Perlu diketahui bahwa sesuai realita, maksiat yang satu dapat mengantarkan pada maksiat lainnya jika maksiat pertama tidak diiringi dengan taubat, kembali pada Allah dan beristighfar. Demikianlah yang namanya dosa akan terus tumbuh dan bertambah jika seorang hamba enggan untuk bertaubat. Setan akan terus menggelincirkan seorang hamba karena maksiat yang ia lakukan.
Inilah dalil dari pernyataan di atas, yaitu Allah Ta’ala berfirman,
إِنَّ الَّذِينَ تَوَلَّوْا مِنْكُمْ يَوْمَ الْتَقَى الْجَمْعَانِ إِنَّمَا اسْتَزَلَّهُمُ الشَّيْطَانُ بِبَعْضِ مَا كَسَبُوا وَلَقَدْ عَفَا اللَّهُ عَنْهُمْ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ حَلِيمٌ
“Sesungguhnya orang-orang yang berpaling di antaramu pada hari bertemu dua pasukan itu hanya saja mereka digelincirkan oleh syaitan, disebabkan sebagian kesalahan yang telah mereka perbuat (di masa lampau) dan sesungguhnya Allah telah memberi ma'af kepada mereka. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyantun.” (QS. Ali Imran: 155).
Yang dimaksud dengan ‘اسْتَزَلَّهُمُ’ yaitu Allah menjerumuskan mereka dalam ketergelinciran dosa. Sebagian ulama memberikan tafsiran untuk ayat ini, di antaranya:
Ada kaum yang lari, mereka telah terjerumus dalam dosa yang dahulu mereka lakukan, yaitu sebelum mereka melakukan peperangan atau di tengah-tengah peperangan. Dosa yang mereka lakukan boleh jadi meninggalkan atau menyelisihi perintah Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam. Mereka pun akhirnya takut ketika berhadapan dengan musuh disebabkan dosa tersebut, lantas mereka pun lari dari peperangan. Wallahu a’lam.
Demikianlah keadaan seorang hamba, ketika ia melihat suatu yang haram, lantas tidak terbetik dalam dirinya untuk bertaubat, maka dosa berikutnya akan tumbuh. Dalam hatinya pun ingin terus melakukan maksiat atau dosa besar selanjutnya. Kita berlindung pada Allah dari yang demikian.
Demikianlah faedah berharga di sore hari yang kami dapatkan dari penjelasan Syaikh Musthofa Al ‘Adawi hafizhohullah. Semoga hal ini semakin menyadarkan kita agar tidak menunda-nunda taubat dan jangan sampai melakukan maksiat yang selanjutnya. Awalnya dari pandangan haram pada lawan jenis, lantas bisa beralih ke perkenalan lewat telepon genggam, lalu mengajak kencan, dan terjadilah perzinaan. Dari maksiat yang tidak ditaubati, berujung pada maksiat lainnya bahkan pada dosa besar.
Jauhi Maksiat, Karena Menghancurkan Kehidupan
Ibnu Qayyim Al-Jauziyah mengatakan maksiat sangat berbahaya bagi hati dan pisik di dunia dan akhirat. Maka siapa saja yang masih hidup dengan bergelimang maksiat, hanya akan merusak kehidupannya, dan mencelakakannya di dunia dan akhirat.
Ibnu Qayyim Al-Jauziyah mengatakan maksiat sangat berbahaya bagi hati dan pisik di dunia dan akhirat. Maka siapa saja yang masih hidup dengan bergelimang maksiat, hanya akan merusak kehidupannya, dan mencelakakannya di dunia dan akhirat. Perbuatan maksiat akan mempunyai pengaruh buruk, seperti :
Pertama, diharamkan memperoleh ilmu, hal ini seperti diungkapkan Imam Malik, yang pernah terkagum-kagum dengan kecerdasan Imam Syafi’i yang masih muda, memiliki ketajaman otak dan kesempurnaan pemahaman terhadap Islam. Saat itu Imam Malik mengatakan, “Aku melihat Allah telah meletakkan cahaya dalam hatimu, karena itu jangan kamu padamkan dengan kegelapan maksiat”, ungkapnya. Imam Syafi’i, yang alim dan zuhud dalam hidupnya itu, menguntai bait-bait kata, yang menggambarkan pengalaman pribadinya,
“Saya mengadu kepada guru ‘Waqi’ tentang mutu hafalanku yang buruk, Maka ia mengarahkan agar aku meninggalkan maksiat, Ia berkata, “Ketahuilah, ilmu adalah kemuliaan, dan kemuliaan Allah tidak akan diberikan kepada ahli maksiat”, ucapnya.
Kedua, diharamkannya mendapatkan rezeki. Rasulullah Shallahu Alaihi Wassalam, bersabda, “Sesungguhnya seorang hamba diharamkan dari rezeki karena maksiat yang ia kerjakan”. Orang-orang yang maksiat dijauhkan dari rezeki. Karena, ada ahli maksiat mendapatkan rezeki, yang mungkin bisa jadi banyak, tapi ketahuilah rezeki itu, tidak akan pernah mendatangkan keberkahan dalam hidup si ahli maksiat. Justru rezeki yang didapati itu, semakin membuat si ahli maksiat terperosok ke perbuatan durjana dan kekafiran. Sebaliknya, perbuatan ketakwaan kepada Allah mendatangkan rezeki, dan berapapun rezeki yang didapatkan itu akan mendatangkan keberkahan bagi orang yang takwa, dan dapat mengantarkan kemuliaan disisi-Nya.
Ketiga, seorang yang melakukan maksiat akan menemukan perasaan terasing, antara si pelaku maksiat dengan Allah Azza Wa Jalla. Tidak mungkin orang-orang yang telah pekat dengan maksiat dapat taat dan tunduk kepada Allah Robbul Alamin. Ia akan menjadi hamba setan, dan ia akan menjadi terasing. Keterasingan itu tidak akan bisa diganti dengan segala bentuk kenikmatan apapun di dunia ini. Semua jenis kelezatan di dunia disatukan, maka tetap tak akan dapat memberi kepuasan dalam dirinya. Ia akan sangat sengsara dalam hidup. Seorang ahli makrifat mengatakan, “Jika kamu menemukan keterasingan dalam dirinya karena perbuatan dosa, maka segeralah tinggalkan dan jauhi dosa dan maksiat. Tak ada hati merasa tenteram dengan perbuatan dosa.
Keempat, keterasingan bukan hanya antara manusia dengan Allah, tetapi akibat perbuatan dosa dan maksiat itu, yang lebih berat juga akan mengasingkan pelakukanya dengan manusia lainnya terutama mereka yang melakukan kebajikan. Semakin terasa asing perasaan itu, maka semakin jauh hubungan antara mereka. Tidak mungkin orang yang ahli maksiat akan berkkumpul dan berinteraksi dengan orang-orang yang selalu berbuat baik. Seperti minyak dengan air. Orang-orang yang melakukan maksiat dan dosa mendapatkan kutukan dan hukuman, sementara itu orang-orang yang melakukan perbuatan kebajikan akan selalu mendapatkan berkah dan pahala. Orang-orang ahli maksiat akan masuk ke dalam golongan ‘hizbusyaithon’, sedangkan orang-orang yang selalu ta’at dan beramal sholeh sebagai ‘hizbullah’, yang akan mendapatkan jaminan surga.
Kelima, orang yang suka melakukan maksiat dan dosa, hidupnya akan mengalami jalan buntu pada setiap urusannya. Sebagaimana orang-orang yang bertaqwa akan dimudahkan oleh Allah dalam segala urusannya. Bagaimana akan dapat menemukan pintu—pintu kebaikan, sementara dirinya menutup dengan perbuatan maksiat dan dosa,sehingga semua kemaslahatan menutup pintu terhadap dirinya.
Keenam, perbuatan maksiat dan dosa akan menimbulkan kegelapan hati. Kegelapan itu benar-benar nyata dalam hatinya, seperti melihat dan merasakan gelapnya malam. Hal ini karena sesungguhnya, ketaatan itu cahaya, sedangkan kemasiatan dan dosa itu kegelapan. Semakin banyak maksiat yang dilakukan, maka akan semakin gelap hati orang itu.
Akibatnya, orang-orang yang mengerjakan maksiat dan dosa itu, pasti akan jatuh ke dalam kekafiran, karena hatinya sudah terhijab (tertutup) oleh kemaksiaan, dan kebenaran (al-haq) tidak mungkin lagi dapat menyentuh hatinya.
Ketujuh, perbuatan maksiat dan dosa itu, juga akan melemahkan kekuatan hati. Orang yang banyak maksiat akan kehilangan iradah (kehendak) dan azzam (tekad) yang kuat, karena hatinya yang gelap akibat dosa itu, tak mungkin memiliki motivasi yang kuat. Orang yang banyak maksiat berefek kelemahan fisik, karena hatinya yang lemah. Tapi, ada juga orang yang fasik (ahli maksiat), kelihatan fisiknya yang kuat, tetapi hakekatnya sangat lemah. Tidak akan memiliki saja’ah (keberanian), menanggung beban hidup. Seperti sudah dikisahkan dalam perang Salib, bagaimana orang-orang Romawi yang kelihatan pisiknya sangat kuat, tetapi dengan mudah dikalahkan orang-orang mukmin.
Kedelapan, orang yang melakukan maksiat itu, pasti akan kehilangan wala’ (loyalitas) dan keta’atan kepada Allah Azza Wa Jalla. Perbuatan dosa dan maksiat itu, membuat mereka tak dapat berhubungan dengan Allah yang Mahasuci, dan menyebabkan terjauhkan dari hubungan dengan Allah Rabbul Alamin. Karena itu, orang-orang yang sudah terbelenggu dengan segala bentuk dosa dan maksiat, hidupnya pastti selalu ingkar kepada Allah Azza Wa Jalla.
Kesembilan, orang-orang yang hobinya berbuat maksiat, menyebabkan pendek umur.Risiko ini tak dapat lagi dihindari. Orang-orang yang gemar minum, berzina, dan melakukan segala be ntuk perbuatan maksiat, akibatnya hanya akan memperpendek umurnya. Kalau diberi umur yang panjang, tetapi hidup akan selalu tidak berkah, dan akan dihadapkan dengan segala bentuk malapetaka, karena semuanya itu dari akibat perbuatan yang menumpuk-numpuk dosa dan maksiat.
Sesungguhnya, rezeki, kematian, kebahagian, kesengsaraan, kesehatan, sakit, kekayaan, dan kefakiran, semua itu sudah menjadi takdir. Tapi Allah menjadikannya sebab kematian yang diakibatkan oleh perbuatan manusia. Jadi takdir itu memang sebuah kemestian, tetapi Allah Rabbul Aziz memberikan hak kepada manusia untuk melakukan ikhtiar. “Berhala-hala itu benda mati, tidak bisa hidup”. (An-Nahl : 21).
Manusia dikatakan hidup, bila hatinya masih hidup. Hati yang penuh dengan dosa dan maksiat akan mati, tidak dapat istijabah (menerima) kebaikan dan petunjuk dari Allah Ta’ala. Umur itu hanya rentang kehidupan manusia, yang bisa panjang dan pendek, semuanya Allah Azza Wa Jalla, yang menentukannya.
Tetapi, betapa celakanya, bila manusia memiliki rentang umur yang panjang, dan umurnya itu hanya digunakan untuk berbuat maksiat dan dosa, dan berpaling dari Allah, maka sesugguhnya manusia telah kehilangan hari-hari dari kehidupannya secara hakiki. “Ia mengatakan, Alangkah baiknya kiranya aku dahulu mengerjakan (amal saleh) dalam hidupku ini”. (Al-Fajr : 24).
Begitulah nasehat Ibnu Qayyim al-Jauziyah, dalam kitabnya Al-Jawabu Kafi, agar manusia menjauhi dosa dan maksiat, karena perbuatan itu akan mencelakakan manusia di dunia dan akhirat.
Taubat dan segeralah bertaubat. Wallahu waliyyut taufiq was sadaad. Wallahu’alam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar