Makna dan Hakikat Do'a
“Bagaimana mungkin permintaanmu yang baru datang belakangan akan bisa mengubah anugerahNya yang terdahulu?” Inilah ketegasan tauhid kita untuk memahami hubungan antara doa dan takdir. Banyak para hamba Allah Swt yang merasa ada kontradiksi yang mempengaruhi batin mereka, gara-gara belum tuntasnya antara ikhtiar, doa dan takdir. Dengan sejumlah pertanyaan, apakah takdir itu bisa diubah dengan doa dan usaha?
Kalau bisa berarti Allah Swt tergantung pada hambaNya. Kalau tidak bisa apakah makna dibalik perintah doa dan ikhtiar itu? Dalam bahasa Sufistik, soal ikhtiar, doa dan takdir dilihat dari dimensi hakikatnya. Bahwa secara hakikat, upaya dan doa itu tidak akan menjadi sebab terwujudnya takdir, dan tidak akan mengubah takdir. Mengapa demikian? Karena takdir Allah Swt, dengan semua ketentuanNya telah mendahului ikhtiar dan doa kita. Bagaimana mungkin, sesuatu yang baru (berupaya upaya dan doa kita) bisa mengubah sesuatu yang mendahului (ketentuan Allah Swt)? Jadi cara memahami hakikat doa dan ikhtiar adalah: Doa dan ikhtiar itu sesungguhnya juga takdir.
Bila Allah Swt hendak memberi anugerah seseorang, maka si hamba juga ditakdirkan dan diberi kemampuan untuk berdoa dan berikhtiar. Doa dan ikhtiar hanyalah tanda-tanda takdir itu sendiri. Allah memerintahkan kita berupaya dan berdoa agar kita memahami bahwa kita sangat terbatas dan tak berdaya, sehingga doa dan upaya adalah bentuk kesiapan kehambaan belaka agar kita siap menyongsong takdirNya. Aturan syariat mengharuskan kita berikhtiar dan berdoa, karena syariat adalah aturan bagi keterbatasan manusia, dengan bahasa dan tugas manusiawi (taklifi), maka seseorang akan berdoa dan beriktiar dengan penuh kepasrahan dan kerelaan pada ketentuan dan pilihan terbaikNya.
Bukannya berdoa untuk memaksaNya mengubah takdirNya. Maka Ibnu Athaillah menegaskan dengan ucapan beliau:“Maha Besar (jauh) bila hukum AzaliNya harus disandarkan pada sebab akibat yang baru.” Allah Swt adalah sebab segalanya. Dan segalanya bergantung semua kepada Allah Swt. Allah Swt tidak pernah menjadi akibat; seperti akibat kita berdoa Allah menuruti apa yang kita mau, akibat kita berusaha Allah mengubah takdirNya. Jauh dan Maha Suci dari hal-hal seperti itu. Berdoa kita lakukan semata untuk ‘ubudiyah, manifestasi kehambaan kita akan terwujud ketika kita berdoa. Sebab dengan berdoa manusia merasa hina dina, merasa butuh, merasa tak berdaya dan merasa lemah di hadapanNya. Dan itulah hakikat ubudiyah dibalik doa, agar kita tetap menjaga rasa hina, rasa fakir, rasa tak berdaya dan rasa lemah. Karena dengan nuansa seperti itu kita akan cukup bersama Allah, mulia bersamaNya, mampu bersamaNya, kuat bersamaNya. Wallahu A’lam.
Do'a, Syarat Dan Adabnya
Doa adalah ibadah. Doa adalah senjata. Doa adalah benteng. Doa adalah penawar. Doa adalah pintu segala kebaikan.
Allah memiliki dua sifat agung, yakni Ar-Rahman dan Ar-Rahim. Tentang dua sifat itu, Abdullah Ibnul Mubarak berkata: " Ar-Rahmanyaitu jika Dia diminta pasti memberi, sedang Ar-Rahim yaitu jika tidak dimintai maka Dia murka." (Fathul Bari 8/155).
Allah berfirman: " Dan apabila hamba-hambaKu bertanya kepadamu tentang Aku, maka jawablah, bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepadaKu, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah)Ku dan hendaklah mereka beriman kepadaKu agar mereka selalu berada dalam kebenaran."(Al-Baqarah: 186)
Doa adalah senjata bagi seorang muslim dalam mengarungi kehidupan ini. Dengan izin Allah doa dapat mengubah sesuatu.
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Doa itu bermanfaat terhadap sesuatu yang telah turun (terjadi) maupun sesuatu yang belum terjadi, maka kalian wahai hamba Allah- harus berdoa." (HR. At-Tirmidzi dan Al-Hakim dari Ibu Umar, Shahihul Jami' No. 340, Al-Albani berkata, hasan).
" Tidak bisa menolak qadha (takdir yang sudah terjadi) kecuali doa, dan tidak bisa menambah umur selain kebaikan." (HR. At-Tirmidzi; hasan, dan di-hasan-kan oleh Al-Albani).
" Tidak menambah umur kecuali kebaikan, dan tidak bisa menolak qadar (putusan dalam catatan) kecuali doa. Sesungguhnya seseorang itu bisa terhalangi dari rezekinya karena dosa yang telah ia perbuat." (HR. Ahmad, Ibnu Majah dan Al-Hakim, di-shahih-kan oleh Ibnu Hibban, Al-Hakim, Adz-Dzahabi dan Al-Iraqi).
Jika Anda berkata, 'Apa faedahnya doa, sedangkan qadha (putusan takdir) itu tidak dapat ditolak?', maka ketahuilah bahwasanya termasuk bagian dari qadha adalah menolak bala (petaka) dengan doa. Jadi doa itu merupakan penyebab untuk menolak bala dan untuk menghadirkan rahmat, sebagaimana sebuah tameng yang menjadi penyebab untuk menghalau anak panah, dan air yang menjadi penyebab tumbuhnya tanaman. Maka sebagaimana tameng itu menolak panah, yang berarti saling mendorong, begitu pula antara doa dan bala. (Al-Ihya, 1/328).
Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata: "Doa itu adalah satu penyebab yang bisa menolak bala. Jika doa lebih kuat darinya maka ia akan mendorongnya, dan jika penyebab bala yang lebih kuat maka ia akan mengusir doa. Karena itu diperintahkan ketika ada gerhana dan bencana besar lain untuk shalat, berdoa, beristighfar, sedekah dan memerdekakan budak. Wallahu a'lam. (Al-Fatawa, 8/193)
Ibnul Qayyim berkata: "Doa termasuk penawar yang paling bermanfaat, ia adalah musuh bala, ia mendorong-nya dan mengobati, ia menahan bala atau mengangkat atau meringankan-nya jika sudah turun."
Syarat dan Adab Berdoa
Antara lain:
- Ikhlas. Inilah sesuatu yang paling utama untuk diperhatikan oleh setiap orang yang berdoa. Yakni hendaknya ia memurnikan doa hanya untuk Allah semata, baik dalam ucapan, perbuatan maupun tujuan.
- Mencari waktu-waktu makbul untuk memanjatkan doa, seperti hari Arafah, bulan Ramadhan, hari Jum'at, sepertiga akhir malam, dll.
- Memanfaatkan kondisi-kondisi tertentu yang dinyatakan sebagai saat ijabah oleh syari'at Islam. Seperti waktu sujud, ketika berpuasa, beper-gian, waktu sakit, ketika minum air zam-zam dan sebagainya.
- Menghadap kiblat, seperti yang dilakukan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dalam doa istisqa' (minta hujan) yang diriwa-yatkan oleh Al-Bukhari dalam Shahih-nya dengan judul bab berdoa meng-hadap kiblat.
- Mengangkat kedua tangan, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Sesungguhnya Rabbmu itu Mahapemalu dan Mahamulia, malu dari hambaNya jika ia mengangkat kedua tangannya (memohon) kepada-Nya kemudian menariknya kembali dalam keadaan hampa kedua tangan-nya." (HR. Abu Daud dan At-Tirmidzi, di-hasan-kan oleh Al-Hafizh Ibnu Hajar dan Al-Albani).
- Memulai dengan tahmid (pujian terhadap Allah) dan shalawat kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, karena Rasu-lullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Jika salah seorang di antara kamu berdoa, hendaknya memulai dengan memuji dan menyanjung Tuhannya, dan bershalawat kepada Nabi r, kemudian berdoa apa yang dia kehendaki." (HR. Abu Daud, At-Tirmidzi, An-Nasa'i dan Ahmad, di-shahih-kan oleh Al-Albani). Ibnu Mas'ud radhiallahu anhu pernah berdoa, ia memulai dengan tahmid, kemudian bershalawat, kemudian diteruskan dengan doa untuk kebaikan dirinya. Maka Nabi berkata: "Mintalah pasti kamu diberi, mintalah pasti kamu diberi." (HR. At-Tirmidzi, ia berkata, hasan shahih, dan Abdul Qadir Al-Arnauth berkata, sanad-nya hasan).
- Dengan suara lembut, tidak keras, menghinakan diri di hadapan-Nya dan menampakkan keperluan yang sangat. Allah berfirman: "Jangan-lah kamu mengeraskan suaramu dalam shalatmu dan janganlah pula merendahkannya." "Berdoalah kepada Tuhan kalian dengan merendahkan diri dan suara pelan. Sesungguhnya Dia tidak menyukai orang-orang yang melam-paui batas." (Al-A'raf: 55). Aisyah berkata, 'Ayat ini diturun-kan berkenaan dengan doa.' (HR. Al-Bukhari). Al-Hafizh berkata, 'Begitu-lah Aisyah menyebutkannya secara mutlak, yang berarti mencakup di dalam shalat dan di luar shalat.'
- Tidak tergesa-gesa. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Akan dikabulkan bagi seseorang di antara kamu selagi tidak tergesa-gesa, yaitu dengan berkata, 'Saya telah berdoa tetapi tidak dikabulkan'." (HR. Al-Bukhari dan Muslim). Ibnul Qayyim berkata: "Termasuk penyakit yang menghalangi terkabul-nya doa adalah tergesa-gesa, menganggap lambat pengabulan doanya sehingga ia malas untuk berdoa lagi". Walhal ada juga antara doa dan jawabannya memerlukan waktu 40 tahun, seperti yang dikatakan oleh Ibnu Abbas t. (Abu Laits As-Samar-qandi dalam Tanbihul Ghafilin). Ibnul Jauzi berkata: "Ketahuilah bahwa doa orang mukmin itu tidak akan ditolak, hanya saja terkadang yang lebih utama baginya itu dilambatkan jawabannya atau diganti dengan yang lebih baik dari permintaannya, cepat atau lambat." (Fathul Bari, 11/141).
- Yakin akan dikabulkan doanya dan memahami serta meresapi benar dalam berdoa. Karena itu, berdoa tidaklah sekedar melafazhkan doa-doa yang dihafal tanpa mengerti maknanya, tetapi harus benar-benar memahami dan menginginkan dika-bulkannya permintaannya. Karena itu apa yang kita minta haruslah sesuai dengan kebutuhan kita. Rasulullah shalallahu'alahi wassalam bersabda: "Mohonlah kepada Allah semen-tara kamu sangat yakin untuk dikabulkan, dan ketahuilah bahwasa-nya Allah tidak akan mengabulkan doa dari hati yang lalai dan bermain-main."(HR. At-Tirmidzi, dihasan kan oleh Al-Mundziri dan Al-Albani).
- Termasuk syaratnya adalah makan dan minum serta pakaian orang yang berdoa harus halal dan bersih.Karena Allah itu suci, tidak menerima kecuali yang suci. Disebut-kan oleh Rasulullah: "Ada seseorang yang sudah lama dalam safar (perja-lanan) dengan rambut kusut dan (tubuh) penuh debu, ia mengangkat kedua tangannya ke langit dan berkata, 'Ya Rabb, ya Rabb...', semen-tara makanannya haram, minuman-nya haram, pakaiannya haram dan diberi makan dengan yang haram, bagaimana mungkin (doanya) dika-bulkan?" (HR. Ahmad, Muslim dan At-Tirmidzi).
- Berikhtiar demi terkabulnya doa dan menjauhi sebab-sebab tertolaknya. Seperti tidak berbuat maksiat, tidak meninggalkan kewajib-an-kewajiban syari'at, terutama amar ma'ruf nahi mungkar . Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Hendaknya kalian memerintah-kan yang ma'ruf dan melarang yang mungkar, atau Allah akan mengirim-kan siksaNya kepada kalian, lalu kalian berdoa kepadaNya, tetapi tidak dikabulkan." (HR. At-Tirmidzi dan di-hasan-kannya).
Dalam sebuah hadits Nabi shollallahu ’alaih wa sallam menjelaskan bahwa
taqdir yang Allah ta’aala telah tentukan bisa berubah. Dan faktor yang
dapat mengubah taqdir ialah doa seseorang.
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا يَرُدُّ
الْقَضَاءَ إِلَّا الدُّعَاءُ وَلَا يَزِيدُ فِي الْعُمْرِ إِلَّا الْبِرُّ
(الترمذي)
Bersabda Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam: “Tidak ada yang dapat
menolak taqdir (ketentuan) Allah ta’aala selain do’a. Dan Tidak ada yang
dapat menambah (memperpanjang) umur seseorang selain (perbuatan) baik.”
(HR Tirmidzi 2065)
Subhanallah…! Betapa luar biasa kedudukan do’a dalam ajaran Islam.
Dengan do'a seseorang bisa berharap bahwa taqdir yang Allah ta’aala
tentukan atas dirinya berubah. Hal ini merupakan sebuah berita gembira
bagi siapapun yang selama ini merasa hidupnya hanya diwarnai penderitaan
dari waktu ke waktu. Ia akan menjadi orang yang optimis. Sebab keadaan
hidupnya yang selama ini dirasakan hanya berisi kesengsaraan dapat
berakhir dan berubah. Asal ia tidak berputus asa dari rahmat Allah
ta’aala dan ia mau bersungguh-sungguh meminta dengan do’a yang tulus
kepada Allah ta’aala Yang Maha Berkuasa.
قُلْ يَا عِبَادِيَ الَّذِينَ أَسْرَفُوا عَلَى أَنْفُسِهِمْ لَا
تَقْنَطُوا مِنْ رَحْمَةِ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ
جَمِيعًا إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ وَأَنِيبُوا إِلَى رَبِّكُمْ
وَأَسْلِمُوا لَهُ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَأْتِيَكُمُ الْعَذَابُ ثُمَّ لَا
تُنْصَرُونَ
“Katakanlah: "Hai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri
mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah.
Sesungguhnya Allah ta’aala mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya
Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Dan kembalilah kamu
kepada Tuhanmu, dan berserah dirilah kepada-Nya sebelum datang azab
kepadamu kemudian kamu tidak dapat ditolong (lagi).” (QS Az-Zumar 53-54)
Demikianlah, hanya orang yang tetap berharap kepada Allah ta’aala saja
yang dapat bertahan menjalani kehidupan di dunia betapapun pahitnya
taqdir yang ia jalani. Ia akan senantiasa menanamkan dalam dirinya bahwa
jika ia memohon kepada Allah ta’aala dalam keadaan apapun, maka derita
dan kesulitan yang ia hadapi sangat mungkin berakhir dan bahkan berubah.
Sebaliknya, orang yang tidak pernah kenal Allah ta’aala dengan
sendirinya akan meninggalkan kebiasaan berdo’a dan memohon kepada Allah
ta’aala. Ia akan terjatuh pada salah satu dari dua bentuk ekstrimitas.
Pertama, ia akan mudah berputus asa. Atau kedua, ia akan lari kepada
fihak lain untuk menjadi sandarannya demi merubah keadaan. Padahal
begitu ia bersandar kepada sesuatu selain Allah ta’aala –termasuk
bersandar kepada dirinya sendiri- maka pada saat itu pulalah Allah
ta’aala akan mengabaikan orang itu dan membiarkannya berjalan mengikuti
situasi dan kondisi yang tersedia. Sedangkan orang tersebut dinilai
sebagai seorang yang mempersekutukan Allah ta’aala dengan yang lain.
Berarti orang tersebut telah jatuh ke dalam kategori seorang musyrik...!
وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ إِنَّ الَّذِينَ يَسْتَكْبِرُونَ عَنْ عِبَادَتِي سَيَدْخُلُونَ جَهَنَّمَ دَاخِرِينَ
“Dan Tuhanmu berfirman, "Berdo`alah kepada-Ku, niscaya akan
Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri
dari menyembah-Ku akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina dina."
(QS Al-Mu’min 60)
Dan yang tidak kalah pentingnya bahwa seorang muslim tidak boleh pernah
berhenti meminta kepadaNya, karena sikap demikian merupakan suatu
kesombongan yang akan menjebloskannya ke dalam siksa Allah ta’aala yang
pedih. Maka Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam bersabda:
مَنْ لَمْ يَدْعُ اللَّهَ غَضِبَ اللَّهُ عَلَيْهِ
“Barangsiapa tidak berdo’a kepada Allah ta’aala, maka Allah ta’aala murka kepadaNya.” (HR Ahmad 9342)
Saudaraku, janganlah berputus asa dari rahmat Allah ta’aala. Bila Anda
merasa taqdir yang Allah ta’aala tentukan bagi hidup Anda tidak
memuaskan, maka tengadahkanlah kedua tangan dan berdo’alah kepada Allah
ta’aala. Allah ta’aala Maha Mendengar dan Maha Berkuasa untuk mengubah
taqdir Anda. Barangkali di antara do’a yang baik untuk diajukan sebagai
bentuk harapan agar Allah ta’aala mengubah taqdir ialah sebagai berikut:
اللَّهُمَّ أَصْلِحْ لِي دِينِي الَّذِي هُوَ عِصْمَةُ أَمْرِي وَأَصْلِحْ
لِي دُنْيَايَ الَّتِي فِيهَا مَعَاشِي وَأَصْلِحْ لِي آخِرَتِي الَّتِي
فِيهَا مَعَادِي وَاجْعَلْ الْحَيَاةَ زِيَادَةً لِي فِي كُلِّ خَيْرٍ
وَاجْعَلْ الْمَوْتَ رَاحَةً لِي مِنْ كُلِّ شَرٍّ
“Ya Allah, perbaikilah agamaku untukku yang mana ia merupakan penjaga
perkaraku. Perbaikilah duniaku yang di dalamnya terdapat kehidupanku.
Perbaikilah akhiratku untukku yang di dalamnya terdapat tempat
kembaliku. Jadikanlah hidupku sebagai tambahan untukku dalam setiap
kebaikan, serta jadikanlah matiku sebagai istirahat untukku dari segala
keburukan.” (HR Muslim 4897)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar