“Sesungguhnya dunia ini adalah perhiasan, tetapi perhiasan yang paling indah adalah wanita yang shalihah.” (sabda Rasulullahshallallahu ‘alaihi wasallam)
Sesungguhnya wanita yang sholihah adalah perhiasan yang paling berharga. Wanita yang mulia, itulah perhiasan yang hakiki.
Rosululloh shollallohu ‘alaihi wasallam juga bersabda, “Di antara sebab kebahagiaan anak-cucu Adam itu ada tiga, dan termasuk kecelakaan bagi anak-cucu Adam itu ada tiga. Dan di antara kebahagiaan itu adalah wanita yang sholihah, rumah yang baik, dan kendaraan yang baik. Dan termasuk kecelakaan atau kerugiaan atau kesengsaraan bagi anak-cucu Adam pun ada tiga, yaitu: wanita yang jelek atau wanita yang jahat, rumah yang tidak baik, dan kendaraan yang tidak baik.”
Rosululloh shollallohu ‘alaihi wasallam pernah bersabda, “Maukah kalian saya tunjukkan sesuatu hal yang bisa dijadikan tabungan yang berharga bagi seorang laki-laki?” Maka Rosulullah mengatakan, “Seorang wanita yang sholihah, apabila sang suami melihat dirinya maka dia akan menyejukkan pandangan suaminya, apabila sang suami memmerintahkannya (meminta tolong kepadanya) maka dia menaatinya, dan apabila sang suami tidak ada di rumah maka wanita tersebut menjaga dirinya dan tidak mengkhianati suaminya.”
Wanita mempunyai tugas urgen dalam keluarga yaitu sebagai seorang istri salah satunya. Menjadi istri solehah tidak mudah, dilihat banyaknya kasus perceraihan dan KDART, diantara factor-faktor yang menyebabkan hal tersebut adalah istri yang tidak memiliki ahlakul karimah dan kurang tahu agama, serta tidak tahu trik-trik untuk melayani suami. Namun seandainya istri itu faham akan syari'at agama dan tahu bagaiman islam mengatur hubungan suami istri dalam ahwalu syahsyiah, pasti dengan cerdas ia mampu melayani dan membahagiakan suami.
Adapun tugas istri sholihah yaitu:
-1 Sebagai teman atau partner hidup suami
Saat suami memiliki masalah maka seorang istri dapat diajak berdiskusi menyelesaikan masalah, serta menenangkanya dengan memberikan solusi atau sekedar mendengar keluh kesah suami, terkadang istri juga harus bisa menjadi tempat sampah, tempat dimana suami ingin menuangkan berbagai problem yang dihadapinya.
-2 Penasihat yang bijak bagi suami.
Sebagi manusia biasa, tentunya suami juga tak luput dari kesalahan. Terkadang ia merasa bersalah dan terkadang tidak sadar akan kesalahan yang telah diperbuat, sehingga kita sebagai seorang istri selalu mengingatkan dan saling mengarahkan pada kebenaran. Begitu juga sebaliknya jika hal itu terjadi pada diri kita sebagai istri.
-3 Motivator suami
Istri adalah pendorong atau motivator disaat suami memiliki suatu keinginan atau tujuan yang ingin dicapainya. Di sini peran istri adalah memberikan dorongan kepada suami sampai mncapai apa yang dia harapkan baik dalam pekerjaan ataupun dalam urusuan ibadah. Misalkan ketika suami kita malas bangun malam karena capek dari kerja seharian, maka tugas kita sebagai istri adalah membangunkan suami kita pelan-pelan, kita ajak dia bribadah bersama-sama sehingga kita bisa menjadi pendorong suami agar tetap istiqomah dalam bribadah kepada Allah. Dan pada prinsipnya semua peran istri diatas dapat dilakukan dengan baik, dan lancar apabila ada keterbukakan satu sama lain antara suami istri dan juga harus saling pengertian.
Sebagai Ibu
Kasih ibu sepanjang jalan, tak kenal lelah dan mengeluh dalam mendidik anak-anak. Perempuan dalam keluarga memiliki peran ganda selain sebagai istri ia juga berperan menjadi ibu. Mari kita bayangkan andaikan dalam sebuah keluarga kita, kehilangan figur ibu, apa yang akan terjadi? Pastinya kita akan kehilangan sosok yang dapat memenuhi kebutuhan kita, baik kebutuhan fisik, psikis, dan spiritual, terlebih kita akan kehilangan seseorang yang mengasihi kita melebihi dari dirinya sendiri.
Disamping itu kita akan kehilangan seseorang yang bisa menjadi penuntun bagi kita di dalam keluarga, yang memberikan teladan baik bagi anak-anaknya, sebab ibu yang cerdas dan mulia akan melahirkan pribadi anak yang berkualitas.
Seorang wanita adalah pemeran utama dalam mencetak orang-orang yang besar atau orang yang hebat. Mengapa? Jika kita berbicara mengenai pendidikan anak, maka yang berpengaruh besar terhadap pendidikan anak adalah seorang ibu walaupun tentunya keikutsertaan bapak tidak diabaikan begitu saja, dalam artian seorang bapak juga bertanggung jawab dalam keberhasilan anak. Hal ini karena disebabkan beberapa faktor, diantaranya;
1. Ibulah yang lebih bisa meluangkan waktu kepada anak, bukan seorang ayah yang sibuk mencari nafkah untuk keluarga di luar rumah, maka dari itu ikatan naluri ibu lebih kuat dibandingkan sang ayah.
2. Ibu adalah madrasah bagi anak-anaknya sebab beliaulah yang mendidik mulai dari kandungan, hal ini terbukti bahwa saat anak masih dalam kandungan, ia telah mampu mendengar dan merasakan apa yang dirasakan oleh sang ibu.
Dari sini telah jelas, bahwa ibu yang menentukan baik tidaknya prilaku dan budipekerti anak-anaknya.
Perempuan dituntut untuk mampu melakoni peranya dengan baik, karena pada dasarnya ia juga merupakan seorang anak dari orang tuanya, maka dari itu wajib baginya untuk taat, dan membalas budi dengan membantu segala kebutuhan keluarga orangtua. Tentu semua ini tidak mudah, di satu sisi ia harus melayani suami, mengasuh anak, dan membantu menyelesaikan pekerjaan ibunya.
Semua indah pada masanya, jika kita bayangkan mungkin pikiran kita tidak sampai, pekerjaan seambrek harus selesai dalam satu waktu. Apalagi ketika anak-anak kita masih kecil, pasti butuh perhatian ekstra, belum lagi menghandle semua pekerjaan rumah, pastinya sangat capek. Walaupun pekerjaan rumah terkesan sepele namun justru sangat melelahkan.
Namun semua itu akan menjadi indah, saat anak-anak telah tumbuh dewasa dan menjadi pemuda berkualitas. Inilah waktu kita memanen, karena bersama kesulitan ada kemudahan sesuai dengan firman Allah saw. : "فإن مع العسر يسرى
Solusi agar mampu menjalaninya yaitu dengan husnudzon (berbaik sangka), bersabar serta sepintar mungkin mengatur waktu sehingga tidak ada tugas yang dikorbankan.
Menilik baet an-nubuah (keluarga nabi), bagaimana kehidupan di balik keluarga Fatimah yang amat sangat sederhana?! Fatimah yang mendapat julukan al-batul, seorang wanita yang mulia di zamanya juga merasakan hal yang sama. Begitu banyanya tugas yang harus dijalaninya setiap hari, ia merasa telah capek dan tidak sanggup mengerjakan seluruh pekerjaan rumah dengan tangannya sendiri, sehingga ia mengadukanya kepada Ali, agar membelikannya budak untuk meringankan bebanya. Ali berkata: "Mintalah kepada ayahmu (Rosulullah SAW.). Kemudian Fatimah memberanikan diri datang kepada Rosulullah saw. akan tetapi apa yang terjadi?! apakah Rosulullah saw. membelikanya budak?!, ternyata tidak melainkan menyuruh Fatimah untuk bertasbih sebanyak 33x, bertahmid 33x dan bertakbir 34x menjelang tidur. Dan dengan istiqomah membaca aurad fatimy ini menjadikan pekerjaan berat menjadi terasa ringan serta menjadikan hati kita tentram.
Terkadang ada beberapa pekerjaan yang over lapping semisal suami kita memerintahkan kita untuk di rumah menjaga anak kita yang lagi sakit, di satu sisi ayah kita juga sakit mengharap kedatangan kita, apa yang harus kita prioritaskan? dan perintah siapa yang harus kita dengar?!. Posisi seperti ini terkadang membingungkan. Karena tanpa ayah dan ibu, kita juga tidak akan ada, maka dari itu kita mencoba membahagiakan mereka. Allah berfirman :
واعبدوا الله ولا تشركوابه شيئا وبالوالدين احسانا
"Sembahlah Allah, dan janganlah kamu mempersekutukan Allah, dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua. (Al-Isra':36)
Begitu pentingnya kedudukan orang tua, namun ketika kita telah menikah maka ketaatan kita berpindah kepada suami dan hak suami lebih didahulukan dari pada orang tua, sehingga apabila kewajiban tersebut bertentangan, maka yang didahulukan adalah kewajiban kita sebagai istri kepada suami, tapi jangan sampai mngabaikan ibu dan ayah. kita harus berusaha untuk bisa melakukan kewajiban- kewajiban kita sebagai anak, sebgai istri, dan sebagai ibu semampu kita, Ada sebuah kisah seorang istri sholihah yang patuh kepada suaminya hingga mnghantarkan orang tuanya masuk surga.
Seorang lelaki (suami) hendak berpergian, sebelum berangkat ia meminta istrinya agar tidak turun dari tempatnya yang berada di bangunan tingkat atas, sedangkan orang tuanya berada di tingkat bawah. Setelah beberapa hari kemudian orangtuanya sakit akhirnya perempuan itu mengutus pembantunya untuk menghadap Rosulullah saw. untuk minta izin turun sebentar menjenguk orangtuanya.
Tapi Rosulullah berkata kepadanya: "taatilah suamimu, jangan kau turun."
Tidak begitu lama, akhirnya orang tuanya meninggal dunia perempuan itu sangat sedih sekali sehingga ia mengirim utusan nya lagi menghadap Rosulullah saw. untuk minta izin, agar dirinya dapat menyaksikan jenazah orang tuanya.
Akan tetapi Rosulullah tetap berkata kepadanya: "taatilah suamimu..."
Maka akhirnya orang tuanya dikuburkan, tanpa kehadiran perempuan tersebut (anaknya). Tidak begitu lama, Rosulullah saw. mengutus seseorang untuk memberi tahu pada perempuan itu bahwa Allah telah mengampuni dosa-dosa orang tuanya disebabakan ketaatan perempuan itu pada suaminya.
Subhanallah…betapa adilnya Allah swt. Di balik ketaatan istri solihah mengantarkan orang tuanya masuk surga. Islam begitu indah mengatur misteri kehidupan serba tidak terduka dan semua ini adalah berkat dari kesabaran dan keikhlasan seorang istri tunduk pada perintah suami sebagai pemimpin rumah tangga. Dan dalam genggaman istri sholihah lah akan menuju family togetherness sakinah mawadah wa rohmah.
Rasulullah bersabda,
الدُّنْيَا مَتَاعٌ وَخَيْرُ مَتَاعِ الدُّنْيَا الْمَرْأَةُ الصَّالِحَةُ
“Dunia adalah kenikmatan, dan sebaik-baik kenikmatan dunia adalah istri shalihah”. (Hadits Shahih dikeluarkan oleh Muslim (1467) dan Ibnu Majah (1855)).
Rasulullah ,
خَيْرُ النِّسَاءِ : مَنْ تَسُرُّكَ إِذَا أَبْصَرْتَ, وَتُطِيعُكَ إِذَا أَمَرْتَ وَتحَفَظُ غيبتكَ فِي نَفْسِهَا وَمَالِكَ
“Sebaik-baik wanita adalah yang membahagiakanmu tatkala kamu memandangnya dan mentaatimu tatkala kamu memerintahkannya serta menjaga harga dirinya dan hartamu tatkala kamu tidak ada”.
Bila kita renungkan tiga sifat yang ada dalam hadits tadi maka kita akan dapati bahwa itu semua sifat terbaik yang diidamkan oleh tiap orang lelaki.
Inilah sifat pertama kali yang disebutkan oleh Rasulullah agar tiap-tiap perempuan yang beriman dan bertaqwa bisa menggapai kebahagiaan rumah tangga.
Inilah sifat yang dapat mengantarkan seorang perempuan muslimah ke dalam kehangatan cinta suaminya dan kebahagiaannya.
Sesungguhnya kesempurnaan fisik adalah sesuatu yang sangat diidam-idamkan oleh semua manusia yang berakal, baik lelaki maupun perempuan. Islam pun datang untuk mewujudkan bagi manusia kesempurnaan akhlak, akidah, akal, dan fisik.
Hendaknya seorang muslimah menggali apa saja yang bisa menyempurnakan penampilannya, memperindah keadaannya di depan suami dan melakukan hal itu dengan yang halal seperti memakai inai pada kuku atau memakai celak untuk mata ataupun memakai emas serta yang lainnya.
Istri yang shalihah adalah istri yang mampu menghadirkan kebahagiaan di depan mata suaminya walau hanya dengan sekadar pandangan mata kepadanya.
Seorang lelaki bergelut dengan kejamnya kehidupan, badannya merasa letih dan kadang jiwanya pun tertekan dengan banyaknya beban pekerjaan. Dia menunggu untuk pulang –padahal menunggu lebih panas dari pada bara- ke rumahnya untuk menghirup nafas segar kembali dan istirahat, bila dia masuk rumah dengan sangat letih lalu menjumpai istrinya dalam keadaan tidak sedap dipandang maka berarti istri telah gagal pada awal tahapan hubungan suami-istri.
Di sini ada suatu pertanyaan, kenapa itu suatu kegagalan ?.
Yang terjadi di sini, bahwa sang suami akan sangat tertekan dan dia akan mencari-cari sebab untuk memarahi istrinya, baik dengan perkataan maupun perbuatan.
Namun tatkala sang suami pulang ke rumahnya mendapati sesuatu yang menyenangkannya dan membahagiakannya serta menyegarkan dadanya, maka dia dengan segera lupa tekanan jiwanya dan keletihan badannya.
Faktor yang paling kuat untuk mendorong cintanya seorang lelaki kepada istrinya adalah bahagia dan senangnya tatkala memandang kepadanya. Memandang kekasih dalam keadaan yang sangat indah dan menawan adalah faktor yang paling kuat untuk mengokohkan cinta dalam hati.
Karena itulah, seorang muslimah hendaknya sangat hati-hati agar jangan sampai pandangan suaminya tertuju kepada sesuatu yang tidak disukainya, baik bau yang tidak sedap maupun pandangan yang tidak enak atau yang lainnya, merujuk kepada riwayat Salafus Shalih dalam hal ini, Ibnu Abbas berkata,
“Sesungguhnya saya berhias untuk istriku sebagaimana dia juga berhias untukku, saya suka untuk menunaikan kewajibanku yang harus kuberikan kepadanya dengan baik dan hal ini secara otomatis menuntut dia untuk menunaikan kewajibannya kepadaku, karena Allah telah berfirman,
وَلَهُنَّ مِثْلُ الَّذِي عَلَيْهِنَّ بِالْمَعْرُوفِ
“Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma’ruf”. (Qs. Al Baqarah (2: 228).
Berdandan dengan sesuatu yang tidak mengandung dosa.
Lihatlah bajumu sebelum datangnya suamimu, tanyakanlah kepada dirimu sendiri dengan pertanyaan berikut ini :
Apakah suamiku akan bahagia ketika melihatku dalam keadaan seperti ini??!!.
Sudah pasti tiap perempuan mengerti jawabannya.
Sesungguhnya seorang lelaki diciptakan dengan fitrahnya untuk mencintai sesuatu yang indah, kecuali orang yang merubah fitrahnya dan selalu menuruti hawa nafsunya.
Ketika seorang lelaki masuk ke dalam rumahnya dan mendapati istrinya dalam keadaan yang sangat menawan maka akan bertambahlah kecintaannya kepada istrinya dan kecenderungannya kepada dia serta memahami capainya istri karenanya.
Sebagian perempuan ada yang beralasan (tidak sempat berdandan) dengan pekerjaan mereka di rumah, baik memasak atau mencuci maupun yang lainnya.
Katakan kepada mereka, “Hendaknya kalian menyelesaikan pekerjaan itu sebelum datangnya suami walaupun yang demikian membutuhkan kesungguhan dan rasa capai, karena hasilnya lebih besar dari pada capai tadi dan sungguh tak ada padanannya.
Kemudian seorang lelaki bila tidak mendapati di rumahnya sesuatu yang menyenangkannya maka dia akan segera disergap prasangka dan bisikan dari setan, lalu akan terbersit dalam matanya perempuan lain di jalan yang bisa menyenangkannya dan dalam matanya dia akan membenci istrinya.
Upayakanlah senyumanmu senantiasa menghiasi bibirmu tiap kali suamimu memandang kepadamu.
Sesungguhnya senyuman itu tidak lebih lama dari kedipan mata namun hal itu akan selalu menjadi kenangan yang terus menghunjam dalam memori seorang lelaki.
Juga senyuman itu akan menyebarkan kebahagiaan dalam rumah tangga, itu adalah suatu keindahan tiada tara yang dilihat oleh seorang suami setelah seharian ia dalam penat dan letihnya kerja.
Sesungguhnya mimik wajah yang mengembang di hadapan sang suami pada hakikatnya lebih penting dari pada pakaian yang kamu kenakan dan perhiasan yang kamu pakai.
Sesungguhnya cerianya senyuman dan kebahagiaan yang dilihat oleh seorang lelaki pada wajah istrinya saat ia memandangnya itu lebih dalam pengaruhnya dari pada lembutnya suara lisan. Seseorang lelaki lebih cepat menangkap apa yang diungkapkan oleh istrinya dengan senyuman tulus yang tidak dinodai dengan permintaan apapun.
Sungguh saya merasa bahagia dengan kedatanganmu
Kau berikan kebahagiaan kepadaku dengan memandangmu.
Bahkan suatu perkara yang mesti diperhatikan bahwa senyuman itu akan banyak mendatangkan manfaat, karena hal itu merupakan shadaqah yang kamu letakkan pada lembaran hidupmu.
