ALLAH SWT berfirman :
Terjemahannya : Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk Syurga
padahal Allah belum mengenal mereka yang berjihad di antaramu dan
belum juga mengenal mereka yang sabar. (Ali Imran : 142)
Berjihad menurut Tafsir adalah :
- Berperang melawan orang kafir dan munafik untuk menegakkan lslam dan melindungi orang-orangIslam.
- Memerangi hawa nafsu dan syaitan.
- Mendermakan harta benda untuk kebaikan Islam dan umat Islam.
- Memberantas yang batil dan menegakkan yang hak.
Dalam ayat di atas, Allah SWT menanyakan pada kita
umat Islam, sudahkah kita berjihad dan bersabar? Kalau belum kita
lakukan maka janganlah kita berfikir bahwa kita akan dapat masuk
syurga Allah di Akhirat kelak. Jika sudah, maka kita sebenarnya
sedang fisabilillah.
Berperang melawan orang kafir dan munafik adalah mudah.
Yang susah adalah berperang melawan hawa nafsu dan syaitan. Kalau
kita menang terhadap orang kafir tetapi tidak menang terhadap
nafsu, itu belum menjamin kita benar-benar bertakwa.
Rasulullah SAW bersabda : Terjemahannya : Kita baru
kembali dari peperangan kecil untuk masuk ke satu peperangan yang
lebih besar. Sahabat bertanya, "Peperangan apa itu, ya Rasulullah?"
Baginda menjawab, "Peperangan hati yakni melawan hawa nafsu."
Rasulullah SAW bersabda : Terjemahannya : Ketahuilah
sesungguhnya dalam diri anak Adam itu ada segumpal daging. Jika
baik daging maka baiklah seluruh jasad. Bila busuk daging itu, maka
jahatlah seluruh jasad. Ketahuilah, itulah hati.(Riwayat Bukhari
& Muslim)
Marilah kita tanya diri kita sendiri, "Apakah aku telah melakukan jihad yang besar itu? Atau apakah aku telah memerangi hawa nafsuku?"
Untuk menjawabnya, lihatlah ke dalam hati kita apakah selalu ingat kepada Allah atau selalu lalai?
Apakah sudah cinta Allah atau lebih cinta pada dunia? Apakah
sudah sabar atas ujian Allah atau masih memberontak terhadap-Nya?
Apakah sudah bersih dari mazmumah-mazmumah atau masih juga memiliki
sifat hasad dengki, benci-membenci, minta dipuji, gila nama, tamak
dan mementingkan diri sendiri?
Kalau hati masih berisi daki-daki dunia yang kotor itu, janganlah
bermimpi bahwa amalan-amalan lahir seperti shalat, puasa, zakat,
haji, sedekah, berdakwah, menuntut ilmu, menutup aurat, membaca Al
Quran, zikrullah dan lain-lain itu dapat menebus kita dari
kebencian Allah dan api neraka. Coba kita lihat firman Allah SWT :
Terjemahannya : Hari itu (hari ketika meninggal dunia) harta dan
anak tidak berguna lagi kecuali orang yang menghadap Allah membawa
hati yang selamat (hati yang bersih dari segala kejahatannya dan
sifat mazmumah). (Asy Syuara’: 88-89)
Kalau shalat tidak khusyuk dan tidak ada rasa hamba, itu
tanda kita masih durhaka pada Allah. Bukan amalan lahir yang dapat
membawa seseorang kepada keredhaan Allah dan syurga-Nya, tetapi
yang lebih penting adalah amalan hati.
Sabda Rasulullah SAW : Terjemahannya : Allah tidak memandang rupa dan harta kamu, tetapi Allah memandang hati dan amalan kamu. (Riwayat Muslim)
Kalau hati kita beramal soleh dan lahir kita juga ikut
beramal soleh (sebab amalan lahir mengikuti amalan batin, seperti
rakyat mengikuti raja) itulah kesempurnaan amalan manusia yang
dijamin dengan Syurga.
Untuk meyakinkan saudara, saya tunjukkan firman Allah yang menunjukkan amalan batin adalah wajib :
1. Perintah khusyuk dalam shalat, yaitu mengingati Allah :
Terjemahannya : Apakah belum masanya bagi orang-orang yang beriman untuk khusyuk mengingati Allah. (Al Hadid : 16)
2. Perintah supaya senantiasa merasa diawasi oleh Allah :
Terjemahannya : Kamu tidak berada dalam suatu keadaan dan tidak
membaca satu ayat dari Al Quran dan tidak mengerjakan suatu
pekerjaan melainkan Kami menjadi saksi atasmu di waktu kamu
melakukannya. Tidak luput dari pengetahuan Allah biar pun sebesar
zarah (atom) di bumi maupun di langit. Tidak ada yang kecil dan
tidak (pula) yang lebih besar dari itu melainkan (semua tercatat)
dalam kitab yang nyata (Lauhul Mahfuz). (Yunus: 61)
3. Perintah supaya takut kepada Allah :
Terjemahannya : Janganlah kamu menyembah dua Tuhan. Sesungguhnya
Dialah Tuhan yang Maha Esa, maka hendaklah kamu takut kepada-Ku
saja. (An Nahl : 51)
4. Perintah supaya tawakal kepada Allah :
Terjemahannya : Hanya kepada Allah sajalah orang-orang beriman harus bertawakal. (At Taubah : 51)
5. Perintah supaya syukur kepada Allah :Terjemahannya : Bersyukurlah kamu kepada Allah sekiranya kamu benar-benar menyembah-Nya. (Al Baqarah : 172)
Kalau kita betul-betul menghambakan diri pada Allah,
kita mesti memiliki rasa syukur pada Allah. Seperti halnya kita
mendapat hadiah dari raja, maka kita akan merasa berhutang budi dan
berterimakasih padanya, serta bersyukur atas hadiah pemberiannya.
Janganlah kita terlena memikirkan hadiah itu saja sehingga lupa pada yang memberi hadiah.
Terjemahannya : Dan apa saja nikmat yang ada pada kamu maka dari
Allahlah datangnya dan bila kamu ditimpa kemudaratan maka hanya
pada-Nyalah kamu minta tolong. (An Nahl : 53)
6. Perintah supaya sabar
Terjemahannya : Sabarlah kamu tetapi tidak mungkin kamu bersabar kecuali dengan pertolongan Allah. (An Nahl : 127)
Di antara amalan lahir dan amalan batin, Allah lebih
mengutamakan amalan batin, sebab itu hendaklah diamalkan
benar-benar karena dan untuk Allah, bukan untuk manusia. Sebab
manusia tidak akan melihat. Kalau hati sudah baik, maka lahirnya akan
baik. Kalau lahir saja yang baik, hati belum tentu baik.
Kalau ada orang yang menanggapi dengan perkataan, ''Kalau begitu,
kita perbaiki hati saja, lahir tidak usah!'' itu adalah anggapan
yang tidak benar. Sebab hati yang baik adalah hati yang taat pada
perintah-perintah Allah lahir dan batin. Kalau amalan lahir tidak
dikerjakan artinya hati belum baik.
Banyak terjadi dalam masyarakat umat Islam hari ini
mereka yang mengamalkan hukum Islam hanya syariat lahir saja
seperti shalat, puasa, zakat, haji, zikrullah, sedekah, tutup aurat
dan bersilaturrahim. Namun amalan hati (batin) tidak dipedulikan.
Itulah yang dimaksudkan sebagai durhaka dalam taat.
Ada dua jenis orang yang durhaka dalam taat :
1. Orang yang mengamalkan syariat lahir saja seperti shalat
wajib dan sunat, puasa, haji, zakat, baca Al Quran, zikir dan
wirid, serta mengamalkan sedikit amalan batin, tetapi keduanya
tidak sempurna (tidak seperti yang dikehendaki Allah). Maksudnya
tidak semua perintah Allah dikerjakannya.
Contohnya adalah orang-orang yang melakukan semua perintah fardhu
ditambah dengan fadhailul 'amal (shalat sunat witir, shalat dhuha,
shalat tahajjud, puasa sunat, membaca Al Quran, tahlil dan
lain-lain) tetapi masih ikut dalam sistem riba, membuka aurat,
melakukan pergaulan bebas, mengumpat, memfitnah, mencerca, sombong,
kikir dan cinta dunia.
