Jumat, 23 November 2012

TAUBATAN NASUHA

HAKIKAT TAUBAT

Hidup tak ubahnya seperti menelusuri jalan setapak yang becek di tepian sungai nan jernih. Kadang orang tak sadar kalau lumpur yang melekat di kaki, tangan, badan, dan mungkin kepala bisa dibersihkan dengan air sungai tersebut. Boleh jadi, kesadaran itu sengaja ditunda hingga tujuan tercapai.
Tak ada manusia yang bersih dari salah dan dosa. Selalu saja ada debu-debu lalai yang melekat. Sedemikian lembutnya, terlekatnya debu kerap berlarut-larut tanpa terasa. Di luar dugaan, debu sudah berubah menjadi kotoran pekat yang menutup hampir seluruh tubuh.

Itulah keadaan yang kerap melekat pada diri manusia. Diamnya seorang manusia saja bisa memunculkan salah dan dosa. Terlebih ketika peran sudah merambah banyak sisi: keluarga, masyarakat, tempat kerja, organisasi, dan pergaulan sesama teman. Setidaknya, akan ada gesekan atau kekeliruan yang mungkin teranggap kecil, tapi berdampak besar.

Belum lagi ketika kekeliruan tidak lagi bersinggungan secara horisontal atau sesama manusia. Melainkan sudah mulai menyentuh pada kebijakan dan keadilan Allah swt. Kekeliruan jenis ini mungkin saja tercetus tanpa sadar, terkesan ringan tanpa dosa; padahal punya dampak besar di sisi Allah swt.

Rasulullah saw. pernah menyampaikan nasihat tersebut melalui Abu Hurairah r.a. Segeralah melalukan amal saleh. Akan terjadi fitnah besar bagaikan gelap malam yang sangat gulita. Ketika itu, seorang beriman di pagi hari, tiba-tiba kafir di sore hari. Beriman di sore hari, tiba-tiba kafir di pagi hari. Mereka menukar agama karena sedikit keuntungan dunia. (HR. Muslim)

Saatnyalah seseorang merenungi diri untuk senantiasa minta ampunan Allah swt. Menyadari bahwa siapa pun yang bernama manusia punya kelemahan, kekhilafan. Dan istighfar atau permohonan ampunan bukan sesuatu yang musiman dan jarang-jarang. Harus terbangun taubat yang sungguh-sungguh.

Secara bahasa, TAUBAT berarti kembali. Kembali kepada kebenaran yang dilegalkan Allah swt. dan diajarkan Rasulullah saw. Taubat merupakan upaya seorang hamba menyesali dan meninggalkan perbuatan dosa yang pernah dilakukan selama ini.

Rasulullah saw. pernah ditanya seorang sahabat, “Apakah penyesalan itu taubat?” Rasulullah saw. menjawab, “Ya.” (HR. Ibnu Majah) Amr bin Ala pernah mengatakan, “Taubat nasuha adalah apabila kamu membenci perbuatan dosa sebagaimana kamu mencintainya.”

Taubat dari segala kesalahan tidak membuat seorang manusia terhina di hadapan Tuhannya. Justru, akan menambah kecintaan dan kedekatan seorang hamba dengan Tuhannya. Karena Allah sangat mencintai orang-orang yang bertaubat dan mensucikan diri. “Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang taubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri.” (QS. Al-Baqarah: 222)

Taubat dalam Islam tidak mengenal perantara. Pintu taubat selalu terbuka luas tanpa penghalang dan batas. Allah selalu menbentangkan tangan-Nya bagi hamba-hamba-Nya yang ingin kembali kepada-Nya. Seperti terungkap dalam hadis riwayat Imam Muslim dari Abu musa Al-Asy`ari. “Sesungguhnya Allah membentangkan tangan-Nya di siang hari untuk menerima taubat orang yang berbuat kesalahan pada malam hari sampai matahari terbit dari barat.”

Karena itu, merugilah orang-orang yang berputus asa dari rahmat Allah dan membiarkan dirinya terus-menerus melampaui batas. Padahal, pintu taubat selalu terbuka. Dan sungguh, Allah akan mengampuni dosa-dosa semuanya karena Dialah yang Maha Pengampun lagi Penyayang.

Orang yang mengulur-ulur saatnya bertaubat tergolong sebagai Al-Musawwif. Orang model ini selalu mengatakan, “Besok saya akan taubat.” Ibnu Abas r.a. meriwayatkan, berkata Nabi saw. “Binasalah orang-orang yang melambat-lambatkan taubat (musawwifuun).” Dalam surat Al-Hujurat ayat 21, Allah swt. berfirman, “Dan barangsiapa yang tidak bertaubat, mereka itulah orang-orang yang zalim.“

Abu Bakar pernah mendengar ucapan Rasulullah saw., “Iblis berkata, aku hancurkan manusia dengan dosa-dosa dan dengan bermacam-macam perbuatan durhaka. Sementara mereka menghancurkan aku dengan Laa ilaaha illaahu dan istighfar. Tatkala aku mengetahui yang demikian itu aku hancurkan mereka dengan hawa nafsu, dan mereka mengira dirinya berpetunjuk.”

Namun, taubat seorang hamba Allah tidak cuma sekadar taubat. Bukan taubat kambuhan yang sangat bergantung pada cuaca hidup. Pagi taubat, sore maksiat. Sore taubat, pagi maksiat. Sedikit rezeki langsung taubat. Banyak rezeki kembali maksiat.

Taubat yang selayaknya dilakukan seorang hamba Allah yang ikhlas adalah dengan taubat yang tidak setengah-setengah. Benar-benar sebagai taubat nasuha, atau taubat yang sungguh-sungguh.

Karena itu, ada syarat buat taubat nasuha. Antara lain, segera meninggalkan dosa dan maksiat, menyesali dengan penuh kesadaran segala dosa dan maksiat yang telah dilakukan, bertekad untuk tidak akan mengulangi dosa.

Selain itu, para ulama menambahkan syarat lain. Selain bersih dari kebiasaan dosa, orang yang bertaubat mesti mengembalikan hak-hak orang yang pernah dizalimi. Ia juga bersegera menunaikan semua kewajiban-kewajibannya terhadap Allah swt. Bahkan, membersihkan segala lemak dan daging yang tumbuh di dalam dirinya dari barang yang haram dengan senantiasa melakukan ibadah dan mujahadah.

Hanya Alahlah yang tahu, apakah benar seseorang telah taubat dengan sungguh-sungguh. Manusia hanya bisa melihat dan merasakan dampak dari orang-orang yang taubat. Benarkah ia sudah meminta maaf, mengembalikan hak-hak orang yang pernah terzalimi, membangun kehidupan baru yang Islami, dan hal-hal baik lain. Atau, taubat hanya hiasan bibir yang terucap tanpa beban.

Hidup memang seperti menelusuri jalan setapak yang berlumpur dan licin. Segeralah mencuci kaki ketika kotoran mulai melekat. Agar risiko jatuh berpeluang kecil. Dan berhati-hatilah, karena tak selamanya jalan mendatar.

MAQAM TAUBAT

Kata dari “Taubat” dalam bahasa Arab berarti “kembali”. Taubat adalah kembali kepada Allah setelah melakukan maksiat. Taubat marupakan rahmat Allah yang diberikan kepada hamba-Nya agar mereka dapat kembali kepada-Nya. Taubat adalah maqam awal yang harus dilalui oleh seorang salik. Sebelum mencapai maqam ini seorang salik tidak akan bisa mencapai maqam-maqam lainnya. Karena sebuah tujuan akhir tidak akan dapat dicapai tanpa adanya langkah awal atau pintu masuk yang benar.

Pada tahap tawbah ini seorang sufi membersihkan dirinya (tazkiyyah al-nafs) daripada perilaku yang menimbulkan dosa dan rasa bersalah. Tawbah juga merupakan sebuah terma yang dikembangkan para salikin (orang-orang menuju Tuhan) untuk mencapai maqamat berikut yang akan dihuraikan selepas ini. Tawbah itu sendiri mengandungi makna “kembali”; dia bertawbah bererti dia kembali. Jadi tawbah adalah kembali daripada sesuatu yang dicela oleh Syara’ menuju sesuatu yang dipuji olehnya. 

Al-Junayd al-Baghdadi seorang ahli sufi pernah ditanya tentang tawbah. Dia menjawab: “Tawbah adalah menghapuskan dosa seseorang.” Pertanyaan yang sama juga diajukan kepada Sahl al-Tustari seorang ahli sufi katanya: “Tawbah bererti tidak melupakan dosa seseorang”. Tawbah menurut Ibn al-Qayyim al-Jawziyyah pula adalah “kembalinya seseorang hamba kepada Allah dengan meninggalkan jalan orang-orang yang dimurkai Tuhan dan jalan orang-orang yang tersesat.  

Dia tidak mudah memperolehinya kecuali dengan hidayah Allah agar dia
mengikuti sirat al-mustaqim (jalan yang lurus)”. Tawbah itu sendiri tidak sah kecuali dengan menyedari dosa tersebut mengakui dan berusaha mengatasi akibat-akibat daripada dosa yang dilakukan. Menurut pengertian lain tawbah juga bererti “bangunnya psikologi manusia yang melahirkan kesedaran terhadap segala kekurangan atau kesalahannya dan menetapkan tekad dan azam yang disertai dengan amal perbuatan untuk memperbaikinya”

Syarat Taubat Yang Di Terima ALLAH

Sahabat dan saudaraku yang di Rahmati oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.Sebagaimana kita maklumi bersama, bahwa Sunnatullah jika di dunia ini selalu berlangsung proses causa prima,dimana tidak ada akibat tanpa sebab,tidak ada hasil tanpa kerja keras,tidak ada pahala tanpa amal shaleh.

Demikian juga tidak ada Ampunan dari Allah Subhanahu wa Ta’ala tanpa kita Bertaubat.Seorang ahli sufi Ibnu Athaillah dalam kitabnya Al Hikam”Menyatakan bahwa sebesar apapun dosa yang pernah dilakukan,hendaknya tidak membuat kita terhalang untuk berbaik sangka,dan memohon Ampunan Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Janganlah berhenti berharap dan teruslah bertaubat,karena Kemurahan-Nya membuka kita pada sejuta harapan, untuk membangun masa depan pada kehidupan yang baik di dunia terlebih di akhirat.

Secara harfiah Taubat artinya Kembali,kembali dari maksiat menuju jalan taat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala,kembali dari jalan syaithan menuju jalan yang di Ridhai-Nya,kembali dari perilaku buruk menuju perilaku baik,kembali dari tindakan bathil menuju tindakan yang haq.

Para Ulama sepakat bahwa Taubat dari perbuatan dosa adalah wajib,dan hendaknya dilakukan tiap saat, karena hampir setiap hari manusia melakukan perbuatan dosa dan kesalahan,baik disengaja maupun tidak disengaja.

Bila semakin banyak dosa yang ditunda untuk ditaubati,maka semakin jauh Ampunan dari Allah Subhanahu wa Ta’ala,terlebih kita tidak pernah tahu kapan dan dimana ajal menjemput dan mengakhiri usia manusia.

Allah Subhanahu wa Ta’ala Berfirman :“Wahai orang-orang yang Beriman’Bertaubatlah kepada ALLAH dengan Taubat yang semurni-murninya (taubat nasuha),mudah-mudahan Rabbmu akan Menghapus kesalahan-kesalahanmu,dan Memasukan kalian ke dalam Surga yang mengalir dibawahnya sungai-sungai..”(QS. At Tahrim : 8).

Bagaiman cara kita Bertaubat sehingga taubat kita layak diterima oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.Para ulama menggariskan dan memberikan petunjuk dan syarat-syarat,cara bertaubat yang benar yaitu :

Pertama Bertaubat dari Dosa yang berhubungan langsung dengan Allah Subhanahu wa Ta’ala,misalnya meninggalkan shalat,shaum,zakat dan ibadah mahdah lainnya.Kedua Bertaubat dari Dosa yang berhubungan langsung dengan sesama manusia misalnya merampas haknya,memfitnah,menuduh negatif,ghibah dll.

Bertaubat dari dosa yang berkaitan langsung kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala,Taubatnya harus memenuhi syarat yaitu : 
  1. An Yuqli’a ‘Anilma’siat “(Menghentikan Perbuatan Dosa).
  2. An Yandama ‘Alaa Fi’lihaa”(Menyesali Dosa yang Telah dilakukan)
  3. An Ya’zima alaa Ya’uuda Ilaiha Abadan”(Bertekad tidak melakukan Dosa itu selama-lamanya).
Apabila salah satu syarat diatas tidak terpenuhi,maka taubat tersebut tidak sah,dan berpotensi tidak di terima Taubatnya oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala,karena manusia terkadang ada yang hanya taubat sesaat,setelah itu kumat lagi,oleh karena itu Allah Subhanahu wa Ta’ala hanya menerima Taubat yang semurni-murninya yakni taubat nasuha.

Bertaubat dari dosa yang berkaitan langsung kepada Sesama Manusia Taubatnya harus memenuhi syarat-syarat yaitu :
  1. An Yabraa min Haqqi Shaahibihaa”(Harus menyelesaikan urusannya dengan orang yang Bersangkutan).
  2. An Yuqli’a ‘Anilma’siat “(Menghentikan Perbuatan Dosa).
  3. An Yandama ‘Alaa Fi’lihaa”(Menyesali Dosa yang Telah dilakukan)
  4. An Ya’zima alaa Ya’uuda Ilaiha Abadan”(Bertekad tidak melakukan Dosa itu selama-lamanya).
Bertaubat dari dosa yang berhubungan dengan sesama manusia,Semua Ulama berpendapat yang sama,Bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala Tidak Akan Mengampuni dosa yang berhubungan sesama manusia,Sebelum menyelesaikan urusannya dengan orang yang bersangkutan.

Apabila berhubungan dengan Merampas Hak Orang lain,Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak akan mengampuni dosanya,sebelum ia mengembalikan seluruh hak yang dirampasnya kepada pemiliknya.

Apabila berhubungan dengan memfitnah dan menuduh negatif, Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak akan mengampuni dosanya,sebelum ia memulihkan nama baik orang yang dijatuhkannya.

Apabila berhubungan dengan mengumpat dan menyakiti perasaan sesama manusia, Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak akan mengampuni dosanya,sebelum ia meminta dibukakan pintu maaf kepada orang yang tersakiti.

Oleh karena itu Jangan pernah kita menunda untuk taubat, Bila masih ada yang terlanjur larut dalam lumpur dosa,segeralah bertaubat dan kembalilah taat kepada-Nya,Bila masih ada yang terlajur merampas hak orang lain kembalikan kepada pemiliknya,

Bila masih ada yang terlanjur menfitnah orang lain pulihkan nama baik orang yang dijatuhkan,karena sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala Maha Pengampun dan Maha Penyayang.

Allah Subhanahu wa Ta’ala Berfirman :“Janganlah kalian berputus asa dari Rahmat ALLAH,Sesungguhnya ALLAH Mengampuni dosa-dosa semuanya,Sesungguhnya DIA-lah yang Maha Pengampun dan Maha Penyayang”.(QS. Az Zumar : 53).

※Sahabat saudaraku fillah Semoga untaian sederhana diatas manfaat buat kita semua sebagai Renungan, Silakan di Tag/Share,semua untuk umat dan syiar Islam. Bantu Tag sahabat-sahabat yang lain. Jazzakumullahu khayran wa Barakallahu fiikum

Taubat tidaklah ada tanpa didahului oleh penyesalan terhadap dosa yang dikerjakan. Barang siapa yang tidak menyesal maka menunjukkan bahwa ia senang dengan perbuatan tersebut dan menjadi indikasi bahwa ia akan terus menerus melakukannya. Akankah kita percaya bahwa seseorang itu bertaubat sementara dia dengan ridho masih terus melakukan perbuatan dosa tersebut? Hendaklah ia membangun tekad yang kuat di atas keikhlasan, kesungguhan niat serta tidak main-main. Bahkan ada sebagian ulama yang menambahkan syarat yang keempat, yaitu tidak mengulangi perbuatan dosa tersebut. sehingga kapan saja seseorang mengulangi perbuatan dosanya, jelaslah bahwa taubatnya tidak benar. Akan tetapi sebagian besar para ulama tidak mensyaratkan hal ini.

Agama Islam tidak memandang manusia bagaikan malaikat tanpa kesalahan dan dosa sebagaimana Islam tidak membiarkan manusia berputus asa dari ampunan Allah, betapa pun dosa yang telah diperbuat manusia. Bahkan Nabi Muhammad telah membenarkan hal ini dalam sebuah sabdanya yang berbunyi: "Setiap anak Adam pernah berbuat kesalahan/dosa dan sebaik-baik orang yang berbuat dosa adalah mereka yang bertaubat (dari kesalahan tersebut)."

Di antara kita pernah berbuat kesalahan terhadap diri sendiri sebagaimana terhadap keluarga dan kerabat bahkan terhadap Allah. Dengan segala rahmatnya, Allah memberikan jalan kembali kepada ketaatan, ampunan dan rahmat-Nya dengan sifat-sifat-Nya yang Maha Penyayang dan Maha Penerima Taubat. Seperti difirmankan Allah SWT :

"Dan Akulah yang Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang"(Al-Baqarah: 160)

Taubat dari segala kesalahan tidaklah membuat seorang terhina di hadapan Tuhannya. Hal itu justru akan menambah kecintaan dan kedekatan seorang hamba dengan Tuhannya karena sesungguhnya Allah sangat mencintai orang-orang yang bertaubat dan mensucikan diri. Sebagaimana firmanya dalam surat Al-Baqarah: 222, "Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang taubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri."

Taubat dalam Islam tidak mengenal perantara, bahkan pintunya selalu terbuka luas tanpa penghalang dan batas. Allah selalu menbentangkan tangan-Nya bagi hamba-hamba-Nya yang ingin kembali kepada-Nya. Seperti terungkap dalam hadis riwayat Imam Muslim dari Abu musa Al-Asy`ari: "SesungguhnyaAllah membentangkan tangan-Nya di siang hari untuk menerima taubat orang yang berbuat kesalahan pada malam hari sampai matahari terbit dari barat."

Merugilah orang-orang yang berputus asa dari rahmat Allah dan membiarkan dirinya terus-menerus melampai batas. Padahal, pintu taubat selalu terbuka dan sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya karena sesungguhnya Dialah yang Maha Pengampun lagi Maha penyayang.

Tepatlah kiranya firman Allah dalam surat Ali Imran ayat: 133, "Bersegaralah kepada ampunan dari tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa yaitu orang-orang yang menafkahkan hartanya baik di waktu lapang maupun sempit dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan kesalahan orang dan Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan. Dan juga orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampunan terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain daripada Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui."

Taubat yang tingkatannya paling tinggi di hadapan Allah adalah "Taubat Nasuha", yaitu taubat yang murni. Sebagaimana dijelaskan dalam surat At-Tahrim: 66, "Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubat yang semurni-murninya, mudah-mudahan Tuhan kamu akan menghapus kesalahan-kesalahanmu dan memasukkan kamu ke dalam sorga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, pada hari ketika Allah tidak menghinakan Nabi dan orang-orang yang beriman bresamanya, sedang cahaya mereka memancar di depan dan di sebelah kanan mereka, sambil mereka mengatakan 'Ya Tuhan kami, sempurnakanlah bagi kami cahaya kamidan ampunilah kami, sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu'".

Al-Wasiti seorang ahli sufi menyebut tawbah sejati sebagai tawbah tidak membiarkan sisa pengaruh maksiat bersarang dalam dirinya baik secara batin mahupun zahir. Yahya Ibn Mu`adh seorang ahli sufi pernah mengatakan: “satu penyelewengan sahaja sesudah bertawbah lebih buruk ditimbang sebanding tujuh puluh penyelewengan sebelum bertawbah”.

Pernyataan Yahya Ibn Mu`adh lebih mendekati pengertian pada makna tawbah sejati yang menjadi perisai bagi orang yang bertawbah agar mereka secara berterusan dan teguh dalam tawbahnya. Oleh kerana itulah para sufi menetapkan pensyaratan tawbah dengan harapan tidak akan tergelincir semula ke dalam perkara-perkara kepada hal-hal yang mendatangkan kemudaratan dan dosa. Sementara itu tawbah sendiri memiliki rahsia yang amat penting.
Antara lain:
  1. Memisahkan ketakutan daripada kemuliaan iaitu tawbah itu harus dimaksudkan sebagai wujud ketakutan kepada Allah Ta’ala, melaksanakan perintah dan menjauhi laranganNya. Dia juga harus meninggalkan kederhakaan kepadaNya berdasarkan cahaya Ilahi yang akan menyelamatkan daripada seksaannya. Sesiapa yang bertawbah dengan maksud mencari kemuliaan, maka tawbahnya menjadi sia-sia belaka;
  2. Melupakan dosa dan kesalahan merupakan tanda yang baik apabila dilakukan pada saat memperoleh kurnia, keberkatan dan rahmat  daripada Allah Ta’ala. Hatinya dipenuhi rasa cinta kepada Allah, kerinduan untuk bersua denganNya dan merasakan kemanisan bersama denganNya;
  3. Tawbah daripada tawbah merupakan sambungan daripada tawbah yang dilakukan. Mengingati dosa masa silam setelah bertawbah adalah perwujudan daripada tawbah itu sendiri. 
Pada dimensi ketiga ini seorang sufi akan tetap menghindarkan diri daripada perbuatan buruk dan tercela, ia tidak akan mengulangi perbuatan yang buruk tersebut kerana dia tahu bahawa itu adalah dosa di atas dosa. Tiga rahsia tawbah yang telah dipaparkan di atas menjadi simbol bagi makna tawbah secara hakiki dan aplikatif (teori dan praktik.

Taubat Nasuha adalah bertaubat dari dosa yang diperbuatnya saat ini dan menyesal atas dosa-dosa yang dilakukannya di masa lalu dan brejanji untuk tidak melakukannya lagi di masa medatang. Apabila dosa atau kesalahan tersebut terhadap bani Adam (sesama manusia), maka caranya adalah dengan meminta maaf kepadanya. Rasulullah pernah ditanya oleh seorang sahabat, "Apakah penyesalan itu taubat?", "Ya", kata Rasulullah (H.R. Ibnu Majah). Amr bin Ala pernah mengatakan: "Taubat Nasuha adalah apabila kamu membenci perbuatan dosa sebagaimana kamu pernah mencintainya"

Cara taubat sebagaimana pandangan Ibn Atha’illah adalah dengan bertafakkur dan berkhalwat. sedang tafakkur itu sendiri adalah hendaknya seorang salik melakukan instropeksi terhadap semua perbuatannya di siang hari. Jika dia mendapati perbuatannya tersebut berupa ketaatan kepada Allah, maka hendaknya dia bersyukur kepada-Nya. Dan sebaliknya jika dia mendapati amal perbuatannya berupa kemaksiatan, maka hendaknya dia segera beristighfar dan bertaubat kepada-Nya.
Untuk mencapai maqam taubat ini, seorang salik harus meyakini dan mempercayai bahwa irodah (kehendak) Allah meliputi segala sesuatu yang ada. Termasuk bentuk ketaatan salik, keadaan lupa kepada-Nya, dan nafsu syahwatnya, semua atas kehendak-Nya.

Sedangkan hal yang dapat membangkitkan maqam taubat ini adalah berbaik sangka (husn adz-dzon) kepada-Nya. Jika seorang salik terjerumus dalam sebuah perbuatan dosa, hendaknya ia tidak menganggap bahwa dosanya itu sangatlah besar sehingga menyebabkan dirinya merasa putus asa untuk bisa sampai kepada-Nya.

Abu Ya’qub Yusuf bin Ham.dan as-Susi -rochimahul-looh- berkata, ''Kedudukan spiritual (maqam) pertama dari berbagai kedudukan spiritual yang harus ditempuh oleh orang-orang yang mengabdikan diri sepenuhnya kepada Allooh adalah taubat.'' Sementara itu, as-Susi ditanya tentang taubat, maka ia menjawab, ''Taubat adalah kembali dari segala sesuatu yang dicela oleh ilmu (syariat) untuk menuju pada apa yang dipuji oleh ilmu.'' Sahl bin Abdullooh ditanya tentang taubat, ia menjawab: ''Taubat adalah hendaknya engkau jangan melupakan dosamu.'' Tetapi Abul Qosim al-Junayd ketika ditanya tentang taubat justru mengatakan, ''Taubat adalah melupakan dosamu.

Syaykh Abu Nashr as-Sarraj -rah- menjelaskan: Jawaban as-Susi tentang taubat adalah dimaksudkan untuk taubatnya para 'murid' yang pada tahap mencari dan baru pada tahap awal dalam merambah jalan Allah, yang belum istiqamah dalam melakukan ketaatan kepada Allah. Hal ini maksudnya sama dengan jawaban Sahl bin Abdullah, senantiasa mengingat dosa bagi para murid dimaksudkan agar senantiasa berharap kemurahan dan ampunan Allah. Adapun jawaban al-Junaid, bahwa taubat adalah melupakan dosa, merupakan jawaban taubat bagi orang-orang yang sanggup mencapai kebenaran hakiki (al-mutachaqqiqiyn). Secara syariat mereka telah terbiasa menjaga diri dari berbuat dosa, mereka tidak lagi mengingat dosa-dosa mereka karena hati mereka telah disibukkan dengan terus-menerus mengingat Allah

Hal ini sebagaimana yg pernah ditanyakan pada Ruwaym bin Ahmad -rah- tentang taubat, ia menjawab: ''Taubat adalah dari taubat.'' Dzun-Nuwn al-Mish.ri -rah- ketika ditanya tentang taubat, ia menjawab, ''Taubatnya orang-orang awam adalah taubat dari dosa, sedangkan taubatnya orang-orang khusus (khawas) adalah taubat dari kelalaian mereka untuk mengingat Allah.

Adapun bahasa ungkapan orang-orang ahli ma'rifat, mereka yang sanggup menghayati al-Haq dan orang-orang kelas paling khusus (khawashul-khawas) dalam mengungkapkan makna taubat adalah sebagaimana yang dikemukakan oleh Abu Husain an-Nuri -rah- ketika ditanya tentang taubat, ia menjawab, ''Taubat ialah hendaknya engkau bertaubat dari segala sesuatu selain Allah.'' Inilah yang diisyaratkan oleh Dzun-Nun al-Mishri bahwa, ''Dosa-dosa kaum yang didekatkan dengan Allah (al-muqorrobuwn) adalah kebaikan orang-orang yang banyak berbuat baik (al-ab.roor).

Adapun taubat itu berhimpun atas tiga perkara: 
  1. Ilmu, yakni mengetahui aib nafsu, mengetahui hukum2 syar'i yg menetapkan tanda2 adanya dosa2mu dan mengetahui perkara pada muqadimah taubat. 
  2. Hal, yakni perasaan khauf dan razaq pada menyesali akan terbitnya dosa pada dirinya. 
  3. Fi'il, seketika meninggalkan maksiat itu dan bercita2 tidak akan mengulanginya untuk selama2nya karena Allah.
Maka dengan demikian, ada dua tipe hamba yang bertaubat, dimana masing-masing berbeda dengan yang lainnya: Pertama, orang yang bertaubat dari segala dosa dan kesalahan. Kedua, orang yang bertaubat dari ketergelinciran dan kelalaian, dan bertaubat dari melihat kebaikan dan ketaatan yang ia lakukan. Taubat akan mengharuskan wara' (menjaga diri dari syubhat). Demikian yang dapat diringkas dari kitab Al-Luma. Sementara itu, pembahasan tentang taubat masih amat luas dan panjang

DALIL DASAR TAUBAT NASUHA

- QS Al-Maidah : 39
فمن تاب من بعد ظلمه وأصلح فإن الله يتوب عليه , إن الله غفور رحيم

Artinya: Maka barangsiapa bertaubat (di antara pencuri-pencuri itu) sesudah melakukan kejahatan itu dan memperbaiki diri, maka sesungguhnya Allah menerima taubatnya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. 

- QS Al-An'am : 54

وإذا جاءك الذين يؤمنون بآياتنا فقل سلام عليكم , كتب ربكم على نفسه الرحمة , أنه من عمل منكم سوءا بجهالة ثم تاب من بعده وأصلح فأنه غفور رحيم

Artinya: Apabila orang-orang yang beriman kepada ayat-ayat Kami itu datang kepadamu, maka katakanlah: "Salaamun alaikum. Tuhanmu telah menetapkan atas diri-Nya kasih sayang, (yaitu) bahwasanya barang siapa yang berbuat kejahatan di antara kamu lantaran kejahilan, kemudian ia bertaubat setelah mengerjakannya dan mengadakan perbaikan, maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. 

- QS At-Taubah : 118

وعلى الثلاثة الذين خلفوا حتى إذا ضاقت عليهم الأرض بما رحبت وضاقت عليهم أنفسهم وظنوا أن لا ملجأ من الله إلا إليه ثم تاب عليهم ليتوبوا , إن الله هو التواب الرحيم

Artinya: dan terhadap tiga orang yang ditangguhkan (penerimaan taubat) mereka, hingga apabila bumi telah menjadi sempit bagi mereka, padahal bumi itu luas dan jiwa merekapun telah sempit (pula terasa) oleh mereka, serta mereka telah mengetahui bahwa tidak ada tempat lari dari (siksa) Allah, melainkan kepada-Nya saja. Kemudian Allah menerima taubat mereka agar mereka tetap dalam taubatnya. Sesungguhnya Allah-lah Yang maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang. 

QS At-Tahrim
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا تُوبُوا إِلَى اللَّهِ تَوْبَةً نَصُوحًا عَسَى رَبُّكُمْ أَنْ يُكَفِّرَ عَنْكُمْ سَيِّئَاتِكُمْ وَيُدْخِلَكُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubatan nasuhaa (taubat yang semurni-murninya). Mudah-mudahan Rabbmu akan menutupi kesalahan-kesalahanmu dan memasukkanmu ke dalam jannah yang mengalir di bawahnya sungai-sungai

QS Al-Baqarah 2:222

إِنَّ اللَّـهَ يُحِبُّ التَّوّٰبِينَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِينَ

Artinya: Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang taubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri.

QS Ali Imran 3: 133-134

وَسَارِعُوٓا۟ إِلَىٰ مَغْفِرَةٍ مِّن رَّبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمٰوٰتُ وَالْأَرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِي الَّذِينَ يُنفِقُونَ فِى السَّرَّآءِ وَالضَّرَّآءِ وَالْكٰظِمِينَ الْغَيْظَ وَالْعَافِينَ عَنِ النَّاسِ ۗ وَاللَّـهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ وَالَّذِينَ إِذَا فَعَلُوا۟ فٰحِشَةً أَوْ ظَلَمُوٓا۟ أَنفُسَهُمْ ذَكَرُوا۟ اللَّـهَ فَاسْتَغْفَرُوا۟ لِذُنُوبِهِمْ وَمَن يَغْفِرُالذُّنُوبَ إِلَّااللَّـهُ وَلَمْ يُصِرُّوا۟ عَلَىٰ مَا فَعَلُوا۟ وَهُمْ يَعْلَمُونَ

Artinya: Bersegaralah kepada ampunan dari tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa 

yaitu orang-orang yang menafkahkan hartanya baik di waktu lapang maupun sempit dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan kesalahan orang dan Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan. 

Dan juga orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampunan terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain daripada Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui.

QS An-Nisa' 4:17

إِنَّمَا التَّوْبَةُ عَلَى اللّهِ لِلَّذِينَ يَعْمَلُونَ السُّوَءَ بِجَهَالَةٍ ثُمَّ يَتُوبُونَ مِن قَرِيبٍ فَأُوْلَـئِكَ يَتُوبُ اللّهُ عَلَيْهِمْ وَكَانَ اللّهُ عَلِيماً حَكِيماً

Artinya: Sesungguhnya taubat di sisi Allah hanyalah taubat bagi orang-orang yang mengerjakan kejahatan lantaran kejahilan, yang kemudian mereka bertaubat dengan segera, maka mereka itulah yang diterima Allah taubatnya; dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. 

Hadits diriwayatkan oleh Jamaah (sekelompok perawi hadits):

كلُّ بَني آدمَ خطَّاء، وخيرُ الخطَّائين التوَّابون


Artinya: Setiap anak Adam (cenderung) berbuat kesalahan. Dan sebaik-baik orang yang salah adalah yang bertaubat.

QS At-Taubat 9:104

أَلَمْ يَعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ هُوَ يَقْبَلُ التَّوْبَةَ عَنْ عِبَادِهِ وَيَأْخُذُ الصَّدَقَاتِ وَأَنَّ اللَّهَ هُوَ التَّوَّابُ الرَّحِيمُ

Artinya: Tidaklah mereka mengetahui, bahwasanya Allah menerima taubat dari hamba-hamba-Nya dan menerima zakat dan bahwasanya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang? 

DEFINISI TAUBAT NASUHA

Taubat Nasuha adalah bertaubat dari dosa yang diperbuat saat ini dan menyesal atas dosa-dosa yang dilakukannya di masa lalu dan berjanji untuk tidak melakukannya lagi di masa medatang. Apabila dosa atau kesalahan tersebut terhadap esama manusia (haqqul adami), maka caranya adalah dengan meminta maaf kepadanya.

SYARAT DAN TATA CARA TAUBAT NASUHA

Ada 2 (dua) tipe kesalahan yaitu salah kepada Allah dan salah kepada sesama manusia. 

TAUBAT MENYANGKUT HAK ALLAH

Imam Nawawi mengatakan bahwa ada 3 (tiga) syarat dalam melaksanakan taubat nasuha:

"قال العلماء: التوبة واجبةٌ من كلِّ ذنب؛ فإن كانت المعصيةُ بين العبد وبين الله - تعالى - لا تتعلَّق بحقِّ آدميٍّ، فلها ثلاثةُ شروط:
( أحدها): أن يُقلعَ عن المعصية.
( والثاني): أن يَندمَ على فِعْلها.
( والثالث): أن يَعزمَ على ألاَّ يعودَ إليها أبدًا. 

Artinya: Ulama berkata, taubat (nasuha) itu wajib dilakukan oleh setiap muslim atas dosa yang dilakukan. Apabila maksiat itu di antara manusia dan Allah--yang tidak berhubungan dengan hak sesama manusia (haqqul adami), maka ada 3 (tiga) syarat:
  • Pertama, meninggalkan perilaku dosa itu sendiri
  • Kedua, menyesali perbuatan maksiat yang telah dilakukan.
  • Ketiga, berniat tidak melakukannya lagi selamanya.
Apabila tidak terpenuhi ketiga syarat di atas, maka tidak sah taubatnya.

TAUBAT MENYANGKUT HAK SESAMA MANUSIA (HAQQUL ADAMI)
  • Pertama, meninggalkan perilaku dosa itu sendiri
  • Kedua, menyesali perbuatan maksiat yang telah dilakukan.
  • Ketiga, berniat tidak melakukannya lagi selamanya.
  • Keempat, membebaskan diri dari hak manusia yang dizalimi dg cara sbb:
  1. Apabila menyangkut harta dengan cara mengembalikan harta tersebut;
  2. (Apabila menyangkut non-materi seperti pernah memfitnah, ngerasani (ghibah), dll maka hendaknya meminta maaf kepada yang bersangkutan.
Bertaubat pada sebagian dosa tertentu adalah sah pada dosa tersebut sedang dosa yang lain masih tetap demikian pendapat ahlul haq.

Selain itu, taubat nasuha hendaknya diiringi dengan amal perbuatan yang baik sebagai penebus dosa seperti memperbanyak infaq dan sedekah kepada fakir miskin, yatim piatu atau yayasan sosial Islam serta amal ibadah sunnah yang lain.

HUKUM TAUBAT NASUHA

Hukum taubat nasuha adalah wajib berdasarkan pada perintah dalam beberapa ayat Quran di atas dan ulama sepakat (ijmak) atas wajibnya seorang muslim bertaubat atas dosa yang dilakukannya.

TANDA TAUBAT YANG DITERIMA

Taubat yang diterima dapat ditandai dengan perubahan perilaku orang yang bertaubat dalam segi meninggalkan perbuatan dosa dan taat menjalankan perintah Allah. Selain itu, ia semakin meningkat ghirah atau spirit Islamnya dengan mendasarkan segala perbuatannya pada pertimbangan syariah Islam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar