Masyarakat dimana kita hidup di dalamnya dewasa ini berada dalam zaman dengan ciri yang paling jelas adalah membiarkan kan dirinya mengumbar hawa nafsu dan hanyut di dalamnya, tanpa memperdulikan lagi kaidah-kaidah yang disyari’atkan oleh Al-Qur’an dan As-Sunnah. Kebanyakan manusia menghiasi hatinya dengan hawa nafsu. Dimana segala mungkin ucapan, perbuatan dan putusan-putusan mereka semuanya berhias hawa nafsu, segenap panca indera berselimutkan hawa nafsu, sehingga mereka tidak bisa melihat selain apa yang sesuai dengan nafsunya. Artinya mereka tidak bisa melihat fakta dan kebenaran, selain apa yang sesuai dengan pola pikir sendiri yamg sudah tidak lagi murni, seperti melihat cuaca yang berwarna gelap karena melihatnya dibalik kaca mata hitam. Hawa nafsu dibiarkan liar megikuti keinginan-keinginan tanpa sedikit pun upaya meredamnya. Sejalan dengan itu maka kiranya dalam ulasan kali ini dipandang perlu untuk mengungkapkan sepintas tentang hawa nafsu agar dapat dijadikan bahan kajian guna mengantisipasi lebih dini kemungkinan adanya peluang berkibarnya panji hawa nafsu dalam diri kita.
Pengertian Hawa Nafsu
Menurut wikipedia Indonesia hawa nafsu terdiri dari dua kata: hawa (الهوى) dan nafsu (النفس)."Dalam bahasa Indonesia, 'nafsu' bermakna keinginan, kecenderungan atau dorongan hati yang kuat. Jika ditambah dengan kata hawa (=hawa nafsu), biasanya dikaitkan dengan dorongan hati yang kuat untuk melakukan perkara yang tidak baik. Adakalanya bermakna selera, jika dihubungkan dengan makanan. Nafsu syahwat pula berarti keberahian atau keinginan bersetubuh"Ketiga-tiga perkataan ini (hawa, nafsu dan syahwat) berasal dari bahasa Arab:
- Hawa (الهوى): sangat cinta; kehendak.
- Nafsu (النفس): roh; nyawa; jiwa; tubuh; diri seseorang; kehendak; niat; selera; usaha.
- Syahwat (الشهوة): keinginan untuk mendapatkan yang lezat; berahi.
Ada sekolompok orang menganggap hawa nafsu sebagai "syaitan yang bersemayam di dalam diri manusia," yang bertugas untuk mengusung manusia kepada kefasikan atau pengingkaran.
Mengikuti hawa nafsu akan membawa manusia kepada kerusakan. Akibat pemuasan nafsu jauh lebih mahal ketimbang kenikmatan yang didapat darinya. Hawa nafsu yang tidak dapat dikendalikan juga dapat merusak potensi diri seseorang. Sebenarnya setiap orang diciptakan dengan potensi diri yang luar biasa, tetapi hawa nafsu dapat menghambat potensi itu muncul kepermukaan. Potensi yang dimaksud di sini adalah potensi untuk menciptakan keadilan, ketenteraman, keamanan, kesejahteraan, persatuan dan hal-hal baik lainnya.
Namun karena hambatan nafsu yang ada pada diri seseorang potensi-potensi tadi tidak dapat muncul kepermukan (dalam realita kehidupan). Maka dari itu mensucikan diri atau mengendalikan hawa nafsu adalah keharusan bagi siapa saja yang menghendaki keseimbangan, kebahagian dalam hidupnya karena hanya dengan berjalan di jalur-jalur yang benar sajalah menusia dapat mencapai hal tersebut.
Ada pula yang mendefinisikan hawa nafsu yang tidak berbeda jauh dari yang disebutkan diatas yaitu :
- Kecenderungan jiwa kepada yang diinginkan.
- Kehendak jiwa terhadap yang disukai.
- Kecintaan manusia terhadap sesuatu hingga mengalahkan hatinya (qalbunya).
- Suka atau asyik terhadap sesuatu kemudian menjadi isi hatinya (qalbunya).
Beberapa Dalil Seputar Hawa Nafsu Menurut Ayat-ayat Al-Quran
Firman Allah subhanahu ta’ala banyak sekali yang menyinggung hal-hal yang berkaitan dengan masalah nafsu, firman-firman tersebut antara lain :
1.Allah subhanahu wa ta’ala telah menggariskan sya’riat islam bagi hamba-hamba-Nya baik yang ada dalam al-Qur’an maupun as-Sunnah sebagai aturan yang harus diikuti dan dipedomani baik dalam hal beribadah maupun bermualah sebagai mana Firman Allah :
ثُمَّ جَعَلْنَاكَ عَلَى شَرِيعَةٍ مِّنَ الْأَمْرِ فَاتَّبِعْهَا وَلَا تَتَّبِعْ أَهْوَاء الَّذِي
Kemudian Kami jadikan kamu berada di atas suatu syariat (peraturan) dari urusan (agama itu), maka ikutنَ لَا يَعْلَمُونilah syariat itu dan janganlah kamu ikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak mengetahui.( QS.Al Jaatsiyah : 45 )
2. Berkenaan dengan riwayat Nabi Yusuf alaihi wa sallam yang digoda oleh wanita cantik, disebutkan dalam al-Qur’an bahwa nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, sesuai dengan firman Allah ta’ala :
وَمَا أُبَرِّىءُ نَفْسِي إِنَّ النَّفْسَ لأَمَّارَةٌ بِالسُّوءِ إِلاَّ مَا رَحِمَ رَبِّيَ إِنَّ رَبِّي غَفُورٌ رَّحِيمٌ
Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha Penyanyang.( QS. Yusuf : 53 )
3.Orang-orang yang takut akan kebesaran Allah subhanahu wa ta’ala akan tunduk dan patuh kepada Allah dengan melaksanakan segala perintah-Nya serta, menjauhkan diri segala larangannya sehingga ia dapat menahan diri dari keinginan hawa nafsu yang selalu minta dipuaskan, hal tersebut dijelaskan dalam firman Allah subhanahu wa ta’ala :
وَأَمَّا مَنْ خَافَ مَقَامَ رَبِّهِ وَنَهَى النَّفْسَ عَنِ الْهَوَى
Dan adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya,
( QS. An-Naazi'aat :40 )
5.Kebenaran itu datangnya dari Allah berdasarkan Al-Qur’an dan as-Sunnah bukan berdasarkan apa yang dimaui oleh hawa nafsu manusia, sedangkan hawa nafsu itu senantiasa akan mengajak kepada kehancuran, hal ini sesuai dengan firman Allah
وَلَوِ اتَّبَعَ الْحَقُّ أَهْوَاءهُمْ لَفَسَدَتِ السَّمَاوَاتُ وَالْأَرْضُ وَمَن فِيهِنَّ بَلْ أَتَيْنَاهُم بِذِكْرِهِمْ فَهُمْ عَن ذِكْرِهِم مُّعْرِضُونَ
Andaikata kebenaran itu menuruti hawa nafsu mereka, pasti binasalah langit dan bumi ini, dan semua yang ada di dalamnya. Sebenarnya Kami telah mendatangkan kepada mereka kebanggaan (Al Qur'an) mereka tetapi mereka berpaling dari kebanggaan itu (QS. Al Mu'minuun :71)
6.Allah subhanahu wa ta’ala mengingatkan kepada hamba-hamba-Nya agar tidak menyimpang dari kebenaran karena menuruti hawa nafsu belaka, hal ini ditegaskan dalam firman-Nya :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ كُونُواْ قَوَّامِينَ بِالْقِسْطِ شُهَدَاء لِلّهِ وَلَوْ عَلَى أَنفُسِكُمْ أَوِ الْوَالِدَيْنِ وَالأَقْرَبِينَ إِن يَكُنْ غَنِيًّا أَوْ فَقَيرًا فَاللّهُ أَوْلَى بِهِمَا فَلاَ تَتَّبِعُواْ الْهَوَى أَن تَعْدِلُواْ وَإِن تَلْوُواْ أَوْ تُعْرِضُواْ فَإِنَّ اللّهَ كَانَ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرًا
Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar- benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapa dan kaum kerabatmu. Jika ia kaya ataupun miskin, maka Allah lebih tahu kemaslahatannya. Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. Dan jika kamu memutar balikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui segala apa yang kamu kerjakan. (QS. An Nisaa : 135 )
7. Allah subhanahu wa ta’ala juga mengingatkan agar manusia jangan mengikuti kemauan hawa nafsu, karena hawa nafsu itu akan menyesatkan manusia, hal ini disebutkan Allah dalam firman-Nya :
يَا دَاوُودُ إِنَّا جَعَلْنَاكَ خَلِيفَةً فِي الْأَرْضِ فَاحْكُم بَيْنَ النَّاسِ بِالْحَقِّ وَلَا تَتَّبِعِ الْهَوَى فَيُضِلَّكَ عَن سَبِيلِ اللَّهِ إِنَّ الَّذِينَ يَضِلُّونَ عَن سَبِيلِ اللَّهِ لَهُمْ عَذَابٌ شَدِيدٌ بِمَا نَسُوا يَوْمَ الْحِسَابِ
Hai Daud, sesungguhnya Kami menjadikan kamu khalifah (penguasa) di muka bumi, maka berilah keputusan (perkara) di antara manusia dengan adil dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, karena ia akan menyesatkan kamu dari jalan Allah. Sesungguhnya orang-orang yang sesat darin jalan Allah akan mendapat azab yang berat, karena mereka melupakan hari perhitungan. ( QS.Shaad : 26 )
8.Allah subahanahu wa ta’ala menyebutkan bahwa orang-orang yang takut kepada kebesaran Allah dan menahan diri dari hawa nasfsu akan ditempatkan dalam surge sebagaimana firman-Nya :
وَأَمَّا مَنْ خَافَ مَقَامَ رَبِّهِ وَنَهَى النَّفْسَ عَنِ الْهَوَى -
فَإِنَّ الْجَنَّةَ هِيَ الْمَأْوَى
“Dan adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya, maka sesungguhnya surgalah tempat (nya).” (An-Naziat 40-41).
9.Allah subahanahu wa ta’ala melarang hamba-hambanya menyembahselain Allah yang disembah oleh orang-orang yang musyrik, serta tidak mengikuti hawa nafsu seseorang, karena itu akan menyesatkan seseorang sebagaimana firman Allah sebagai berikut :
قُلْ إِنِّي نُهِيتُ أَنْ أَعْبُدَ الَّذِينَ تَدْعُونَ مِن دُونِ اللّهِ قُل لاَّ أَتَّبِعُ أَهْوَاءكُمْ قَدْ ضَلَلْتُ إِذًا وَمَا أَنَاْ مِنَ الْمُهْتَدِينَ
Katakanlah: "Sesungguhnya aku dilarang menyembah tuhan-tuhan yang kamu sembah selain Allah". Katakanlah: "Aku tidak akan mengikuti hawa nafsumu, sungguh tersesatlah aku jika berbuat demikian dan tidaklah (pula) aku termasuk orang-orang yang mendapat petunjuk".( QS. Al An’am : 56 )
10. Mengikuti hawa nafsu dalam perkara agama lebih besar bahayanya daripada mengikuti hawa nafsu syahwat, karena yang pertama merupakan keadaan orang-orang kafir dari kalangan ahlul kitab dan kaum musyrikin sebagaimana firman Allah Ta’ala,
فَإِن لَّمْ يَسْتَجِيبُوا لَكَ فَاعْلَمْ أَنَّمَا يَتَّبِعُونَ أَهْوَاءهُمْ وَمَنْ أَضَلُّ مِمَّنِ اتَّبَعَ هَوَاهُ بِغَيْرِ هُدًى مِّنَ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ
Maka jika mereka tidak menjawab (tantanganmu) ketahuilah bahwa sesung- guhnya mereka hanyalah mengikuti hawa nafsu mereka (belaka). Dan siapakah yang lebih sesat daripada orang yang mengikuti hawa nafsunya dengan tidak mendapat petunjuk dari Allah sedikitpun. Sesung- guhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim. ( QS. Qashah : 50)
11.Manusia menurut Allah subhanahu wa ta’ala suka mengikuti sangkaan-sangkaan dan apa yangh diingini hawa nafsu mereka untuk menyembahnya. Manusia suka mengada-ada padahal sudah ada petunjuk yang darting dari Allah, hal ini sesuai dengan firman Allah :
إِنْ هِيَ إِلَّا أَسْمَاء سَمَّيْتُمُوهَا أَنتُمْ وَآبَاؤُكُم مَّا أَنزَلَ اللَّهُ بِهَا مِن سُلْطَانٍ إِن يَتَّبِعُونَ إِلَّا الظَّنَّ وَمَا تَهْوَى الْأَنفُسُ وَلَقَدْ جَاءهُم مِّن رَّبِّهِمُ الْهُدَى
Itu tidak lain hanyalah nama-nama yang kamu dan bapak-bapak kamu mengadakannya; Allah tidak menurunkan suatu keteranganpun untuk (menyembah) nya. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti sangkaan-sangkaan, dan apa yang diingini oleh hawa nafsu mereka dan sesungguhnya telah datang petunjuk kepada mereka dari Tuhan mereka. ( QS. An-Najm : 53 ).
12. Allah subhanahu wa ta’ala telah menurunkan Al-Qur’an sebagai petunjuk dan peraturan untuk dita’ati, namun manusia lebih menyukai untuk mengikuti hawa nafsu orang-orang terdahulu , firman Allah ta’ala :
وَكَذَلِكَ أَنزَلْنَاهُ حُكْمًا عَرَبِيًّا وَلَئِنِ اتَّبَعْتَ أَهْوَاءهُم بَعْدَ مَا جَاءكَ مِنَ الْعِلْمِ مَا لَكَ مِنَ اللّهِ مِن وَلِيٍّ وَلاَ وَاقٍ
Dan demikianlah, Kami telah menurunkan Al Qur’aan itu sebagai peraturan (yang benar) dalam bahasa Arab [776]. Dan seandainya kamu mengikuti hawa nafsu mereka setelah datang pengetahuan kepadamu, maka sekali-kali tidak ada pelindung dan pemelihara bagimu terhadap (siksa) Allah.(QS. Ar Ra’d: 37 )
13. Allah subhanahu wa ta’ala mengingatkan kepada orang-orang muslim agar tidak mengikuti hawa nafsu orang-orang yang telah sesat dahulunya, karena mereka-kmereka orang-orang terdahulu telah menyesatkan kebanyakan manusia karena mereka tersesat dari jalan yang lurus. Allah berfirman :
قُلْ يَا أَهْلَ الْكِتَابِ لاَ تَغْلُواْ فِي دِينِكُمْ غَيْرَ الْحَقِّ وَلاَ تَتَّبِعُواْ أَهْوَاء قَوْمٍ قَدْ ضَلُّواْ مِن قَبْلُ وَأَضَلُّواْ كَثِيرًا وَضَلُّواْ عَن سَوَاء السَّبِيلِ
Katakanlah: "Hai Ahli Kitab, janganlah kamu berlebih-lebihan (melampaui batas) dengan cara tidak benar dalam agamamu. Dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu orang-orang yang telah sesat dahulunya (sebelum kedatangan Muhammad) dan mereka telah menyesatkan kebanyakan (manusia), dan mereka tersesat dari jalan yang lurus".( QS. Al Maidah : 77 )
Beberapa Hadits Rasulullah Yang Mengingatkan Tentang Hawa Nafsu
1.Hawa Nafsu itu dibutuhkan oleh setiap hamba, karena dengan adanya nafsu yang sengaja diciptakan Allah maka manusia dapat menikmati arti hidup, berkaitan dengan hal ini sebuah hadis riwayat Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu : ia berkata:Dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam beliau bersabda riwayat Rasulullah shallahu’alaihi wa sallam bersabda :
صحيح مسلم ٢٦٧٣: حَدَّثَنَا هَارُونُ بْنُ مَعْرُوفٍ حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ وَهْبٍ أَخْبَرَنِي عَمْرُو بْنُ الْحَارِثِ أَنَّ أَبَا يُونُسَ مَوْلَى أَبِي هُرَيْرَةَ حَدَّثَهُ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ
عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَوْلَا حَوَّاءُ لَمْ تَخُنْ أُنْثَى زَوْجَهَا الدَّهْرَ
Shahih Muslim 2673: Telah menceritakan kepada kami Harun bin Ma'ruf telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Wahb telah mengabarkan kepadaku 'Amru bin Harits bahwa Abu Yunus budak Abu Hurairah telah menceritakan kepadanya dari Abu Hurairah dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam beliau bersabda: "Sekiranya bukan karena (kesalahan) Hawwa`, niscaya seorang wanita tidak akan mengkhianati suaminya selama-lamanya."
2. Manusia sangat menyenangi perbuatan maksiat, meskipun mereka tahu bahwa maksiat tersebut perbuatan tercela dan dilarang, tetapi karena kemaksiatan itu oleh iblis dibalut dengan hal-hal yang menyenangkan maka banyak orang yang tertarik akan daya pikatnya, tentang hal ini disebutkan dalam hadits :
صحيح البخاري ٦٠٠٦: حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ قَالَ حَدَّثَنِي مَالِكٌ عَنْ أَبِي الزِّنَادِ عَنْ الْأَعْرَجِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ حُجِبَتْ النَّارُ بِالشَّهَوَاتِ وَحُجِبَتْ الْجَنَّةُ بِالْمَكَارِهِ
Shahih Bukhari 6006: Telah menceritakan kepada kami Ismail mengatakan, telah menceritakan kepadaku Malik dari Abu Az Zanad dari Al A'raj dari Abu Hurairah radliallahu 'anhu, bahwasanya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Neraka dikelilingi dengan syahwat (hal-hal yang menyenangkan nafsu), sedang surga dikelilingi hal-hal yang tidak disenangi (nafsu)."
3.Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam memerintahkan kepada umatnya agar menikah untuk mengendalikan nafsu sahwatnya, perintah ini disampaikan dalam hadits beliau :
صحيح البخاري ١٧٧٢: حَدَّثَنَا عَبْدَانُ عَنْ أَبِي حَمْزَةَ عَنْ الْأَعْمَشِ عَنْ إِبْرَاهِيمَ عَنْ عَلْقَمَةَ قَالَ
بَيْنَا أَنَا أَمْشِي مَعَ عَبْدِ اللَّهِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ فَقَالَ كُنَّا مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ مَنْ اسْتَطَاعَ الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ
Shahih Bukhari 1772: Telah menceritakan kepada kami 'Abdan dari Abu Hamzah dari Al A'masy dari Ibrahim dari 'Alqamah berkata; Ketika aku sedang berjalan bersama 'Abdullah radliallahu 'anhu, dia berkata: Kami pernah bersama Nabi shallallahu 'alaihi wasallam yang ketika itu Beliau bersabda: "Barangsiapa yang sudah mampu (menafkahi keluarga), hendaklah dia kawin (menikah) karena menikah itu lebih bisa menundukkan pandangan dan lebih bisa menjaga kemaluan. Barangsiapa yang tidak sanggup (menikah) maka hendaklah dia berpuasa karena puasa itu akan menjadi benteng baginya".
4.Karena tidak bisa mengekang syahwatnya banyak diantara orang-orang yang melakukan perbuatan zinah, namun zinah itu tidak saja sebatas pada hubungan laki-laki dan perempuan diluar nikah, tetapi juga terjadi pada mata dan zinahnya nafsu keinginan dan berangan-angan, sebagaimana dalam hadits sebagai berikut :
صحيح البخاري ٥٧٧٤: حَدَّثَنَا الْحُمَيْدِيُّ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ عَنْ ابْنِ طَاوُسٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ لَمْ أَرَ شَيْئًا أَشْبَهَ بِاللَّمَمِ مِنْ قَوْلِ أَبِي هُرَيْرَةَ ح حَدَّثَنِي مَحْمُودٌ أَخْبَرَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ أَخْبَرَنَا مَعْمَرٌ عَنْ ابْنِ طَاوُسٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ
مَا رَأَيْتُ شَيْئًا أَشْبَهَ بِاللَّمَمِ مِمَّا قَالَ أَبُو هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ اللَّهَ كَتَبَ عَلَى ابْنِ آدَمَ حَظَّهُ مِنْ الزِّنَا أَدْرَكَ ذَلِكَ لَا مَحَالَةَ فَزِنَا الْعَيْنِ النَّظَرُ وَزِنَا اللِّسَانِ الْمَنْطِقُ وَالنَّفْسُ تَمَنَّى وَتَشْتَهِي وَالْفَرْجُ يُصَدِّقُ ذَلِكَ كُلَّهُ وَيُكَذِّبُهُ
Shahih Bukhari 5774: Telah menceritakan kepada kami Al Humaidi telah menceritakan kepada kami Sufyan dari Ibnu Thawus dari Ayahnya dari Ibnu Abbas radliallahu 'anhuma dia berkata; "Saya tidak berpendapat dengan sesuatu yang menyerupai makna lamam (dosa kecil) selain perkataan Abu Hurairah. Dan di riwayatkan dari jalur lain, telah menceritakan kepadaku Mahmud telah mengabarkan kepada kami Abdurrazaq telah mengabarkan kepada kami Ma'mar dari Ibnu Thawus dari Ayahnya dari Ibnu Abbas dia berkata; "Saya tidak berpendapat tentang sesuatu yang paling dekat dengan makna Al lamam (dosa-dosa kecil) selain dari apa yang telah dikatakan oleh Abu Hurairah dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam: "Sesungguhnya Allah telah menetapkan pada setiap anak cucu Adam bagiannya dari perbuatan zina yang pasti terjadi dan tidak mungkin dihindari, maka zinanya mata adalah melihat sedangkan zinanya lisan adalah ucapan, zinanya nafsu keinginan dan berangan-angan, dan kemaluanlah sebagai pembenar semuanya atau tidak."
5.Nafsu serakah akan harta dunia tidak akan mendapatkan berkah, orang yang serakah akan harta dimisalkan sebagai orang yang makan tidak pernah kenyang dan selalu ingin menambah, sehingga orang yang tidak berberkah hartanya akan selalu berusaha terus menambah harta kekayaannya, hal ini dijelaskan oleh Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam dalam sebuah hadits :
صحيح مسلم١٧١٧: حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ وَعَمْرٌو النَّاقِدُ قَالَا حَدَّثَنَا سُفْيَانُ عَنْ الزُّهْرِيِّ عَنْ عُرْوَةَ بْنِ الزُّبَيْرِ وَسَعِيدٍ عَنْ حَكِيمِ بْنِ حِزَامٍ قَالَ
سَأَلْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَعْطَانِي ثُمَّ سَأَلْتُهُ فَأَعْطَانِي ثُمَّ سَأَلْتُهُ فَأَعْطَانِي ثُمَّ قَالَ إِنَّ هَذَا الْمَالَ خَضِرَةٌ حُلْوَةٌ فَمَنْ أَخَذَهُ بِطِيبِ نَفْسٍ بُورِكَ لَهُ فِيهِ وَمَنْ أَخَذَهُ بِإِشْرَافِ نَفْسٍ لَمْ يُبَارَكْ لَهُ فِيهِ وَكَانَ كَالَّذِي يَأْكُلُ وَلَا يَشْبَعُ وَالْيَدُ الْعُلْيَا خَيْرٌ مِنْ الْيَدِ السُّفْلَى
Shahih Muslim 1717: Telah menceritakan kepada kami Abu Bakar bin Abu Syaibah dan Amru An Naqid keduanya berkata, Telah menceritakan kepada kami Sufyan dari Az Zuhri dari Urwah bin Zubair dan Sa'id dari Hakim bin Hizam ia berkata; Saya meminta sedekah kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, maka beliau pun memberikannya padaku, kemudian aku meminta lagi, maka diberikannya lagi, kemudian aku meminta lagi, maka beliau pun memberikannya lagi. Sesudah itu, beliau bersabda: "Sesungguhnya harta ini adalah lezat dan manis. Maka siapa yang menerimanya dengan hati yang baik, niscaya ia akan mendapat berkahnya. Namun, siapa yang menerimanya dengan nafsu serakah, maka dia tidak akan mendapat berkahnya, Dia akan seperti orang yang makan, namun tidak pernah merasa kenyang. Dan tangan di atas lebih baik daripada tangan di bawah."
6.Yang namanya manusia itu tidak pernah merasa puas dengan harta kekayaan yang dimilikinya, sudah memiliki harta yang banyak namun masih merasa kurang dan selalu ingin menambahnya sebagaimana yang disabdakan oleh Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam :
صحيح مسلم ١٧٣٨: و حَدَّثَنِي حَرْمَلَةُ بْنُ يَحْيَى أَخْبَرَنَا ابْنُ وَهْبٍ أَخْبَرَنِي يُونُسُ عَنْ ابْنِ شِهَابٍ عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ
عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ لَوْ كَانَ لِابْنِ آدَمَ وَادٍ مِنْ ذَهَبٍ أَحَبَّ أَنَّ لَهُ وَادِيًا آخَرَ وَلَنْ يَمْلَأَ فَاهُ إِلَّا التُّرَابُ وَاللَّهُ يَتُوبُ عَلَى مَنْ تَابَ
Shahih Muslim 1738: Telah menceritakan kepadaku Harmalah bin Yahya telah mengabarkan kepada kami Ibnu Wahb telah mengabarkan kepadaku Yunus dari Ibnu Syihab dari Anas bin Malik dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, bahwa beliau bersabda: "Andai kata anak itu memiliki emas satu lembah, niscaya ingin memiliki satu lembah lagi. Tidak ada yang dapat mengisi mulut (hawa nafsu) -nya melainkan tanah (maut). Dan Allah menerima taubat siapa saja yang bertaubat kepada-Nya."
7.Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam mengatakan bahwa seburuk-buruk hamba adalah yang dikuasai oleh hawa nafsu, hal ini disampaikan beliau dalam sebuah hadits :
سنن الترمذي ٢٣٧٢: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ يَحْيَى الْأَزْدِيُّ الْبَصْرِيُّ حَدَّثَنَا عَبْدُ الصَّمَدِ بْنُ عَبْدِ الْوَارِثِ حَدَّثَنَا هَاشِمٌ وَهُوَ ابْنُ سَعِيدٍ الْكُوفِيُّ حَدَّثَنِي زَيْدٌ الْخَثْعَمِيُّ عَنْ أَسْمَاءَ بِنْتِ عُمَيْسٍ الْخَثْعَمِيَّةِ قَالَتْ
سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ بِئْسَ الْعَبْدُ عَبْدٌ تَخَيَّلَ وَاخْتَالَ وَنَسِيَ الْكَبِيرَ الْمُتَعَالِ بِئْسَ الْعَبْدُ عَبْدٌ تَجَبَّرَ وَاعْتَدَى وَنَسِيَ الْجَبَّارَ الْأَعْلَى بِئْسَ الْعَبْدُ عَبْدٌ سَهَا وَلَهَا وَنَسِيَ الْمَقَابِرَ وَالْبِلَى بِئْسَ الْعَبْدُ عَبْدٌ عَتَا وَطَغَى وَنَسِيَ الْمُبْتَدَا وَالْمُنْتَهَى بِئْسَ الْعَبْدُ عَبْدٌ يَخْتِلُ الدُّنْيَا بِالدِّينِ بِئْسَ الْعَبْدُ عَبْدٌ يَخْتِلُ الدِّينَ بِالشُّبُهَاتِ بِئْسَ الْعَبْدُ عَبْدٌ طَمَعٌ يَقُودُهُ بِئْسَ الْعَبْدُ عَبْدٌ هَوًى يُضِلُّهُ بِئْسَ الْعَبْدُ عَبْدٌ رَغَبٌ يُذِلُّهُ
قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ غَرِيبٌ لَا نَعْرِفُهُ إِلَّا مِنْ هَذَا الْوَجْهِ وَلَيْسَ إِسْنَادُهُ بِالْقَوِيِّ
Sunan Tirmidzi 2372: Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Yahya Al Azdi Al Bashri telah menceritakan kepada kami 'Abdus Shamad bin 'Abdul Warits telah menceritakan kepada kami Hasyim bin Sa'id Al Kufi telah menceritakan kepada kami Zaid Al Khats'ami dari Asma` binti 'Umais Al Khats'amiyah berkata: Aku mendengar Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Salam bersabda:
"Seburuk buruk hamba adalah hamba yang sombong, berbangga diri dan lupa terhadap Dzat yang maha besar dan maha tinggi, seburuk buruk hamba adalah hamba yang diktator dan kejam dan dia lupa terhadap Dzat yang maha perkasa lagi maha tinggi, seburuk buruk hamba adalah hamba yang lupa dan lalai dan lupa akan kuburan dan ujian, seburuk buruk hamba adalah hamba yang melampaui batas dan berlebih lebihan, lupa terhadap adanya permulaan dan kesudahan, seburuk buruk hamba adalah hamba yang mencari dunia dengan mengorbankan agama, seburuk buruk hamba adalah hamba yang mencari agama dengan hal hal yang syubhat, seburuk buruk hamba adalah hamba yang dikendalikan oleh sifat tamak, seburuk buruk hamba adalah hamba yang dikuasai oleh hawa nafsu yang menyesatkannya dan seburuk buruk hamba adalah hamba yang dikuasai sifat rakus yang menjadikannya hina." Abu Isa berkata: Hadits ini gharib, kami tidak mengetahuinya kecuali dari jalur sanad ini sedangkan sanadnya tidak kuat."
8. Betapa buruknya hawa nafsu sehingga Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam mengucapkan doa berlindung dari hawa nafsu sebagaimana yang diriwayatkan dalam sebuah hadits beliau
سنن الترمذي ٣٥١٥: حَدَّثَنَا سُفْيَانُ بْنُ وَكِيعٍ حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ بَشِيرٍ وَأَبُو أُسَامَةَ عَنْ مِسْعَرٍ عَنْ زِيَادِ بْنِ عِلَاقَةَ عَنْ عَمِّهِ قَالَ
كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ مُنْكَرَاتِ الْأَخْلَاقِ وَالْأَعْمَالِ وَالْأَهْوَاءِ
قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ غَرِيبٌ وَعَمُّ زِيَادِ بْنِ عِلَاقَةَ هُوَ قُطْبَةُ بْنُ مَالِكٍ صَاحِبُ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
Sunan Tirmidzi 3515: Telah menceritakan kepada kami Sufyan bin Waki' telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Basyir dan Abu Usamah dari Mis'ar dari Ziyad bin 'Ilaqah dari pamannya dia berkata; Nabi shallallahu 'alaihi wasallam mengucapkan: "ALAAHUMMA INNII A'UUDZU BIKA MIN MUNKARAATIL AKHLAAQ WAL A'MAALI WAL AHWAAAI" (Ya Allah! Aku berlindung kepada-Mu dari berbagai kemungkaran akhlak, amal maupun hawa nafsu)." Abu Isa berkata; "Hadits ini derajatnya hasan gharib." Sedangkan pamannya Ziyad bin 'Ilaqah bernama Quthbah bin Malik seorang sahabat Nabi shallallahu 'alaihi wasallam."
9.Sungguh surga yang penuh keindahan dan kenikmatan tersebut ditutupi dengan perkara-perkara yang tidak menyenangkan, sedangkan sebaliknya neraka yang didalamnya penuh dengan kesengsaraan tetapi dikelilingi oleh kesenangan dan nafsu syahwar sehingga orang-orang berebut untuk memasukinya. Akan hal ini dijelaskan dalam sebuah hadits :
سنن النسائي ٣٧٠٣: أَخْبَرَنَا إِسْحَقُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ قَالَ أَنْبَأَنَا الْفَضْلُ بْنُ مُوسَى قَالَ حَدَّثَنِي مُحَمَّدُ بْنُ عَمْرٍو قَالَ حَدَّثَنَا أَبُو سَلَمَةَ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ
عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَمَّا خَلَقَ اللَّهُ الْجَنَّةَ وَالنَّارَ أَرْسَلَ جِبْرِيلَ عَلَيْهِ السَّلَام إِلَى الْجَنَّةِ فَقَالَ انْظُرْ إِلَيْهَا وَإِلَى مَا أَعْدَدْتُ لِأَهْلِهَا فِيهَا فَنَظَرَ إِلَيْهَا فَرَجَعَ فَقَالَ وَعِزَّتِكَ لَا يَسْمَعُ بِهَا أَحَدٌ إِلَّا دَخَلَهَا فَأَمَرَ بِهَا فَحُفَّتْ بِالْمَكَارِهِ فَقَالَ اذْهَبْ إِلَيْهَا فَانْظُرْ إِلَيْهَا وَإِلَى مَا أَعْدَدْتُ لِأَهْلِهَا فِيهَا فَنَظَرَ إِلَيْهَا فَإِذَا هِيَ قَدْ حُفَّتْ بِالْمَكَارِهِ فَقَالَ وَعِزَّتِكَ لَقَدْ خَشِيتُ أَنْ لَا يَدْخُلَهَا أَحَدٌ قَالَ اذْهَبْ فَانْظُرْ إِلَى النَّارِ وَإِلَى مَا أَعْدَدْتُ لِأَهْلِهَا فِيهَا فَنَظَرَ إِلَيْهَا فَإِذَا هِيَ يَرْكَبُ بَعْضُهَا بَعْضًا فَرَجَعَ فَقَالَ وَعِزَّتِكَ لَا يَدْخُلُهَا أَحَدٌ فَأَمَرَ بِهَا فَحُفَّتْ بِالشَّهَوَاتِ فَقَالَ ارْجِعْ فَانْظُرْ إِلَيْهَا فَنَظَرَ إِلَيْهَا فَإِذَا هِيَ قَدْ حُفَّتْ بِالشَّهَوَاتِ فَرَجَعَ وَقَالَ وَعِزَّتِكَ لَقَدْ خَشِيتُ أَنْ لَا يَنْجُوَ مِنْهَا أَحَدٌ إِلَّا دَخَلَهَا
Sunan Nasa'i 3703: Telah mengabarkan kepada kami Ishaq bin Ibrahim berkata; telah memberitakan kepada kami Al Fadll bin Musa berkata; telah menceritakan kepadaku Muhammad bin 'Amru berkata; telah menceritakan kepada kami Abu Salamah dari Abu Hurairah dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, beliau bersabda: "Tatkala Allah menciptakan Surga dan Neraka Dia mengirim Jibril 'alaihissalam ke Surga seraya berfirman: 'Lihatlah ke dalamnya dan apa yang telah Aku persiapkan untuk penghuninya' Kemudian Jibril melihat ke surga dan kembali seraya berkata, 'Demi kemuliaan-Mu, sungguh tidak ada seorangpun yang mendengarnya kecuali ia akan memasukinya.' Kemudian Allah memerintahkan (untuk menutupi surga dengan sesuatu yang dibenci), maka ditutupilah surga dengan sesuatu yang dibenci (oleh manusia). Allah lalu berfirman: 'Pergilah ke Surga dan lihatlah kepadanya dan apa yang telah Aku persiapkan untuk penghuninya.' Kemudian Jibril melihat kepadanya, ternyata Surga telah dikelilingi dengan perkara-perkara yang tidak menyenangkan. Jibril lalu berkata, "Demi kemulian-Mu, sungguh aku khawatir tidak akan ada seorangpun yang akan memasukinya.' Allah kemudian berfirman: 'Pergi dan lihatlah ke dalam neraka dan kepada apa yang telah Aku persiapkan untuk penghuninya.' Kemudian ia melihat kepadanya dan ternyata sebagiannya berada di atas sebagian yang lain. Kemudian Jibril kembali dan berkata, 'Demi kemulian-Mu, tidak akan ada seorangpun yang memasukinya.' Kemudian Allah memerintahkan (untuk menutupi neraka dengan sesuatu yang menyenangkan), lalu ditutupilah neraka dengan hal yang menyenangkan nafsu syahwat. Lalu Allah berfirman; 'Lihatlah ke dalamnya.' Ternyata ia dikelilingi dengan nafsu syahwat, kemudian Jibril kembali dan berkata, 'Demi kemuliaan-Mu, sungguh aku khawatir tidak akan ada seorangpun yang selamat darinya kecuali ia pasti akan memasukinya'."
10. Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam sangat mengkhawatirkan akan diri hambanya yang berkenaan dengan hawa nafsu sebagai mana yang diriwayatkan dalam sebuah hadits :
مسند أحمد ١٨٩٣٧: حَدَّثَنَاه يَزِيدُ قَالَ أَخْبَرَنَا أَبُو الْأَشْهَبِ عَنْ أَبِي الْحَكَمِ الْبُنَانِيِّ عَنْ أَبِي بَرْزَةَ
عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّ مِمَّا أَخْشَى عَلَيْكُمْ شَهَوَاتِ الْغَيِّ فِي بُطُونِكُمْ وَفُرُوجِكُمْ وَمُضِلَّاتِ الْهَوَى
Musnad Ahmad 18937: Telah menceritakan sebuah hadits pada kami Yazid telah mengkabarkan kepada kami Abul Asyhab dari Abul Hakam Al Bunany dari Abu Barzah dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, beliau bersabda: "Sungguh yang sangat aku takutkan dari kalian adalah syahwat keji dari perut, dan kemaluan kalian, serta hawa nafsu yang menyesatkan."
Pandangan Para Ulama Tentang Hawa Nafsu
Pertama : Menurut Imam Al-Ghazali rahimahullah bahwa nafsu itu terdiri dari empat bagian yaitu :
1. Keserakahan nafsu terhadap harta benda.
Seseorang yang telah mendapat anugerah Allah maka kewajiban baginya untuk selalu mensyukuri segala nikmat-Nya. Jika engkau menjadi orang kaya, maka syukurilah. Jika dirimu berkedudukan, manfaatkanlah kekuasaan dan kedudukanmu untuk memakmurkan rakyat, bukan memanfaatkan kuasa untuk mengumpul harta benda sampai tidak habis dimakan tujuh keturunan
2. Nafsu amarah akan membakar dan membutakan hati.
Cara terbaik untuk bisa mengendalikan nafsu amarah yang ada dalam diri sendiri dengan berusaha selalu bersabar dalam menghadapi kemarahan dan kezaliman orang lain, bersikap lapang dada, suka memaafkan dan bermurah hati. Sesungguhnya akhlak yang terpuji adalah bagi mereka yang mampu memaafkan kesalahan (kedzaliman) orang lain terhadap diri kita.
Sebagaimana pesan rasul shalallahu’alaihi wa sallam : Ingat 2 perkara dan lupakan 2 perkara, yaitu:
- Ingat kebaikan orang lain pada kita, dan ingat kezaliman kita pada orang lain,
- Lupakan kebaikan kita pada orang, dan lupakan kezaliman orang lain pada kita, insya allah kita menjadi pribadi muslim yang sejati.
3. Kesenangan duniawi mendorong nafsu.
Kesenangan duniawi merupakan racun pembunuh yang mengalir dalam urat. Manusia selalu diingatkan agar tidak terjerumus akan kesenangan duniawi, karena hal itu akan mendorong nafsu menjadi liar. Orang berlomba mengejar kuasa, tanpa memeperdulikan kaedah yang di ajarkan agama, apalagi norma-norma pekerjaan yang sebenarnya, yang terpenting ia dapat memperoleh kekuasaan walau dengan cara apapun.
4. Nafsu syahwat.
Imam Al-Gazhali mengingatkan bahwa syaitan menggoda manusia di dunia ini melalui berbagai cara. Dan yang paling berbahaya ialah harta, wanita dan takhta (kekuasaan). Setan telah memasang perangkap godaannya, tidak sedikit manusia yang hancur dan rusak kehidupannya karena mencari kesenangan dunia semata. Dalam ajaran Islam, nafsu itu bukan untuk dibunuh, melainkan untuk dijaga dan di kawal.
Rasulullah mengajak kita untuk meninggalkan satu peperangan, satu perjuangan atau satu jihad yang kecil untuk dilatih melakukan satu perjuangan atau jihad yang besar yaitu jihad melawan hawa nafsu. Orang yang berperang melawan nafsu ini nampak seperti duduk-duduk saja, tidak seperti orang lain mungkin bisa dengan bebas berekspresi, akan tetapi sebenarnya sedang membuat kerja yang besar iaitu berjihad melawan hawa nafsu.
Melawan hawa nafsu atau mujahadah al- nafs sangat susah. Mungkin kalau nafsu itu ada di luar jasad maka bisa kita pegang, mudah kita akan menekan dan membunuhnya sampai mati. Tetapi nafsu kita itu terletak ada dalam diri kita, mengalir bersama aliran darah dan menguasai seluruh tubuh kita. Karena itu tanpa kesedaran dan kemauan yang sungguh-sungguh kita pasti dikalahkan untuk diperalat sesukanya. Nafsu jahat dapat dikenal melalui sifat keji dan kotor yang ada pada manusia.
Nafsu jahat dan liar sering disebut dengan istilah sifat madzmumah. Di antara sifat-sifat mazmumah itu seperti cinta dunia, tamak, sum’ah, riya’, ujub, gila pangkat dan harta, hasud, iri hati, dendam, sombong dan lain-lain. Sifat-sifat itu melekat pada hati seperti daki melekat pada badan. Kalau kita malas menggosok sifat itu akan semakin kuat dan menebal pada hati kita. Sebaliknya kalau kita rajin meneliti dan kuat menggosoknya maka hati akan bersih dan jiwa akan suci.
Nafsu itulah yang lebih jahat dari syaitan. Syaitan tidak dapat mempengaruhi seseorang kalau tidak meniti di atas nafsu. Dengan kata lain, nafsu adalah highway(jalan tol) atau jalan bebas hambatan untuk syaitan. Kalau nafsu dibiarkan akan membesar, maka semakin luaslah highway syaitan. Kalaulah nafsu dapat diperangi, maka tertutuplah jalan syaitan dan tidak dapat mempengaruhi jiwa kita. Sedangkan nafsu ini sebagaimana yang digambarkan oleh Allah sangat jahat dalam firman-Nya
:وَمَا أُبَرِّىءُ نَفْسِي إِنَّ النَّفْسَ لأَمَّارَةٌ بِالسُّوءِ إِلاَّ مَا رَحِمَ رَبِّيَ إِنَّ رَبِّي غَفُورٌ رَّحِيمٌ
Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha Penyanyang. ( QS. Yusuf : 53 )
Dan ini dikuatkan dengan sabda baginda Nabi shalallahu’alaihi wa sallam“Musuh yang paling memusuhi kamu adalah nafsu yang ada di antara dua lambungmu “. Nafsu inilah yang menjadi penghalang utama dan pertama, kemudian barulah syaitan dan golongan-golongan yang lain. Memerangi hawa nafsu lebih hebat daripada memerangi Yahudi dan Nasrani atau orang kafir. Sebab berperang dengan orang kafir cuma sekali-sekali. Nafsulah penghalang yang paling jahat. Mengapa? Kalaulah musuh dalam selimut, itu mudah dan dapat kita hadapi. Tetapi nafsu adalah sebahagian dari badan kita. Tidak sempurna diri kita jika tidak ada nafsu. Ini yang disebut musuh dalam diri. Sebagian diri kita memusuhi kita. Ia adalah jizm al-latif tubuh yang halus yang tidak dapat dilihat dengan mata kepala, hanya dapat dirasa oleh mata otak (akal) atau mata hati. Oleh itu tidak dapat kita buang. Sekiranya dibuang kita pasti mati.
Siapa sanggup melawan hawa nafsu, maka Allah akan tunjukkan satu jalan hingga diberi kemenangan, diberi bantuan dan tertuju ke jalan yang benar. Inilah rahasia untuk mendapat pembelaan dari Allah. Hidup ini adalah perjuangan melawan hawa nafsu (syaitan). Kadangkala kita menang dan kadangkala kita kalah melawan hawa nafsu syetan kita.
K e d u a : Menurut Ibnu Qudamah rahimahullah dalam kitabnya Minhajul Qashidin bahwa nafsu jiwa tidak diciptakan melainkan karena ada faidahnya. Andai kata tidak ada nafsu makan tentu manusia tidak mau mencari makan. Andaikata tidak ada nafsu seksual, keturunan tentu akan terputus. Yang tercela adalah nafsu yang berlebih-lebihan dan melampaui batas. Banyak orang yang belum memahami takaran ini, lalu merekapun meninggalkan apa yang diingini jiwa . Tentu saja ini merupakan kedzaliman karena mengabaikan haknya.Jiwa mempunyai hak, yang disarkan kepada Sabda Nabi shalallahu’alaihi wa sallam :
صحيح البخاري ١٨٣٢: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ بَشَّارٍ حَدَّثَنَا جَعْفَرُ بْنُ عَوْنٍ حَدَّثَنَا أَبُو الْعُمَيْسِ عَنْ عَوْنِ بْنِ أَبِي جُحَيْفَةَ عَنْ أَبِيهِ قَالَ
آخَى النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَيْنَ سَلْمَانَ وَأَبِي الدَّرْدَاءِ فَزَارَ سَلْمَانُ أَبَا الدَّرْدَاءِ فَرَأَى أُمَّ الدَّرْدَاءِ مُتَبَذِّلَةً فَقَالَ لَهَا مَا شَأْنُكِ قَالَتْ أَخُوكَ أَبُو الدَّرْدَاءِ لَيْسَ لَهُ حَاجَةٌ فِي الدُّنْيَا فَجَاءَ أَبُو الدَّرْدَاءِ فَصَنَعَ لَهُ طَعَامًا فَقَالَ كُلْ قَالَ فَإِنِّي صَائِمٌ قَالَ مَا أَنَا بِآكِلٍ حَتَّى تَأْكُلَ قَالَ فَأَكَلَ فَلَمَّا كَانَ اللَّيْلُ ذَهَبَ أَبُو الدَّرْدَاءِ يَقُومُ قَالَ نَمْ فَنَامَ ثُمَّ ذَهَبَ يَقُومُ فَقَالَ نَمْ فَلَمَّا كَانَ مِنْ آخِرِ اللَّيْلِ قَالَ سَلْمَانُ قُمْ الْآنَ فَصَلَّيَا فَقَالَ لَهُ سَلْمَانُ إِنَّ لِرَبِّكَ عَلَيْكَ حَقًّا وَلِنَفْسِكَ عَلَيْكَ حَقًّا وَلِأَهْلِكَ عَلَيْكَ حَقًّا فَأَعْطِ كُلَّ ذِي حَقٍّ حَقَّهُ فَأَتَى النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَذَكَرَ ذَلِكَ لَهُ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَدَقَ سَلْمَانُ
Shahih Bukhari 1832: Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Basysyar telah menceritakan kepada kami Ja'far bin 'Aun telah menceritakan kepada kami Abu Al 'Umais dari 'Aun bin Abu Juhaifah dari bapaknya berkata; Nabi shallallahu 'alaihi wasallam mempersaudarakan Salman dan Abu Darda'. Suatu hari Salman mengunjungi Abu Darda', lalu ia melihat Ummu Darda' dengan baju yang kumuh, lalu ia berkata, kepadanya; "Ada apa denganmu?" Dia menjawab: "Saudaramu Abu Darda', dia tidak memperhatikan kebutuhan dunia". Kemudian Abu Darda' datang, lalu ia membuat makanan untuk Salman. Salman berkata kepada Abu Darda': "Makanlah!". Abu Darda' menjawab: "Aku sedang berpuasa".
Salman berkata: "Aku tidak akan makan hingga engkau makan". Dia berkata: "Lalu Abu Darda' ikut makan". Pada malam hari Abu Darda' bangun, lalu Salman berkata: "Teruskanlah tidur". Maka iapun tidur lalu bangun lagi, lalu Salman berkata: "Teruskanlah tidur". Maka iapun tidur lagi. Pada akhir malam Salman berkata: "Sekarang bangunlah". Kemudian mereka berdua shalat malam". Lalu Salman berkata kepada Abu Darda': "Sesungguhnya Rabbmu mempunyai hak atasmu, dan jiwamu mempunyai hak atasmu, dan isterimu mempunyai hak atasmu, maka berilah setiap hak kepada orang yang berhak". Kemudian Abu Darda' menemui Nabi shallallahu 'alaihi wasallam lalu ia menceritakan hal itu. Maka Beliau bersabda: "Salman benar".
Salman berkata: "Aku tidak akan makan hingga engkau makan". Dia berkata: "Lalu Abu Darda' ikut makan". Pada malam hari Abu Darda' bangun, lalu Salman berkata: "Teruskanlah tidur". Maka iapun tidur lalu bangun lagi, lalu Salman berkata: "Teruskanlah tidur". Maka iapun tidur lagi. Pada akhir malam Salman berkata: "Sekarang bangunlah". Kemudian mereka berdua shalat malam". Lalu Salman berkata kepada Abu Darda': "Sesungguhnya Rabbmu mempunyai hak atasmu, dan jiwamu mempunyai hak atasmu, dan isterimu mempunyai hak atasmu, maka berilah setiap hak kepada orang yang berhak". Kemudian Abu Darda' menemui Nabi shallallahu 'alaihi wasallam lalu ia menceritakan hal itu. Maka Beliau bersabda: "Salman benar".
Ibnu Qudamah rahimahullah juga menyebutkan bahwa nafsu perut termasuk perusak yang amat besar. Karena nafsu ini pula Adam alaihisallam dikeluarkan dari Surga. Dari nafsu perut pula muncul nafsu kemaluan dan kecendrungan kepada harga benda dan aklhirnya disusul dengan berbagai bencana yang banyak. Semua itu berasal dari kebiasaan memenuhi tuntutan perut. Rasulullah shalallahu’alahi wa sallam bersabda :
صحيح البخاري ٤٩٧٤: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ بَشَّارٍ حَدَّثَنَا عَبْدُ الصَّمَدِ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ عَنْ وَاقِدِ بْنِ مُحَمَّدٍ عَنْ نَافِعٍ قَالَ كَانَ ابْنُ عُمَرَ
لَا يَأْكُلُ حَتَّى يُؤْتَى بِمِسْكِينٍ يَأْكُلُ مَعَهُ فَأَدْخَلْتُ رَجُلًا يَأْكُلُ مَعَهُ فَأَكَلَ كَثِيرًا فَقَالَ يَا نَافِعُ لَا تُدْخِلْ هَذَا عَلَيَّ سَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ الْمُؤْمِنُ يَأْكُلُ فِي مِعًى وَاحِدٍ وَالْكَافِرُ يَأْكُلُ فِي سَبْعَةِ أَمْعَاءٍ
Shahih Bukhari 4974: Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Basysyar Telah menceritakan kepada kami Abdush Shamad Telah menceritakan kepada kami Syu'bah dari Waqid bin Muhammad dari Nafi' ia berkata; Biasanya Ibnu Umar tidak makan hingga didatangkan kepadanya seorang miskin lalu makan bersamanya. Maka aku pun memasukkan seorang laki-laki untuk makan bersamanya, lalu laki-laki itu makan banyak, maka ia pun berkata, "Wahai Nafi', jangan kamu masukkan orang ini. sesungguhnya aku telah mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: 'Seorang mukmin itu makan dengan satu usus, sedangkan orang kafir makan dengan tujuh usus.'
Ibnu Qudamah rahimahullah juga menyebutkan bahwa nafsu kemaluan merupakan nafsu yang tidak mungkin dihindari anak keturunan Adam, karena mempunyai dua manfaat :
- Mempertahankan keturunan.
- Agar manusia bisa membandingkan kenikmatan yangdirasakannya didunia dan kenikmatan yang bakal dirasakannya di akhirat.
Siapa yang belum merasakan kenikmatan birahinya, tentu tidak akan merindukannya. Hanya saja jika nafsu ini tidak dikembalikan ke jalan pertengahan , tentu akan menimbulkan bencana dan cobaan yang amat besar. Andaikati a tidak ada hal ini, tentunya wanita tidak menjadi tali-tali syaitan. Dalam sebuah hadits, Nabi shalallahu’alaihi wa sallam bersabda :
صحيح مسلم ٤٩٢٣: حَدَّثَنَا سَعِيدُ بْنُ مَنْصُورٍ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ وَمُعْتَمِرُ بْنُ سُلَيْمَانَ عَنْ سُلَيْمَانَ التَّيْمِيِّ عَنْ أَبِي عُثْمَانَ النَّهْدِيِّ عَنْ أُسَامَةَ بْنِ زَيْدٍ قَالَ
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا تَرَكْتُ بَعْدِي فِتْنَةً هِيَ أَضَرُّ عَلَى الرِّجَالِ مِنْ النِّسَاءِ
Shahih Muslim 4923: Telah menceritakan kepada kami Sa'id bin Manshur telah menceritakan kepada kami Sufyan dan Mu'tamir bin Sulaiman dari Sulaiman At Taimi dari Abu 'Utsman An Nahdi dari Usamah bin Zaid dia berkata; "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: 'Sepeninggalku, tidak ada (sumber) bencana yang lebih besar bagi laki-laki selain dari pada wanita.'
Meladeni nafsu kemaluan ini secara berlebih-lebihan, akan membuat hasrat seorang laki-laki hanya tertuju kepada wanita, lalu membuatnya lalai mengingat akhirat, dan bahkan bisa menyeret nyha kepada perbuatan cabul dfan keji. Ini adalah Nafsu yang paling buruk. Cukup banyak orang yang bernafsu terhadap harta benda, kedudukan, jui dan lain-lainnya sehingga membuat mereka tidak kuat menahan dirinya untuk terjun ke kancahnya. Lebih baiok segera bersikap waspada selagi ada tanda-tanda untuk meladeni nafsu ini, Sebab jika sudah ketagihan dan menjadi kebiasaan dibutuhkan sara pengobatan yang keras, yang kadang-kdang justeru tidak berhasil sama sekali.
Ketiga : Menurut Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah dalam kitab beliau Tazkiyatun Nafs, bahwa sumber keburukan adalah kelalaian dan hawa nafsu, sebagaimana firman Allah subhanau wa ta’ala :
وَاصْبِرْ نَفْسَكَ مَعَ الَّذِينَ يَدْعُونَ رَبَّهُم بِالْغَدَاةِ وَالْعَشِيِّ يُرِيدُونَ وَجْهَهُ وَلَا تَعْدُ عَيْنَاكَ عَنْهُمْ تُرِيدُ زِينَةَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَلَا تُطِعْ مَنْ أَغْفَلْنَا قَلْبَهُ عَن ذِكْرِنَا وَاتَّبَعَ هَوَاهُ وَكَانَ أَمْرُهُ فُرُطًا
Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan senja hari dengan mengharap keridhaan-Nya; dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka (karena) mengharapkan perhiasan dunia ini; dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingati Kami, serta menuruti hawa nafsunya dan adalah keadaannya itu melewati batas. ( QS.Al Kahfi : 28 )
Hawa nafsu tidak berdiri sendiri dalam m elakukan keburukan kecuali diserta kebodohan, sebab jika ia m e ngetahui n bahwa sesuatu itu berbahayadan berdosa untuk dilakukan, makla secara otomatis ia akan menolak umtuk mengerjakan hal tersebut, Allah suhbanahu wa ta’ala telah menjadikan dalam jiwa kecintaan terhadap apa yang mendatangkan manfaat dan membenci sesuatu apa yang mendatangkan madharat .
Oleh karena itu musibah terbesar yang datang darisyaitan bukan hanya dari nafsu semata, karena syaitan membuat indah kejelekan dan menyuruhnya untuk melakukannmya serta menyebutkan kebaikan-kebaikan hyang gterdapat padanya.
Keempat : Menurut Syaikh DR . Ahmad Farid dalam bukunya “ Manajemen Qalbu Ulama Salaf, bahwa nafsu bisa membuat hati tidak sampai kepada Allah dan bertemu dengan-Nya kecuali setelah berhasil mematikan nafsu, meninggalkannya dengan cara menyalahi kemauannya dan mengalahkannya. Siapa yang berhasil mengalahkan nafsunya akan beruntung dan sukses, siapa yang dikalahkan oleh nafsunya akan merugi dan celaka. Allah berfirman :
فَأَمَّا مَن طَغَى
وَآثَرَ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا
, وَآثَرَ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا
فَإِنَّ الْجَحِيمَ هِيَ الْمَأْوَى
وَأَمَّا مَنْ خَافَ مَقَامَ رَبِّهِ وَنَهَى النَّفْسَ عَنِ
فَإِنَّ الْجَنَّةَ هِيَ الْمَ
Adapun orang yang melampaui batas , dan lebih mengutamakan kehidupan dunia, maka sesungguhnya nerakalah
tempat tinggal(nya). ) Dan adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya, Dan adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya, maka sesungguhnya syurgalah tempat tinggal(nya). ( QS. An-Naazi’aat 37-41 )
Memang nafsu selalu mengajak untuk melampaui batas dan lebih mengutamakan kehidupan dunia. Sementara Allah mengajak hambanya untuk takut kepada-Nya dan menahan diri dari keinginan hawa Dan hati manusia nafsu berada diantara dua ajakan, kadang ia cendrung kepada ajakan yang satu kerkadang cendrung kepada ajakan yang lain. Disinilah letak ujian dan cobaan.
Kelima : Menurut KH. Noerhidayatukkah, MA dalam buku beliau Insan Kamil Metoda islam memanusiakan manusia, mengemukakan bahwa Ciri utama zaman sekarang adalah kebebasan untuk mengumbar dorongan hawa nafsu dan memenuhi keinginan naluri-naluri rendahan sepuasnya. Padahal pemuasan keinginan naluri-naluri itu hanya menambah derita, sebab ia akan selalu menuntu pemenuhan tanpa merasa kenyang.
Masyarakat yang hidupnya berputar pada kisaran hawa nafsu ini adalah masyarakat yang berat sekali dosanya dan buruk sedkali akibatnya. Masyarakat yang akrab dengan pergulatan antara kekuatan kejahatan dan kepentingakepentingan egoistic yang tak pelak di dalamnya lahir sifat-sifat iri, dengki dan kebencian.
Bertolak dari semua itu maka diperlukan langkah untuk memerangi hawa nafsu agar tunduk dibawah kendali akal dan iman. Ketika manusia berusaha memenuhi kewajiban-kewajibannya yang berkaitan dengan keta’atannya kepada Allah subhanahu wa ta’ala, maka hawa nafsu akan menodorongnya untuk memungkiri dan menolak dilaksanakannya kewajiban akan keta’atan tersebut. Karenanya ketika hawa nafsu bertingkah seperti itu maka dorongannya harus dicegah dan tuntutan-tuntutannya harus ditolak.
Memerangi hawa nafsu dalam konteks ini merupakan kewajiban yang harus segera dilakukan oleh seorang mujkmin, tidak bisa ditunda-tunda atau dianggap enteng. Keluhuraqn derajat orang mukmin dan cahaya orang-orang taqwa hanya diukur dengan kemampuan mereka memenangkan perang melawan hawa nafsu dan seberapa jauh kemampuan mereka mengendalikan diri
Sifat-sifat Nafsu
Imam Al-Ghazali dalam kitabnya Ihya ulumiddin menyebutkan bahwa ada 3 sifat nafsu yaitu masing-masing:
1.Nafs al-Muthmainnah (nafsu yang tenang),
yaitu: Ketika iman menang melawan hawa nafsu, sehingga perbuatan manusia tersebut lebih banyak yang baik daripada yang buruk. Dengan kata lain mereka yang mampu menguasai terhadap hawa nafsunya.
yaitu: Ketika iman menang melawan hawa nafsu, sehingga perbuatan manusia tersebut lebih banyak yang baik daripada yang buruk. Dengan kata lain mereka yang mampu menguasai terhadap hawa nafsunya.
2.Nafs al-Lawwamah (nafsu yang gelisah dan menyesali dirinya sendiri),
yaitu: Ketika iman kadangkala menang dan kadangkala kalah melawan hawa nafsu, sehingga manusia tersebut perbuatan baiknya relatif seimbang dengan perbuatan buruknya. Mereka yang sentiasa dalam bertarik tali melawan hawa nafsu. Adakalanya dia menang dan ada kalanya kalah. inilah orang yang sedang berjuang (mujahadah). Mereka ini menunaikan apa yang diperintahkan oleh Nabi Muhammad melalui sabdanya yang bermaksud: ”Berjuanglah kamu melawan hawa nafsumu sebagaimana kamu berjuang melawan musuh-musuhmu.”
yaitu: Ketika iman kadangkala menang dan kadangkala kalah melawan hawa nafsu, sehingga manusia tersebut perbuatan baiknya relatif seimbang dengan perbuatan buruknya. Mereka yang sentiasa dalam bertarik tali melawan hawa nafsu. Adakalanya dia menang dan ada kalanya kalah. inilah orang yang sedang berjuang (mujahadah). Mereka ini menunaikan apa yang diperintahkan oleh Nabi Muhammad melalui sabdanya yang bermaksud: ”Berjuanglah kamu melawan hawa nafsumu sebagaimana kamu berjuang melawan musuh-musuhmu.”
3.Nafs al-Ammaarah al-Suu’ (nafsu yang mengajak kepada keburukan), yaitu: Ketika iman kalah dibandingkan dengan hawa nafsu, sehingga manusia tersebut lebih banyak berbuat yang buruk daripada yang baik. Mereka inilah yang hawa nafsu sepenuhnya telah dikuasai dan tidak dapat melawannya sama sekali.
Mengekor Hawa Nafsu
Mengikuti hawa nafsu ialah berjalan di belakang mengikuti keinginan nafsu. Sedangkan menurut syara’ mengikuti hawa nafsu ialah berjalan di belakang kehendak nafsu dan ambisinya tanpa pengendalian akal. Bahkan terkadang tidak rasional atau tanpa selaras dengan syara’ dan tidak diperhitungkan akibatnya.
Mengikuti hawa nafsu akan membawa manusia kepada kerusakan. Akibat pemuasan nafsu jauh lebih mahal ketimbang kenikmatan yang didapat darinya. Hawa nafsu yang tidak dapat dikendalikan juga dapat merusak potensi diri seseorang.
Hawa nafsu, suatu kata yang sering sekali kita mendengarnya di kehidupan kita. Al Imam Asy Sya’bi rahimahullah berkata: “Sesungguhnya kenapa dinamakan hawa nafsu adalah karena dia menyeret seorang hamba ke dalam neraka.
Banyak sekali celaan dan hinaan bagi para pengikut, penghamba, pengekor hawa nafsu, shahabat yang mulia Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma mengatakan: “Tidaklah Allah menyebutkan kata hawa di berbagai tempat di dalam Al Qur’an kecuali mencelanya!”
Mengekor kepada hawa nafsu menjadikan seseorang tenggelam kedalam keasyikan memenuhi selera rendahnya tanpa mempertimbangkan resiko yang akan diperolehnya. Orang-orang yang mengekor apa yang dimaui oleh hawa nafsu menjadikan mereka lupa diri bahwa apa yang diperbuatnya dalam memenuhi keinginan-keinginan dan kehendak-kehendak nafsunya tidak akan merasa pernah terpuaskan kecuali ajal datang menjemput. Banyak kejadian yang menimpa orang-orang yang memperturutkan hawa nafsu berakhir pada ujung yang hanya memberikan kesengsaraan dan penyesalan. Berapa banyak orang-orang yang tertimpa penyakit akibat perzinahan , berapa banyak orang yang menjadi korban dari minuman keras dan narkoba, berapa banyak korban akibat tindakan korupsi, berapa banyak orang yang menjadi korban perjudian, dan berapa banyak orang-orang yang menjadi korban berbagai kasus karena hanya memenuhi tuntutan hawa nafsu.
Maka sungguh akibat yang dihasilkan oleh hawa nafsu sangat merugikan di dunia dan di akhirat, di dunia dia terhalang dari kebenaran sebagaimana yang telah dikatakan oleh Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu: “Dua perkara yang aku takutkan akan menimpa kalian panjang angan-angan dan mengikuti hawa nafsu, karena sesungguhnya panjang angan-angan melupakan kita dari akhirat adapun mengikuti hawa nafsu menghalangi seseorang dari kebenaran.”
Bahkan dengannya bisa menyeret seseorang ke dalam neraka sebagaimana sabda Rasulullah shalallahu ‘alahi wa sallam tentang seorang hakim (pengambil keputusan) ketika di dalam menjalankan tugas dan mengambil keputusan dia dikalahkan oleh hawa nafsunya, Rasulullah shalallahu ‘alahi wa sallam bersabda:
سنن أبي داوود ٣١٠٢: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ حَسَّانَ السَّمْتِيُّ حَدَّثَنَا خَلَفُ بْنُ خَلِيفَةَ عَنْ أَبِي هَاشِمٍ عَنْ ابْنِ بُرَيْدَةَ عَنْ أَبِيهِ
عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ الْقُضَاةُ ثَلَاثَةٌ وَاحِدٌ فِي الْجَنَّةِ وَاثْنَانِ فِي النَّارِ فَأَمَّا الَّذِي فِي الْجَنَّةِ فَرَجُلٌ عَرَفَ الْحَقَّ فَقَضَى بِهِ وَرَجُلٌ عَرَفَ الْحَقَّ فَجَارَ فِي الْحُكْمِ فَهُوَ فِي النَّارِ وَرَجُلٌ قَضَى لِلنَّاسِ عَلَى جَهْلٍ فَهُوَ فِي النَّارِ
قَالَ أَبُو دَاوُد وَهَذَا أَصَحُّ شَيْءٍ فِيهِ يَعْنِي حَدِيثَ ابْنِ بُرَيْدَةَ الْقُضَاةُ ثَلَاثَةٌ
القُضَاةُ ثَلاَثَةٌ : قَاضِيَانِ فِي النَّارِ وَقَاضٍ فِي الْجَنَّةِ قَاضٍ قَضَى بِالْهَوَى فَهُوَ فِي النَّارِ وَقَاضٍ قَضَى بِغَيْرِ عِلْمٍ فَهُوَ فِي النَّارِ وَقَاضٍ قَضَى بِالْحَقِّ فَهُوَ فِي الْجَنَّةِ
Sunan Abu Daud 3102: Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Hassan As Samti telah menceritakan kepada kami Khalaf bin Khalifah dari Abu Hasyim dari Ibnu Buraidah dari Ayahnya dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, beliau bersabda: "Hakim itu ada tiga; satu orang di Surga dan dua orang berada di Neraka. Yang berada di surga adalah seorang laki-laki yang mengetahui kebenaran lalu menghukumi dengannya, seorang laki-laki yang mengetahui kebenaran lalu berlaku lalim dalam berhukum maka ia berada di Neraka, dan orang yang memberikan keputusan untuk manusia di atas kebodohan maka ia berada di Neraka." Abu Daud berkata, "Hadits ini adalah yang paling shahih dalam hal tersebut, yaitu Hadits Ibnu Buraidah yang mengatakan; Hakim ada tiga…."
Dampak Mengikuti Hawa Nafsu
Mengikuti hawa nafsu bisa berdampak negatif, membahayakan dan bahkan bisa mencelakakan terhadap manusia Adapun dampak negatif tersebut, adalah :
- Hilangnya keta’atan kepada Allah subhanahu wa ta’ala dan rasul-Nya. Sesungguhnya, orang yang mengikuti hawa nafsu akan bersikap kaku, bahkan congkak, tidak mau taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Segala perintah syari’at diabaikan sedangkan larangan larangan syari’at yamng semestinya ditinggalkan malah jadi pekerjaan sehari-hari.
- Tidak dapat lagi membedakan mana-mana yang halal yang dibolehkan syari’at dan mana-mana yang haram yang tidak boleh dikerjakan.
- Menimbulkan penyakit hati, angkuh dan menjadi mati. Seorang hamba nafsu akan tenggelam ke dalam kemaksiatan, dari ujung kepala hingg ujung kaki, hingga menimbulkan bekas yang buruk dan berbahaya pada hatinya (qalbunya). Sehingga bisa menjadi penyakit
- Hina dengan dosa-dosa. Manusia yang telah menjadi budak nafsu, yang telah beku dan kaku hatinya, yang telah mati perasaannya akan menjadi terhina. Dia menjadi orang yang tidak peduli terhadap dosa dan maksiat.
- Tidak menerima nasihat dan petunjuk. .Sungguh, tidaklah bakal ada kebaikan dalam suatu masyarakat apabila tidak saling menasihati, memberi petunjuk dan menerima petunjuk. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman :فَإِن لَّمْ يَسْتَجِيبُوا لَكَ فَاعْلَمْ أَنَّمَا يَتَّبِعُونَ أَهْوَاءهُمْ وَمَنْ أَضَلُّ مِمَّنِ اتَّبَعَ هَوَاهُ بِغَيْرِ هُدًى مِّنَ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ.......Maka jika mereka tidak menjawab (panggilan) ketahuilah bahwa sesung- guhnya mereka hanyalah mengikuti hawa nafsu mereka (belaka). Dan siapakah yang lebih sesat daripada orang yang mengikuti hawa nafsunya dengan tidak mendapat petunjuk dari Allah sedikitpun. Sesung- guhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim. (QS.Al Qashash :50).
- Melakukan bid’ah dalam agama Allah. Sesunggguhnya budak hawa nafsu itu lebih dekat kepada perbuatan yang membahayakan. Mereka tidak menyukai cara beragama yang benar sesuai dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah. Dan agar apa yang menjadi kecenderungan nafsu mereka bisa terlaksana, maka mereka melakukan perbuatan bid’ah (mengada-ada) dalam urusan agama. Mereka membuat aturan-aturan sendiri, diluar syari’at yang telah digariskan. Asalkan sesuai dengan hawa nafsu atau selera mereka.
- Sesat dan tiadanya hidayah kepada jalan yang lurus. Orang yang mengikuti hawa nafsu sangat mudah diperlakukan oleh syahwat dan berbagai keinginannya. Maka, diapun akhirnya bersikap menyimpang dari petunjuk agama.
- Menyesatkan manusia, menjauhkan dari jalan-Nya. Bahaya lain yang ditimbulkan pelaku yang mengikuti hawa nafsu,yaitu bisa menular kepada orang lain sehingga menambah jumlah para pelaku ittiba’ul hawa.
- Akhir dari semua perbuatan mengikuti hawa nafsu adalah berujung kepada masuk kedalam neraka jahanam dan itulah seburuk-buruk tempat kembali sebagaimana yang dijanjikan oleh Allah subhanahu wa ta’ala.
Mengontrol dan Melawan Hawa Nafsu
.
Dalam kitabnya Manejemen Qalbu Ulama salaf Syaikh DR. Ahmad Farid mengemukakan bahwa cara mengatasi dominiasi nafsu amarah terhadap hati orang mukmin adalah dengan cara mengontorolnya dan melawannya. Disebutkan pula bahwa Imam Ahmad ada meriwayatkan bahwa Umar bin Khaththab radhyallahu’anhu berkata : Hisablah dirimusebelum kamu dihisab. Timbanglah amalmuj sebelum kami ditimbang. Karena akan lebih mudah bagimu kelak pada waktu dihisab itubila sedkarang kamu memngisab dirimu sendiri. Dan berhiaslah untuk menghadapi hari dimana kamu akan ditampilkan di muka umum tanpa ada sedikit pun yang tersembunyi darimu.
Kemudian dikemukakan pula bahwa Al-Hasan berkata : “Orang mukmin adalah orang yanmg selalu mengendalikan nafsunya. Ia mengontrol n afsunya karena Allah. Sesungguhnya hisab ( perhitungan amal ) pada hari kiamat akan terasa ringan bagi orang yang menyikapi masalah ini dengan penuh perhitungan.
Lebih lanjut disebutkan bahwa mengontor nafsu itu ada dua macam yaitu sebelum dan sesudah berbuat. Kontrol yang pertama adalah berhenti pada awal memikirkan dan menginginkan sesuatu. Ia tidak tergesa-gesa berbuat sebelum ia mendapat kepastian bahwa melakukannya lebih baik daripada meninggalkannya. Al-Hasan rahimahullah berkata : “ semoga Allah menyayangi orang yang berhenti pada keinginannya; bila ternyata untuk Allah, ia akan melaksanakannya dan bila ternyata untuk selain Allah, ia akan mundur “
Sedangkan kontrol yang kedua adalah mengontrol nafsu setelah melakukan sesuatu tindakan. Ini dibedakan menjadi 3 macam yaitu :
- Mengontrol nafsu atas ketaatan ( baca : ibadah ) yang dilaksanakannya dengan tidak semestinya, dimana dalam pelaksaan ibadahnya ia telah mengurangi hak Allah di dalamnya. Antara lain mungkin ia tidak ikhlas, tidak mengikuti sunnah. Jadi dalam hal ini ia mengontrol nafsunya apakah ia telah memenuhi hak Allah tersebut. Dan apakah ia menunaikan hak-hak tersebut di dalam ketaatan.
- Mengontrol nafsunya atas setiap amal perbuatan yang sebenarnya lebih baik ditinggalkan dari pada dilakukan.
- Mengontrol nafsu atas perbuatan mubah yang dilakukannya, mengapa ia melakukannya ? Apakah perbuatan itu ditujukan untuk meraih ridha Allah dan kebahagiaan di akhirat, sehingga ia menjadi orang yang beruntung ? Ataukah ditujukan untuk kepentingan dunia, sehingga ia merugi dan tidak dapat keuntungan dari apa yang dikerjakannya tersebut.
Selain itu ada pula orang yang teledor, tidak melakukan control , lepas kendali, meremehkan masalah dan beradaptasi dengannya. Kondisi semacam ini akan berakhir dengan kebinasaan. Ini adalah kondisi orang yang terlena, menutup matga terhadap apa yang terjadi di kemudian hari dan mengandalkan hanya pengampunan dari Allah subhanahu wa ta’ala. Sehingga ia tidak mau mengontrol nafsunya dan enggan melihat akibat perbuatannya.
Inti dari seluruh apa yang diutarakan diatas adalah bahwa setiap orang harus mengontrol nafsunya terlebih dahulu dalam melaksanakan ibadah-ibadah yang fardhu. Jika diketemujkan kekurangan, ia harus menambalnya dengan perbaikan. Kemudian ia mengontrol nafsunya dalam hal larangan –larangan, jika ternyata terdapat perbuatan yang melanggar larangan ia harus menambalnya dengan taubat, istighfar dan melaksanakan kebajikan –kebajikan yang bisa menghapus keburukan.
Setelah itu ia harus mengontrol nafsunya atas kelalaiannya. Jika ia telah lalai dari tujuan diciptakannya manusia , ia harus menambalnya dengan dzikir dan menghadap Allah subhanahuj wa ta’ala . Selanjutnya ia harus mengontrol nafsunya atas apa yang diucapkannya, langkah yang dijalani kakinya, kekerasan yang dilakukan tangannya, atau apa yang didengar telinganya ; apa yang diinginkannya dengan perbuatan itu? Untuk apa ia melakukannya? Dan Bagaimana ia melakukannya ?
HAWA dan NAFSU manusia
Dalam Al'Qur'an nafsu diistilahkan dengan "jiwa". Ada nafsu/jiwa yg jahat dan ada juga nafsu/jiwa yg baik. Nafsu menimbulkan atau mengeluarkan hawa yang dalam istilah selanjutnya digabung menjadi satu yaitu “HAWA NAFSU”.
Hawa adalah keinginan sedangkan nafsu adalah perbuatan. Hawa bisa juga adalah radiasi yang ditimbulkan oleh nafsu. Misalkan kita ingin makan, keinginan untuk makan itu disebut hawa. Jadi hawa itu masih dalam batas keinginan. Kemudian jika keinginan tersebut ditindaklanjuti sehingga kita makan, maka perbuatan makan tersebut disebut nafsu.
Jadi sebetulnya yang perlu di kendalikan itu adalah hawanya atau keinginannya. Jika hawa terkendali otomatis nafsu juga akan terkendali. Oleh sebab itulah kenapa istri nabi Adam AS diberi nama Siti Hawa. Karena memang berawal dari keinginan nabi Adam AS yang saat itu merasa kesepian.
Nafsu atau jiwa juga mempunyai jasad tapi jasad halus, dan didalam jasad halus itu juga ada rohnya.
Roh dari nafsu/jiwa berbeda dengan roh manusia, Roh manusia turun/ada pada janin bayi ketika janin bayi berumur antara 3 sampai 4 bulan dalam kandungan ibu. Sedangkan nafsu/jiwa saat itu sudah ada lebih dahulu. Makanya janin bayi sudah hidup dan berkembang (ada denyutan) karena memang disitu sudah ada rohnya, yaitu rohnya dari 4 nafsu/jiwa tadi.
KAPAN NAFSU-NAFSU (JIWA-JIWA) ITU MULAI ADA?
Nafsu/Jiwa sudah ada bersama sperma, dan bisa hidup lama jika bertemu dengan pasangannya yaitu sel telur (terjadi pembuahan) dan menempel di rahim untuk berkembang.
Sperma hidup dan bisa berlari dengan kecepatan tertentu mencari sel telur untuk menyatu (membuahi) dan hidup di dalam rahim. Sperma hidup dan bisa berlari karena mengandung jasad-jasad halus (mengandung nafsu-nafsu/jiwa-jiwa) dimana jasad-jasad halus tersebut mempunyai roh.
Nafsu/jiwa hidup menyatu dengan jasad manusia, dan berkembang serta bertingkah laku mengikuti perkembangan jasad manusia, dari janin bayi dlm perut ibu, lahir menjadi bayi, menjadi anak-anak, remaja, pemuda/dewasa, dan akhirnya tua dan juga nafsu tersebut akhirnya juga mati (sempurna kembali ke asalnya).
JENIS-JENIS NAFSU
1. NAFSU AMARAH
Nafsu amarah disebut juga EGO adalah nafsu yang paling rendah, paling buruk dan paling jahat tingkatannya dibandingkan dengan nafsu-nafsu yang lainnya.
Bahkan ada yang mengatakan nafsu/ego ini lebih kejam dari pada 70 sifat syetan.
Firman Allah Ta’ala : Surat 12 (YUSUF) Ayat 53 ............Karena Sesungguhnya nafsu amarah itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku........
Nafsu amarah secara bawaan lahir menempati lapisan pembungkus terluar sebagai pembungkus hati nurani dan cahaya nafsu ini berwarna merah. Karena menempati lapisan terluar maka nafsu ini biasanya lebih cepat responnya kalau ada apa-apa dibanding dengan jenis nafsu yang lainnya.
Nafsu amarah berasal dari unsur saripati api, sama dengan jin yg juga diciptakan dari unsur api. Disini ada kesamaan unsur antara pembuatan manusia dengan pembuatan jin yaitu sama sama mengandung unsur api. Karena berasal dari unsur api tentu nafsu ini juga akan membawa/mewarisi sifat-sifat dari api itu sendiri.
Sifat-sifat dari api antara lain adalah:
Api bersifat panas; Pada diri manusia nafsu ini selalu akan membangkitkan rasa panas/emosi/pingin marah-marah melulu/temperament, mudah tersinggung, ingin beranten, suka bikin jengkel orang lain dan suka jengkel kepada orang lain, suka memecah belah persatuan, memfitnah, mengadu domba, dalam skala negara ingin perang/menjajah/menguasai negara lain, dan lain sebagainya.
Api berwarna merah ; Pada saat diri manusia dikuasai oleh nafsu ini biasanya raut mukanya berwarna merah, telinga juga merah, jantung berdetak kencang (nafsu amarah ini memang ada hubungannya dengan jantung manusia).
Api selalu mengambil posisi berdiri tegak keatas menantang, tidak ada api menyala kearah bawah atau kesamping. Jika nyala api diarahkan kesamping atau kebawah tentu ujung api tersebut tetap akan berusaha pada posisi berdiri ; Jika manusia sedang dikuasai oleh nafsu api amarah ini maka pada diri manusia tersebut akan mempunyai sifat sombong, tidak mau menerima kebenaran seperti sifat Iblis, selalu berprasangka buruk terhadap orang lain, merasa paling benar sendiri, paling suci sendiri,. Padahal sombong adalah pakaian Allah SWT bukan pakaian manusia atau makhluk.
Namun demikian bukan berarti kita sebagai manusia tidak membutuhkan nafsu amarah. Sebagai manusia kita tetap harus punya amarah, tetapi amarah yang dibolehkan menurut ajaran Islam. Ambisi untuk maju itu nafsu amarah, ambisi untuk bisa naik jabatan dalam pekerjaannya itu juga nafsu amarah, ambisi untuk selalu menang dalam suatu persaingan dalam bidang apapun itu juga salah satu sifat nafsu amarah, dll.
Kalau manusia tidak punya nafsu amarah maka berarti dia bukan manusia, mungkin malaikat. Jadi intinya nafsu amarah itu harus tetap ada pada diri manusia, Cuma kitanya saja yg harus pandai-pandai mengendalikan hawa amarah yg ditimbulkan oleh nafsu amarah itu. WaAllahu’alam bissowab.
2. NAFSU LAWWAMAH
Firman Allah Ta’ala dalam AlQur’an : Surat 75 (Al Qiyaamah) Ayat 2: “Dan tidak! Aku bersumpah dengan nafsu lauwamah (jiwa yang amat menyesali dirinya sendiri)”
Dalam tafsir DEPAG dijelaskankan bahwa : Bila ia berbuat kebaikan ia juga menyesal kenapa ia tidak berbuat lebih banyak, apalagi kalau ia berbuat kejahatan.
Jadi nafsu lawwamah itu nafsu yang selalu menyesali perbuatannya, baik perbuatan terpuji maupun perbuatan tercela, artinya bahwa nafsu ini diri yang tidak mempunyai pendirian.
Sifat seperti ini dimiliki oleh anasir angin dan memang nafsu ini tercipta dari anasir angin.
Coba kita perhatikan tingkah laku angin. Angin bergerak tidak tentu arahnya (tidak punya pendirian), terkadang ke arah utara, selatan, timur, barat, keatas dll. Bergeraknya angin biasanya tergantung oleh musim atau tekanan angin.
Jika manusia lebih dominant nafsu lawwamahnya maka orang tersebut cenderung mempunyai sifat tidak punya pendirian, selalu terbawa arus, plinplan, terbawa oleh mode trend saat itu. Selain itu nafsu ini juga mempunyai sifat sama dengan sifat binatang, yaitu nafsu birahi/sex dan nafsu makan yg terkadang berlebihan.
Meskipun demikian nafsu ini tetap saja ada sisi baiknya, tinggal bagaimana kitanya saja. Nafsu lawwamah secara bawaan lahir menempati lapisan pembungkus kedua dari luar setelah nafsu amarah sebagai pembungkus hati nurani dan Cahaya nafsu ini berwarna kuning.
3. NAFSU MULHIMAH
Nafsu mulhimah berasal dari anasir air. Karena berasal dari saripati air maka nafsu ini mewarisi sifat-sifat dari air.
Sifat-sifat dari air antara lain adalah:
- Air selalu mencari posisi tempat yang paling rendah.
- ika lebih dominant nafsu mulhimah ini maka manusia tsb akan mempunyai sifat rendah hati terhadap sesamanya dan selalu merasa rendah diri dihadapan Tuhannya.
- Air selalu mengambil bentuk dari wadah yang ditempatinya.
- Artinya manusia tsb pandai menempatkan diri, pandai membawa diri terhadap lingkungan sekitarnya atau bisa menyesuaikan diri kepada siapa yang sedang dihadapinya, dll.
Selain itu nafsu ini juga mempunyai sifat empati, gampang iba dan belas kasihan terhadap sesama, suka menolong, dll. Nafsu mulhimah secara bawaan lahir menempati lapisan pembungkus ketiga dari luar setelah nafsu lawwamah sebagai pembungkus hati nurani dan cahaya nafsu ini berwarna putih.
4. NAFSU MUTMAINAH
Firman Allah Ta’ala dalam AlQur’an : Surat 89 (Al Fajr) ayat 27 : Yg artinya : Hai jiwa yang tenang
Nafsu mutmainah berasal dari saripati tanah. Karena berasal dari saripati tanah maka nafsu ini mewarisi sifat-sifat dari tanah. Sifat-sifat dari tanah/bumi antara lain adalah: Tanah/bumi sering disakiti tapi malah selalu memberi manfaat. Lihatlah tanah/bumi, di injak-injak, dicangkuli, diambil isi perutnya (diambil hasil tambangnya), digunduli rambutnya (ditebangi pohon-pohonnya), dirubah bentuknya (diratakan gunung-gunungnya) dan lain sbgnya. Namun tanah tetap sabar. Oleh karena itu orang yg sudah mencapai tingkatan sifat tanah/bumi atau nafsu mutmainah ini biasanya mempunyai sifat yang sabar, rela menanggung beban orang lain dan lain-lain.
Sifat lain dari nafsu ini adalah selalu ingin beribadah terus sehingga terkadang yang lainnya terlupakan. Nafsu mutmainah secara bawaan lahir menempati lapisan pembungkus keempat dari luar setelah nafsu mulhimah sebagai pembungkus hati nurani dan cahaya nafsu ini berwarna hitam.
Antara Akal dan Hawa Nafsu
Manusia hidup di dunia tak hanya makan dan minum, disamping itu manusia memiliki tugas dan tujuan dalam hidupnya dimana tujuan tersebut sangat erat kaitannya dengan tujuan awal penciptaan dan dilahirkannya manusia ke dunia ini.
Semenjak manusia berupa janin danin dalam perut ibunya dia telah diserahi amanah dan tanggung jawab dipundaknya oleh Allah SWT. baik tanggung jawab terhadap dirinya, lingkungannya, sesuatu yang dipimpinnya dan Tuhannya. Untuk mengemban amanah superberat tersebut seperti yang tercantum dalam surah Al-Ahzab Ayat 72, Allah membekali manusia dengan daya, akal dan fikiran sehingga dari tiga hal tersebut sangat nyata bahwasanya Allah memberikan keputusan di tangan manusia secara mutlak terhadap apa yang dia pilih dalam hidup ini, yang pada akhirnya manusia itu sendiri yang akan menjadi objek pembalasan dari segenap perbuatan baik buruknya yang telah ia pilih.
Akal tersebut diperintahkan oleh Allah untuk dipergunakan sebagaimana mestinya, menimbang mana yang baik dan buruk, mana yang pantas atau tidak serta menafakkuri betapa sistematisnya semua ciptaan tuhan di dunia ini. Terjadi tanpa kebetulan. Dengan kehendaknya pula terjadi simbiosis yang serasi dan seirama serta teratur diantara makhluknya sehingga terjadi fase kehidupan yang harmonis, terukur dan akurat. Bisa kita ambil contoh mekanisme rantai makanan pada pelajaran Biologi, ada pemangsa ada yang dimangsa ada konsumen dan ada produsen. Semua itu telah diatur dan ditakdirkan oleh Allah dalam peranan-peranan masing-masing makhluk dan komponen dalam hidup ini.
Betapa banyak redaksi kalimat dalam Al-Qur’an yang menstimulasi kita untuk mengeksploitasi kemampuan akal kita, seperti ”Maka Apakah mereka Tidak Melihat”(Afalaa Yandzuruuna), “Maka Apakah Mereka Tidak Mengambil Pelajaran”(Afalaa Tadzkkaruun) dan “Apakah Mereka Tidak mempergunakan Akalnya”(Afalaa Ta’qiluun). Dari kalam Tuhan tersebut kita bisa menangkap bahwasanya Tuhan menegur kita untuk mengoptimalkan fungsi akal sekaligus menantang kita untuk memperhatikan, mengkaji dan mengobservasi dari segala sesuatu yang Tuhan ciptakan yang kemudian akan menjadi tambahan kemaslahatan untuk kehidupan manusia yang akan datang dan pendongkrak iman kita setelah memahami bahwa betapa mahabesarnya Tuhan kita serta Dia menciptakan segala sesuatu terhindar dari kesia-siaan.
Dalam hal memanfaatkan akal, Islam telah menetapkan regulasi bagaimana cara yang benar terutama dalam memandang baik buruknya sesuatu, sehingga tak selamanya akal diperkenankan menembus semua zona dalam hidup kita ada area tertentu dimana akal tak boleh melintasi batas tersebut, misal dalam memahami syariat Islam –dengan kata lain perintah Allah baik Al-Qur’an maupun Hadits-. Dalam Ushuluddin atau Ilmu Tauhid sistematika yang baik dakam menyerap ajaran Tuhan adalah melalui kacamata Naqli (Dalil-dali yang telah tertulis dalam Al-Qur’an dan Hadits) yaitu dalam menimbang baik buruknya sesuatu dalam syariat kita harus menitik beratkan pada dalil Naqli. Jadi, sesuatu jika ditimbang melalui akal logika kita benar tak selamanya bisa dibenarkan oleh Naqli begitu juga sebaliknya. Well, kita harus mengambil aspek dalil Naqlinya terlebih dahulu karena aspek tersebut berasal dari Tuhan yang lebih tahu tentang urusan agamanya dari pada kita. Dikarenakan apabila mengambil dari segi Aqlinya bemum tentu hal tersebut berdampak positif dalam urusan agama yang dimana Aqli tersebut berasal dari akal kita yang sarat kekurangan dan kelemahan serta sering terkontaminasi oleh budaya serta lingkungan kita berada. Dengan kata lain kita tak boleh beragama “hanya” dengan akal dan meng akal-akalkan agama karena akal tak memiliki kapabilitas yang mumpuni untuk menyerap syariat agama secara totalitas atau kaaffah sehingga apabila dipaksakan ditakutkan akan menghasilkan turbulensi pemahaman yang cacat sehingga merusak pemahaman itu sendiri. Dalam kasus ini berlaku asas pengkultusan yang ditujukan pada Tuhan sebagai target man dalam tetekbengek urusan beragama, sering kita dengar jargon “Undzur Man Qaala Walaa Tandzur Manqola” artinya lihatlah siapa yang berbicara dan janganlah lihat apa yang dia bicararakan, siapa diatas tadi kembali kepada Tuhan.
Islam tidak secara mutlak mematikan dan menafikan fungsi dan logika manusia tetapi Islam memberikan porsi tersendiri bagi akal dimana akal menempati kasta kedua setelah Naqli atau sebegai pelengkap dan penguat dari dalil Naqli itu sendiri, artinya kita boleh saja berdalil dengan Aqli apabila sebuah perbuatan (tentang baik buruknya) tak dijelaskan dalam Naqli asalkan Aqli tersebut tidak bertentangan dengan Naqli yang umumnya Aqli tersebut berkaitan erat dengan kebisaan atau cara memandang yang berlaku disebuah komunitas bagaimana menilai baik buruknya terhadap sesuatu.
Alasan Islam menomomorduakan Aqli adalah seringnya akal terkontaminasi dan terintervensi oleh kepentingan nafsu dalam memandang baik buruknya sesuatu dalam situasi tertentu sehingga apabila kekuatan hawa nafsu mendominasi dalam diri seseorang dan kekutan akal telah dikalahkan maka akal pun menjadi lumpuh oleh nafsu demi memuaskan keinginan nafsu yang terlihat rendah dihadapan akal sehat manusia. Perlu kita catat disini, hawa nafsu tidak akan pernah puas semakin sering dilayani semakin manja dan terus meminta kecuali kita punya komitmen dan tekad yang kuat untuk mengekangnya makanya dalam hadits disebutkan jihad yang terbesar dalam hidup ini adalah jihad melawan hawa nafsu.
Tampaknya kita tak pantas mengkonotasi akal tanpa mengimbanginya dengan deskripsi positif mengenai akal. Negasi dari penjabaran di atas, tak selamanya nafsu dapat menggembosi akal jikalau si pemilik nafsu mampu menghandle nafsunya sehingga kondisi akal termanage dengan baik, yang pada akhirnya si pemilik mampu mendaya gunakan akal secara optimal tanpa dibayangi oleh nafsu yang bertolak belakang fungsi diantara keduanya. Akal yang normal mampu menjadi penawar dan pemenang bagi nafsu yang jahat. Jika kita komparasikan, kekuatan akal dan nafsu fity-fity yang kadangkala terjadi superioritas diantara keduanya.
Akal juga menjadi penyekat antara sifat manusia dan binatang serta memberikan perbedaan insting diantara keduanya. Manusia menjadi lebih berharga dan terhormat daripada binatang karena akalnya. Tapi, Tuhan tak menjamin manusia lebih mulia daripada binatang karena akalnya sebab tak semua manusia mengetahui dan mendayagunakan eksistensi akalnya sebagaimana mestinya. Bisa dibilang tak ada bedanya antara ada akalnya atau tidak, otomatis bisa disamakan dengan binatang. Nah, karena tak ada bedanya tersebut manusia dapat diumpamakan lebih hina daripada binatang, bisa kita analisa sendiri mengapa bisa begitu. Allah berfirman dalam surat Al-A’raf ayat 179 yang berbunyi:
“ Dan Sesungguhnya kami jadikan untuk (isi neraka Jahannam) kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. mereka Itulah orang-orang yang lalai.”
Tapi akal tak berperan tunggal sehingga manusia yang tak dapat memakai akalnya dapat disebut lebih hina daripada binatang, masih ada fikiran dan jiwa dihati yang juga berperan mengontrol keinginan dan insting manusia setelah komponen di atas saling berkolaborasi diantara satu dengan yang lainnya bersama akal, sehingga apabila salah satu diantara keduanya mengalami trouble manusia masih juga berpeluang lebih hina daripada binatang.
Akal tak dapat bekerja jikalau tak ada input dari panca indera, tanpa panca indra akal tak akan berfungsi sebagaimana mestinya karena jika manusia tak berpanca indra ia tak akan pernah bisa hidup, tak ubahnya benda mati. Tapi, tak selamanya panca indra butuh pada akal buktinya kucing masih bisa hidup tanpa akal konsekuensinya kucing hanya dikontrol oleh nafsu hewaninya saja yang terkadang tak dapat diterima oleh akal sehat manusia contohnya, anak kucing yang telah dewasa berhubungan badan dengan induknya lebih parahnya lagi di bangsa manusia sendiri, anak (maaf) memperkosa ibu kandungnya sendiri dan laki-laki berhubungan badan dengan sesama lelakinya begitu juga perempuan. Pernahkah kita mendengar cerita binatang berhubungan dengan sesama jenisnya dikalangan mereka, saya kira anda juga belum pernah mendengarnya. Bukankah hal ini lebih memalukan daripada binatang. Inilah fakta yang tak dapat disangkal telah terjadi di abad kita sekarang. Inilah suatu gambaran akal telah bertekuk lutut di hadapan hawa nafsu. Dengan kata lain, nanusia lebih hina daripada binatang karena keberadaan akalnya (karena akalnya tak digunakan).
Begitulah Allah menjadikan akal lawan dan ingkaran dari hawa nafsu. Dua makhluk Allah yang tertanam dalam setiap jiwa manusia, keduanya saling mengalahkan dan tidak akan pernah bersatu untuk menguasai jiwa manusia. Manusia yang dominan akalnya berarti dia mendapat pancaran nur-ilahi begitu juga sebaliknya. Allah pernah bertanya pada akal dan hawa nafsu: Hai akal siapakah aku dan kamu? Akal menjawab, aku adalah hambamu dan engkau adalah tuhanku. Hawa nafsu juga menjawab: aku adalah aku sendiri, kamua adalah kamu.
Akal juga mempunyai peran vital dalam kriteria pewajiban aturan Islam yaitu ketika Islam mewajibkan secara mutlak kepada seorang muslim tentang hukum-hukumnya, segala perintahnya dan semua ajarannya untuk dilaksanakan. Ketika Islam memandang seseorang telah wajib menjalankan aturannya yang telah diletakkan di pundaknya, artinya akal menjadi indicator untuk menganggap dan memperhitungkan tentang perbuatan baik dan buruk yang telah dilakukan oleh seorang muslim. Yang pada awalnya dia masih kanak-kanak “belum dianggap” dalam pelaksanaan dan penyerapan aturan Islam sekarang dia sudah mulai beranjak dewasa (berakal) otomatis aturan Islam wajib dilaksanakan olehnya. Sedangkan orang yang telah berakal biasa disebut mukallaf. Tak hanya itu Islam meletakkan akal sebagai tolak ukur dalam berlakunya sebuah kewajiban. Dalam persaksian Islam juga meletakkan akal sebagai satu hal yang harus dimiliki oleh seorang saksi secara logika anak kecil dan orang sinting tak dapat menjadi saksi karena akalnya yang tak sempurna, begitu juga syarat dalam menjadi seorang perawi hadits.
Islam sangat mengakui eksistensi akal dalam jiwa manusia buktinya Islam melarang penganutnya mengonsumsi segala sesuatu yang memabukkan seperti Khamr, ganja, heroin dan ekstasi. Karena rasa mabuk mampu menghilangkan akal sehat dan kesadaran, yang pada akhirnya si peminum melakukan perbuatannya diluar kontrol akalnya yang kebanyakan memang tak masuk akal perbuatan si peminum tersebut seperti membunuh istrinya sendiri, menyetubuhi darah dagingnya sendiri den perbutan tercela lainnya. Dengan kata lain, menjaga akal agar tetap sadar merupakan tindakan preventif bagi manusia dari perbutan kriminal dan menzhalimi orang lain. Allah berfirman tentang pelarangan khamr dalam kitabnya yang berbunyi:
" Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: "Pada keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya". dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: " yang lebih dari keperluan." Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berfikir,"ِ
Akal juga turut diperhitungkan dalam Ilmu teologi atau ilmu kalam, yaitu akal menjadi salah satu kerangka berpikir dalam ilmu tersebut. Cara berpikir dalam berpendapat tentang suatu hal turut mempengaruhi hasil dari sebuah keputusan. Cara berpikir yang memberikan porsi tak terbatas pada akal biasa disebut cara berpikir rasionalis, logis atau logika. Dalam Ilmu teologi penganut cara berpikir seperti di atas sering diadopsi oleh orang-orang mu’tazilah makanya mereka sering dijuluki rasionalis atau liberalis, sang maniak akal.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar