Rasulullah SAW adalah orang yang paling tinggi derajatnya disisi Allah, tapi ia juga orang yang paling banyak dan paling berat cobaannya. Para nabi as yang lain juga adalah manusia-manusia paling mulia dan paling dikasihi Allah SWT tapi mereka juga adalah yang paling banyak dan berat dicoba oleh Allah SWT.Kafilah ini lalu diikuti dengan kafilah para ulama salaf yang shalih, mereka adalah yang paling banyak dan berat pula cobaannya jika dibanding manusia lainnya. Imam Syafi’i mengalami pengusiran dari Kufah ke Mesir, Imam Ahmad dipenjara dan disiksa bertahun-tahun, dan Imam Malik disiksa sampai mematahkan kedua tulang bahunya.
Maka ujian bagi seorang mu’min akan selalu meningkatkan ketinggian dan kemuliaannya disisi Allah, dan menguji kebenaran keimanannya (QS 9/1-2). Hikmah yang lain dari cobaan adalah bahwa dengannya seorang mu’min menjadi semakin matang dan kuat, serta bertawakkal dan semakin berserah diri kepada Allah SWT (QS 33/10-13, 22). Dan tidaklah cobaan yang datang kepada seorang mu’min, kecuali hal itu baik baginya sepanjang ia bersabar dan bersyukur, sebagaimana sabda Nabi SAW:
“Menakjubkan urusan seorang mu’min, jika ia mendapatkan ni’mat maka ia bersyukur dan syukur itu sangat baik baginya. Dan jika ia ditimpa musibah maka ia bersabar dan sabar itu sangat baik baginya.” (HR Muslim & Tirmidzi)
Lihatlah istri Rasulullah SAW, Aisyah ra yang mendapatkan ujian yang sangat berat dalam sejarah Islam dengan fitnah yang keji, tetapi Allah SWT menyatakan bahwa hal tersebut sangat baik baginya (QS 24/11). Imam Ghazali dalam Ihya-nya menceritakan tentang kisah dirinya sendiri, sangkaannya bahwa ia sudah mencapai kesempurnaan dalam bersabar, maka ia berdoa pada Allah untuk diberikan ujian sekehendak-Nya, maka Allah-pun mengujinya dengan ujian yang remeh, yaitu tidak dapat buang air kecil, maka iapun tidak mampu menanggung ujian tersebut, maka iapun bertaubat dan Allah SWT menyembuhkannya, maka iapun keluar ke jalan-jalan sambil berkata pada setiap anak kecil yang dijumpainya: “Pukullah pamanmu yang bodoh ini nak!”
Ujian adalah sebuah kemestian dalam kehidupan, jangankan sebagai seorang mu’min, orang kafirpun mendapatkan musibah dan kesulitan juga (QS 90/4), tetapi hendaklah kita tidak meminta untuk diberi ujian oleh Allah SWT, karena kalau DIA menguji kita, maka ujian tersebut pasti sesuai dengan kemampuan kita, karena DIA Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana, tetapi kalau kita yg meminta untuk diuji, maka ujian yang datang boleh jadi diluar kemampuan kita, karena DIA Maha Kuasa lagi Maha Perkasa.
MAKNA UJIAN
a. Ujian (fitnah) berasal dari kata bahasa Arab fa-ta-na yang berarti imtihaan, ikhtiyaar, ibtilaa’, yang artinya ujian. Kalimat fatanu adz-dzahaab berarti membakar emas untuk memurnikannya, artinya emas perlu dibakar (diuji) dulu sampai ketahuan kualitasnya. Demikian juga pembakaran batu bata dan pencucian pakaian dilakukan untuk menguatkannya dan membersihkannya. Demikian pula ujian bagi manusia diberikan untuk menguatkan jiwanya dan membersihkan dosanya.
b. Ali ra berkata: Iman itu bukanlah cita-cita dan bukan pula khayalan manusia, melainkan ia adalah sesuatu yang menghunjam dalam hati dan dibenarkan oleh amal perbuatannya.
JENIS-JENIS UJIAN :
1. UJIAN KELUARGA DAN ANAK (QS 64/14-15)
Contoh terbaik untuk hal ini adalah Nabi Ibrahim dan keluarganya, sudah lama tidak punya anak (QS 15/54), saat usia tua diberi anak diperintahkan oleh Allah SWT untuk ditinggalkan di padang pasir tandus (QS 14/37), saat sudah remaja setelah sekian lama tak bertemu diperintahkan untuk menyembelihnya (QS 37/102). Tetapi semua itu tidak sedikitpun menggetarkan cintanya kepada Penciptanya.
Contoh lainnya adalah Nabi Muhammad SAW, yang disebutkan dalam al-hadits berkali-kali ditinggal mati oleh keluarganya (dari sejak kecil sudah tidak punya ayah, lalu ditinggal mati ibunya, kakeknya, pamannya, istrinya, anak-anaknya) tetapi beliau SAW tetap bersabar.
Para tabi’in seperti Farukh yang meninggalkan istrinya dalam keadaan hamil untuk mempertahankan Islam, maka anaknya kemudian menjadi tokoh tabi’in di Madinah yaitu Rabi’ah ar-Ra’yu. Ulama salaf lainnya seperti Imam Syafi’i ditinggal oleh ayahnya berjihad, tetapi ibunya tetap bersabar dan berikhtiar sehingga anaknya menjadi ulama nomor satu pada zamannya.
Contoh untuk cobaan yang keburukan keluarga adalah yang dialami oleh Nabi Luth dan Nabi Nuh as. Seorang hamba yang beriman, tetapi istri mereka malah paling memusuhi dakwahnya sehingga istri mereka berdua diabadikan oleh Allah SWT dalam al-Qur’an sebagai tokoh-tokoh ahli neraka (QS 66/10). Pada kondisi cobaan dari suami yang jahat adalah seperti yg dialami oleh Asiyyah binti Muzahim, istri Fir’aun, yang bersabar atas siksaan suaminya sehingga menjadi salah seorang diantara wanita paling terkemuka di syurga (QS 66/11)
2. UJIAN HARTA (QS 57/20)
Nabi Sulaiman as. Dibukakan berlimpahnya harta sebagai raja yang paling berkuasa, diberikan kemampuan menundukkan binatang-binatang, bahkan Jin, Syaithan, angin sebagai kendaraannya, mampu mengerti bahasa-bahasa binatang, tetapi ia malah berdo’a: Wahai Rabb-ku, tunjukkanlah padaku bagaimana caranya aku mensyukuri ni’mat-Mu, dan bagaimana caranya aku beribadah yang paling Engkau ridhai. (QS 27/19).
Nabi Muhammad SAW: Mendapat 1/5 harta ghanimah, pernah mendapat bagian ghanimah kambing sebanyak dua bukit, tapi saat wafat? Hanya memiliki kuda, pedang dan baju besi yang tergadai pada seorang Yahudi. Selesai shalat buru-buru kekamarnya karena ingat pada sekeping emas yang belum dishadaqahkan; Pada wanita yang memberikan kue saat ia memegang perhiasan Bahrain, langsung diberi semua perhiasan yang dipegangnya; Domba 2 bukit setelah perang Hunain yang diminta oleh seorang Badui diberikan seluruhnya; Tidak pernah bilang “Tidak” pada orang yang meminta (HR Muttafaq ‘alaih dari Jabir ra).
Beliau SAW pernah menyatakan:
“Demi Allah, bukanlah kefakiran yang aku takutkan atas kalian, tetapi aku takut jika Allah nanti membukakan pintu dunia sebagaimana telah dibuka-Nya untuk ummat sebelum kalian, lalu kalian berlomba-lomba menikmatinya, sebagaimana ummat sebelum kalian juga telah berlomba menikmatinya, lalu dunia itu membinasakan kalian, sebagaimana telah membinasakan mereka.”
Hadits ini dialami oleh sahabat ra (saat penaklukan Persia), yaitu berlimpahnya ghanimah kaum muslimin, sampai ada seorang prajurit bawahan yang membawa sebuah mahkota Raja Kisra Persia dan memberikannya pada komandannya sehingga membuat kagum sang komandan pada kejujurannya.
Hikmah ditenggelamkannya Qarun dizaman Musa as (QS 28/76), karena gagal diuji dengan hartanya.
3. UJIAN ILMU (QS 2/44; 7/175-176)
Hikmah dari Bal’am bin Mulkan (QS 7/175-176), seorang ulama Bani Israil yang sangat alim (pandai) dan ahli ibadah, tetapi kemudian tergoda oleh syahwat (wanita) dan dunia (harta) sehingga termasuk ke dalam orang yang celaka di dunia dan di akhirat.
Hikmah dari Samiri (QS 20/95-96 ), seorang ulama Bani Israil yang sangat pandai, tetapi kepandaiannya kemudian disalahgunakan sepeninggal sang pemimpin untuk membuat sapi betina yang menyesatkan kaumnya.
4. UJIAN DALAM PENYAKIT
Hikmah Nabi Ayyub as (QS 21/83), diberi ujian penyakit yang sangat berat tetapi tetap dalam keimanannya sehingga Allah SWT mengangkat derajatnya di dunia dan di akhirat.
5. UJIAN SIKSAAN DARI ORANG KAFIR
Hikmah Ashaabul Ukhdud (QS 85/4-8), seorang pemuda beriman yang diberikan berbagai cobaan berat namun diselamatkan Allah SWT, sehingga kematiannya oleh raja disaksikan oleh seluruh penduduk di kota tersebut dan menyebabkan masuk Islamnya seluruh kota, sehingga raja membuat parit mengelilingi kota dan menyalakan api serta menyuruh seluruh penduduk yang tidak mau kafir untuk mencebur ke dalam parit tersebut, sehingga ribuan orang mati syahid (hadits selengkapnya di Kitab Riyadhus Shalihin jilid-II, oleh Imam Nawawi)
6. UJIAN DALAM BERAGAMA (QS 5/77)
Menjadi berlebih-lebihan dan ekstrim (ifraath) atau sebaliknya menjadi berkurang-kurangan (tafriith) dalam menjalankan agama.
Sabda Nabi SAW: “Agama Islam ini akan dipikul dalam setiap generasi oleh orang-orang yang adil; yang senantiasa berusaha membersihkan agama ini dari penyimpangan orang-orang yang berlebihan, manipulasi orang-orang yang sesat, dan penafsiran orang-orang yang bodoh.” (HR Ahmad)
Orang yang berlebihan/ekstrim senantiasa berusaha menambah-nambahi dan memperberat agama yang sudah sempurna ini dengan berbagai penafsiran yang membuat agama ini kehilangan kelembutan dan rahmahnya sehingga menjadi agama yg keras, garang dan tanpa kompromi. Sementara orang-orang yang sesat selalu berusaha menafsirkan ayat ataupun hadits sesuai keinginan dan hawa nafsunya dengan tujuan jahat dan merusak Islam dari dalam. Dan orang-orang yang bodoh berusaha melaksanakan ibadah tanpa ilmu dan tanpa disertai dalil-dalil yang kuat sehingga agama ini menjadi penuh dg bid’ah.
Bahwa syarat diterimanya ibadah mahdhah adalah bahwa ia harus ikhlas (QS 98/5) dan harus ittiba’ / ada contohnya dari Nabi SAW berdasarkan dalil yang shahih (QS 3/31). Sedangkan syarat diterimanya ibadah ghairu mahdhah (mu’amalah) adalah harus ikhlas dan tidak bertentangan dengan dalil yang shahih.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar