ الصَّحِيْحِ الْمُخْتَارِ فِي الْأُصُوْلِ. والله أعلم

Dan dalam hadits tersebut (hadits Rasulullah shlollahu alaihi wasallam dan Sayyidah ‘Aisyah ra berziyarah kemakam Baqi’) menjadi dalil mereka yang memperbolehkan ziarah kubur bagi perempuan. Dalam masalah ziyarah kubur bagi perempuan terdapat perbedaan pendapat para ulama, yakni terdapat tiga pandangan : 
  • Pertama, Mengharamkan ziarah kubur bagi perempuan berdasar hadits “Allah melaknat perempuan yang berziarah kubur”. 
  • Kedua : Memakruhkan. Ketiga Membolehkan, pendapat yang membolehkan mengambil dalil dari hadits tersebut dan hadits “Aku telah (pernah) melarang kalian berziaroh kubur, maka (sekarang aku perintahkan) berziyarohlah kalian kekuburan”. 
Pendapat tersebut dijawab (disanggah); bahwa Dhomir (kata ganti) yang ada pada kalimat Nahaitukum (kalian) adalah kata ganti untuk laki-laki, maka didalamnya tidak termasuk perempuan, inilah madzhab yang sahih dan dipilih. Wallohu A’lam.

Semoga bermanfaat dan Renungkanlah!

Wallahu a’lam. Wallahu waliyyut taufiq was sadaad.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar