Sabtu, 14 Maret 2015

BABAHAN HOWO SONGO

BABAHAN HAWA SANGA ( 9 )

Sebelum kita membahasnya kita sering menjumpai orang yang belum matang dalam berpuasa sehingga puasa yang dilakukan hanyalah sebatas menahan haus dan lapar.puasa yang seperti itu adalah puasa yang hanya berada dalam tingkatan dasar berpuasa.Puasa yang hanya tidak makan dan minum itu yang dinamakan belum paham mengenai esensi dasar berpuasa. 

Puasa yang sudah mengalami peningkatan mutu spiritual adalah puasa mereka yang sudah mulai memahami makna dan esensi puasa hingga sudah tidak masuk lagi pada tataran fisik tapi juga masuk kedalam tataran batin.yaitu tataran yang mampu bermanifestasi pada akal budi dan perilaku.puasa seperti inilah yang dimaksud dalam perintah berpuasa :”laalakum tattaquun” agar kamu menjadi taqwa atau agar kedekatan dan penghormatan kepada Tuhanmu menjadi semakin besar.
 

Babahan howo songo ,bahwa manusia hendaklah menjaga dari hawa nafsu yang keluar dari 9 lubang yaitu : dua dimata,dua telinga ,dua hidung, satu mulut ,satu lubang dubur dan kelamin. 9 lubang itu adalah jalan masuk hawa pada manusia.Manusia akan lebih terarah hidup dan kehidupannya ketika mau berikhtiar untuk mengontrol 9 lubang hawa tadi.karena sebenarnya fitrah dari 9 jalan tadi adalah kesucian dan jalan pengabdian kepada sang khaliq
Mata fitrahnya itu suci untuk melihat banyak keajaiban ayat ayat Tuhan yang terbentang didunia.memandang dunia yang begitu indah sehingga muncul rasa kagum kita pada sang pencipta.mata juga bisa kita gunakan untuk sering membaca ayat ayat suci yang turun dari langit lewat Nabi. 

Telinga itu Fitrahnya suci yaitu mendengar kalimat puji pujian kepada sang Pencipta dari seperti subhanallah wal hamdulilah walaa ilaha illalllah wallahu Akbar.ataupun senandung wirid wirid yang lain telinga juga bisa juga senang jika digunakan untuk mendegar ayat ayat suci yang dilantunkan dari masjid,surau atu musholla.

Mulut itu Fitrahnya suci yaitu untuk berkata yang baik,memberikan pujian bagi Allah,mengucapkan dzikir dan wirid setiap waktu serta memberikan kesejukan bagi jiwa. atau bisa dilakukan dengan bahasa sendiri atau bahasa apapun untuk memurnikan batin,toh Tuhan mengerti dengan bahasa apapun. 

Hidung itu fitrahnya suci yaitu untuk bernafas dalam ridha allah.setiap nafas yang masuk kedalam lubang hidug kita dengan rasa syukur dan iman kepada Allah insyaAllah akan membuat jiwa menjadi lebih mutmainah dan tentram

Lubang dubur manusia itu juga merupakan jalan untuk mengeluarkan segala sesuatu yang tidak lagi diperlukan oleh tubuh.
Lubang kemaluan itu juga fitrahnya suci untuk menjalin hubungan dengan suami atau istri yang sah .menjaganya dengan sepenuh hati akan membuat hidup seseorang akan lebih mudah dan menjadikannya sebagai seorang yang memiliki tingkat yang luar biasa.

Semestinya manusia yang sudah dewasa secara batin tidak hanya berpuasa karena puasa itu diwajibkan tetapi berpuasa karena keikhlasan agar hidupnya menjadi lebih terarah secara spiritual

Manusia yang mampu menjaga puasanya seperti menjaga jubahnya agar tak melekat didalamnya rasa iri dengki ,takabur,riya,ujub,dan sebagainya sehingga jubah hatinya tak terkotori oleh akhlak yang menjauhkan dirinya dari sisi Tuhan.Manusia itu adalah makhluk yang pemalas. Seandainya perintah puasa itu tidak wajib maka belum tentu semua orang mau berpuasa. Manfaat puasa sangat banyak dan tentu haruslah diisi dengan banyak hal yang bermanfaat seperti membaca Alquran,bersedekah ,melakukan amalan amalan yang baik dan sebagainya.

HENING CIPTO NUTUP BABAHAN HOWO SONGO




Keheningan meliputi alam kasunyatan, karena banyak manungsa yang tidak lagi mengolah RASAnya. Terasa sendiri jika berada disana, tanpa tersadarkan ini sudah berlangsung sekian lama sejak para leluhur suci masih ikut mengemong para pujangga jiwa.
Inikah tanda bahwa jagad ini memang harus menuju titik tertentu lagi, seperti yang terjadi pada zaman cipta kala. Jikalau demikian, kemanakah atma-atma akan berlabuh, sudah waktukah harus di turunkan lagi para Kasampurnaan untuk kesekian kalinya?

Luhur cipta, akar persona, akankah manungsa sejati akan kembali merajut cinta dalam diri. Jika tidak dimulai dari sekarang maka kapankah waktu yang tepat. Apa yang di agung-agungkan sebagai kebenaran kasunyatan hidup hanyalah penyangkalan atas ketidak tahuan, ibarat bulan yang dikatakan purnama maupun sabit, padahal purnama dan sabit tidak pernah terjadi, itu yang “KAU” akui dan agungkan sebagai kebenaran kasunyatan hidup?

Jika selangkah saja kita tidak bisa mengolah RASA ini, marilah sedikit saja kita Heningkan Cipta. Hening tandanya diam, diam dengan “ntutupi babahan hawa sanga” yang mana arahnya adalah kepada penyangkalan terhadap kepuasan akan pencapaian diri saat ini. Cipta tandanya unsur gerak, gerak dari sukma bukan dari pikiran, gerak dengan “urip iku hanguripi” yang mana arahnya adalah kepada penyatuan untuk mencapai keseimbangan/keserasian dalam “hidup” ini.

Matur Suwun Gusti Pangeran Ingkang Sejatos, akan bertemunya dengan Para Kadang sebagai pencinta kehidupan kasunyatan yang terus melihat dalam sukma. Semoga inilah tanda semua atma akan yang belum berlabuh bisa bertemu dengan Para Kadang jagad ini. Cahaya pekerti biar tetap bersinar walaupun masih dalam proses menuju.

Babahan Hawa Sanga Melatih Eling Lan Waspada

Manusia pada dasarnya dituntut 2 pilihan dalam proses pencapaian rohani atau diri pribadi yang tinggi, yaitu memilih jalan luhur atau memilih jalan pintas (pilihan tersebut harus dipilih dengan ketegaran dan kewaspadaan akan peranan jin dalam menghasut manusia). Babahan Hawa Sanga mengajarkan manusia kejawen untuk memilih jalan luhur dan selalu waspada dengan jalan pintas yang ditawarkan jin. Jin sangat lihai dalam mengelabuhi bahkan terkadang menggunakan bujukan kasih sayang. Namun pada akhirnya terjadi sengsara. Perlu diketahui, jika kewaspadaan lengah dan manusia terhasut maka kegiatan rohani Babahan Hawa Sanga mengarah pada pelampiasan hawa nafsu duniawi, seperti ingin sakti mandraguna agar dapat kepercayaan dan diakui oleh sesama.

Tawaran menggiurkan jin ketika mempengaruhi 9 lubang hawa nafsu manusia tidak hanya sebuah tawaran, tetapi kenyataan akan terjadi. Jika jin menawarkan sakti, kita akan sakti. Sebagai contoh : praktek-praktek spiritual yang telah banyak berkembang di masa leluhur dan saat ini. Untuk mendapatkan “ilmu kebal lembu sekilan”, dimana ilmu yang menawarkan kekebalan tubuh tanpa ada barang tajam atau tumpul yang mengenai tubuh, tapi berjarak 1 jengkal jari-jari tangan. Ilmu kebal lembu sekilan dilatih dari pembukaan pintu gerbang ruh, mulut, 2 hidung dan 1 dubur. Kemudian setelah terbuka akan berjumpa dengan penghuni 4 lubang hawa nafsu tersebut. Terwujudlah komunikasi antara makhluk penghuni 4 lubang hawa (2 hidung, 1 mulut dan 1 dubur) kita akan ditawari keberhasilan atas keinginan kita, lalu setelah mengucapkan keinginan, penghuni 4 lubang tersebut memberikan ilmu kanuragan tersebut. Sekilas melihat pelatihan rohani tersebut adalah sepele namun memiliki kandungan hawa nafsu kekerasan yang luar biasa dan sulit untuk mengendalikannya. Keinginannya hanya penyelesaian masalah dengan kekerasan.

Cobaan tersebut memang sering dialami oleh manusia kejawen, namun perlu diketahui Babahan Hawa Sanga meminta manusia kejawen untuk mewaspadai hasutan tersebut dan selalu ingat pada Sang Pencipta. Belum lagi jika sudah ditemui oleh penghuni 999 makhluk di organ kita. Kita akan bisa melakukan apa saja yang kita mau, seperti menghilang kemudian muncul kembali, pergi dengan jarak 60 km hanya dengan 5 menit bahkan hanya dengan 1 kedipan mata, bisa terbang di atas angin atau merubah daun menjadi emas atau uang dan lain-lain. Namun hal itu maya, walaupun nyata terjadi. Pilihan tersebut bukanlah abadi. Di situlah letak bujukan jin atas 999 penghuni organ kita. 999 organ apabila mampu dibuka, kita akan seperti nenek moyang yang memiliki ajian bala sewu atau sukma sewu. Jika diterapkan, kita memiliki 999 wajah yang serupa dengan kita. Namun, nenek moyang kita hanya digunakan saat berperang melawan musuh atau dalam kondisi terancam bahaya.