Golongan seperti itu adalah golongan durhaka dan tidak selamat dari api neraka.
Imam Al Ghazali berkata :
"Tidak mengapa kalau tidak bisa tahajjud malam (karena
sunat),tetapi janganlah membuat dosa (haram) di siang hari, karena
tidak ada gunanya bakti pada Allah di malam hari (tahajjud) tetapi
durhaka (berbuat dosa–haram) di siangnya."
Orang seperti itu sama halnya dengan seorang yang
menanam padi di tengah ilalang. Hasilnya padi akan dirusak oleh
ilalang dan tidak memperoleh hasil apa pun. Atau seperti seorang
yang memelihara kesehatan badannya dengan memakan obat-obatan yang
perlu, tetapi ia juga memakan racun.
Akibatnya orang tersebut tidak akan sehat seperti yang diharapkan.
Tersebut sebuah Hadis :Terjemahannya : Tahukah
kamu apa itu muflis? Mereka menjawab, "Muflis pada kami adalah
mereka yang tidak mempunyai dirham dan harta benda sedikit pun."
Sabda Rasulullah, "Sesungguhnya orang yang muflis di kalangan umatku
adalah orang yang datang pada hari Qiamat dengan shalat, puasa dan
zakat tetapi dia juga pernah mencaci, menuduh orang berbuat jahat,
dan mengambil hak orang. Dia juga pernah menumpahkan darah
(membunuh orang) atau sekurang-kurangnya memukul. Oleh karena itu
pahala ibadahnya akan diberi kepada orang yang dianiaya itu satu
persatu. Dan kalau pahalanya tidak cukup, dosa-dosa orang itu diberikan
juga kepadanya (jadilah ia muflis) dan akan dijerumuskan ke dalam
Neraka." (Riwayat Muslim)
2. Orang yang taat dalam mengerjakan amalan-amalan lahir tetapi
lalai terhadap amalan batin. Lahirnya terlihat sempurna tetapi
hatinya penuh dengan hasad dengki, jahat sangka, sombong, kikir,
riya', penuh angan-angan, minta dipuji, cinta dunia, serakah,
mementingkan diri sendiri, di samping tidak ada rasa hina diri,
mengharap dan malu dengan Allah. Dia suka menghina orang yang tidak
beribadah, sedangkan dia merasa tenang dan senang dengan ibadahnya
serta merasa yakin akan selamat di Akhirat.
Orang seperti itu sebenarnya adalah orang yang durhaka dalam taatnya
kepada Allah. Hakikatnya dia adalah orang yang durhaka dan
amalannya ditolak. Dia bukan orang yang dekat dengan Allah tetapi
orang yang jauh dari Allah. Hatinya terputus dengan Allah.
Para ulama telah sepakat :
1. Biarlah sedikit amal (yang fardhu saja) bersama
hati yang merasa takut pada Allah (takwa) daripada banyak amalan
lahir tetapi tidak ada rasa takwa (rasa hamba).
2. Walau sebanyak dan sehebat apa pun ibadah
seseorang selagi hatinya tidak zuhud dengan dunia, selama itu pula
ibadahnya tidak bernilai.
Orang yang mengerjakan amalan lahir tanpa amalan
batin perbandingannya seperti seorang pekerja di istana raja yang
rajin dan taat melakukan kerja-kerja yang ditugaskan padanya di
istana itu. Kerjanya rajin dan lebih banyak daripada pekerja-pekerja
lainnya. Maka timbullah rasa bangga dan sombongnya. Malangnya di
antara kawan-kawan dia bersikap angkuh. Bahkan di depan raja pun
bersikap tidak sopan, tidak hormat dan tidak beradab. Dia merasa
dirinya hebat dan besar. Dia beranggapan raja tidak murka kepadanya
sebab semua pekerjaannya selesai
Ternyata apa pandangan raja? Sekalipun dia tahu hambanya itu
bekerja dengan rajin tetapi karena sikapnya yang tidak beradab itu,
raja tidak akan sayang untuk membuangnya dari istana, karena dia
seolah-olah hendak menjadi raja (ataupun merasa setaraf dengan
raja).
Begitu juga jika seorang manusia yang melakukan perintah-perintah
Allah tetapi hatinya tidak beradab dengan Allah sebagaimana yang
Allah kehendaki, niscaya Allah tetap murka dan akan melemparkannya
ke dalam Neraka.
Firman Allah :
Terjemahannya : Adapun orang yang enggan dan menyombongkan diri maka Allah akan menyiksa mereka dengan siksa yang pedih. (An Nisa’ : 173)
Dan firman Allah dalam Hadist Qudsi bermaksud :
"Hai Isa, apabila Aku lihat di dalam hati hamba-Ku terdapat cinta
yang suci pada-Ku tidak bercampur oleh sesuatu tamak,
keinginan-keinginan yang berkenaan dengan Akhirat dan dunia maka ia
akan Kuperlakukan sebagai penjaga cintanya itu."
Orang yang benar-benar taat adalah orang yang
hatinya cinta kepada Allah. Cinta sucinya akan membuatnya beramal
semata-mata untuk Allah. Niatnya tidak bercampur dengan niat
mencari keuntungan di dunia atau akhirat. Ketaatan kepada Allah yang
seperti itu adalah taat yang suci. Dia tidak akan ujub dalam taatnya,
tidak riya' dalam taatnya, tidak buruk sangka dalam taatnya, tidak
sombong dalam taatnya, tidak penuh angan-angan dalam taatnya, tidak
merasa tuan dalam taatnya dan lain-lain.
Itulah orang yang hatinya dekat kepada Allah. Dia taat dalam
taatnya. Jasad lahirnya dan jasad batinnya sama-sama tunduk
menyembah Allah dengan taat, rasa hina diri, malu, rasa bersalah,
rasa berdosa dengan Allah, tidak menghina hamba-hamba yang lain,
tidak sombong dan tidak hasad.
Ibadah-ibadahnya yang lahir (membuat yang fardhu dan sunat,
meninggalkan yang haram, syubhat dan makruh) dan ibadah batin
betul-betul dilakukan sebagai satu persembahan yang sebenarnya dari
seorang hamba kepada Tuhannya. Dia tidak mengharap balasan apa pun
di dunia dan di akhirat. Itulah hamba Allah yang akan menjadi
kecintaan Allah di Akhirat nanti.
Firman Allah dalam surah Al Waqiah :
Terjemahannya :
Dan golongan kanan, alangkah bahagianya golongan kanan
itu. Berada di antara pohon-pohon bidara yang tidak berduri. Dan
pohon pisang yang bersusun-susun (buahnya). Dan naungan yang
terbentang luas. Dan air yang senantiasa mengalir. Dan buah-buahan
yang lebat. Yang tidak bermusim (buahnya) dan tidak terlarang
mengambilnya. Dan kasur-kasur yang tebal lagi empuk.
Sesungguhnya Kami menciptakan untuk mereka (bidadari-bidadari) ciptaan
yang unik (tidak beranak). Dan Kami jadikan mereka muda-muda
belaka. Saling mencintai dan sebaya umurnya. Untuk golongan kanan
(terdapat dua kumpulan). (yaitu) kumpulan besar dari orang-orang
yang terdahulu. Dan kumpulan besar dari orang-orang yang kemudian.
(Al Waaqiah: 27- 40)
Ada pula segolongan manusia yang taat dalam durhaka.
Mereka adalah orang yang tidak beramal dengan syariat lahir karena
tidak kuat melawan hawa nafsu dan syaitan.
Mereka hanya dapat membuat ibadah yang fardhu dan
meninggalkan yang haram tetapi ibadah sunat fadhoilul 'amal sangat
kurang. Tetapi karena kekurangan itu mereka selalu merasakan
kekurangan diri, hina diri dan rasa bersalah (berdosa).
Mereka mengharap amal yang sedikit itu diterima
Allah dengan rasa malu dan takut dengan Allah. Mereka selalu
menyesali diri yang tidak kuat melawan hawa nafsu dengan rasa
berdosa. Perasaan tidak sempurna dalam melaksanakan khidmat pada
Allah dan manusia selalu ada di hati mereka. Sebab itu mereka selalu
beristighfar dan mohon dikasihani oleh Allah. Golongan seperti itu
sebenarnya golongan yang taat. Mereka taat dalam durhaka. Mereka
akan selamat di dunia dan di akhirat.
Mereka itu adalah seperti seorang pekerja istana raja yang tidak
begitu rajin. Kerjanya sekedar cukup, tidak lebih, kadang-kadang
melakukan kesalahan atau lalai. Seharusnya bekerja dua jam, ia
hanya bekerja satu jam. Karena itu dia rasa bersalah, rasa kurang,
tidak besar diri, tidak berfikir tentang kesalahan orang, takut
sesama kawan apalagi kepada raja.
Dia bimbang bila kekurangannya akan mendatangkan kemurkaan raja.
Sebab itu bukan saja dia sangat sopan dengan raja bahkan dia tidak
berani berbuat tanpa izin di dalam istana. Ia menjaga
gerak-geriknya karena merasa bimbang dan selalu mengharapkan
kemaafan dan keampunan dari raja.
Raja menyadari keadaan itu, sebab itu raja memaafkan kekurangan
hambanya dan akan tetap menerimanya sebagai hamba di dalam istana.
Begitulah hamba Allah yang selalu sadar dan insaf
akan kelemahannya, senantiasa taubat, takut, malu dan rasa hina
diri pada Allah serta berakhlak sesama manusia. Dia akan mendapat
pengampunan dan syurga Allah di Akhirat nanti.
Firman Allah :
Terjemahannya: Kecuali orang-orang yang bertaubat, beriman dan
beramal soleh maka mereka akan masuk syurga dan tidak dianiaya
sedikit pun. (Maryam : 60)
Hidup kita adalah untuk menghambakan diri kepada
Allah. Itulah jalan keselamatan seorang manusia. Dua puluh empat
jam kita mesti beribadah pada Allah, lahir dan batin.
Firman Allah: Terjemahannya : Tidak Aku jadikan jin dan manusia melainkan untuk beribadah kepada-Ku. (Adz-Dzaariyat : 56)
Mungkin dalam ibadah lahir ada waktu istirahatnya tetapi dalam
ibadah batin yang dilakukan oleh hati kita, mesti dilakukan
terus-menerus. Kita mesti selalu memelihara rasa kehambaan pada
Allah, rasa hina, rasa malu, rendah diri, takut, bimbang, ingin
berkhidmat, rasa berdosa, rasa lemah dan rasa diri penuh kekurangan.
Perasaan-perasaan (zauk) itu hendaklah kita pelihara dalam hati
sepanjang masa.
Bagi kita sebagai orang awam, mungkin rasa itu belum ada di hati,
karena itu hendaklah kita terus mengusahakannya dengan memikirkan
kebesaran, kehebatan dan keagungan Allah. Perhatikan dan fikirkan
tanda-tanda kebesaran Allah pada alam. Dari situ akan datang
perasaan kehambaan pada diri kita.
Pada tahap awal perlu dipaksakan supaya perasaan itu
ada. Namun bagi orang yang telah bersih hatinya mereka tidak susah
memikirkannya lagi. Perasaan itu sudah ada dan senantiasa ada
dalam hati mereka. Bukan saja waktu shalat, waktu membaca Al Quran,
berpuasa, berzikir dan lain-lainnya, bahkan di luar waktu ibadah,
hati mereka tetap kepada Allah SWT.
Singkatnya perasaan kehambaan itu telah benar-benar
dihayati oleh lahir dan batin mereka sepanjang masa. Seperti
seorang pekerja istana yang hatinya senantiasa berisi perasaan
kehambaan baik ketika bekerja atau ketika beristirahat, waktu makan,
minum atau waktu tidur. Tidak seperti pekerja yang waktu kerja dia
merasa dia kuli, tetapi waktu istirahat dia merasa tuan dan
berlagak seperti tuan.
Orang yang kenal Allah akan benar-benar merasa bahwa dia adalah
hamba Allah. Hatinya tidak merasa lebih baik, lebih pandai, hebat,
besar, kuat, dan segala-galanya. Sebab kalaupun dia pandai, maka
dia tetap hamba. Dia rasa dia adalah hamba, ingin berkhidmat
sebagai hamba. Hidupnya seperti hamba dan bergaya seperti hamba.
Hamba Allah yang bekerja untuk Allah, mengabdikan diri kepada Allah,
berjuang membela agama Allah, berkorban untuk Allah dan berperang
karena Allah bahkan rela mati karena Allah. Siapa pun musuh Allah adalah musuhnya, akan ditentang habis-habisan.
Dan orang-orang Allah adalah orang-orangnya maka ia perlakukan
dengan penuh mesra dan kasih sayang. Itulah jiwa yang merdeka, bebas dari ikatan dunia. Jiwa yang tidak
akan diperbudak oleh dunia karena jiwanya diserahkan sepenuhnya
pada Allah.
Banyak terjadi di kalangan kita, mereka yang merasa hamba Allah
hanya ketika beribadah, shalat, puasa, mengerjakan haji, atau waktu
membaca Al Quran, wirid dan zikir saja. Di luar waktu itu, waktu
makan, waktu tidur, waktu mencuci, waktu menyapu halaman dan
lain-lain, tidak merasa diri sebagai hamba.
Kita merasa urusan tersebut adalah urusan kita sehingga kejayaan yang
dicapai adalah untuk dan karena kita. Cara melaksanakan urusan
tersebut. sesuai dengan selera kita, pendapat kita dan cara kita.
Kita tidak merasa bahwa kita berkhidmat untuk dan karena Allah
lagi. Kita tidak terasa hubungan dengan Allah. Kita tidak merasa
malu dan hina diri dengan Allah. Mungkin jika ditanya orang kita
akan menjawab bahwa kita bekerja untuk Allah. Tetapi itu hanya ada di
akal saja, hakikatnya hati kita tidak merasa begitu.
Perasaan (zauk) kita tidak merasakan begitu. Hati masih merasa
tuan, merasa kepunyaan kita, kuasa kita, kejayaan kita, kelebihan
kita dan karena kita. Sebab itu kita akan mengikuti selera kita
dalam bertindak sehingga tidak menghiraukan peraturan hidup dari
Tuhan.
Orang seperti itu sebenarnya bukan menghambakan diri pada Allah, dan
tidak bertuhankan Allah. Dia bertuhankan dan menghambakan diri
untuk nafsu.
Firman Allah : Terjemahannya : Tidakkah kamu melihat orang yang mengambil hawa nafsu sebagai Tuhan. (Al Jasiyah : 23)
Mereka menganggap diri mereka bijaksana dan merdeka, tetapi
sebenarnya merekalah orang yang lemah, bodoh dan terkurung dalam
kesempitan nafsu mereka sendiri.
Karena menurutkan hawa nafsu manusia menjadi orang-orang yang durhaka
pada Allah dalam ketaatannya. Mereka menunaikan hanya sebagian
dari perintah Allah (durhaka dalam taat). Mereka mengikuti kehendak
dan bisikan nafsu tanpa menyadari bahwa mengikuti hawa nafsu itu
berarti durhaka pada Allah.
Sebagian besar manusia beranggapan bahwa mengikuti
kehendak nafsu adalah suatu yang baik dan selayaknya. Terutama
dalam amalan batin. Karena hal itu sulit, tidak terlihat oleh mata
manusia, maka tidak ada siapa pun yang dapat menegur.
Ia melakukan shalat, puasa, berjuang, bicara tentang
kebenaran, berkorban untuk Islam, sehingga orang menganggapnya
baik. Hatinya sombong, tidak ada siapa pun yang tahu, hatinya jahat
sangka tidak ada yang tahu, hatinya iri tidak ada yang tahu,
hatinya tidak rasa berdosa siapa yang tahu, hatinya merasa bersih siapa
yang tahu, hatinya pemarah siapa yang tahu, hatinya gila dunia
siapa yang tahu, hatinya tidak takut Allah siapa yang tahu dan
banyak lagi amalan hatinya tidak ada siapa pun yang tahu. Maka ia
menjadi manusia yang tertipu. Biasanya orang itu mati dalam dosa
atau maksiat yang tidak disadari, balasannya adalah neraka.
Marilah kita obati hati kita dengan mujahadah
terhadap nafsu (mujahadatunnafsi), satu perjuangan yang besar dan
terus menerus tiada ujungnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar