Cinta Alquran Selamatkan Hidup
Boleh jadi ada yang sinis dan bahkan tidak percaya terhadap judul di atas. Namun, bagi orang yang paham Alquran apalagi yang menghayati dan mendalaminya secara substantif, pasti akan berkata, ungkapan itu benar dan amat logis. Mari kita buktikan kebenaran ungkapan itu dengan mengamati fungsi Alquran dalam kehidupan; baik secara individual, berkeluarga, bermasyarakat, maupun berbangsa dan bernegara.
Tidak asing lagi bagi kita, umat Islam, sejak diturunkannya Kitab Suci itu lebih dari 14 abad yang silam sudah dideklarasikan ke seluruh dunia bahwa dia adalah penuntun kehidupan umat manusia (QS 2:185) di manapun mereka berada. Itu artinya jika ingin selamat menjalani hidup dan kehidupan di muka bumi ini, tidak ada jalan lain kecuali mengfungsikan Alquran secara maksimal dalam realitas keseharian kita. Bagaimana caranya? Inilah yang akan dibahas di sini.
Pertanyaan yang mendasar dalam konteks ini ialah benarkah kita telah mencintai Alquran? Kalau jawabannya 'ya', berarti kita punya komitmen kuat menjadikan Alquran sebagai teman hidup kita, teman sejati, sehidup semati, seiya sekata. Di manapun berada, kita selalu bersamanya. Dalam keadaan sakit atau senang, susah atau sulit, sempit atau lapang, dan sebagainya, kita tetap bersama Alquran.
Pendek kata, manakala cinta telah bersemi, apalagi telah terpatri di lubuk hati yang paling dalam di antara dua sosok yang berkasih sayang, di antara habib dan mahbub, maka tidak ada lagi gap yang membatasi antara keduanya, apalagi yang memisahkan keduanya. Mereka selalu bersama, berinteraksi, saling senyum, saling bertegur-sapa, satu sama lain. Alangkah indahnya cinta itu.
Tapi, mari kita merenung sejenak, pejamkan mata lahir dan buka lebar-lebar mata batin (bashirah) kita, pandanglah dalam-dalam ke sanubari kita dan bertanyalah kepada diri kita masing-masing, betulkah kamu wahai diriku telah mencintai Alquran? Mengapa kamu tidak bertegur-sapa dengannya sebagai layaknya dua insan yang bercinta yakni dengan membaca dan merenungkan pesan-pesannya?
Tanyakan juga mengapa kamu biarkan dia tergeletak sendirian di rak-rak buku, kedinginan, tanpa kamu temani, kamu sentuh, apalagi kamu peluk dan cium bagaikan kekasih tersayang? Bukankah Ramadhan ini dijuluki Rasul sebagai Syahrul Qur’an bulan bermesraan dengan Alquran? Paling tidak kamu bercengkrama, bermesraan dengannya setiap malam dengan bertadarus secara tartil serta memahami bisikan-bisikan hidayah yang diembuskannya ke nuraninya minimal kamu baca satu juz sehingga di akhir Ramadhan nanti kamu pasti khatam satu kali.
Wahai diriku yang malang! Kalau kamu memang mencintai Alquran, mengapa kamu tidak beranjak sedikit pun ketika dia meminta kamu berhenti berbuat maksiat, malah sebaliknya, kamu doyan melakukannya, sehingga korupsimu makin menjadi-jadi, kolusimu tidak tanggung-tanggung, bahkan prostitusi kamu lakukan terang-terangan tanpa rasa malu sedikit pun. Masih pantaskah kamu disebut kekasih Alquran atau lebih pantas kamu dijuluki pecundang Alquran?
Tidak hanya itu kawan! kamu pun tidak bersemangat melakukan amar makruf yang dimauinya. Fakir miskin kamu biarkan telantar, pengangguran tidak kamu pedulikan; sehingga mereka terpaksa mencari sesuap nasi ke negeri orang di luar negeri, menjadi TKW, dan sebagainya. Sampai di sana bukannya mendapatkan kesejahteraan, malah pulang ke kampung membawa penderitaan setelah diperkosa oleh majikannya.
Kalaupun sekali-kali kamu ikuti kemauan Alquran sebagai kekasihmu, itu pun dibarengi interes-interes pribadi yang konyol. Misalnya kalau mau maju sebagai capres, caleg, cagub, cabub, cawalkot, atau apa pun posisinya, maka kamu membagi-bagi sembako, perbaikan jalan kampung, sering ke posyandu, bantu masjid, sekolah, majelis taklim, dan sebagainya. Singkat cerita kamu berusaha mendekat kepada rakyat sedekat-dekatnya agar mereka menjatuhkan pilihan kepada dirimu untuk memenangkan pemilihan yang akan diadakan.
Setelah menang, kamu kembali lagi ke habitatmu: tidak peduli dengan mereka. Kemudian setelah 5 (lima) tahun berlalu, kamu pun kembali lagi kepada mereka untuk meminta dukungan, begitulah siklusnya perilakumu. Masih pantaskah kamu disebut cinta Alquran?
Sungguh teramat naif jika kamu masih berani mengaku kekasih Alquran padahal perilakumu sedikit pun tidak mengejawantahkan rasa cinta itu. Malah sebaliknya terkesan merongrong dan menghalanginya, bahkan secara faktual tampak menanamkan kebencian terhadapnya.
Apabila bangsa kita benar-benar mencintai Alquran dalam arti yang sesungguhnya dan dari lubuk hati yang paling dalam, maka tidak diragukan lagi, bangsa ini pasti bangkit kembali dan akan meraih kemajuan yang amat pesat di masa mendatang. Hal itu dimungkinkan karena tidak akan ada lagi kejahatan; baik kejahatan moral, kejahatan ekonomi, maupun kejahatan kemanusiaan.
Itulah inti tuntunan Alquran. Jadi, benarlah ungkapan, "Cinta Alquran penyelamat hidup." Demikian sekelumit renungan dalam memperingati malam Nuzul Alquran.
Al- Quran itu seumpama kekasih. Mungkin itulah tamsilan mudah untuk menerangkan perkaitan Al-Quran dalam kehidupan kita seharian. Ternyata, apabila sesuatu itu menjadi kekasih hati kita, maka pelbagai cara kita menzahirkan rasa cinta yang begitu mendalam apa bentuk dan cara sekalipun. Dan sememangnya jika kita bercinta dengan sesuatu itu mengharap cinta kita tidak bertepuk sebelah tangan!
Dari itu, marilah kita merenung sejauh mana hati kita benar-benar mencintai Al-Quran… kalam Allah Yang Maha Agung.
1. Kekasih yang terlalu istimewa
Sekeping warkah daripada orang yang kita cintai, pasti akan ditatap sepuas-puasnya malah berulang kali dibaca. Namun, hakikatnya akan timbul juga rasa jemu kelak. Tidakkah ia hanya sekadar bahasa yang tidak memiliki sebarang keistemewaan?
Berbanding Al-Quran, biarpun kita membacanya berulangkali, tidak sedikit pun kita akan merasa jemu apatah lagi membencinya.
Allah Berfirman ; "(Yaitu) orang-orang yang beriman dan tenang tenteram hati mereka dengan 'zikrullah'. Ketahuilah dengan 'zikrullah' itu , tenang tenteramlah hati manusia" (Surah Ar-Rad:28 )
Malah dijanjikan oleh Allah sesiapa yang ikhlas mengharap keredhaan Allah. Dengan memperbanyakkan zikrullah (mengingati Allah) maka dia akan memperolehi ketenangan yang membahagiakan. Dan zikrullah yang paling afdal (terbaik) itu ialah membaca Al-Quran.
Seterusnya Allah ta'ala juga menyatakan keistemewaan kekasih ini iaitu Allah menurunkan dengan sebaik-baiknya perkataan.
Sebagaimana firman-Nya Allooh ;
"Allah telah menurunkan sebaik-baik perkataan iaitu Kitab Suci Al-Quran yang bersamaan isi kandugannya antara satu dengan yang lain (tentang benarnya dan indahnya), yang berulang-ulang (keterangannya, dengan pelbagai cara);yang (oleh kerana mendengarnya atau membacanya) kulit badan orang-orang yang takut kepada Tuhan mereka menjadi seram; kemudian kulit badan mereka menjadi lembut serta tenang tenteram hati mereka menerima ajaran dan rahmat Allah, Kitab suci itulah hidayah petunjuk Allah; Allah memberi hidayah petunjuk dengan Al-Quran itu kepada sesiapa yang dikehendaki-Nya (menurut undang-undang peraturan-Nya);dan(ingatlah) sesiapa yang disesatkan Allah (disebabkan pilihannya yang salah), maka tidak ada sesiapa pun yang dapat memberi hidayah petunjuk kepadanya". {QS AZzumar :23}
2. Kekasih yang perlu dimuliakan
Al-Quran juga merupakan kekasih yang perlu dimuliakan kerana sifatnya yang berkat dan banyak manfaatnya. Dengan itu Allah telah menyeru kita agar mematuhi kandungan kekasih itu kerana dengan itu kita akan memperolehi keberkatan daripada-Nya,
Alloh BerFirman : "Dan ini sebuah kitab (al-Quran) yang Kami turunkan, yang ada berkatnya (banyak manfaatnya), Oleh itu, hendaklah kamu menurutnya; dan bertakwalah (kepada Allah), mudah-mudahan kamu beroleh rahmat." ( Surah Al-An'am :155 )
Malah Allah juga menggariskan adab-adab bagaimana memuliakan kekasih kita ini. Antaranya ialah apabila kita mendengar bacaan al-Quran, maka kita perlu mendengar dan berdiam diri,
.
Sebagaimana firman Allah : "Dan apabila al-Quran itu dibacakan, maka dengarlah akan dia serta diamlah (dengan sebulat-bulat ingatan untuk mendengarnya), supaya kamu beroleh rahmat". (QS ;Al Arof 204)
3. Kekasih yang setia
Kesetiaan dalam percintaan adalah jaminan kebahagiaan hati. Begitulah juga seandainya kita menjalinkan cinta bersama al-Quran. Namun begitu, orang yang bercinta dengan al-Quran akan sentiasa mengukur kesetiaan dirinya terhadap al-Quran. Lalu apakah ukurannya? Bukankah qiamullail itu adalah satu pengukur yang paling relevan? Ini kerana kesukaran untuk menunaikan ibadah pada malam hari dengan tidur yang sedikit itu menggambarkan pengorbanan.
Maksud firman Allah : "Ahli-ahli Kitab itu tidaklah sama. Antaranya ada golongan yang telah (memeluk Islam dan) tetap (berpegang kepada Agama Allah yang benar) mereka membaca ayat-ayat Allah (al-Quran) pada waktu malam, semasa mereka sujud (mengerjakan sembahyang).Mereka beriman kepada Allah dan hari akhirat, dan menyuruh berbuat. Segala pekara yang baik, dan melarang daripada segala pekara yang salah (buruk dan keji), dan mereka pula segera pada mengerjakan berbagai-bagai kebajikan. Mereka (yang demikian sifatnya), adalah dari orang-orang yang soleh".( Surah Ali Imran, ayat 113-114 )
Dari Sahl bin Sa'ad r.a Rasulullah Sholallohu alayhi wassalam bersabda ; "Kemuliaan seorang Mukmin ialah qiamullail (bangun pada waktu malam untuk beribadat)"(HR. Athobrani)
juga menceritakan tentang kelebihan dan ganjaran yang diperolehi seseorang yang berqiamullail dan membaca al-Quran.
Sabda Baginda: "Sesiapa yang melakukan qiamullail dengan membaca sepuluh ayat, dia tidak tertulis daripada kalangan orang-orang yang lalai. Sesiapa yang melakukan qiamullail dengan membaca seratus ayat akan ditulis daripada kalangan orang yang beribadat.Sesiapa yang melakukan qiamullail dengan membaca seribu ayat akan ditulis daripada kalangan orang yang berlaku adil." ( Riwayat Abu Daud )
4. Kekasih yang perlu sentiasa dibelai
Kekasih yang perlukan belaian bermaksud kita perlu menjaganya dan sentiasa mendampinginya. Dari itu, Rasulullah s.a.w sering memberi amaran dan memerintahkan agar umatnya menjaga al-Quran dan tidak melupakannya.
Daripada Anas bin Malik r.a katanya, Rasulullah Shollallohu 'alayhi wassalam bersabda: "Dibentangkan kepadaku pahala umatku, sehingga pahala hasil perbuatan seseorang yang membuang kotoran daripada masjid. Dibentangkan juga kepadaku dosa-dosa umatku. Aku tidak dapati dosa yang lebih besar daripada satu surah atau satu ayat yang dikurniakan kepada seseorang kemudian dia melupakan". (Riwayat Abu Daud dan at-Tirmizi)
Selain itu, kita membelai kekasih ini dengan sifat kita berlumba-lumba untuk membacanya pagi dan malam malah berasa iri hati dengan "kegilaan" orang lain membaca Kalamullah itu.
Dari Ibnu Umar meriwayatkan bahawa Rasulullah bersabda: "Hasad (iri hati) itu tidak dibenarkan melainkan dua perkara, seseorang yang dirahmati Allah dengan bacaan al-Quran dan terus berada dalam keadaan demikian siang dan malam dan seorang lagi yang dilimpahkan dengan harta yang banyak oleh Allah dan dia membelanjakannya siang dan malam".
Hasad dan iri hati semestinya dilarang oleh Allah. Bagaimanapun ulama mentafsirkan hasad di sini sebagai 'ghitbah' yang dimaksudkan sifat ingin berlumba-lumba. Sifat ini menggambarkan keinginan memperolehi sesuatu sama seperti orang itu dan berlumba-lumba untuk lebih terhadapan dalam beramal.
Semoga kita akan terus konsisten atau beramal secara berterusan untuk menjaga hubungan baik kita bersama al-Quran. Bukankah dia kekasih yang membahagiakan?
CINTA Dalam Al Qur’an
Kata cinta dalam Al Qur’an disebut Hubb (mahabbah) dan Wudda (mawaddah), keduanya memiliki arti yang sama yaitu menyukai, senang, menyayangi. Sebagaimana dalam QS Ali Imron : 14 “Dijadikan indah dalam pandangan manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia dan di sisi Allah lah tempat kembali yang baik (syurga).” Dalam ayat ini Hubb adalah suatu naluri yang dimiliki setiap manusia tanpa kecuali baik manusia beriman maupun manusia durjana. Adapun Wudda dalam QS Maryam : 96 “ Sesungguhnya orang-orang beriman dan beramal sholeh, kelak Allah yang maha pemurah akan menanamkan dalam hati mereka kasih sayang ” jadi Wudda (kasih sayang) diberikan Allah sebagai hadiah atas keimanan, amal sholeh manusia. Dipertegas lagi dalam QS Ar Rum : 21 “ Dan diantara tanda-tanda kekuasaanNya ialah ia menciptakan untukmu dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung merasa tentram kepadanya, dan dijadikanNya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir.” Dalam ayat inipun Allah menggambarkan ‘cenderung dan tentram’ yang dapat diraih dengan pernikahan oleh masing-masing pasangan akan diberi hadiah (ja’ala) kasih sayang dan rahmat. Dalam fil gharibil Qur’an dijelaskan bahwa hubb sebuah cinta yang meluap-luap, bergejolak.
Sedangkan Wudda adalah cinta yang berupa angan-angan dan tidak akan terraih oleh manusia kecuali Allah menghendakinya, hanya Allah yang akan memberi cinta Nya kepada hamba yang dkehendakiNya. Allah yang akan mempersatukan hati mereka. Walaupun kamu belanjakan seluruh kekayaan yang ada di bumi, niscaya kamu tidak akan mendapatkan kebahagiaan cinta jika Allah tidak menghendakiNya. Oleh karena itu terraihnya cinta—wudda pada satu pasangan itu karena kualitas keimanan ruhani pasangan tersebut.
Semakin ia mendekatkan diri kepada sang Maha Pemilik Cinta maka akan semakin besarlah wudda yang Allah berikan pada pasangan tersebut. Cinta inilah yang tidak akan luntur sampai di hari akhir nanti sekalipun maut memisahkannya, cinta yang atas nama Allah, mencintai sesuatu atau seseorang demi dan untuk Allah. Menurut hadis Nabi, orang yang sedang jatuh cinta cenderung selalu mengingat dan menyebut orang yang dicintainya (man ahabba syai'an katsura dzikruhu), kata Nabi, orang juga bisa diperbudak oleh cintanya (man ahabba syai'an fa huwa `abduhu). Kata Nabi juga, ciri dari cinta sejati ada tiga :
- lebih suka berbicara dengan yang dicintai dibanding dengan yang lain,
- lebih suka berkumpul dengan yang dicintai dibanding dengan yang lain, dan
- lebih suka mengikutikemauan yang dicintai dibanding kemauan orang lain/diri sendiri.
Bagi orang yang telah jatuh cinta kepada Alloh SWT, maka ia lebih suka berbicara dengan Alloh Swt, dengan membaca firman Nya, lebih suka bercengkerama dengan Alloh SWT dalam I`tikaf, dan lebih suka mengikuti perintah Alloh SWT daripada perintah yang lain. Dalam Qur'an cinta memiliki 8 pengertian berikut ini penjelasannya:
- Cinta mawaddah adalah jenis cinta mengebu-gebu, membara dan "nggemesi". Orang yang memiliki cinta jenis mawaddah, maunya selalu berdua, enggan berpisah dan selalu ingin memuaskan dahaga cintanya. Ia ingin memonopoli cintanya, dan hampir tak bisa berfikir lain.
- Cinta rahmah adalah jenis cinta yang penuh kasih sayang, lembut,siap berkorban, dan siap melindungi. Orang yang memiliki cinta jenis rahmah ini lebih memperhatikan orang yang dicintainya dibanding terhadap diri sendiri. Baginya yang penting adalah kebahagiaan sang kekasih meski untuk itu ia harus menderita. Ia sangat memaklumi kekurangan kekasihnya dan selalu memaafkan kesalahan kekasihnya. Termasuk dalam cinta rahmah adalah cinta antar orang yang bertalian darah, terutama cinta orang tua terhadap anaknya, dan sebaliknya. Dari itu maka dalam al Qur'an , kerabat disebut al arham, dzawi al arham yakni orang-orang yang memiliki hubungan kasih sayang secara fitri, yang berasal dari garba kasih sayang ibu, disebut rahim (dari kata rahmah). Sejak janin seorang anak sudah diliputi oleh suasana psikologis kasih sayang dalam satu ruang yang disebut rahim. Selanjutnya diantara orang-orang yang memiliki hubungan darah dianjurkan untuk selalu ber silaturrahim, atau silaturrahmi artinya menyambung tali kasih sayang. Suami isteri yang diikat oleh cinta mawaddah dan rahmah sekaligus biasanya saling setia lahir batin-dunia akhirat.
- Cinta mail, adalah jenis cinta yang untuk sementara sangat membara,sehingga menyedot seluruh perhatian hingga hal-hal lain cenderung kurang diperhatikan. Cinta jenis mail ini dalam al Qur'an disebut dalam konteks orang poligami dimana ketika sedang jatuh cinta kepada yang muda (an tamilu kulla al mail), cenderung mengabaikan kepada yang lama.
- Cinta syaghaf. Adalah cinta yang sangat mendalam, alami, orisinil dan memabukkan. Orang yang terserang cinta jenis syaghaf (qad syaghafaha hubba) bisa seperti orang gila, lupa diri dan hampir-hampir tak menyadari apa yang dilakukan. Al Qur'an menggunakan term syaghaf ketika mengkisahkan bagaimana cintanya Zulaikha, istri pembesar Mesir kepada bujangnya, Yusuf.
- Cinta ra'fah, yaitu rasa kasih yang dalam hingga mengalahkan norma-norma kebenaran, misalnya kasihan kepada anak sehingga tidak tega membangunkannya untuk salat, membelanya meskipun salah. Al Qur'an menyebut term ini ketika mengingatkan agar janganlah cinta ra`fah menyebabkan orang tidak menegakkan hukum Allah, dalam hal ini kasus hukuman bagi pezina (Q/24:2).
- Cinta shobwah, yaitu cinta buta, cinta yang mendorong perilaku penyimpang tanpa sanggup mengelak. Al Qur'an menyebut term ni ketika mengkisahkan bagaimana Nabi Yusuf berdoa agar dipisahkan dengan Zulaiha yang setiap hari menggodanya (mohon dimasukkan penjara saja), sebab jika tidak, lama kelamaan Yusuf tergelincir juga dalam perbuatan bodoh, wa illa tashrif `anni kaidahunna ashbu ilaihinna wa akun min al jahilin (Q/12:33)
- Cinta syauq (rindu). Term ini bukan dari al Qur'an tetapi dari hadis yang menafsirkan al Qur'an. Dalam surat al `Ankabut ayat 5 dikatakan bahwa barangsiapa rindu berjumpa Allah pasti waktunya akan tiba. Kalimat kerinduan ini kemudian diungkapkan dalam doa ma'tsur dari hadis riwayat Ahmad; wa as'aluka ladzzata an nadzori ila wajhika wa as syauqa ila liqa'ika, aku mohon dapat merasakan nikmatnya memandang wajah Mu dan nikmatnya kerinduan untuk berjumpa dengan Mu. Menurut Ibn al Qayyim al Jauzi dalam kitab Raudlat al Muhibbin wa Nuzhat al Musytaqin, Syauq (rindu) adalah pengembaraan hati kepada sang kekasih (safar al qalb ila al mahbub), dan kobaran cinta yang apinya berada di dalam hati sang pecinta, hurqat al mahabbah wa iltihab naruha fi qalb al muhibbi
- Cinta kulfah. yakni perasaan cinta yang disertai kesadaran mendidik kepada hal-hal yang positip meski sulit, seperti orang tua yang menyuruh anaknya menyapu, membersihkan kamar sendiri, meski ada pembantu. Jenis cinta ini disebut al Qur'an ketika menyatakan bahwa Allah tidak membebani seseorang kecuali sesuai dengan kemampuannya, la yukallifullah nafsan illa wus`aha (Q/2:286)
WALLOHU MUWWAFFIQ
*•.¸☆ Semoga Bermanfaat ☆¸.•*
Tidak ada komentar:
Posting Komentar