Babahan Hawa Sanga adalah warisan leluhur. Saat ini banyak cerita mitos tentang nenek moyang kita yang saktinya luar biasa. Hal itu bukanlah cerita mitos semata, karena sampai sekarang pengalaman tersebut masih ada yang memiliki di pinggiran kota. Boleh-boleh saja mengatakan itu imajinasi atau berkhayal karena hal itu adalah hak prinsip pribadi masing-masing. Terserah bagi yang menilai, itu pendapat penilaian yang artinya persepsi, hakiki adanya. Namun, alangkah baiknya jika dicoba dulu misteri Babahan Hawa Sanga ini, pasti akan mengalami. Kalau sudah mengalami pasti akan berbicara beda.

Kembali kepada pengetahuan Babahan Hawa Sanga. Di dalam pengetahuan ini, bertujuan untuk mencari sangkan paraning dumadi atau mencari jalan terang Sang Pencipta, ketika esok kita kembali kepada-Nya. Pengetahuan ini tidak mengajak umat manusia untuk melatih kesaktian tetapi beribadah kepada Sang Pencipta sesuai perkembangan masa, waktu manusia atau masa waktu beribadah lahir. Kemudian beribadah batin (jiwa pikiran) dan kemudian beribadah ruh.

Babahan Hawa Sanga mengajak melatih kesetiaan tubuh jasmani, dengan cara membangun keteguhan, ketekunan dan kepastian terhadap Sang Pencipta. Tubuh jasmani dipersujud sembahkan kepada Sang Pencipta dengan mengikuti aturan-aturan kegiatan rohani seperti samadi. Tubuh memiliki kandungan hawa nafsu negatif, oleh karena itu harus disucikan dengan kegiatan devasi (penderitaan). Ibadah milah masih bersifat individu atau pribadi atau belum untuk sesama.

Sedangkan jiwa pikiran diteguhkan keyakinannya agar selalu tunduk, sujud dan hormat kepada Sang Pencipta. Kesetiaan dan kepasrahan dibina, kemudian direalisasikan di lingkungan keluarga, lingkungan kerja maupun lingkungan sosial. Realisasi tersebut bermaksud untuk menguji kesetiaan yang penuh ikhlas dan rela pasrah. Salah satu cara yang diuji adalah melakukan pelayanan penyembuhan bagi yang membutuhkan.

Jika sudah memiliki energi prana yang besar dan lebih, kenapa tidak disumbangkan bagi yang membutuhkan. Itulah dasar-dasar menguji kesetiaan jiwa pikiran kita terhadap Sang Pencipta. Kita akan mengeluh tidak ataukah kalau sudah mampu menyembuhkan apakah kita akan menyumbangkan diri atau angkuh? Jelasnya, keteguhan jiwa pikiran ini terhadap Sang Pencipta sebagai perwujudan titah Sang Pencipta atas hubungan horisontal, yaitu hubungan baik dengan sesama manusia dan sesama makhluk semesta. Ibadah ini disebut tarekat.

Di dalam melatih kesetiaan pribadi ruh dengan Sang Pencipta diperlukan ibadah ruh. Persujudan menyembah kepada Sang Pencipta dilakukan secara tulus iklas dan rela pasrah dilakukan oleh pribadi ruh. Bukan lagi melalui lahir atau jiwa pikiran saja, tetapi pribadi ruh saatnya memimpin tubuh jasmani dan jiwa pikiran beserta kelengkapannya (rasa, kalbu, naluri, budi dan atman). Persujudan ini adalah wujud hubungan vertikal hubungan antara ruh pribadi manusia dengan Sang Pencipta. 

Untuk mencapai tahapan interaksi Sang Pencipta, ruh pribadi harus melakukan pekerjaan alam astral yaitu ikut berkewajiban menyeimbangkan, menselaraskan dan mengharmoniskan makhluk penghuni alam astral. Dari pengalaman vertikal, akan mendapatkan nilai-nilai luhur bagaimana harus mengembangkan masalah tanggung dunia, dalam hubungan pengetahuan ini adalah mengentaskan hambatan di dalam penyembuhan bagi yang membutuhkan.

Ilmu Babahan Hawa Sanga

Babahan Hawa Sanga (BHS) berarti 9 lubang energi (hawa). Menurut sengkalan budaya Jawa, babahan memiliki arti 9, Hawa itu juga 9 dan Sanga berarti 9. Lubang energi itu bisa disebut pusat inti meridian organ tubuh manusia yang terhubung dalam konstruksi kejiwaan manusia. Keluar masuknya energi dari alam semesta sekitar (hawa) dan jiwa nafsu di dalam tubuh manusia sebagai hubungan mikro dan makro kosmis melalui 9 lubang Babahan Hawa Sanga yang harus dijaga keseimbangannya. Inilah dasar ajaran Memayu Hayuning Bawana di dalam diri manusia kejawen.

Tertera sengkalan Babahan Hawa Sanga itu berarti ada 999 lubang hawa. Pertama sumber inti dari Babahan itu. 99 dari jumlah meridian Nawa Sanga. Sedangkan secara keseluruhan Babahan Hawa Sanga ada sub meridian berjumlah 999 lubang hawa energi. Itulah rahasia dibalik 999 lubang itu dalam aktivitasnya di sebut Bala Srewu (Bala Sewu) dalam diri tiap manusia. Terlepas percaya atau tidak dan selera atau tidak, setiap manusia memilikinya tanpa ada batasan apapun dalam filsafat dan keyakinan tiap budaya bangsanya di dunia manapun juga.

Istilah Bala Sewu berjumlah 1000 bantuan atau penolong. Sedangkan Babahan Hawa Sanga tertera 999 dan kurang 1 itu milik pribadi sejati (ROH SEJATI) yaitu diri pribadi manusia itu, bukan jiwa dan bukan organ fisiknya, tetapi ROH SEJATInya. ROH SEJATI inilah yang tunduk pada hukum Sangkan Paraning Dumadi sebagai ketegasan Roh Sejati bertanggung jawab kepada Tuhan PenciptaNya.

Hawa/Howo bahasa Jawa dapat berarti lubang, dan Hawa dalam bahasa Arab dapat pula berarti keinginan atau kehendak. Hawa nafs berarti keinginan jiwa (nafs = jiwa). Jiwa dalam ilmu jiwa (psikiatri) dibedakan dengan pengertian nyawa atau ruh. Jiwa adalah manifestasi kesadaran manusia dengan kecenderungan-kecenderungan yang dapat dipelajari baik secara kaidah ilmu ilmiah (psikiatri) dan kaidah ilmu psikologi. Dari penanda dalam bahasa Jawa : Babahan Hawa Sanga, yang biasanya kalimat lengkapnya adalah sebuah nasihat : “Nutupi babahan hawa sanga” ini mari kita coba jelaskan tentang babahan Hawa Sanga. 

Babahan Hawa Sanga artinya 9 keinginan jiwa (hawa nafs) yang harus diwaspadai agar tidak salah arah, akibat dibukanya secara tak terkendali 9 jendela lubang (howo) pemicu hawa (keinginan) dalam diri jiwani manusia. 

Percaya atau tidak, 9 lubang yang ada pada fisik manusia ini pada hekatnya juga mempengaruhi batiniah manusia. Orang Jawa yang sudah jawa (mengerti) biasanya cukup berpesan kepada anak cucunya untuk sedapat mungkin menutupi babahan hawa sanga dalam arti berusaha tidak menyimpangi (mengerem dari menyimpangi) hawa nafs atau keinginan jiwa yang bersumber dari 9 lubang jendela dalam diri manusia. 
  1. 2 Hawa pertama adalah Mata kanan dan Hawa kedua adalah Mata kiri, penanda ini adalah perwujudan keinginan jiwa yang bersumber dari dibukanya jendela mata. Bisa dengan istilah gaul lapar mata. Keinginan jiwa (hawa nafs) yang berasal ketika jendela mata dibuka dengan ‘diafragma lebar’ dan membiarkan mata terpapar/tereksposure oleh pemandangan yang menyebabkan hati menjadi memiliki keinginan syahwati. Syahwati artinya bisa macam-macam, pemenuhan lubang jiwa, bisa punya keinginan untuk menikmati suatu hal, keinginan memiliki dan mencoba suatu hal dari sumber informasi ke otak dari hasil pandangan mata. Pandangan mata bila diarahkan ke hal-hal yang arrousal maka akibatnya bisa menjurus ke arah maksiat. Pandangan mata mudah melekat pada lawan jenis, dan justru karena ini banyak yang ingin memuaskan pandangan matanya untuk menyaksikan eksplorasi tubuh lawan jenis. Jika ke istri/suami sendiri maka sah saja, tapi bila jendela mata dibuka lebar untuk menyimpang ke arah sajian baik yang live maupun media visual yang mengarahkan libido, maka ini lain halnya. 
  2. 2 Hawa ketiga adalah Lubang Telinga Kanan dan Hawa keempat adalah Lubang Telinga Kiri. Telinga kadang mendengar apa yang kita sukai saja, dan bila jendela telinga dibuka dengan ‘diafragma lebar’ untuk terpapar gosip, dengar asyik gunjing-menggunjing maka telinga akan semakin menikmati untuk mendengar yang tidak semestinya dibuka lebar untuk didengar, apalagi bila telinga suka digunakan untuk mendengar hal-hal yang mengarah pada persekongkolan jahat, dan yang mengarah ke perbuatan maksiat. Keinginan yang bersumber dari 2 jendela telinga dapat merasuk dalam jiwa (hawa nafs) berarti keinginan jiwa. 
  3. 2 Hawa kelima adalah Lubang Hidung Kanan, dan Hawa Keenam adalah Lubang Hidung Kiri. Indra penciuman dapat merefleksikan sinyal kimiawi ke otak dan akan direspon dengan memicu aneka hormonal jika mencium sesuatu. Bila mencium bau yang wangi, misalkan wangi parfum maka akan benar bila dalam kondisi tidak dibangkitkan oleh hawa nafs atau keinginan jiwa yang menyimpang. Sebaliknya, keinginan jiwa (hawa nafs) yang menyimpang akan semakin mendapat dorongan jika pembukaan lebar lubang hidung diproses untuk mencium wangi atau aneka bau yang membangkitkan keinginan untuk melakukan maksiat, katakanlah mencium wangi parfum seorang pedagang seks, -tidak akan berakibat apapun pada orang yang tidak membiarkan keinginan jiwanya (hawa nafsnya) menyimpang-. Sebaliknya, jika telah ada goresan dalam hati untuk berbuat menyimpang menuju kemaksiatan, maka mencium wangi parfum pedagang seks atau pasangan ilegal, akan dapat mengantarkan hawa jiwa lempang menuju ke arah yang menyimpang, yang memang diinginkan. Ada guyonan pada jaman edan ini : ‘hal-hal yang memang diinginkan’. 
  4. 1 Hawa ketujuh adalah Mulut. Banyak keinginan jiwa (hawa nafs) yang bersumber bila jendela mulut dibuka lebar, sehingga terpapar atau terekspose oleh hal-hal yang bersifat memenuhi unsur rakus (gluttony dalam seven deadly sins). Rakus adalah makan tanpa ingat orang yang lapar. Mulut juga merupakan salah satu jendela hawa sanga yang rawan untuk mengantarkan orang menuju ke kebinasaan. Mulut yang berkata bohong, mulut yang makan barang dilarang, dan yang diperoleh dari barang yang dilarang. Mulut yang mengeluarkan perkataan yang menyakitkan, dan yang mengeluarkan kata-kata yang rusak (alias cangkem letrek dalam bahasa Jawa kasar). Hawa nafs atau keinginan jiwa memang bisa dipenuhi oleh mulut, namun orang Jawa yang telah jawa (mafhum) memandang harus sedapat mungkin menutup keinginan mulut, dan hanya membukanya untuk maksud-maksud yang baik saja. 
  5. 1 Hawa  yang kedelapan adalah Lubang Kemaluan. Banyak unsur keinginan jiwa (hawa nafs) yang bersumber dari dibukanya jendela lubang kemaluan menjadi terpapar atau terekspose hal-hal maksiat yang sejatinya merugikan. Ada orang yang bilang mengapa merugikan ?, kan menguntungkan bila dibuat maksiat? Well, saya bukan orang yang suci, tapi setidaknya ada pengetahuan umum yang menyatakan kalau freesex pada akhirnya akan merugikan kesehatan mental, dan kesehatan fisik dan akhirnya merugikan kehidupan. Kalau tidak percaya ya jangan mencoba, hanya lihatlah saja gejala orang-orang di sekitar yang menjalankan free sex. 
  6. 1 Hawa kesembilan adalah Lubang Dubur. Keinginan yang bersumber dari lubang dubur ini adalah keinginan buta kaum Nabi Luth yang ada di kota Sodom dan Gomorah. Kedua kota (ancient city) ini telah hancur luluh dipecut (whiplas) oleh bencana alam. Kita memang tidak dapat menghakimi orang yang cenderung mengeksploitasi anal sebagai sumber kenikmatan hawa (keinginan) jiwa/ (hawa nafs) nya, tapi, logikanya kalau tidak murka, mengapa Sodom dan Gomorah dihancurkan oleh Nya ? Bukan hanya sekedar bencana alam kemudian bangun kembali seperti bencana jaman sekarang, tapi bencana yang membinasakan (total annihilation) dan hanya Nabi Luth atau Nabi Lot yang disisakan, kecuali perempuan tua yang menjadi istrinya yang suka akan tabiat menyimpang tersebut jadi abu. Dewasa ini banyak terjadi sodomi oleh orang yang memiliki penyakit dalam hatinya terhadap anak-anak kecil, anak jalanan dan korban-korban yang rentan. Hal ini amat bahaya bila tidak ada pihak yang berbicara akan bahaya pengumbaran kejahatan ini. 

BABAHAN HAWA SANGA MELATIH ELING LAN WASPADA

Manusia pada dasarnya dituntut 2 pilihan dalam proses pencapaian rohani :
  1. Memilih jalan luhur 
  2. Memilih jalan pintas
(Pilihan tersebut harus dipilih dengna ketegaran dan kewaspadaan akan peranan jin dalam menghasut manusia).

Babahan hawa sanga mengajarkan manusia kejawen untuk memilih jalan luhur dan selalu waspada dengan jalan pintas yang ditawarkan jin. Jin sangat lihai dalam mengelabuhi bahkan terkadang menggunakan bujukan kasih sayang. Namun pada akhirnya terjadi sengsara. Perlu diketahui, jika kewaspadaan lengah dan manusia terhasut maka kegiatan rohani babahan hawa sanga mengarah pada pelampiasan hawa nafsu duniawi, seperti ingin sakti mandraguna agar dapat kepercayaan dan diakui oleh sesama.

Tawaran menggiurkan jin ketika mempengaruhi 9 lubang hawa nafsu manusia tidak hanya sebuah tawaran, tetapi kenyataan akan terjadi. Jika jin menawarkan sakti, kita akan sakti. Sebagai contoh : praktek-praktek spiritual yang telah banyak berkembang di masa leluhur dan saat ini. Untuk mendapatkan “ilmu kebal lembu sekilan”, dimana ilmu yang menawarkan kekebalan tubuh tanpa ada barang tajam atau tumpul yang mengenai tubuh, tapi berjarak 1 jengkal jari-jari tangan. Ilmu kebal lembu sekilan dilatih dari pembukaan pintu gerbang ruh, mulut, 2 hidung dan 1 dubur. 

Kemudian setelah terbuka akan berjumpa dengan penghuni 4 lubang hawa nafsu tersebut. Terwujudlah komunikasi antara makhluk penghuni 4 lubang hawa (2 hidung, 1 mulut dan 1 dubur) kita akan ditawari keberhasilan atas keinginan kita, lalu setelah mengucapkan keinginan, penghuni 4 lubang tersebut memberikan ilmu kanuragan tersebut. Sekilas melihat pelatihan rohani tersebut adalah sepele namun memiliki kandungan hawa nafsu kekerasan yang luar biasa dan sulit untuk mengendalikannya. Keinginannya hanya penyelesaian masalah dengan kekerasan.

Cobaan tersebut memang sering dialami oleh manusia kejawen, namun perlu diketahui babahan hawa sanga memminta manusia kejawen untuk mewaspadai hasutan tersebut dan selalu ingat pada Sang Pencipta. Belum lagi jika sudah ditemui oleh penghuni 999 makhluk di organ kita. Kita akan bisa melakukan apa saja yang kita mau, seperti menghilang kemudian muncul kembali, pergi dengan jarak 60 km hanya dengan 5 menit bahkan hanya dengan 1 kedipan mata, bisa terbang di atas angin atau merubah daun menjadi emas atau uang dan lain-lain. Namun hal itu maya, walaupun nyata terjadi. Pilihan tersebut bukanlah abadi. Disitulah letak bujukan jin atas 999 penghuni organ kita. 999 organ apabila mampu dibuka, kita akan seperti nenek moyang yang memiliki ajian bala sewu atau sukma sewu. Jika diterapkan, kita memiliki 999 wajah yang serupa dengan kita. Namun, nenek moyang kita hanya digunakan saat berperang melawan musuh atau dalam kondisi terancam bahaya.

Babahan hawa sanga adalah warisan leluhur. Saat ini banyak cerita mitos tentang nenek moyang kita yang saktinya luar biasa. Hal itu bukanlah cerita mitos semata, karena sampai sekarang pengalaman tersebut masih ada yang memiliki di pinggiran kota. Ketika ayah saya masih hidup, saya pernah melihat ayah membunyikan jari kelingking di depan pohon randu alas di wilayah Muntilan, Kecamatan Gantiwarno, Klaten, Jawa Tengah. Setelah membunyikan jari kelingking, pohon randu alas tersebut menikukkan ujungnya sampai di permukaan tanah. Apakah hal itu sama halnya yang dilakukan Ki Ageng Giring ketika mengambil buah kelapa (menurut cerita mitos –red-).

Boleh-boleh saja mengatakan itu imajinasi atau berkhayal karena hal itu adalah hak prinsip pribadi masing-masing. Terserah bagi yang menilai, itu pendapat penilaian yang artinya persepsi, hakiki adanya. Namun, alangkah baiknya jika dicoba dulu misteri babahan hawa sanga ini, pasti akan mengalami. Kalau sudah mengalami pasti akan berbicara beda.

Kembali kepada pengetahuan babahan hawa sanga. Di dalam pengetahuan ini, bertujuan untuk mencari sangkan paraning dumadi atau mencari jalan terang Sang Pencipta, ketika esok kita kembali kepada-Nya. Pengetahuan ini tidak mengajak umat manusia untuk melatih kesaktian tetapi beribadah kepada Sang Pencipta sesuai perkembangan masa, waktu manusia atau masa waktu beribadah lahir. Kemudian beribadah batin (jiwa pikiran) dan kemudian beribadah ruh.

Babahan hawa sanga mengajak melatih kesetiaan tubuh jasmani, dengan cara membangun keteguhan, ketekunan dan kepastian terhadap Sang Pencipta. Tubuh jasmani dipersujud sembahkan kepada Sang Pencipta dengan mengikuti aturan-aturan kegiatan rohani seperti samadi. Tubuh memiliki kandungan hawa nafsu negatif, oleh karena itu harus disucikan dengan kegiatan devasi (penderitaan). Ibadah milah masih bersifat individu atau pribadi atau belum untuk sesama.

Sedangkan jiwa pikiran diteguhkan keyakinannya agar selalu tunduk, sujud dan hormat kepada Sang Pencipta. Kesetiaan dan kepasrahan dibina, kemudian direalisasikan di lingkungan keluarga, lingkungan kerja maupun lingkungan sosial. Realisasi tersebut bermaksud untuk menguji kesetiaan yang penuh ikhlas dan rela pasrah. Salah satu cara yang diuji adalah melakukan pelayanan penyembuhan bagi yang membutuhkan. Jika sudah memiliki energi prana yang besar dan lebih, kenapa tidak disumbangkan bagi yang membutuhkan. Itulah dasar-dasar menguji kesetiaan jiwa pikiran kita terhadap Sang Pencipta. Kita akan mengeluh tidak ataukah kalau sudah mampu menyembuhkan apakah kita akan menyumbangkan diri atau angkuh? Jelasnya, keteguhan jiwa pikiran ini terhadap Sang Pencipta sebagai perwujudan titah Sang Pencipta atas hubungan horisontal, yaitu hubungan baik dengan sesama manusia dan sesama makhluk semesta. Ibadah ini disebut tarekat.

Di dalam melatih kesetiaan pribadi ruh dengan Sang Pencipta diperlukan ibadah ruh. Persujudan menyembah kepada Sang Pencipta dilakukan secara tulus iklas dan rela pasrah dilakukan oleh pribadi ruh. Bukan lagi melalui lahir atau jiwa pikiran saja, tetapi pribadi ruh saatnya memimpin tubuh jasmani dan jiwa pikiran beserta kelengkapannya (rasa, kalbu, naluri, budi dan atman). Persujudan ini adalh wujud hubungan vertikal hubungan antara ruh pribadi manusia dengan Sang Pencipta. Untuk mencapai tahapan interaksi Sang Pencipta, ruh pribadi harus melakukan pekerjaan alam astral yaitu ikut berkewajiban menyeimbangkan, menselaraskan dan mengharmoniskan makhluk penghuni alam astral. Dari pengalaman vertikal, akan mendapatkan nilai-nilai luhur bagaimana harus mengembangkan masalah tanggung dunia, dalam hubungan pengetahuan ini adalah mengentaskan hambatan di dalam penyembuhan bagi yang membutuhkan.

Mengolah dan mempertajam bathin

Agar memiliki ketajaman nalar (daya cipta/intelegensia otak), nalar harus bisa menangkap makna yang terbersit dalam nurani. Jangan sampai lengah, sebab proses untuk menangkap gerataran nurani hanya berlangsung secepat kilat.

Nurani milik siapapun pastilah setajam “sembilu”, jika dirasa tumpul, itu bukan berarti salah nuraninya, melainkan tugas nalar sebagai cipta panggraitaning rahsa telah mengalami kegagalan.

Tugu manik ing samodra ; menggambarkan daya cipta yang terus menerus berporos hingga pelupuk mata. Daya cipta akal budi manusia jangkauannya umpama luasnya samodra namun konsentrasinya terfokus pada mata batin.

Adapun tentang bagaimana teknik atau tata cara agar supaya individu mampu meraba, merasakan dan membedakan mana getaran nurani, mana pula getaran nafsu.

Pertanyaan tersebut bukanlah sekedar latah, tetapi mengelola hati nurani merupakan hal yang signifikan untuk diupayakan dengan skala prioritas tinggi. Sebab ia menjadikan setiap pribadi mampu berdiri sebagai mandireng pribadi, yakni pribadi yang memiliki kemandirian dalam menentukan mana dan apa yang paling tepat, paling baik dilakukan.

Bukankah nilai manusia terletak pada kejernihan isi atau suara hatinya ?!! Suara hati atau hati nurani merupakan kesadaran aku akan tanggungjawab dan kewajiban aku sebagai makhluk bernama manusia dalam situasi yang sungguh-sungguh konkrit dan tepat. Sehingga suara hati harus dipatuhi dan diikuti. Hati nurani atau dalam terminologi Jawa disebut sebagai ALUSING PANDULU atau kehalusan daya cipta, yakni kekuatan yang atau kemampuan perasaan hati nurani untuk meraba, merasakan, membedakan, dan menentukan. Alusing pandulu merupakan pangkal dari otonomi setiap individu, yakni dasar dari kemandirian pribadi.

Pusat otoritas setiap pribadi berada di dalam hati nuraninya sendiri. Sementara itu untuk menyeleksi baik atau buruk merupakan tanggungjawab nalar dengan cara open minded atau pemikiran terbuka dan bebas menentukan pilihan dan keputusan mana yang paling tepat.

NURANI ; JENDELA MENEMBUS UNINONG, ANING, UNONG

Nalar pun kenyataannya sangat riskan dapat terkurung oleh suatu tembok yang bernama keyakinan membabi buta. Dengan kata lain, penghalang terbesar ketajaman nurani kita, tidak lain adalah doktrin-doktrin yang membelenggu nalar.

Mulai dari bentuk doktrin militer, doktrin budaya, doktrin seni, doktrin ideologi, hingga doktrin agama. Sebab itu doktrin lebih bersifat pengungkungan kesadaran, agar individu memiliki LOYALITAS tanpa perlu nalar.

Tanpa perlu menjawab PERTANYAAN-PERTANYAAN yang timbul dari HATI NURANI. Jika dianalogikan, doktrin merupakan alat yang serupa dengan KACAMATA KUDA, sementara “kuda” adalah perumpamaan insan.

Supaya kuda tetap berjalan lurus ke depan maka diperlukan kacamata (baca: doktrin). Sebab doktrin (kacamata kuda) mempunyai prinsip keharusan/kewajiban bahwa jalan ”kebenaran” hanyalah jalan yang lurus yang hanya tampak di depannya saja.

Sementara itu, adalah realitas dan fakta bahwa hidup ini banyak ditemukan “persimpangan jalan”, banyak sekali “jalan raya”, “jalan protokol”, “jalan daendels”, “jalan propinsi”, dan “jalan setapak”. Masing-masing “jalan” menuju ke satu tujuan yang sama yakni Sang Causa Prima atau Gusti (bagusing ati), Gusti ada di dalam aku.

Setiap orang hendak mencari Gusti di dalam aku, agar supaya diri kita menjadi aku di dalam Gusti. Dalam istilah Ki Ageng Suryomentaram disebut sebagai “rasa; aku bukan kramadhangsa” atau “aku kang madeg pribadi” atau saya sebut sebagai rahsa sejati. Itulah paraning dumadi manusia, tak berada jauh di atas langit sana, tetapi ada dalam setiap pribadi kita masing-masing.

Kesadaran ini dapat menjelaskan pula mengapa nenek moyang bangsa kita dulu jika berdoa tidak menengadah sambil menatap langit, melainkan cukup dengan telapak tangan memegang dada.

Dalam maneges pun tersebutlah NIAT INGSUN, yang bermakna Ingsun ing sajroning aku, Aku ing sajroning Ingsun. Konsep KGPAA Mangkunegoro ke IV sebagai roroning atunggil, dwi tunggal, atau asas Manunggaling Kawula kalawan Gusti. Sebuah pelataran spiritual yang pernah pula digelar oleh Ki Ageng Kebo Kenongo (Ki Ageng Pengging) bersama Syeh Lemah Abang sebagai UNINONG ANING UNONG.

Sementara itu, hati nurani selalu mampu menembus berbagai tembok penghalang, yang menghalangi obyektivitas sesungguhnya akan suatu realitas kehidupan. Nurani adalah kekuatan yang TAK BISA dikelabuhi oleh imajinasi, ilusi, dan polusi getaran nafsu. Nurani yang terasah akan menjadi “mata hati”, “mata jiwa” yang mampu menguak “kebenaran sejati”. Hanya saja, untuk menggali dan menemukan hati nurani, kita harus menggalinya dari kubangan lumpur yang penuh bakteri, kuman dan penyakit. Tulisan berikut bertujuan untuk berbagi kawruh (pengetahuan) dan ngelmu (pengetahuan spiritual), bagaimana cara paling sederhana agar kita dapat menemukan nurani yang dapat diumpamakan sebagai “berlian” yang terendam di dalam “lumpur kotor”.

TEKNIK MEMBUKA JENDELA NURANI

Kita harus menutup panca indera untuk membuka mata batin yang berada dalam jiwa kita. Mata batin adalah mata yang dapat melihat sesuatu secara lebih cerah, jelas, dan gamblang. Kecermatan dan kemampuannya menjabarkan fakta gaib dan wadag jutaan kali melebihi panca indera. Paling tidak terdapat lima sarat agar supaya kita betul-betul mampu merasakan dan membedakan apakah sesuatu getaran merupakan getaran NURANI (kareping rahsa) ataukah hanya sekedar getaran nafsu (rahsaning karep).
  1. Beninging ati atau kejernihan kalbu. Antara suara hati dan nalar manusia selalu terjadi dialog, tarik menarik, bahkan masing-masing saling “berperang” untuk berebut pengaruh dan otoritas. Jika kekuatan keduanya berimbang gejalanya dapat kita rasakan pada saat terjadi kebimbangan dan keragu-raguan. Atau sikap ambigu, dan dualisme.  Sementara itu, jika nalar memenangkan jadilah pribadi yang hanya mengandalkan kemampuan rasio semata. Sehingga bagi dirinya banyak sekali hal-hal di luar nalar yang dengan segera ia tepis sebagai sesuatu yang tidak ada, omong kosong atau ngoyoworo. Hal-hal gaib dianggap sebagai sesuatu yang non-sense, dan di luar logika. Maka gaib pun dianggap omong kosong. Menurut saya pribadi, gaib pun ternyata sangat logis dan masuk akal. Jika ada hal gaib yang dianggap tidak masuk akal, ada dua kemungkinan yakni, pertama; benar-benar dongeng atau mitologi yang digaib-gaibkan. Kemungkinan kedua, nalar kita belum cukup menerima informasi akan rumus-rumus yang ada dan berlaku di dimensi gaib. Sementara itu beninging ati atau weninging tyas, akan tercipta manakala dialog, tarik-menarik, dan peperangan antara suara hati nurani dengan nalar berhenti sejenak. Saat itulah hati kita menjadi jernih, karena saat itu hati menjadi bebas merdeka dari segala bentuk “penjajahan” nalar yang seringkali terkooptasi oleh kepentingan pribadi, persepsi atau penilaian diri terhadap suatu obyek, serta ilusi dan imajinasi. Dalam dimensi lebih luas hati pun menjadi bebas dari kepentingan politik, kekuasaan, egoisme aliran, dan segala macam keinginan yang belum tercapai. Cara menghentikan dialog dan tarik-menarik antara hati dan nalar adalah dengan cara “mengalir mengikuti aliran air” atau (tapa ngeli). Yakni hidup dalam sikap kepasrahan. Konsentrasi pasrah bukan pada PROSES BERUSAHA atau saat berikhtiar, karena kepasrahan demikian ini merupakan konsep hidup yang salah kaprah. Pasrah yang dimaksud adalah pasrah akan ketentuan besar-kecil hasilnya akhir. Sementara itu dalam menjalani PROSESnya step by step kita tak boleh pasrah, tetapi harus berusaha secara maksimal, sekuat tenaga dan pikiran kita. Ada pepatah bola mengatakan,”Bermainlah bola secara cantik, soal menang kalah itu bukanlah urusan kita. Bila kalahpun, tetap akan menjadi “kesebelasan” yang disegani dan dihormati orang lain. Jangan konsentrasi pada hasil akhir, tetapi konsentrasilah pada proses. Hal ini menjadi salah satu kiat sukses dalam olah semedi atau meditasi. Bila anda berkonsentrasi pada hasil, maka yang terjadi nalar kita akan dipenuhi oleh angan-angan. 
  2. Sirnaning kekarepan atau sirnanya rahsaning karep. Atau lenyapnya semua maksud jahat, keburukan, dan tindakan hina-aniaya. Hal ini berkaitan dengan perilaku dan perbuatan dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Jangan sampai kita menyakiti hati orang lain, baik sadar apalagi tanpa sadar. Jangan sampai mencelakai, merugikan, menyerobot hak orang lain. Untuk menuntun perilaku demikian diperlukan sebuah kesadaran kosmologis yakni sikap eling dan waspada.
  3. Lereming pancadriya atau ketenangan panca indera. Ketenangan panca indera. Dalam spiritual Jawa dikenal sebagai BABAHAN HAWA SANGA atau babahan hawa (nafsumu), kosongna ! (bersihkanlah/kendalikanlah hawa nafsumu). Dapat pula diartikan 9 lubang pancaindera (2 lubang telinga, 2 lubang hidung, 2 lubang mata, 1 lubang kemaluan, 1 lubang silit/anus, dan 1 lubang mulut = 9 lobang) kesemuanya menjadi pintu masuk hawa nafsu hendaknya dikendalikan atau “dikosongkan”. Keberhasilan mengendalikan panca indera akan memperoleh ketenangan pancaindera. Sebaliknya, kegagalan lereming pancadriya seseorang akan tersiksa dalam kegelisahan panjang oleh karena gejolak nafsu syahwat (ngacengan/konakan/nafsuan), nafsu makan (mudah lapar, ngileran, ngelihan, kemaruk, rakus), nafsu tidur (ngantukan, moloran dst), dan banyaknya karep atau kemauan yang diinginkan (tidak pernah puas diri, sulit bersyukur), nafsu angkara (Penyakit Hati ; panasten, suka panas hatinya, mudah iri hati, drengki, serba pamrih, congkak, sombong, takabur, egois. Emosi yang Labil ; tersinggungan, mudah sedih, mudah marah, kagetan, gumunan), nafsu halus (suka gede ndase, gemar dipuji, pamrih pahala). Pola bekerjanya panca indra yang lebih dominan dalam merespon obyek kehidupan justru akan mengaburkan getaran atau bisikan nurani. Salah-salah, getaran nafsunya dianggap sebagai getaran nurani. Sementara itu lereming pancadira akan mengistirahatkan bekerjanya otak. Hal ini seperti halnya kita melakukan olah semedi atau meditasi.
  4. Jatmikaning solah bawa atau perilaku lahir dan batin yang santun. Perilaku lahiriah (solah) merupakan refleksi dari perilaku batin (bawa). Jatmikaning solah bawa, merupakan wujud kekompakan perilaku yang melibatkan empat unsur yakni; hati, ucapan, pikiran dan perbuatan atau tindakan nyata. Berbekal dengan hati yang jernih akan mampu menuntun nalar kita supaya lebih cermat dalam menyeleksi mana yang baik dan mana yang buruk.
Selanjutnya bermodalkan kecermatan nalar dapat mengendalikan keinginan, dan memilah memilih serta mempertimbangkan secara arif dan bijak terhadap sesuatu yang dipikirkan, diucapkan, dan diperbuat. Solah dan bawa yang keluar dari nurani memiliki karisma besar sehingga dapat menselaraskan apa yang ada di sekelilingnya dengan apa yang diinginkan dan diharapkan.

Dengan kata lain, jatmikaning solah bawa, menebarkan aura yang kuat, bagaikan medan magnet yang akan menyedot segala sesuatu yang senyawa dan sejenis. Kebaikan dan keburukan akan terkumpul dalam kumparan yang sejenis, terkonsentrasi dalam kelompoknya masing-masing.

Maka kebaikan akan berbalas dengan kebaikan yang berlipat. Welas asih akan berbalas kasih sayang yang berlimpah ruah. Kejahatan akan berbalas kejahatan berlipat. Limpahan itu bagaikan suara yang bergema, terucap dengan volume 7, akan berbalik menjadi suara dengan volume 14. Sebagaimana pernah saya singgung dalam thread terdahulu dalam LAKSITA JATI.

Begitulah rumus-rumus yang terjadi dalam hukum alam semesta. Pribadi yang menghayati jatmikaning solah bawa gerak-gerik, tingkah laku, watak wantun, sifat tabiatnya selalu enak dilihat dan membuat nyaman di hati (nuju prana).

Pribadi yang pembawaan sifatnya selalu nuju prana bagai gayung bersambut, di mana-mana selalu menciptakan ketentraman, kenyamanan, kebahagiaan bagi ornag-orang di sekelilingnya. Selalu membuat enak di hati, kinaryo karyenak ing tyas sesama. Perilaku nuju prana menjadikan pribadi yang penuh aura positif. Jika wanita maka inner-beauty-nya akan memancar kuat dari dalam sanubari. Jika seorang pria perilakunya selalu anggawe reseping pancadriya. Barangkali hal ini ada kaitannya, mengapa seseorang dengan tingkat spiritual yang sudah mapan dan matang akan memancarkan daya tarik yang kuat, terlebih terhadap lawan jenis. Selanjutnya kita sebut sebagai goda. Resiko menjadi besar, apabila libidonya tidak tersalurkan dengan penuh tanggungjawab, baik tanggungjawab terhadap diri pribadi, keluarga, maupun tanggungjawab publik.

5. Ke empat poin di atas merupakan teknik yang harus dihayati dalam perilaku kehidupan sehari-hari. Selain ke empat langkah di atas, ada pula tata cara yang lebih pragmatis berupa ketrampilan untuk mempertajam indentifikasi mata hati, sekaligus kemahiran membedakan apakah getaran yang dirasa merupakan bisikan nurani (tuhan) atau kah bisikan nafsu (“setan”). Di antaranya adalah olah semedi, meditasi, maladihening, atau mesu budi.

Olah semedi dan meditasi, bertujuan untuk mencapai keadaan lereming pancadriya, sirnaning kekarepan, sarehing pangganda, dan beninging ati. Pencapaian ke empat keadaan diri tersebut pada gilirannya memicu ujung-ujung syaraf pancaindera menjadi lebih peka dalam mendeteksi segala sesuatu yang ada di sekitar diri kita, baik yang wadag maupun gaib.

Kepekaan ini disebut sebagai sad-indra atau indera ke-enam (six sense). Dalam khasanah spiritual Jawa, berfungsinya sad-indra disebut juga rasa rumangsa, atau krasa nanging ora rumangsa. Kepekaan rasa mampu mendeteksi lebih awal namun tidak disadari oleh akal.

Misalnya perkiraan anda sangat meyakinkan walau belum ada bukti apakah sesungguhnya yang menyebabkan terjadinya suatu peristiwa. Setelah dibuktikan secara faktual dan ilmiah ternyata benar adanya, sesuai apa yang semula anda yakini. Nah, rasa yakin yang ternyata benar itu adalah rasa rumangsa. 

Bahkan terhadap hal-hal yang tidak tampak oleh mata pun dapat ditangkap singnal-signalnya melalui ujung syaraf perasa di seluruh permukaan tubuh. Diperkuat oleh pengendalian pusat (sentral) syaraf yakni otak (nalar), yang telah lebih peka pula karena sudah dapat membedakan yang NURANI dan yang bukan. Sehingga anda akan hafal betul dengan gejolak nurani anda sendiri. Hal itu membuat diri anda kadang-kadang mampu weruh sak durunge winarah. Anda tahu persis akan terjadi sesuatu peristiwa, sebelum suatu peristiwa itu terjadi.

Tampaknya sulit sekali kita mencapai kebisaan seperti di atas. Tetapi setelah kita MAU membiasakan diri menghayati semua tata laku tersebut, semuanya dapat kita raih dengan mudahnya. Anda akan mampu dengan sendirinya melalui beberapa tahap neng, ning, nung, nang. Yakni jumeneng, wening, sinung, dan menang. Kemenangan hidup bilamana kita bisa menjadi manusia yang merdeka lahir dan batinnya. Kemenangan diperoleh setelah kita kesinungan. Supaya kesinungan, kita harus selalu wening. Agar supaya bisa wening kita musti mau untuk jumeneng. Kemenangan hidup menjadi jalan setapak untuk menggapai uninong aning unong.

NURANI

Dengan landasan pemahaman dan pengelolaan seluk-beluk nurani seperti telah saya uraikan di atas, membuat setiap individu dapat mengendalikan DAYA PANGARIBAWA. Daya pangaribawa adalah sebuah kekuatan besar berasal dari getaran nurani. Berupa kewibawaan atau pengaruh kekuatan yang besar yang memancar dari tatapan mata, air muka, solah dan bawa (perilaku lahir dan batin).

Sementara itu tutur kata yang bersumber dari nurani, sangat berguna untuk mencapai suatu maksud dan tujuan yang diharapkannya. Daya pangaribawa akan memancar, beresonansi ke sekelilingnya, bahkan daya pangaribawa yang getaran “resonansinya” kuat sekali akan membahana memencar ke penjuru semesta alam. Mampu mewujudkan apa yang yang diharapkan. Apa yang dipikirkan dan diucapkannya mudah menjadi kenyataan. Belum lagi kita berdoa, harapannya sudah terkabul lebih dulu.

Metode ini menjelaskan pula bagaimana seseorang dapat memiliki kekuatan IDU GENI, sabdo pandito ratu, apa yang diucapkan pasti terwujud. Getaran alam akan selaras, sinergis dan harmonis dengan getaran nurani, demikian pula sebaliknya getaran nuraninya akan selaras dengan getaran (kodrat/hukum) alam. Di situlah letak “kesaktian” seseorang, manakala menjadi mandireng pribadi, berarti pula aku adalah alam semesta, kekuatan alam semesta adalah kekuatanku.

Yang ini menjelaskan pula bagaimana orang-orang zaman dulu, seperti Ki Ageng Selo, Ki Ageng Mangir Wonoboyo, para Ratugung Binatara menjadi seorang pribadi yang sakti mandraguna. Di antaranya mampu menangkap dan mengendalikan petir, mampu menjebol dan memuntahkan lahar gunung berapi dll. Ini bukan sekedar dongeng atau mitologi, beliau-beliau bukanlah orang yang gegulangan ilmu karang, tetapi hanya karena berhasil menjadi manusia yang (dengan tingkat kesadaran) KOSMOLOGIS, lebih dari sekedar kesadaran spirit (untuk hal ini akan saya jabarkan dalam topik selanjutnya).

Siapapun anda, pasti bisa melakukan, asal ada kemauan. Secara teknis, proses daya pangaribawa menjadi hasil karya nyata, atau menjadi kalimat bertuah setelah melalui tahapan-tahapan berikut ini.
  1. Panggraitaning cipta batin (bisikan nurani) yang secara tepat menentukan target dan memotivasi kepada pencapaian suatu tujuan (mligining cipta). Seseorang tidak akan merencanakan dan melakukan sesuatu di luar kehendak nurani. Sebaliknya keinginan yang bukan kehendak nurani tidak akan terwujud. Maka seseorang tidak akan berharap-harap selain yang berasal dari bisikan nuraninya sendiri.
  2. Ketepatan Bertindak. Setelah suatu target dan tujuan secara tepat dapat ditentutan oleh nurani, dituntut konsistensi tata lahir atau gerak ragawi untuk mewujudkan target dan tujuan tersebut. Dengan diipandu oleh nalar budi pekerti (intelegensia nurani) atau kejernihan nalar membuat diri kita lebih cermat membaca sinyal-sinyal dari panggraitaning cipta atau bisikan nurani. Akan tetapi kejernihan nalar baru dapat kita ciptakan apabila kita mampu cara meletakkan pikiran pada sudut yang netral dan obyektif. Hal ini tidak mudah dilakukan, sebab nalar manusia selalu penuh dengan intrik, imajinasi, pengandaian, ilusi dan penuh dengan data-data mentah yang tidak mudah dicerna. Untuk itu hendaknya cyclon atau gelombang otak sering-sering diturunkan pada level bheta dan tetha. Jangan terus-terusan memforsir otak selalu bekerja pada level alpha. Sebab daya kecermatan gelombang alpha hanyalah berkisar 0,0000035 dibanding kecermatan gelombang theta.
  3. Tekad Bulat atau Kemantaban Hati. Ketepatan bertindak merupakan langkah konkrit dalam pencapaian tujuan. Namun hal itu belum cukup untuk mewujudkan daya pangaribawa, masig diperlukan adanya KETANGGA, atau keketeg ing angga, yakni kuatnya kehendak dari dalam jiwa atau tekad bulat. Untuk mencapai satu tujuan kita tak boleh mencla-mencle, plin-plan, ragu-ragu akan apa yang kita tetapkan sebagai tujuan. Tetapi harus konsentrasi penuh melibatkan batin (hati nurani), tata lahir atau gerak ragawi yang termaktub dalam kecermatan penalaran, dan sebuah tekad yang bulat yang bersumber dari kekuatan jiwa.
  4. NING. Ketiga sumber kekuatan pribadi di atas belumlah lengkap. Masih harus melibatkan ning atau wening, hening cipta. Ning merupakan bentuk konsentrasi yang lebih tinggi daripada ketiga konsentrasi di atas. Ning merupakan full consentration, konsentrasi penuh, menjadi satu KARYO LEKSONO. Atau lebih mudah saya istilahkan NYAWIJI yakni melibatkan kekompakan seluruh elemen daya kekuatan dalam diri pribadi untuk satu tujuan. Atau hanya bertujuan tunggal dan mengerahkan segala daya dari dalam diri secara KOMPAK. Individu yang nyawiji menyatukan beberapa komponen sebagai satu kesatuan gerak langkah.
Komponen tersebut meliputi 4 unsur yakni ;
  1. Hati,
  2. Pikiran,
  3. Ucapan,
  4. Tindakan nyata yang diarahkan kepada pencapaian tujuan yang satu.
Contoh paling mudah, pada saat anda membidik agar mengenai sasaran, anda perlu full konsentrasi yakni harus menciptakan keheningan, ketenangan, percaya diri, kesabaran dalam tekad yang bulat, yang disatukan dalam setiap hela nafas. Keadaan full consentration akan mudah dicapai saat menahan nafas beberapa saat lamanya. Nafas adalah kendali dan tali yang bisa mengikat konsentrasi anda. Hal ini menjelaskan juga mengapa olah pernafasan menjadi pelajaran utama dalam latihan meditasi, olah semedi, maladihening, mesu budi. Termasuk di dalamnya sebagai sarana menyatukan diri (aku) dengan dzat sifat, afngal tuhan (Ingsun).

Dalam tradisi tasawuf Jawa-Islam ala Syeh Siti Jenar disebut sebagai shalat dhaim.

Sepadan pula dengan apa yang termaktub dalam Serat Wedhatama karya KGPAA Mangkunegoro ke IV sebagai sembah cipta, atau sembah kalbu.

Pada intinya ning adalah upaya mewujudkan pencapaian kehidupan yang meditatif. Yakni tercapainya kesadaran di atas kesadaran nalar (higher consciousness). Secara intuitif manusia dapat mengetahui apa yang akan terjadi di alam. Karena kita dapat menangkap seluruh vibrasi yang ada di alam semesta. Setiap akan terjadi peristiwa, selalu terjadi perubahan vibrasi yang sebetulnya bisa dirasakan jika kita mau mencermati pancaran gelombang vibrasi tersebut.

Di sinilah salah satu fungsi ning. Layaknya meditasi, ning membuat kita lebih peka, lebih memahami apapun yang sedang dan akan terjadi di sekeliling kita, bahkan apa yang terjadi pada belahan bumi yang lainnya.

PUASA EMPAT UNSUR MANUSIA

Pada dasarnya, setiap manusia dihadapkan pada puasa yang sejatinya, dilakukan selama 12 bulan berturut-turut tanpa henti sepanjang manusia hidup. Idealnya puasa tersebut disetting menjadi prinsip dan pola hidup dalam pergaluan dan kehidupan bermasyarakat. Adapun puasa meliputi puasa 4 unsur inti manusia.

1. PUASA JASAD/RAGA/BADAN KASAR

Terdiri dari beberapa puasa antara lain PUASA MULUT yakni ; Tidak bicara yang membuat sakit hati orang lain, tidak bicara yang mencelakai orang lain. Tidak berucap yang membuat keresahan dan kegelisahan. Sebaliknya, kita manfaatkan mulut kita bertutur kata yang menentramkan perasaan sesama. Menghibur bagi yang sedang tertimpa kesusahan. Berbicara yang bersifat konstruktif dan membangun. 
  • PUASA PIKIR ; Tidak berprasangka buruk, tidak negative thinking, tidak picik akal, tidak membuat rencana buruk, destruktif, propokatif. Sebaliknya, bukalah pikiran seluas-luasnya, tidak hanya mengandalkan konsep berfikir sebagai senjata utama mengupas permasalahan, jadikan pikiraan yang mampu menerima sinyal-sinyal dari batin agar pikiran menjadi lebih cermat dan teliti. Mulailah membaca sesuatu berangkat dari pikiran yang netral dan prasangka positif. 
  • PUASA BADAN jasmani ; Tidak mengumbar nafsu makan, tidak mengutamakan kenikmatan ragawi, tidak bertingkah provokatif ; mencelakai orang lain, menyinggung perasaan orang, tidak berulah atau bersikap menganggu ketentraman dan kebahagiaan sesama. Makan pada saat rasa lapar telah tiba, berhenti sebelum kenyang. Namun lebih baik makan seadanya atau tidak mengada-ada atau memaksa mengadakan. 
  • PUASA TELINGA ; tidak memanfaatkan telinga untuk sesuatu yang merugikan dan mencelakai orang lain. Sebaliknya, telinga dimanfaatkan untuk tindakan-tindakan yang konstruktif, yang dapat membangun kemuliaan hidup diri sendiri dan orang banyak.
2. PUASA HATI/KALBU/CIPTA

Tidak iri dan dengki terhadap prestasi orang lain, tidak panasten, tidak melecehkan dan meremehkan pendapat orang lain sekalipun ia kita sangka bodoh, karena jalma tan kena kinira. Tidak kagetan, tidak gumunan, tidak egois, tidak picik hati. Sebaliknya; menjadikan hati sebagai gudang ilmu dengan cara membuka hati dari luasnya ilmu pengetahuan dan sumber-sumber kebenaran.

3. PUASA JIWA/SUKMA/ROH

Tidak berkeinginan yang berlebihan atau melebihi batas kewajaran. Tenang, awas, tidak mudah terkecoh, tidak mudah panik dan gundah. Selalu eling dan waspada. Eling sangkan paraning dumadi, waspada terhadap segala hal yang menjadi penghalang kemuliaan hidup.

4. PUASA RAHSA

Duwe rasa, ora duwe rasa duwe. Akan menjadikan batin lebih tenang, hati tenteram, pikiran jernih, tidak mudah kecewa dan patah hati, badan selalu sehat jasmani dan rohani.

Di antara puasa 4 unsur tersebut tentu saja puasa unsur yang ke 2, 3 dan ke 4 semakin sulit dijalani. Namun tanpa pernah kita belajar dan mencobanya, ibarat komputer yang specnya dilengkapi dengan software tinggi dan canggih, namun software tersebut menjadi sia-sia. Sebab kita tidak bisa memanfaatkan performance dari software pemberian Tuhan secara optimal.

MACAM MACAM PUASA

merupakan salah satu lelaku prihatin yang dijalankan untuk mempurifikasi Jiwa,
mencapai ketenangan batin disamping juga menjaga kesehatan.
Puasa atau tapa merupakan sarana meditasi untuk menutup babahan hawa sanga ( sembilan lubang nafsu ) guna mencapai tingkat pengendalian sempurna atas diri. Ada berbagai macam puasa/tapa yang dilakukan orang Jawa, antara lain :
  1. Mutih, Dalam puasa mutih ini seseorang tdk boleh makan apa-apa kecuali hanya nasi putih dan air putih saja. Nasi putihnya pun tdk boleh ditambah apa-apa lagi. Betul-betul hanya nasi putih dan air putih saja. 
  2. NgeruhDalam melakoni puasa ini seseorang hanya boleh memakan sayuran / buah-buahan saja. Tidak diperbolehkan makan daging, ikan, telur dsb.
  3. Ngebleng, Ngebleng adalah menghentikan segala aktifitas normal sehari-hari. Seseorang yang melakoni puasa Ngebleng tidak boleh makan, minum, keluar dari rumah/kamar, atau melakukan aktifitas seksual. Waktu tidur-pun harus dikurangi. Biasanya seseorang yang melakukan puasa Ngebleng tidak boleh keluar dari kamarnya selama sehari semalam (24 jam). Pada saat menjelang malam hari tidak boleh ada satu lampu atau cahaya-pun yang menerangi kamar tersebut. Kamarnya harus gelap gulita tanpa ada cahaya sedikitpun. Dalam melakoni puasa ini diperbolehkan keluar kamar hanya untuk buang air saja.
  4. Pati geni, Tapa yang berpantang memakan segala makanan yang dimasak menggunakan api ( geni ). Patigeni hampir sama dengan puasa Ngebleng. Perbedaanya ialah tidak boleh keluar kamar dengan alasan apapun, tidak boleh tidur sama sekali. Biasanya puasa ini dilakukan sehari semalam, ada juga yang melakukannya 3 hari, 7 hari dst. Jika seseorang yang melakukan puasa Patigeni ingin buang air maka, harus dilakukan didalam kamar (dengan memakai pispot atau yang lainnya). 
  5. Ngelowong, Seseorang yang melakoni puasa Ngelowong dilarang makan dan minum dalam kurun waktu tertentu. Hanya diperbolehkan tidur 3 jam saja (dalam 24 jam). Diperbolehkan keluar rumah.
  6. Ngrowot, Puasa ini adalah puasa yang lengkap dilakukan dari subuh sampai maghrib. Saat sahur seseorang yang melakukan puasa Ngrowot ini hanya boleh makan buah-buahan itu saja! Diperbolehkan untuk memakan buah lebih dari satu tetapi hanya boleh satu jenis yang sama, misalnya pisang 3 buah saja.
  7. Nganyep, Puasa ini adalah puasa yang hanya memperbolehkan memakan yang tidak ada rasanya. Perbedaan dengan Mutih adalah makanannya lebih beragam asal dengan ketentuan tidak mempunyai rasa.
  8. Ngidang,  Hanya diperbolehkan memakan dedaunan saja, dan air putih saja seperti hewan kijang. Selain daripada itu tidak diperbolehkan.
  9. Ngepel, Ngepel berarti satu kepal penuh. Puasa ini mengharuskan seseorang untuk memakan dalam sehari satu kepal nasi saja. 
  10. Ngasrep, Hanya diperbolehkan makan dan minum yang tidak ada rasanya, minumnya hanya diperbolehkan 3 kali saja sehari.
  11. Senin-kamisPuasa ini dilakukan hanya pada hari senin dan kamis saja seperti namanya. Puasa ini identik dengan agama islam. 
  12. Wungon Puasa ini adalah puasa pamungkas, tidak boleh makan, minum dan tidur selama 24 jam.
  13. Tapa Jejeg, Tidak duduk selama 12 jam setiap hari selama tapa/puasa.
  14. LelonoMelakukan perjalanan (jalan kaki) dari jam 12 malam sampai jam 3 subuh (waktu ini dipergunakan sebagai waktu instropeksi diri).
  15. Kungkum, Tatacara tapa Kungkum adalah sebagai beikut : Masuk kedalam air dengan tanpa pakaian selembar-pun dengan posisi bersila (duduk) didalam air dengan kedalaman air se tinggi leher. 1) Biasanya dilakukan dipertemuan dua buah sungai. 2) Menghadap melawan arus air 3) Memilih tempat yang baik, arus tidak terlalu deras dan tidak terlalu banyak lumpur didasar sungai 4) Lingkungan harus sepi, usahakan tidak ada seorang manusiapun disana. 5) Dilaksanakan mulai jam 12 malam (terkadang boleh dari jam 10 keatas) dan dilakukan lebih dari tiga jam (walau ada juga yang memperbolehkan pengikutnya kungkum hanya 15 menit). 6) Tidak boleh tertidur selama Kungkum. 7) Tidak boleh banyak bergerak 8) Sebelum masuk ke sungai disarankan untuk melakukan ritual pembersihan (mandi dulu). 9) Pada saat masuk air, mata harus tertutup dan tangan disilangkan di dada. 10) Nafas teratur.11) Kungkum dilakukan selama 7 malam biasanya
  16. Ngalong, Tapa ini dilakukan dengan posisi tubuh kepala dibawah dan kaki diatas (sungsang. Pada tahap tertentu tapa ini dilakukan dengan kaki yang menggantung di dahan pohon dan posisi kepala di bawah (seperti kalong/kelelawar). Pada saat menggantung dilarang banyak bergerak. Secara fisik bagi yang melakoni tapa ini melatih keteraturan nafas. Biasanya puasa ini dibarengi dengan puasa Ngrowot.
  17. Ngeluwang, Tapa Ngeluwang adalah tapa paling menakutkan bagi orang-orang awam dan membutuhkan keberanian yang sangat besar. Tapa Ngeluwang disebut-sebut sebagai cara untuk mendapatkan daya penglihatan gaib dan menghilangkan sesuatu. Tapa Ngeluwang adalah tapa dengan dikubur di suatu pekuburan atau tempat yang sangat sepi. Setelah seseorang selesai dari tapa ini, biasanya keluar dari kubur maka akan melihat hal-hal yang mengerikan (seperti arwah, jin dlsb). 
  18. Ngrame. Tapa Ngrame dilakukan ditengah keramaian, yakni selalu menebarkan kebajikan dan memerangi angkara seperti yang dilakukan oleh para ksatria yang diiringi Punakawannya dalam cerita pewayangan. 
Menurut Dr. Simuh, orang Jawa juga melakukan tapa yang berhubungan dengan anggota badan, yakni :
  1. Mata : tapanya mengurangi tidur, zakatnya tidak menginginkan apa yang sudah dipunyai orang lain.
  2. Telinga : tapanya mencegah hawa nafsu, zakatnya menghindari mendengar segala perbantahan
  3. Hidung : tapanya mengurangi minum, zakatnya tidak mencela keburukan orang lain.
  4. Lisan : tapanya mengurangi makan, zakatnya menghindari menggunjing keburukan orang lain
  5. Aurat : tapanya menahan syahwat, zakatnya menghindari perbuatan zina
  6. Tangan : tapanya mencegah perbuatan mencuri, zakatnya lumuh mara tangan atau tidak memukul orang lain
  7. Kaki : tapanya tidak untuk berjalan buat keburukan, zakatnya suka berjalan buat istirahat ( Simuh, 1988 : 344-345 )
Sedangkan menurut Ki Ageng Suryo Mentaram, dalam upaya mendekatkan diri kepada Gusti Allah, manusia Jawa juga harsu menjalankan 7 macam tapa, yaitu :
  1. Tapa Jasad, yakni laku badan jasmaniah. Hati agar dibersihkan dari sifat benci dan sakit hati, rela atas nasibnya, merasa diri pasrah terhadap ketentuanNya. Hal ini merupakan tingkah laku yang berada dalam tataran syariat.
  2. Tapa Budi, yakni laku batin atau laku tarikat. Hati harus jujur, menjauhi segala bentuk dusta dan menepati segala janji.
  3. Tapa hawa nafsu, yakni berjiwa sabar dan alim serta memaafkan kesalahan - kesalahan orang lain. 
  4. Tapa brata atau tapa rasa sejati, yakni menempa diri melakukan semedi untuk mencapai beninge kalbu atau ketenangan batin
  5. Tapa Sukma, yakni bersikap ambeg parama arta atau bermurah hati, ikhlas dalam berbagi dan tidak mengganggu orang lain.
  6. Tapa cahya amuncar, yakni agar hati selalu awas dan ingat, mengerti lahir batin, membedakan yang palsu dan sejati.
  7. Tapa hidup ( tapaning urip ), yakni melakoni hidup dengan penuh kehati - hatian serta ikhlas tanpa rasa khawatir karena percaya segala sesuatu yang terjadi adalah merupakan kebijakan dari Gusti Allah Yang maha Mengetahui.
MEDITASI MENUJU KEMANUNGGALAN KAWULO GUSTI

Apa yang dikemukakan dibawah ini hanyalah sebagai pondasi atau landasan dasar perjalanan menuju Allah. Jadi setelah memperoleh pengalaman spiritual dari lelaku dibawah ini, bukan berarti bahwa perjalanan spiritual sudah diperoleh sempurna. Akan tetapi paling tidak dengan perjalanan ma’’rifat dasar berikut ini akan menjadi awal yang sangat baik untuk melanjutkan lelaku dan pengalaman spiritual lanjut.

Untuk memperoleh hasil optimal, maka praktik meditasi (khalwat, I'tikaf, atau tahannuts) dilaksanakan dengan urutan-urutan sebagai berikut
  1. Mandi menyucikan jasmani dan rohani. Niat: Bismillahirrahmanirrahim, niyatingsun ngedusi seduluring papat, lima pancer, kanem bumi, kapitu Rasul, Allahu damalkah. Niyatingsun ngedusi badan jasmani, resik jaba suci jero. Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar
  2. Melaksanakan meditasi yang disebut sebagai shalat ma’rifat, dengan tata cara sebagai berikut : Dimulai dengan Tafakkur atau pemusatan pemikiran dan hati. Melakukan meditasi sampai ke tubuh, hati, dan pikiran hingga mencapai gelombang alfa (hening, tenang, tenteram, dan damai)
Cara melakukan tafakkur:
  • Mengambil napas sekuat mungkin, kemudian napas ditahan dibagian bawah perut.
  • Membaca wirid dalam hati (kalbu, batin)” Allah, Allah, Allah…”, sambil melepaskan napas secara perlahan.
  • Dilakukan sekitar 10x – 41x, sampai mencapai gelombang alfa.
  • Boleh membaca asma’ Allah yang lain, sesuai dengan keinginan kita (QS Al A’raf/7:180), utamanya asma ul husna.
Membaca surat al fatihah
Caranya: dilakukan dengan menahan napas cukup 1-3 kali

Mengucapkan niat (afirmasi) dan permohonan do’a atau do’a iftitah.
“Rabbi arinii andzur ilaika. Ya Allah, aku berhasrat menemui dan mengenalMu, jika Engkau izinkan, tunjukkanlah wajahMu padaku, agar aku dapat menyaksikanMu (bermusyahadah)” (Al A’raf/7:143)Dilakukan dengan menahan napas, mengucapkan niat tulus ikhlas kemudian melepaskannya secara perlahan-lahan.
Membaca shalawat satu kali, istighfar 3 kali dan membaca “hu-Allah” 3 kali.
Dilakukan dengan menahan napas, dan setelah selesai dikeluarkan perlahan-lahan.

Menutup 9 lubang (babahan nawa/hawa sanga), mati sakjeroning urip.
  1. Membaca Allahu Akbar (1x) sambil mengankat tangan disamping kepala (takbiratul al ikram)
  2. Meletakkan kedua ibu jari, menekan keduanya pada daun telinga yang kecil ( menutup telinga).
  3. Meletakkan jari telunjuk, menekan pada kedua kelopak mata (dari kelopak mata atas menuju ke bawah)
  4. Meletakkan kedua ujung jari tengah, menekan kedua lubang hidung (dari sisi samping kiri ke samping kanan hidung)
  5. Sebelum menutup kedua lubang hidung , tarik napas secukupnya melalui mulut, kemudian ditahan semampunya di bagian bawah perut.
  6. Meletakkan kedua jari manis menekan bibir atas, dan meletakkan kedua jar kelingking untuk menekan bibir bawah pada organ mulut kita.
  7. Mengambil napas secukupnya melalui mulut, kemudian napas ditahan dibagian bawah perut.
  8. Jika sudah tidah kuat menahan napas, lakukan “isbat”
  9. Lidah diletakkan dilangit-langit bagian atas, gigi rapat, bibir rapat.
  10. Isbat adalah menutup kedua mata dengan menggunakan kedua telapak tangan (yaitu, telapak tangan bagian dalam bawah, dan bagian atas menutup jidat.
Kembali ke posisi duduk awal dan mengatur napas, sambil berdzikir dalam hati “hu Allah” sebanyak 7 kali.

Membaca:”sahadat Allah, Allah, Allah lebur badan, dadi nyawa, lebur nyawa dadi cahya, lebur cahya dadi idhafi, lebur idhafi dadi rasa, lebur rasa dadi sirna mulih maring sajati, kari amungguh Allah kewala kang langgeng tan kena pati” (Syahadat Allah, Allah, Allah badan lebur menjadi nyawa, nyawa lebur menjadi cahaya, cahaya lebur menjadi (ruh) idhafi, (ruh) idhafi lebur menjadi rasa, rasa lebur menjadi sirna kembali kepada yang sejati, tinggallah Allah semata yang abadi tidak terkena kematian), dengan menahan napas.

Membaca”Ashadu-ananingsun, satuhune ora ana Pangeran anging Ingsun, kang badan nyawa kabeh (Ashadu-keberadaanku, la ilaha-bentuk wajahku, illallah-Tuhanku, sesungguhnya tidak ada tuhan selain Aku. Yaitu, badan dan nyawa seluruhnya), dengan menahan napas.

Jika memiliki permintaan khusus, lakukan disertai niat dan permohonan yang tulus. Setelah doa diucapkan, lepaskan napas. Doa khusus diucapkan setelah membaca: “ashadu ananingsun, anuduhake marga kang padhang, kang urip tan kenaning pati, mulya tan kawoworan, elinge tan kena lali, iya rasa iya Rasulullah, tutuga alam padhang, iya iku hakekating Rasulullah, sirna manjing sarira ening, sirna wening tunggal idhep jumeneng langgeng amisesa budine, angen-angene tansah amadhep ing Pangeran”, sambil menahan napas. (Ashadu keberadaanku, yang menunjukkan jalan yang terang, yang hidup tidak terkena kematian, yang mulia tanpa kehinaan, kesadaran yang tidak terkena lupa, itulah rasa yang tidak lain adalah Rasulullah, selesailah berada di alam terang. Itulah hakikat Rasulullah, hilang musnah ketempatan wujud yang hening, hilang keheningan menyatu tunggal menempati secara abadi memelihara budi, angan-angan selalu menghadap Tuhan)

Melanggengkan daya rohani (shalat daim) dengan dzikir “sasahidan”: juga bisa dilakukan dalam kondisi hati berwirid dengan sasahidan (syahadat Ingsun sejati)

Ingsun anakseni ing datingsun dhewe
Satuhune ora ana pangeran among ingsun
Lan nekseni satuhune Muhammad iku utusaningsun
Iya sejatine kanga ran allah iku badaningsun
Rasul iku rahsaningsun
Iya ingsun kang urip tan kena ing pati
Iya ingsun kang eling tan kena lali
Iya ingsun kang langgeng ora kena owah gingsir ing kahanan jati
Iya ingsun kang waskitha ora kasamaran ing sawiji wiji
Iya ingsun kang amurba amisesa, kang kawasa wicaksana ora kekurangan ing pangerti,
Byar:
Sampurna padhang terawangan
Ora kerasa apa-apa
Oa ana katon apa-apa
Mung ingsun kang nglimputi ing alam kabeh
Kalawan kodratingsun.

Artinya:
Aku bersaksi di hadapan Dzat-ku sendiri
Sesungguhnya tiada tuhan selain Aku
Aku bersaksi sesungguhnya Muhammad itu utusan-Ku
Sesungguhnya yang disebut Allah itu badan-Ku
Rasul itu rasa-Ku
Muhammad itu cahaya-Ku
Akulah yang hidup tidak terkena kematian
Akulah yang senantiasa ingat tanpa tersentuh lupa
Akulah yang kekal tanpa terkena perubahan di segala keadaan
Akulah yang selalu mengawasi dan tidak ada sesuatupun yang luput dari pengawasan-Ku
Akulah yang maha kuasa, yang bijaksana, tiada kekurangan dalam pengertian
Byar
Sempurna terang benderang
Tidak terasa apa-apa
Tidak kelihatan apa-apa
Hanya aku yang meliputi seluruh alam
Dengan kodrat-Ku

Untuk mengasah ketajaman mata batin, daya rohani dan menjaga ketajaman pancaindera (mengaktifkan indera “keenam”), ada baiknya setiap hari melakukan dzikir sebagai berikut:
  1. Indera: mata, nafsu: muthmainnah. Dalil hati : La bashira illallah: Dzikir: la ilaha illallah
  2. Indera: telinga, nafsu : Ammarah. Dalil hati : la sami’a illallah. Dzikir: Allah-u
  3. Indera: hidung, Nafsu: shuffiyah. Dalil hati: la hayata illallah Dzikir: Hu Allah
  4. Indera: mulut, Nafsu: lawwamah. Dalil hati: la kalima illallah. Dzikir: Allah
Selesai melakukan meditasi, ritual ditutup dengan bacaan “sabda sukmo, adhep-idhep Allah, kang anembah Allah, kang sinembah Allah, kang murba amisesa”.

5 komentar:

  1. Mantab.....bisa untuk menambah wawasan dan perbendaharaan kita dalam mencapai sempurnaning manembah .

    BalasHapus
  2. Mantap Sekali, Matur nuwun nderek sinau

    BalasHapus
  3. Setiup,orang yang merugi yang mengotoriNyag,dari Nya kembali kepada kepadaNya.

    BalasHapus