إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهْ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْهُ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. يَا أَيُّهَا النَّاسُ أُوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ. قَالَ تَعَالَى: يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ. قَالَ تَعَالَى: يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوْا رَبَّكُمُ الَّذِيْ خَلَقَكُمْ مِّنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيْرًا وَنِسَآءً وَاتَّقُوا اللهَ الَّذِيْ تَسَآءَلُوْنَ بِهِ وَاْلأَرْحَامَ إِنَّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا. يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ وَقُوْلُوْا قَوْلاً سَدِيْدًا. يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيْمًا.أَمَّا بَعْدُ؛ فَإِنَّ أَصْدَقَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللهَ، وَخَيْرَ الْهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَشَّرَ الأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ وَكُلَّ ضَلاَلَةٍ فِي النَّارِ. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ.a
Saudaraku
umat islam marilah kita bersyukur kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala yang
telah berkenan memberikan berbagai keni’matan bahkan hidayah kepada
kita. Shalawat dan salam semoga Allah tetapkan untuk Nabi Muhammad
shallallahu ‘alaihi wa sallam, keluarganya, para sahabatnya, dan para
pengikutnya yang setia dengan baik sampai akhir zaman.Mari kita
senantiasa bertaqwa kepada Allah dengan sebenar-benar taqwa, menjalani
perintah-perintah Allah sekuat kemampuan kita, dan menjauhi
larangan-laranganNya.
Merampas tanah adalah sebuah
perbuatan zhalim yang banyak terjadi di masyarakat, termasuk juga
dilakukan oleh banyak petani. Perbuatan ini banyak dianggap sebagai
perkara yang sepele pada masa sekarang. Mereka para pelaku perbuatan ini
menganggap remeh perkara ini bahkan menganggap hal yang biasa terjadi
di masyarakat.
Padahal merampas tanah
termasuk suatu perbuatan yang tergolong dosa besar dan pelakunya diancam
di akherat dengan adzab yang keras dan pedih akherat.Mengenai masalah
mengambil tanah orang lain tanpa izin pemiliknya ada beberapa hadits
yang akan disebutkan diantaranya;
1.Hadits yang diriwayatkan dari ‘Aisyah rodhiyallohu ‘anha bahwasanya telah bersabda Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam
:مَنْ ظَلَمَ قِيْدَ شِبْرٍ مِنَ الأَرْضِ طُوِّقَهُ مِنْ سَبْعِ أَرَضِيْنَ
“Barang
siapa yang berbuat zhalim (dengan mengambil) sejengkal tanah maka dia
akan dikalungi (dengan tanah) dari tujuh lapis bumi.” [1]
2.Hadits yang diriwayatkan dari Sa’id bin Zaid rodhiyallohu ‘anhu bahwasanya Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam berasabda
:مَنْ ظَلَمَ مِنَ الأَرْضِ شَيْئًا طُوِّقَهُ مِنْ سَبْعِ أَرَضِيْنَ
“Barang siapa yang mengambil sejengkal tanah secara zhalim maka dia akan dikalungit (dengan tanah) dari tujuh lapis bumi.”[2]
3.Hadits
yang diriwayatkan dari Abdullah bin Umar rodhiyallohu ‘anhuma, dia
berkata bersabda Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam
:مَنْ أَخَذَ مِنَ الأَرْضِ شَيْئًا بِغَيْرِ حَقِّهِ خُسِفَ لَهُ بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِلَى سَبْعِ أَرَضِيْنَ
“Barang
siapa yang mengambil tanah (meskipun) sedikit tanpa haknya maka dia
akan ditenggelamkan dengan tanahnya pada hari kiamat sampai ke dasar
tujuh lapis bumi.”[3]
4.Hadits yang
diriwayatkan dari Ya’la bin Murrah rodhiyallohu ‘anhu, dia berkata telah
bersabda Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam
أَيُّمَا
رَجُلٍ ظَلَمَ شِبْرًا مِنَ الأَرْضِ كَلَّهُ اللهُ عَزَّ وَ جَلَّ أَنْ
يَحْفِرَهُ حَتَّى يَبْلُغَ آخِرَ سَبْعِ أَرَضِيْنَ, ثُمَّ يُطَوِّقَهُ
إَلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ حَتَّى يَقْضَى بَيْنَ النَّاسِ
“Siapa
saja orang yang menzhalimi (dengan) mengambil sejengkal tanah (orang
lain), niscaya Alloh akan membebaninya hingga hari kiamat dari tujuh
lapis bumi, lalu Alloh akan mengalungkannya (di lehernya) pada hari
kiamat sampai seluruh manusia diadili.”[4]
5.Hadits
yang diriwayatkan dari Ibnu Tsabit rodhiyallohu ‘anhu, ia berkata; aku
mendengar Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda
مَنْ أَخَذَ اَرْضًا بِغَيْرِ حَقِّهَا كُلِّفَ أَنْ يَحْمِلَ تُرَابَهَا إِلَى الْمَحْشَرِ
“Barangsiapa
yang mengambil tanah tanpa ada haknya, maka dia akan dibebani dengan
membawa tanahnya (yang dia rampas) sampai ke padang mahsyar”[5]
Itulah
beberapa hadits yang menerangkan tentang masalah merampas atau
mengambil tanah yang dapat di ambil banyak pelajaran,
diantarnya:Kerasnya siksa bagi pelakunya
Berkata
Syaikh Salim Al-Hilali menerangkan bentuk adzabnya: “Maksud dari
dikalungi dari tujuh lapis bumi adalah Alloh membebaninya dengan apa
yang dia ambil (secara zhalim) dari tanah tersebut, pada hari kiamat
sampai ke padang mahsyar dan menjadikannya sebagaimana membebani di
lehernya atau dia disiksa dengan menenggelamkan ke tujuh lapis bumi, dan
mengambil seluruh tanah tersebut dan dikalungkan di lehernya.”[6]
Semantara
Syaikh Abdullah Al-Bassam menjelaskan: “Oleh karena itu Nabi
shollallohu ‘alaihi wa sallam mengabarkan bahwasanya barangsiapa yang
mengambil tanah orang tanpa izinnya (merampasnya) baik sedikit ataupun
banyak maka dia datang pada hari kiamat dengan adzab yang berat, dimana
lehernya menjadi keras dan panjang kemudian dikalungkan tanah yang
dirampasnya dan apa yang berada di bawahnya sampai tujuh lapis bumi
sebagai balasan baginya yang telah merampas tanah.”[7]
Demikian
juga Syaikh Utsaimin menjelaskan bagaimana adzab bagi orang yang
merampas tanah orang lain dengan mengatakan: “Manusia jika merampas
sejengkal tanah maka dia akan dikalungi dengan tujuh lapis bumi pada
hari kiamat, maksudnya menjadikan baginya kalung pada lehernya, kita
berlindung kepada Alloh, dia membawanya di hadapan seluruh manusia, di
hadapan seluruh makhluk, dia dihinakan pada hari kiamat.”[8]
Sebuah
Kezhaliman dan Dosa Besar Merampas tanah merupakan kezhaliman, termasuk
dosa besar dan kita harus menghindarinya baik sedikit ataupun
banyaknya, sempit maupun luasnya karena tetap saja itu haram dan
merupakan dosa besar.
Berkata Syaikh Al
Utsaimin rohimallohu, “Hadits ini memberikan contoh jenis dari
macam-macam perbuatan zhalim yaitu kezhaliman dalam masalah tanah, dan
masalah merampas tanah termasuk dosa besar.Dan sabdanya (sejengkal
tanah) bukanlah ini bentuk penentuan kadar tetapi bentuk mubalaghah
(kiasan) yaitu berarti jika merampas kurang dari sejengkal tanah juga
tetap dikalungkan. Orang arab menyebutkannya sebagai bentuk mubalaghah
yaitu walaupun sekecil apa pun maka akan dikalungkan kepadanya pada hari
kiamat.”[9]
Syaikh Saliem mengaskan:
“Kandungan dari hadits (di atas) adalah janganlah meremehkan kezhaliman
meski sekecil apapun (walaupun Cuma merampas sejengkal tanah), dan
merampas tanah termasuk dosa besar.”[10]
Pemilik
bagian atas dan bawahnyaDari hadits-hadits di atas juga dapat diambil
pelajaran bahwa orang yang memiliki tanah maka dia memiliki juga bagian
bawah sampai tujuh lapis bumi dan juga bagian atas berupa ruang
udara.Syaikh Utsaimin rohimallohu menjelaskan: “Di dalam Hadits ini
(hadits ‘Aisyah) menunjukkan dalil bahwa orang memiliki tanah maka dia
memiliki juga (tanah) bagian bawahnya sampai tujuh lapis bumi, tidaklah
boleh seseorang melubangi kecuali dengan izinnya. Misalkan kamu
ditakdirkan mempunyai tanah seluas tiga meter persegi dan sekeliling
(tanahmu) adalah tanah milik tetanggamu, kemudian tetanggamu bermaksud
untuk membuat lubang/terowongan diantara tanahnya, dan melewati bagian
bawah tanahmu maka tidaklah dia dibenarkan dalam hal ini karena kamu
memiliki tanah dan apa saja yang berada di bawah tanah tersebut sampai
tujuh lapis bumi.
Sebagaimana juga ruang
udara (di atas tanahmu) adalah milikmu sampai ke langit. Maka seseorang
tidak bisa untuk membangun atap kecuali dengan izinmu. Oleh karena itu
berkata ulama, ‘Udara itu mengikuti apa yang tetap (tanah), dan tanah
itu sampai tujuh lapis bumi.
Jadi
seseorang (yang memiliki tanah) mempunyai bagian atas bagian bawah (dari
tanahnya), tidak boleh seseorang (merampasnya).Berkata Syaikh ‘Utsaimun
menyebutkan bahwa para ulama berkata, ‘Seandainya tetanggamu memiliki
pohon, kemudian dahannya memanjang ke tanahmu dan ranting-rantingnya
menjadi menutupi tanahmu, maka sesungguhnya tetanggamu harus
membenggokkan (dahan tersebut) dari tanahmu, jika tidak memungkinkan
untuk dibengkokkan maka (dahan tersebut) harus dipotong, kecuali kamu
mengizinkan keberadaannya, karena ruang udara (di atas tanahmu) adalah
milikmu, mengikuti (kepemilikkan) apa yang tetap (tanah).”[11]
Berkata
Syaikh Saliem: “Barangsiapa memiliki tanah, maka berarti dia
memilikinya dari bawah sampai atas. Dan dia berhak melarang orang
menggali bagian yang berada di bawah tanahnya, baik berupa lubang
ataupun sumur tanpa meminta izin dan persetujuan darinya. Dan dia juga
merupakan pemilik tambang dan barang-barang berharga berharga
dibawahnya. Dia boleh memperdalam lubang di bawah tanahnya sekehendak
hatinya selama tidak membahayakan orang lain yang bertetangga
dengannya.”[12]
Kemudian Syaikh Abdullah
Al-Bassam melanjutkan penjelasannya: “Pelajaran yang bisa diambil dari
hadits ini (Hadits Aisyah rodhiyallohu ‘anha): Bahwa perampasan tanah
itu adalah haram baik sedikit maupun banyak, inilah faidah penyebutan
kata sejengkal tanah, Benda yang diam (tanah) merampasnya dengan cara
menguasainya. Berkata Al-Qurthubi : “Dari hadits ini memungkinkan
merampas tanah termasuk dosa besar.”, dan Sesungguhnya orang yang
memiliki permukaan tanah dia juga memiliki bagian bawahnya maka tidak
boleh seseorang melubangi dari bawah atau membuat lubang atau sumur atau
selainnya (ditanah orang lain).” [13]
Bumi
terdiri dari tujuh lapisDalam hadits di atas juga terdapat pelajaran
bahwa bumi itu tersusun dari tujuh lapis sebagimana langit yang terdiri
lapis, berkata Syaikh Saliem: “Bumi ini terdiri dari tujuh lapis, yang
antara satu lapisan dengan yang lainnya tidak saling terpisah.
Seandainya lapisan tanah itu terpisah-pisah, niscaya cukup bagi perampas
tanah untuk dikalungi tanah yang dirampasnya saja, karena terpisahannya
dari tanah yang berada di bawahnya. Wallohu a’lam. Tanah tujuh lapis
itu bertingkat-tingkat sebagaimana halnya dengan langit. Hal itu tampak
pada lahiriyah firman Alloh subhanahu wa ta’ala “Alloh yang
menciptakan tujuh lapis langit dan bumi seperti itu pula.” (QS. Ath
Thalaq: 12)”[14]
Berkata Syaikh Al
Utsaimin rohimallohu: “Kesempurnaan siksa yang lain (selain laknat dari
Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam) adalah apa yang disebutkan
dalam hadits ini (Hadits ‘Aisyah rodhiyallohu ‘anha) bahwa jika
seseorang merampas sejengkal tanah saja maka dia akan dikalungi dengan
(tanah yang dirampas) sampai tujuh lapis bumi pada hari kiamat, karena
bumi itu terdiri dari tujuh lapis, sebagaimana yang datang dari
as-Sunnah yang jelas, dan sebagaimana yang Alloh subhanahu wa ta’ala
sebutkan di dalam al-Quran yaitu yang ditunjukkan dalam firman-Nya
subhanahu wa ta’ala: “Alloh-lah yang menciptakan tujuh lapis
langit dan begitu pula bumi.” (QS. Ath Thalaq : 12)
dan
sudah ketahui bahwa permisalan di sini bukanlah bentuknya, karena di
antara langit dan bumi terdapat perbedaan yang jauh. Langit jauh lebih
besar , lebih luas dan lebih agung dari bumi. Alloh subhanahu wa ta’ala
berfirman: “Dan langit itu dibangun dengan dengan tangan.” (Adz
Dzariyat: 47) , maksudnya dengan kuat dan Alloh subhanahu wa ta’ala
berfirman: “Dan Kami bangun di atasmu tujuh langit yang kokoh” (An
Naba’ : 12).”[15]
Pengubahan Tanda Batas
Tanah Kemudian masalah yang kedua adalah merubah tanda batas tanah.
Dalil tentang larangan merubah tanda batas adalah hadits yang
diriwayatkan dari Ali bin Abi Thalib ra, dia berkata: ” Rosululloh
memberitahukan kepadaku empat kalima
لَعَنَ
اللهُ مُنْ ذَبَحَ لِغَيْرِ اللهِ, لَعَنَ اللهُ مَنْ لَعَنَ وَالِدَيْهِ,
لَعَنَ اللهُ مَنَ آوَى مُحْدِثًا, لَعَنَ اللهُ مَنْ
غَيَّرَ مَنَارَ الأَرْضِ ,
‘Alloh
melaknat orang yang menyembelih bagi selain Alloh; Alloh melaknat orang
yang melaknat kedua orang tuanya; Alloh melaknat orang yang memberi
perlidungan orang yang mengada-adakan sesuatu yang baru (bid’ah); dan
Alloh melaknat orang yang merubah tanda batas tanah.” (HR. Imam Muslim
dari berbagai jalur)
.Perkataan Alloh
melaknat maksudnya penjauhan dari rahmat Alloh .Berkata Syaikh Muhammad
bin Abdul Wahab rohimahulloh: “Alloh melaknat orang yang merubah tanda
batas tanah (Manarul Ardhi) yaitu tanda atau simbol yang membedakan
antara tanah yang menjadi hakmu dan menjadi hak tetanggamu, kemudian
kamu merubah batasnya dengan memajukan tanda tersebut atau
memundurkannya.”[16]
Berkata Syaikh
Al-Utsaimin rohimallohu: “Perkataan ‘Manarul Ardhi’ berarti tanda-tanda
pembatas tanah yang telah ditetapkan antar tetangga (antar para pemilik
tanah). Siapa yang mengubahnya secara zhalim maka dia terlaknat. Berapa
banyak orang yang mengubah batas tanah, apalagi apabila nilai jual tanah
itu tinggi, tanahnya subur dengan lokasi yang strategis. Mereka tidak
tahu bahwa Nabi bersabda: “Barangsiapa mengambil tanah secara zhalim
maka dia akan dibenamkan ke dalam tujuh lapis bumi.” Jadi masalah ini
tidak bisa dianggap enteng. Padahal orang yang menyerobot tanah dan
mengubah tanda pembatas tanah serta mengambil sesuatu yang bukan haknya
tidak tahu bahwa ternyata dia tidak dapat mengambil manfaat dari tanah
yang diserobotnya itu karena keburu meninggal dunia sebelum dapat
mengambil manfaat darinya atau kemungkinan dia mendapat bencana dari apa
yang dia ambilnya.Kesimpulannya, hadits ini merupakan dalil bahwa
mengubah tanda batas tanah termasuk dosa besar, karena itulah Nabi
shollallohu ‘alaihi wa sallam menggabungkan dengan syirik, durhaka
kepada kedua orang tua, dan perbuatan bid’ah. Ini menunjukkan yang
demikian itu merupakan masalah yang besar, yang harus dihindari oleh
manusia dan hendaknya dia takut kepada Alloh.” [17]
Solusi
dari dua masalah di atas:Bagi para perampas tanah orang lain maka wajib
bagi dia mengembalikan tanah yang dia ambil itu kepada
pemiliknya.Berkata Syaikh Abdul Azhim Al Badawi: “Barangsiapa yang
merampas tanah kemudian menanaminya atau membangun di dalam tanah
tersebut, maka diharuskan untuk mencabut tanamannya dan menghancurkan
bangunannya.
Karena sabda Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam
:لَيْسَ لِعِرْقٍ ظَالِمٍ حَقٌّ”
Tidak ada hak bagi akar yang zhalim.”[18]
Dan
apabila dia menanam tanamannya dengan biaya, maka dia mengambil
biayanya dan tanaman bagi pemilik tanah. Dari Rafi’ bin Khudaij
rodhiyallohu ‘anhu Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda
:مَنْ زَرَعَ فِيْ أَرْضِ قَوْمٍ بِغَيْرِ إِذْنِهِمْ فَلَيْسَ لَهُ مِنَ الزَّرْعِ شَيْءٌ, وَ لَهُ نَفَقَتُهُ
“Barangsiapa
menanam di tanah suatu kaum dengan tanpa izin mereka maka tidak ada
baginya (hak) dari tanamanitu sedikitpun, dan baginya biaya
penanamannya.” [19]
Berkata Syaikh Abu Bakar Al-Jazairi[20]:
“Jika
barang yang dirampas berupa tanah, kemudian perampas membangun rumah di
atasnya ataupun menanam tanaman di atasnya maka rumah tersebut harus
dirobohkan/dihancurkan dan tanaman itu harus dicabut, dan tanah tersebut
harus diperbaiki kerena kerusakan yang disebabkan pembangunan rumah dan
penanaman tanaman tersebut. Atau rumah itu tidak dirobohkan dan tanaman
tersebut tidak dicabut, sebagai gantinya perampas meminta ganti atas
biaya pembangunan rumah tersebut atau biaya penanaman tanaman tersebut
namun itupun jika pemilik tanah menyetujuinya. Karena Rosululloh
shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda:“Tidak ada hak pada tanaman atau
bangunan di tanah orang lain tanpa izinnya.”[21]
Perkataan
beliau juga diperkuat dengan hadits dari Urwah bin Az-Zubair, dia
berkata: telah berkata seorang dari sahabat Rosululloh berkata:
sesungguhnya ada dua orang bertengkar mengadu kepada Rosululloh
shollallohu ‘alaihi wa sallam tentang masalah tanah. Salah seorang di
antara mereka telah menanam pohon kurma di atas tanah milik yang lain.
Maka Rosululloh memutuskan tanah tetap menjadi milik si empunya dan
menyuruh pemilik pohon kurma untuk mencabut pohon kurmanya dan beliau
bersabda:“Akar yang zhalim tidak mempunyai hak.”Demikianlah penjelasan
dari masalah ini, semoga petani bisa menghindarinya, karena masalah ini
sering terjadi di masyarakat dan hendaknya berhati-hati darinya karena
termasuk dosa besar dan ancaman siksanya sangat keras dan pedih. Dan
apabila diantara kita ada yang telah melakukan perampasan tanah maka
segeralah dikembalikan tanah rampasan tersebut sebelum menjadi siksa di
akherat. Marilah kita berusaha dengan cara yang halal dan baik dan
janganlah kita memberi makan keluarga dengan cara yang haram dan bathil.
Firman Alloh subhanahu wa ta’ala: “Dan janganlah sebagian kalian
memakan harta sebagian di antara kalian dengan jalan yang bathil.” (QS.
Al-Baqarah : 188).
[1] Muttafaqun ‘Alaih, Riyadhush Shalihin no. 206.
[2] Muttafaqun ‘Alaih, Imam Bukhari (5/103/2452), Imam Muslim (3/1230/1610).
[3] HR. Imam Bukhari (5/103/2454), Shahih Jami’ush Shaghir no.6385.
[4] HR. Ibnu Hibban no.1167, Imam Ahmad (4/173), Ash Shahihah no.240.
[5] HR. Imam Ahmad (4/173), Ash Shihah no.242.
[6] Kitab Bahjatun Nazhirin Syarhu Riyadhish Shalihin, jilid 1 hal. 302
[7] Taisirul ‘Alam jilid 2 hal. 231
[8] Syarhu Riyadush Shalihin Libnil Utsaimin, jilid 1 hal. 753.
[9] Syarhu Riyadush Shalihin Libnil Utsaimin, jilid 1 hal. 753.
[10] Syarah Riyadush Shalihin, jilid hal. 522.
[11] Syarhu Riyadush Shalihin Libnil Utsaimin, jilid 1 hal. 753.
[12] Syarah Riyadush Shalihin, jilid hal. 522
.[13] Taisirul ‘Alam jilid 2 hal. 231.
[14] Syarah Riyadush Shalihin, jilid hal. 522.
[15] Syarhu Riyadush Shalihin Libnil Utsaimin, jilid 1 hal. 753.
[16] Kitabut Tauhid, hal.28.
[17] Syarah Kitab Tauhid, hal.184.
[18] HR. Tirmidzi (2/419/1394), Shahih Tirmidzi (6385), Baihaqi (6/142).
[19] HR. Tirmidzi (2/410/1378), Shahih Jami’ush Shaghir (6272), Ibnu Majah (2/824/2466).
[20] Ensiklopedi Muslim hal. 552
.[21] HR. Abu Dawud, Ad Daruqutni, berkata Tirmidzi, ‘Hadits ini di amalkan sebagian ulama.’
Tidak ada komentar:
Posting Komentar