Dengarkanlah sabda Rasulullah ini, beliau bersabda,
تَبَسُّمُكَ فِي وَجْهِ أَخِيكَ لَكَ صَدَقَةٌ
“Senyummu terhadap saudaramu adalah shadaqah”. (Hadits Shahih. Diriwayatkan oleh Tirmidzi (2022), Bukhari (128) dalam kitab Adabul Mufrad dari hadits Abi Dzar, dan pada bab ini juga ada hadits yang diriwayatkan dari Ibnu Mas’ud, Jabir, Hudzaifah dan Aisyah)
Bahkan orang-orang bijak telah mengarahkan bagaimana caranya menjadi orang yang dicintai oleh manusia, yaitu dengan senyuman yang tulus dan jujur.
Hubaib bin Abi Tsabit -semoga Allah Merahmatinya- berkata :
“Di antara akhlak seseorang yang baik adalah tatkala berbicara dengan orang lain, dia tersenyum”.
Wahai saudariku muslimah, jadikanlah kecerian senantiasa memenuhi sisi kehidupanmu, kebahagiaan menyenangkan suamimu, kesuka-citaan selalu menghiasai rumahmu dan ketahuilah pula bahwa manusia yang paling berhak mendapatkan ini semua adalah suamimu.
Istri Shalihah Senantiasa Taat Kepada Suaminya
Pada setiap jiwa seorang suami yang paling dalam ada suatu keinginan yang sangat kuat untuk mewujudkan kebahagiaan yang meliputi rumahnya dan ketentraman menyelimuti seluruh anggota keluarga.
Namun ada sebagian perkara yang dapat mencabik-cabik kebahagiaan tersebut, menghilangkan serta melenyapkan suka cita tersebut dan menggantikannya dengan kesedihan. Sebagian perkara itu adalah apabila seorang istri berinteraksi dengan suaminya seolah-olah dia adalah tandingan bagi suaminya dan ia hanya memandang pendapatnya sendiri saja dan ia tidak memenuhi panggilan atau perintah kecuali yang sesuai dengan seleranya saja!!.
Ia terus-terusan menuntut suaminya untuk memenuhi seleranya dan jika tidak dipenuhi maka ia akan ngambek!!, ia juga menghendaki secara umum agar sang suami tidak melupakan kebiasaan-kebiasaannya dan keadaannya yang tidak boleh disepelekan atau dilalaikan.
Seorang istri yang berpikiran seperti ini sama saja menghancurkan rumahnya, ia berarti mengantarkan bangunannya menuju kepada kehancuran, rasa cinta menjadi rasa benci dan permusuhan, ketenangan dan ketentraman menjadi kerusuhan dan keributan.
Anak-anaknya akan tercerai-berai. Seorang istri shalihah adalah seorang yang sangat paham setiap celah masuknya peselisihan ke dalam rumah tangganya lalu segera menutupnya, ia paham tentang hal-hal yang dapat menyebabkan kemarahan suaminya lantas segera menghilangkannya. Perkara yang paling banyak merubah suatu kenikmatan menjadi bencana adalah emosi seorang perempuan, bertingkah seolah-olah dirinya adalah tandingan bagi suaminya.
Pernikahan mempunyai hikmah yang sangat luhur dan tujuan yang sangat mulia, hal itu adalah merupakan ibadah yang digunakan untuk mendekatkan diri kepada Allah oleh tiap muslim dan muslimah.
Sesungguhnya pernikahan adalah suatu kenikmatan bagi seorang lelaki begitu juga bagi seorang perempuan dari segenap kenikmatan Allah yang banyak sekali. Dasarnya pernikahan dalam islam adalah kebebasan cinta dan kasih-sayang serta saling mengutamakan di antara dua orang.
Allah berfirman,
وَمِنْ ءَايَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً وَرَحْمَةً إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir”. (Qs. Ar-Ruum (30: 21).
Agar cinta tadi itu menjadi langgeng dan kehidupan keluarga antara suami-istri tetap lestari, Allah telah menjadikan masing-masing keduanya mempunyai hak terhadap yang lain, Allah Azza Wa Jalla berfirman,
وَلَهُنَّ مِثْلُ الَّذِي عَلَيْهِنَّ بِالْمَعْرُوفِ وَلِلرِّ0. 2 3 336kجَالِ عَلَيْهِنَّ دَرَجَةٌ وَاللَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ
“Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma`ruf. Akan tetapi para suami mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada isterinya”. (Qs. Al Baqarah (2): (228).
Engkau mempunyai banyak hak yang harus ditunaikan oleh suamimu kepadamu bahkan termasuk bermaksiat di sisi Allah bila ia tidak menunaikan hak-hak tersebut.
Sekarang kita melihat salah satu hak istri, di antara haknya yang paling agung adalah seorang istri tidak tidak dapat masuk surga kecuali bersama suaminya dan tidak akan bisa bahagia di dunia dan akhirat kecuali dengannya.
Hak ini akan bisa diraih dengan ketaatan seorang istri terhadap suaminya, dan tidak pernah didengar darinya kecuali perkataan yang baik dan tidak pernah dilihatnya melainkan selalu menyelaraskan dengan selera dan kebutuhan suaminya.
Diriwayatkan dari Anas Radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah telah berasabda :
لَا يَصْلُحُ لِبَشَرٍ أَنْ يَسْجُدَ لِبَشَرٍ وَلَوْ صَلَحَ لِبَشَرٍ أَنْ يَسْجُدَ لِبَشَرٍ لَأَمَرْتُ الْمَرْأَةَ أَنْ تَسْجُدَ لِزَوْجِهَا مِنْ عِظَمِ حَقِّهِ عَلَيْهَا
“Seseorang tidak boleh sujud kepada sesama manusia, andaikata diperbolehkan kepada manusia untuk sujud kepada sesama manusia maka pasti saya perintahkan kepada seorang perempuan untuk sujud kepada suaminya karena hak suami terhadap istri yang sangat agung”.2
Sabda beliau : “Maka pasti saya akan memerintahkan kepada seorang perempuan untuk sujud kepada suaminya” yakni karena banyaknya kebaikan dan jasa suami sedangkan sang istri tidak mampu mensyukurinya (berterima kasih kepadanya).
Hadits ini menunjukkan sangat agungnya ketaatan seorang istri kepada suaminya, padahal sujud itu tidak boleh ditujukan kecuali kepada Allah saja.3
Bahkan Rasulullah menjadikan salah satu sebab masuknya seorang perempuan ke dalam surga adalah ketaatannya kepada suaminya.
Diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, ia berkata : Rasulullah bersabda :
إِذَا صَلَّتْ الْمَرْأَةُ خَمْسَهَا وَصَامَتْ شَهْرَهَا وَحَفِظَتْ فَرْجَهَا وَأَطَاعَتْ زَوْجَهَا قِيلَ لَهَا ادْخُلِي الْجَنَّةَ مِنْ أَيِّ أَبْوَابِ الْجَنَّةِ شِئْتِ
“Apabila seorang perempuan telah mengerjakan shalat lima waktu, berpuasa bulan Ramadhan, menjaga kehormatannya dan menaati suaminya maka ia akan masuk surga melalui pintu yang dia kehendaki”.4
Taat kepada suami termasuk akhlak mulia, yang merupakan penyangga utama kehidupan seorang istri yang shalihah, itulah yang menjadi dasar kebahagiaan di dunia dan akhirat.
Manakala seorang istri muslimah taat kepada suaminya dan menjauhi hal-hal yang menyakitkannya serta bekerja untuk meraih keridhaannya, maka Allah pun akan ridha kepadanya di dunia dan akhirat.
Ukuran suksesnya kehidupan muslimah dalam berumah-tangga adalah sejauh mana ketaatannya terhadap suami dan sejauh mana suami merasakan dia telah menunaikan haknya yang sangat besar kadarnya serta dengan kadar cintanya dia kepadanya.
Rasulullah telah mengajarkan kepada wanita muslimah bahwa jalan yang mengantarkan ke surga setelah taat kepada Allah dan Rasulullah adalah taat kepada suami.
Mari kita perhatikan hadits Nabi yang mulia ini :
عَنِ الْحُصَيْنِ بْنِ مِحْصَنٍ أَنَّ عَمَّةً لَهُ أَتَتْ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي حَاجَةٍ لها فلما فَفَرَغَتْ مِنْ حَاجَتِهَا, فَقَالَ لَهَا النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : أَذَاتُ زَوْجٍ أَنْتِ ؟ قَالَتْ : نَعَمْ قَالَ : كَيْفَ أَنْتِ لَهُ ؟ قَالَتْ : مَا آلُوهُ إِلَّا مَا عَجَزْتُ عَنْهُ. قَالَ : فَانْظُرِي أَيْنَ أَنْتِ مِنْهُ فَإِنَّمَا هُوَ جَنَّتُكِ وَنَارُكِ.
Diriwayatkan dari Al Hushain bin Mihshan bahwa bibinya pernah datang kepada Nabi untuk suatu keperluannya. Setelah selesai dari keperluannya Nabi bersabda kepadanya, “Apakah kamu sudah bersuami?”. Ia menjawab, “Ya”. Beliau bertanya lagi, “Bagaimana sikap kamu terhadap dia”. Ia menjawab, “Saya senantiasa berusaha dengan keras untuk melayaninya kecuali yang saya tidak mampu”. Beliau bersabda selanjutnya, “Maka lihatlah, bagiamana sikapmu kepadanya, Sesungguhnya dia adalah surgamu dan sekaligus juga nerakamu”.5
Begitulah, renungkanlah dengan baik sabda Beliau yang mulia, “Dia adalah surgamu dan sekaligus juga nerakamu”. Dengan ketaatmu kepadanya itulah surgamu, Beliau hendak menyatakan bahwa hal itu sebab yang mengantarkan ke dalam surga seperti sebab-sebab lain yang mesti ditempuh oleh manusia lalu hal ini mengantarkan kepada keridhaan Allah dan surga-Nya.
Renungkan juga perkataan, “Saya senantiasa berusaha dengan keras untuk melayaninya”. Yakni, saya tidak mempunyai kekurangan dalam taat dan melayaninya.
Inilah keadaan seorang istri shalihah yang menghendaki Allah, Rasulullah dan kampung akhirat.
Sepantasnya seorang muslimah memperhatikan bahwa upayanya yang sangat sungguh-sungguh dalam upaya membuat ridha suami serta menyusupkan kebahagiaan ke dalam relung hatinya yang paling dalam merupakan suatu hal yang sangat diharapkan oleh tiap lelaki sebagai rekan hidupnya.
Ya, memang banyak perkara yang menyebabkan terjadinya percekcokan dan perselisihan di antara suami-istri, di sini kamu harus memahami perselisihan tersebut dan memikirkan jalan yang paling singkat untuk mengakhiri dan menyelesaikan hal tadi, lalu tempuhlah jalan itu.
Kadang kebenaran ada pada pendapat yang dikemukakan sang istri dan sebaliknya suami (dalam keadaan bersalah), tetapi dalam keadaan seperti itu sang istri dan bukan yang lainnya harus merasa bahwa suami mungkin tidak sependapat dengannya karena ia tidak melihat hikmah pada perkara tersebut atau karena sang istri terburu-buru dalam mengemukakan keputusan pada suatu masalah. Begitulah…
Di sini sangat menonjol peranan sang istri.
Seharusnya dalam kondisi seperti ini dan yang semisalnya sang istri menenangkan kemarahan dan ketertekanannya serta berusaha meringankan masalahnya, setelah berlalu beberapa saat dan jiwanya sudah tenang serta kondisinya sudah normal maka jelaskanlah pendapatnya kepada suami bahwa dia tidak menginginkan kecuali kebaikan semuanya. Sesungguhnya dia adalah rekan istri dalam kehidupan, tidak lebih dari itu.
Ada suatu kisah dari negeri Arab sebelum masa Islam (pada masa jahiliyah) yang memperjelas tentang pengaruh ishlah yang dilakukan setelah mapannya hati, tenangnya jiwa dan nyamannya keadaan.
Diceritakan bahwa salah seorang pemimpin Arab yang dijuluki Abu Hamzah menikah dengan seorang perempuan dan ia berharap istrinya melahirkan anak lelaki, namun ia melahirkan seorang anak perempuan. Sebagaimana diketahui bahwa sebagian orang Arab pada masa jahiliyah benci kepada anak perempuan dan menyukai anak lelaki, sampai-sampai ada seorang lelaki yang berbangga bahwa dia menguburkan anak perempuan dalam keadaan hidup-hidup. Dan dikatakan kepada orang yang diberi rizki anak perempuan, “Kamu mendapatkan malu dari Allah, kamu merasa puas dengan anak perempuan dan berbesanan dengan kuburan”.
Setelah Abu Hamzah melihat anaknya yang dilahirkan perempuan, ia segera meninggalkan rumah istrinya karena sangat benci dengan kelahiran anak perempuan, dan tinggal di rumah yang lain. Setelah berlalu satu tahun, ia (istrinya) bercanda dengan anaknya dengan larikan syair berikut ini :
Kenapa Abi Hamzah tidak datang kepada kami
Untuk melindungi rumah tempat berteduh kami
Dia marah, karena kami tidak melahirkan lelaki
Padahal kami tidaklah punya peran dalam hal ini
Kami hanya menerima apa yang diberi
Kami laksana tanah yang ditanami
Kami hanya menumbuhkan yang mereka tanami
Setelah Abu Hamzah mendengar dendang kepiluan ini, luluhlah hatinya oleh rasa sayang orang tua dan ia pun terkenang dengan kehidupan rumah-tangganya maka ia segera masuk rumah lalu mencium kening istri dan anaknya.
Begitulah, untaian kalimat yang sederhana dapat mengembalikan rasa cinta, kasih-sayang, kebahagiaan dan suka-cita ke dalam rumah tangga suami-istri ini.
Seorang istri pun mampu pada setiap kesempatan untuk keluar dari perselisihan yang telah menancap di rumah tangga, kalau istri mampu berbuat demikian maka kecintaan suami akan semakin bertambah karena ia mampu menghadirkan kembali senyumannya menghiasai bibirnya dan ketentraman dalam hatinya.
Benar, sang istri berhak meminta agar sang suami mau memenuhi keinginannya, bila ia juga memenuhi keinginan suami dengan mendengar perkataannya dan menjalankan titahnya.
Sang istri banyak berpikir bagaimana caranya suamimu membahagiakan dan memenuhi keperluan hidupnya dengan kebahagiaan dan kesenangan, tetapi bagaimana ia bisa sampai ke puncak tersebut, sedangkan ia sendiri tidak merebut hati suami dengan baik dan tidak membuatnya tertarik!!!.
Sesungguhnya istri shalihah adalah yang bisa membuat si suami merasa penting di mata istrinya dan bahwa istrinya sangat membutuhkannya seperti ia membutuhkan air dan makanan.
Istri shalihah mengerti hak suaminya tanpa perlu diingatkan dan dijelaskan tentang hak tersebut.
Istri shalihah dapat memahami bahwa seorang suami kadang terjatuh ke dalam suatu kesalahan karena ia tidak ma’shum (terbebas dari kesalahan), namun dengan kecerdasannya dan keluasan cara berpikirnya ia mengetahui bagaimana caranya menjaga suaminya dan bagaimana cara mencarikan solusi dari problem yang menimpa rumah tangganya.
Istri shalihah memilih waktu yang tepat dan cara yang sesuai untuk memperbaiki kesalahan yang terjadi pada diri suaminya.
Istri shalihah sangat penyabar dan berlapang dada untuk melupakan sisi negatif yang ada pada suami selagi hal itu tidak mengantarkan kepada rasa takut dan gundah.
Istri shalihah mengetahui bahwa suaminya tidak menikahi dirinya melainkan karena didasari rasa cinta kepadanya, karena itulah ia selalu menahan diri bila terjadi perbedaan pendapat di antara keduanya dengan tanpa melupakan bahwa dia menikahinya karena didasari oleh perasaan butuhnya dia kepada dirinya.
Istri shalihah berusaha dengan sungguh-sungguh untuk memenuhi semua hal yang disukai oleh suaminya walaupun dia tidak menyukainya, karena rasa cintanya untuk menampakkan kecintaannya.
Istri shalihah setiap kali usai terjadi perselisihan atau percekcokan senantiasa intropeksi dan bertanya pada dirinya,
Apa yang menyebabkan suaminya mengatakan suatu perkataan atau melakukan suatu perbuatan?, dan apa yang diperbuat oleh seorang perempuan hingga perkaranya menjadi seperti apa yang telah terjadi?.
Semestinya ia mencari aibnya sendiri dan membongkar kesalahannya sebelum orang lain menunjukkan kepadanya. Setelah melakukan sikap yang seperti ini, ia bertanya kepada dirinya sendiri untuk yang kedua kalinya dengan mengatakan,
Bukankah yang lebih utama adalah diam?
Bukankah yang lebih utama sekarang adalah tidak membongkar aib suami?!.
Bukankah yang lebih pantas untuk bicara terhadap suami dengan cara seperti ini?!
Begitulah seorang Istri shalihah bergaul dengan suaminya, seolah-olah ia senantiasa membutuhkannya pada setiap keadaan.
Saya bawakan suatu kisah dan saya akan persilahkan para pembaca untuk berpikir tentang kisah tersebut.
Abdullah bin Al ‘Ajlan mencerai istrinya pada saat setan telah menguasai hatinya dan kemarahan telah menyesaki akalnya. Setelah istrinya pergi meninggalkannya dengan membisu dan tenang, tidak terjerumus ke dalam percekcokan dan perselisihan maka ia menyadari kekeliruannnya padahal ia mencintainya lantas ia menyesali perbuatannya. Ia pun bersedih hati lalu mengalunkan larikan syair yang kita cukup petik sebagiannya saja :
Saya pisah dengan Hindun yang taat
Saya menyesali perpisahannya walau sesaat
Mata mencucurkan airnya
Laksana air susu melimpah dari sumbernya
Betapa banyak suami yang menjatuhkan talak (cerai)nya dalam suatu pergolakan yang membingungkan atau merupakan suatu upaya yang berlatar belakang hawa nafsu, lalu ia membatalkan cerainya dan menggagalkan janjinya dan hal itu bukan suatu aib dalam Islam bahkan tidak mempengaruhi muru’ah (harga diri) seseorang.
Namun hendaknya seorang perempuan bertindak pada setiap permasalahan yang terjadi pada rumah tangganya dengan bijak dan hikmah sehingga rumah tangga menjadi makmur dan harmonis, bukan malah menjadi berantakan.
Itulah jalan yang benar telah jelas terpampang di hadapan para wanita yang mengharap menjadi istri shalihah
Sumber:
Majalah As-Salam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar