Perbedaan dan Persamaan Penerapan Berfikir berdasarkan Logika dan Berdasarkan Agama
Setiap manusia dalam dirinya memiliki komponen berupa jiwa dan jasad, keduanya saling terkait satu sama lain. Dalam kehidupan dunia tiada berarti nyawa tanpa jasad, karena nyawa tanpa jasad tak dapat hidup di dalam dunia. Begitu pula jasad tanpa nyawa karena jasad tanpa nyawa adalah jenazah, karena tidak dapat melakukan aktifitas, ibarat peralatan elektronik tanpa listrik sebagai sumber tenaga.
Jiwa manusia adalah penggerak segala kehidupan manusia, jiwa lah yang menjadikan manusia hidup begitu hidup. Pada dasarnya dalam jiwa manusia itu terdapat tiga komponen besar yakni Cipta, Rasa dan Karsa. Cipta merupakan komponen jiwa yang lebih terkonsentrasi pada fungsi-fungsi otak, berupa daya pikir, daya nalar/analisa, dan pengertian/berkesimpulan.
Rasa lebih terkonsentrasi pada apresiasi positif dan negatif, positif dalam mengapresiasikan rasa senang, gembira dan hal-hal positif lainnya sedangkan Negatif dalam mengekspresikan rasa sedih, takut dan hal-hal yang negatif. Sedangkan Karsa mengatur hal yang bersangkutan dengan nafsu manusia, nafsu-nafsu pada manusia dikelompokan menjadi empat yaitu : Nafsu Muthmainnah (nafsu yang positif), Sufi’ah (nafsu yang cenderung negatif), Lawammah (nafsu yang rendah, nafsu kehewanan), dan Amarah (nafsu angkara).
Hakekatnya ketiga komponen itu saling mempengaruhi dan bekerjasama satu sama lain. Dalam interpretasi kehidupan beragama ketiga komponen diatas di kaitkan pada hal-hal berikut :
- Cipta lebih dekat kepada Kesadaran, atau ilmu yang dapat melahirkan berbagai kebijaksanaan mampu mengetahui dan membedakan mana yang hak dan batil.
- Rasa diklaim sebagai perwujudan rasa iman kepada pencipta, iman yang dapat menentramkan jiwa.
- Karsa sebagai manifestasi Taqwa kepada pencipta.
Dalam lingkup yang lebih luas dalam membicarakan jiwa dimulai dari Alam raya yakni alam yang paling luas, cakupannya terdiri atas semua hal. Masuk ke skup yang lebih sempit ke alam panca indera, didalamnya dapat mendengar, merasa, dan melihat, selanjutnya masuk ke alam jiwa yang terdiri atas, cipta, rasa dan karsa selanjutnya ke bagian yang lebih sempit yakni nurani.
- Logika adalah ilmu yang mempelajari metode dan hukum-hukum yang digunakan untuk membedakan penalaran yang betul dari penalaran yang salah. Logika menggunakan akal sehat dalam setiap penalarannya, logika menyelidiki, menyaring dan menilai pemikiran dengan cara serius dan terpelajar serta bertujuan mendapatkan kebenaran, terlepas dari segala kepentingan dan keinginan perorangan. Logika merumuskan serta menerapkan hukum-hukum dan patokan-patokan yang harus ditaati agar manusia dapat berpikir benar, efisien, dan teratur.
- Agama adalah sesuatu yang dianut oleh sekelompok orang dengan meyakini bahwa segala sesuatu yang diperintahkan atau dilarang didalamnya memiliki konsekuensi logis terhadap pemeluknya. Pada dasarnya agama dibagi menjadi dua yakni agama langit (samawi) dan agama bumi (al-ardhi). Agama samawi atau agama langit adalah agama-agama yang diturunkan berdasarkan wahyu Tuhan, misal agama Islam Kristen, Yahudi. Sedangkan agama Bumi adalah agama yang berasal dari penciptaan manusia, bahkan sering disebut sebagai agama budaya, misal Konghucu, Budha, Tao.
Penerapan berpikir, dalam hal ini penggunaan serta penuangan ide kedalam kreasi-kreasi tertentu, adalah suatu metode atau cara yang digunakan untuk memperoleh suatu hasil berpikir secara positif mengenai suatu permasalahan. Didalamnya terdapat proses kreatif dan kritis serta inovatif dalam menjelaskan sesuatu permasalahan.
Berbicara mengenai Perbedaan dan persamaan penerapan berpikir berdasarkan logika dan berdasarkan agama tidak terlepas dari pengetahuan dan ilmu mengenai logika dan agama tersebut. Konsep agama jelas berbeda dengan konsep berpikir secara logika, kerap kali kita tertipu oleh pemahaman yang mengkotak-kotakan bahwa agama bertolak belakang dengan logika, padahal kalau kita mau jujur banyak dari konsep-konsep agama yang sejalan dengan logika.
Penerapan berpikir berdasarkan logika dan berdasar agama pada dasarnya tidak jauh berbeda, seperti telah dikemukakan dimuka bahwa manusia terdiri atas dua bagian utama yakni jasad dan jiwa, yang keduanya adalah satu kesatuan yang utuh. Jiwa terbagi atas cipta, rasa dan karsa yang satu sama lain saling berhubungan dan saling mempengaruhi. Cipta merupakan komponen jiwa yang lebih terkonsentrasi pada fungsi-fungsi otak, berupa daya pikir, daya nalar/analisa, dan pengertian/berkesimpulan. Rasa lebih terkonsentrasi pada apresiasi positif dan negatif. Sedangkan Karsa mengatur hal yang bersangkutan dengan nafsu manusia.
Cipta terwujud dengan adanya fungsi-fungsi otak yang mampu melahirkan kebudayaan. Logika lahir dan terinterpretasi melalui kemampuan otak dalam menganalisa segala informasi yang didapat. Logika pada dasarnya daya nalar dan daya pikir otak dalam menyelesaikan setiap permasalahan. Konsep dari logika adalah membedakan penalaran yang betul dari penalaran yang salah dengan menggunakan akal sehat dalam setiap penalarannya. Logika juga pada dasarnya adalah kesadaran diri, kesadaran yang mampu menghasilkan ilmu. Karena berkat daya pikir dan daya nalarlah ilmu berkembang, tidak ada dengan sendirinya.
Agama identik dengan segala sesuatu yang berasal dari Tuhan, walau dalam beberapa agama terdapat perbedaan mengenai konsep yang dianutnya, namun ada kesamaan dalam penerapan berpikir yakni menganjurkan kepada penganutnya untuk menggunakan akal sehat sebaik-baiknya. Karena itu dari waktu ke waktu ilmu pengetahuan semakin berkembang.
Dibawah ini adalah perbedaan dan persamaan penerapan berpikir berdasarkan logika dan agama :
Persamaan :
- Keduanya menggunakan metode-metode yang mengarah kepada tujuan yang jelas.
- Menggunakan akal sehat dalam berpikir
- Mengajarkan sikap kritis dan inovatif dalam berfikir
Metode-metode dalam hal ini adalah segala sesuatu yang telah dirumuskan dalam berbagai bidang keilmuan, diantaranya penggunaan metode penelitian, sama halnya dengan logika, agama pun mengajarkan hal yang serupa, agama mengajarkan agar setiap permasalahan diselesaikan secara bertahap sesuai dengan urusannya masing-masing. Penggunaan akal sehat adalah mutlak dalam berlogika atau dalam beragama, keduanya membuang jauh-jauh pikiran-pikiran yang tidak benar, yang berasal dari pikiran yang tidak jernih. Tentunya logika yang dihasilkan dari pemikiran akal yang tidak sehat akan melenceng jauh dari yang sebenarnya. Bahkan dalam agama orang yang hendak berijtihad (mencari hukum baru) idealnya harus memiliki akal sehat ditunjang oleh tingkat keilmuan yang memadai.
Sikap kritis dan pemikiran yang inovatif merupakan karakteristik sendiri dalam berfikir. Dalam logika semua kemungkinan harus terpikirkan, setiap jawaban harus dikritik dahulu sebelum ditetapkan sbagai hasil dari pemikiran, sesuatu yang inovatifpun menjadi ciri tersendiri agar setiap hasil pemikiran tidak itu-itu saja. Agama mengajarkan sikap kritis untuk berfikir kepada setiap pemeluknya, beberapa kali bahkan sering Allah mengingatkan afalaa tafakkaruuna (apakah kamu berfikir) yaitu teguran Tuhan agar manusia-manusia itu berfikir kritis.
Logika adalah sejalan dengan agama. Penerapan berfikir berdasar agama dan logika sama sekali tidak berlawanan, agama memerintahkan kepada umatnya untuk berfikir, apapun itu silakan kita diperintahkan apalagi untuk hal-hal yang berkaitan dengan hubungan keduniawian menyangkut hubungan manusia dengan manusia. Berfikir secara logis adalah sesuai dengan ajaran agama, karena tanpa pemikiran tersebut atau bila seluruh konsep-konsep agama tidak sesuai dengan logika berfikir maka tak akan kokoh agama tersebut. Islam adalah agama yang paling logis didunia ini, islam menawarkan kepada umatnya untuk berfikir secara logis, ajaran islam sesuai dengan logika yang berlaku umum.
Ilmu pengetahuan yang berkembang saat ini pun tidak terlepas dari apa yang tertulis dalam Al-quran selaku pegangan islam dalam beragama dan juga sebagai rujukan berfikir bagi umatnya. Jelasnya Berfikir itu amat dianjurkan oleh agama, sebagai sesuatu yang sejalan dengan logika.
Perbedaan :
- Agama mengutamakan kepada pemikiran berdasarkan ketuhanan sedang Logika hanya berdasar kepada akal sehat saja
- Logika hanya berdasarkan akal sedang dalam agama ada hal-hal tertentu yang tidak tersentuh oleh akal
- Berfikir menurut agama adalah berdasarkan wahyu, sedang logika hanya berdasar akal saja.
Penerapan berfikir berdasar agama adalah pemikiran yang berdasarkan ketuhanan, artinya setiap pemikiran yang dilakukan apakah dilarang atau tidak bertentangan dengan apa yang Tuhan perintahkan. Sedang logika memikirkan sesuatu hal sebatas baik dan buruk saja tidak sampai kepada hal tersebut. Berfikir berdasar logika kadang terasa amat dangkal, barangkali akal manusia memang diciptakan untuk mengetahui hal yang sedikit saja. Walau pemikiran secara abstrak dapat tertuang dalam media-media baik lisan oleh tulisan, namun pemikiran-pemikiran yang tidak logis seperti apaka Tuhan itu ada, bagaimana Dia ada, apakah akhirat itu ada, tidak terpikir oleh logika, hanya keimanan lah yang mampu menerimanya.
Betapapun hebatnya seseorang dalam berlogika, dia tak akan mampu mengetahui hal-hal yang ghaib tanpa melalui keimanan. Iman disini memegang peranan yang amat kuat dalam penerapan berfikir apalagi menyangkut hal-hal yang abstrak. Satu hal lagi yang membedakan antara penerapan berfikir berdasar agama dan logika adalah dalam penerapan berfikir berdasar agama selain berdasarkan akal fikiran berdasarkan pula kepada kitab suci, yang merupakan firman Tuhan. Sedang penerapan berfikir secara logika hanya menyandarkan pada akal sehat saja. Kitab suci disini berperan sebagai kerangka berfikir serta sebagai tolok ukur dalam pengambilan keputusan.
Dari uraian mengenai persamaan dan perbedaan penerapan berfikir berdasarkan logika dan agama dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
- Agama maupun logika berdasarkan akal sehat dalam setiap proses berfikirnya
- Penerapan berfikir berdasar agama selain berdasar akal sehat seperti logika juga bersandar pada keimanan kepada Tuhan
- Berfikir secara logis amat diperlukan dalam menyelesaikan setiap permasalahan
- Logika dan agama adalah seiring sejalan, dengan agama mendorong kepada umatnya untuk berfikir secara logis
- Berfikir berdasarkan agama artinya melakukan proses kreatif dan kritis terhadap suatu permasalahan berdasar akal sehat dengan menyandarkan diri kepada Tuhan
Penggunaan logika sangat bermanfaat dalam berfikir, selanjutnya penggunaan logika dalam berfikir harus terus dikembangkan agar terus berkembangnya ilmu pengetahuan serta kemampuan dalam menyelesaikan setiap permasalahan terus meningkat, namun jangan sampai melupakan agama sebagai suatu dasar dalam berfikir, karena hanya dengan agamalah, khusunya Islam kita dapat sukses dan selamat dalam kehidupan didunia ini bahkan sampai kehidupan diakhirat kelak. Ingat ilmu tanpa agama adalah buta, dan agama tanpa ilmu adalah pincang, maka kembangkanlah ilmu dengan terus berpegang teguh kepada nilai-nilai agama
Logika = Tanda Kurang Iman
Semakin tinggi keimanan kita kepada Allah Ta'ala dan RasulNya, semakin kuranglah kita menggunakan logik akal pemikiran, bahkan semakin banyaklah kita menggunakan hati & perasaan bagi mengenang keagungan & kebesaran Tuhan.
Kenapa logik tanda kurang iman? Rukun Iman menyuruh kita percaya dengan yakin dengan perkara-perkara ghaib yang tidak ada dihadapan mata kita dan tidak boleh dibuktikan dengan kajian dan analisa sains. Hanya kadang-kadang kajian sains itu menyokong kandungan Al-Quran bila Tuhan buka sedikit rahsia alam kepada saintis yg jujur & mencari kebenaran.
Beriman kepada kewujudan Allah Ta'ala, Malaikat, syurga, neraka, arasy, kursi, luh mahfuz, qalam dll tidak akan dapat dibuktikan dengan logik sains. ini kerana hal ghaib tidak dapat ditangkap kewujudannya oleh pancaindera yg 5 (lihat, dengar, bau, rasa, sentuh). Mana mungkin kita dapat rasa kepanasan api neraka sewaktu hidup didunia.
Anda juga akan dapati ribuan hadith Nabi s.a.w. yg menyentuh tentang perkara ghaib yang memerlukanPERCAYA DENGAN YAKIN TANPA SYAK WASANGKA ATAU RAGU-RAGU. Keimanan diperolehi setelah kita yakini dengan teguh berhubung perkara-perkara ghaib tersebut.
Setelah diyakini sekian lama dan diuji keimanan kita, barulah Tuhan buka hijab dengan memperlihatkan perkara ghaib tersebut melalui mata hati (sixth sense). Ketika itu barulah anda akan sedar bahawa alam ghaib penuh dengan keajaiban dan tanda kebesaran Tuhan. Semua yg berlaku tidak ada logiknya. Jutaan malaikat yg mengelilingi arasy setiap saat, pohon Sidratul Muntaha yg tinggi menjulang, keindahan syurga yg tidak pernah dilihat mata, tidak pernah didengar oleh telinga dan tidak pernah terlintas di hati manusia.
Kata-kata yg logik bermakna kata-kata yang belum capai darjat mutmainnah. Yg ada hanya kekufuran dan kesyirikan serta keimanan yg belum matang. Lihatlah Allah Ta'ala memuliakan Saidina Abu Bakar r.a. dengan gelaran As-Siddiq (yang terus percaya dan yakin terhadap peristiwa Israk & mikraj. Perjalanan yg mengambil masa 2 bulan terjadi dalam masa 1 malam).
MENCAPAI KEIMANAN DENGAN LOGIKA
Keimanan adalah keyakinan, yang dalam Islam wajib dicapai dengan penuh kesadaran dan pengertian, karena hanya dengan inilah kesetiaan tunggal pada Islam (tauhid) bisa diharapkan, seperti halnya seorang fisikawan yang telah yakin akan keakuratan instrumennya, sehingga ia pun segera berbuat sesuatu, begitu instrumen itu mengabarkan existensi radiasi atom yang tidak pernah bisa dideteksi oleh indera fisikawan itu sendiri.
FITRAH MANUSIA
Sejak adanya manusia, manusia memiliki berbagai ciri-ciri (fitrah) yang membedakannya dari mahluk lain. Manusia memiliki intuisi untuk memilih dan tidak mau menyerah pada hukum-hukum alam begitu saja. Manusia bisa mengerjakan sesuatu yang berlawanan dengan nalurinya, misal makan meski sudah kenyang (karena menghormati tuan rumah), atau tidak melawan meski disakiti (karena menjaga perasaan orang). Hal ini tidak ada pada binatang. Seekor kucing yang sudah kenyang tak mau lagi mencicipi makanan yang enak sekalipun.
Manusia memiliki kemampuan mewariskan kepada manusia lain (atau keturunannya) hal-hal baru yang telah dipelajarinya. Inilah asal peradaban manusia. Hal ini tidak terdapat pada binatang. Seekor kera yang terlatih main musik dalam circus tidak akan mampu melatih kera lainnya. Seekor kera hanya bisa melatih seekor anak kera pada hal-hal yang memang nalurinya (memanjat, mencari buah).
Kesamaan manusia dengan binatang hanya pada kebutuhan eksistensialnya (makan, minum, istirahat dan melanjutkan keturunan).
MANUSIA MENCARI HAKEKAT HIDUPNYA
Manusia yang telah terpenuhi kebutuhan eksistensialnya akan mulai mempertanyakan, untuk apa sebenarnya hidup itu. Hal ini karena manusia memiliki kebebasan memilih, mau hidup atau mati. Karena faktor non naluriahnya, manusia bisa putus asa dan bunuh diri, sementara tidak ada binatang yang bunuh diri kecuali hal itu dilakukannya dalam rangka mempertahankan eksistensinya juga (pada lebah misalnya).
Pertanyaan tentang hakekat hidup ini yang memberi warna pada kehidupan manusia, yang tercermin dalam kebudayaan, yang digunakannya untuk mencapai kepuasan ruhaninya.
MANUSIA MEMBUTUHKAN TUHAN
Dalam kondisi gawat yang mengancam eksistensinya (misalnya terhempas ombak di tengah samudra, sementara pertolongan hampir mustahil diharapkan), fitrah manusia akan menyuruh untuk mengharapkan suatu keajaiban.
Demikian juga ketika seseorang sedang dihadapkan pada persoalan yang sulit, sementara pendapat dari manusia lainnya berbeda-beda, ia akan mengharapkan petunjuk yang jelas yang bisa dipegangnya. Bila manusia tersebut menemukan seseorang yang bisa dipercayainya, maka dalam kondisi dilematis ini ia cenderung merujuk pada tokoh idolanya itu.
Dalam kondisi seperti ini, setiap manusia cenderung mencari "sesembahan". Mungkin pada kasus pertama, sesembahan itu berupa dewa laut atau sebuah jimat pusaka. Pada kasus kedua, "sesembahan" itu bisa berupa raja (pepunden), bisa juga berupa tokoh filsafat, pemimpin revolusi bahkan seorang dukun yang sakti.
TANDA-TANDA EKSISTENSI TUHAN
Di luar masalah di atas, perhatian manusia terhadap alam sekitarnya membuatnya bertanya, "Mengapa bumi dan langit bisa sehebat ini, bagaimana jaring-jaring kehidupan (ekologi) bisa secermat ini, apa yang membuat semilyar atom bisa berinteraksi dengan harmoni, dan dari mana hukum-hukum alam bisa seteratur ini".
Pada masa lalu, keterbatasan pengetahuan manusia sering membuat mereka cepat lari pada "sesembahan" mereka setiap ada fenomena yang tak bisa mereka mengerti (misal petir, gerhana matahari). Kemajuan ilmu pengetahuan alam kemudian mampu mengungkap cara kerja alam, namun tetap tidak mampu memberikan jawaban, mengapa semua bisa terjadi.
Ilmu alam yang pokok penyelidikannya materi, tak mampu mendapatkan jawaban itu pada alam, karena keteraturan tadi tidak melekat pada materi. Contoh yang jelas ada pada peristiwa kematian. Meski beberapa saat setelah kematian, materi pada jasad tersebut praktis belum berubah, tapi keteraturan yang membuat jasad tersebut bertahan, telah punah, sehingga jasad itu mulai membusuk.
Bila di masa lalu, orang mengembalikan setiap fenomena alam pada suatu "sesembahan" (petir pada dewa petir, matahari pada dewa matahari), maka seiring dengan kemajuannya, sampailah manusia pada suatu fikiran, bahwa pasti ada "sesuatu" yang di belakang itu semua, "sesuatu" yang di belakang dewa petir, dewa laut atau dewa matahari, "sesuatu" yang di belakang semua hukum alam.
"Sesuatu" itu, bila memiliki sifat-sifat ini:
- Maha Kuasa
- Tidak tergantung pada yang lain
- Tak dibatasi ruang dan waktu
- Memiliki keinginan yang absolut
maka dia adalah Tuhan, dan berdasarkan sifat-sifat tersebut tidak mungkin zat tersebut lebih dari satu, karena dengan demikian berarti satu sifat akan tereliminasi karena bertentangan dengan sifat yang lain.
TUHAN BERKOMUNIKASI VIA UTUSAN
Kemampuan berfikir manusia tidak mungkin mencapai zat Tuhan. Manusia hanya memiliki waktu hidup yang terhingga. Jumlah materi di alam ini juga terhingga. Dan karena jumlah kemungkinannya juga terhingga, maka manusia hanya memiliki kemampuan berfikir yang terhingga. Sedangkan zat Tuhan adalah tak terhingga (infinity). Karena itu, manusia hanya mungkin memikirkan sedikit dari "jejak-jejak" eksistensi Tuhan di alam ini. Adalah percuma, memikirkan sesuatu yang di luar "perspektif" kita.
Karena itu, bila tidak Tuhan sendiri yang menyatakan atau "memperkenalkan" diri-Nya pada manusia, mustahil manusia itu bisa mengenal Tuhannya dengan benar. Ada manusia yang "disapa" Tuhan untuk dirinya sendiri, namun ada juga yang untuk dikirim kepada manusia-manusia lain. Hal ini karena kebanyakan manusia memang tidak siap untuk "disapa" oleh Tuhan.
UTUSAN TUHAN DIBEKALI TANDA-TANDA
Tuhan mengirim kepada manusia utusan yang dilengkapi dengan tanda-tanda yang cuma bisa berasal dari Tuhan. Dari tanda-tanda itulah manusia bisa tahu bahwa utusan tadi memang bisa dipercaya untuk menyampaikan hal-hal yang sebelumnya tidak mungkin diketahuinya dari sekedar mengamati alam semesta. Karena itu perhatian yang akan kita curahkan adalah menguji, apakah tanda-tanda utusan tadi memang autentik (asli) atau tidak.
Pengujian autentitas inilah yang sangat penting sebelum kita bisa mempercayai hal-hal yang nantinya hanyalah konsekuensi logis saja. Ibarat seorang ahli listrik yang tugas ke lapangan, tentunya ia telah menguji avometernya, dan ia telah yakin, bahwa avometer itu bekerja dengan benar pada laboratorium ujinya, sehingga bila di lapangan ia dapatkan hasil ukur yang sepintas tidak bisa dijelaskanpun, dia harus percaya alat itu. Seorang fisikawan adalah seorang manusia biasa, yang dengan matanya tak mungkin melihat atom. Tapi bila ia yakin pada instrumentasinya, maka ia harus menerima apa adanya, bila instrumen tersebut mengabarkan jumlah radiasi yang melebihi batas, sehingga misalnya reaktor nuklirnya harus segera dimatikan dulu.
Karena yakin akan autentitas peralatannya, seorang astronom percaya adanya galaksi, tanpa perlu terbang ke ruang angkasa, seorang geolog percaya adanya minyak di kedalaman 2000 meter, tanpa harus masuk sendiri ke dalam bumi, dan seorang biolog percaya adanya dinosaurus, tanpa harus pergi ke zaman purba.
Keyakinan pada autentitas inilah yang disebut "iman". Sebenarnya tak ada bedanya, antara "iman" pada autentitas tanda-tanda utusan Tuhan, dengan "iman"-nya seorang fisikawan pada instrumennya. Semuanya bisa diuji. Karena bila di dunia fisika ada alat yang bekerjanya tidak stabil sehingga tidak bisa dipercaya, ada pula orang yang mengaku utusan Tuhan tapi tanda-tanda yang dibawanya tidak kuat, sehingga tidak pula bisa dipercaya.
MENGUJI AUTENTITAS TANDA-TANDA DARI TUHAN
Tanda-tanda dari Tuhan itu hanya autentis bila menunjukkan keunggulan absolut, yang hanya dimungkinkan oleh kehendak penciptanya (yaitu Tuhan sendiri). Sesuai dengan zamannya, keunggulan tadi tidak tertandingi oleh peradaban yang ada. Dan orang pembawa keunggulan itu tidak mengakui hal itu sebagai keahliannya, namun mengatakan bahwa itu dari Tuhan !!!
Pada zaman Nabi Musa, ketika ilmu sihir sedang jaya-jayanya, Nabi Musa yang diberi keunggulan mengalahkan semua ahli sihir, justru mengatakan bahwa ia tidak belajar sihir, namun semuanya itu hanya karena ijin Tuhan semata.
Demikian juga Nabi Isa, yang menyembuhkan penyakit yang tidak bisa disembuhkan, meski masyarakatnya merupakan yang termaju dalam ilmu pengobatan pada masanya. Toh Nabi Isa hanya mengatakan semua itu karena kekuasaan Tuhan semata, dan ia bukan seorang tabib.
Dan Nabi Muhammad? Tanda-tanda beliau sebagai utusan yang utama adalah Al-Quran. Pada saat itu Mekkah merupakan pusat kesusasteraan Arab, tempat para sastrawan top mengadu kebolehannya. Dan meski pada saat itu semua orang takjub pada keindahan ayat-ayat Al-Quran yang jauh mengungguli semua puisi dan prosa yang pernah ada, Nabi Muhammad hanya mengatakan, ayat itu bukan bikinannya, tapi datangnya dari Allah.
Itu 14 abad yang lalu. Pada masa kini, ketika ilmu alam berkembang pesat, terbukti pula, bahwa kitab Al-Quran begitu teliti. Tidak ada ayat yang saling bertentangan satu sama lain. Dan tak ada pula ayat Al-Quran yang tidak sesuai dengan fakta-fakta ilmu alam.
Di sisi lain, fenomena pembawa ajaran itu juga menunjukkan sisi autentitasnya. Meski mereka:
- 0rang biasa yang tidak memiliki kekuatan dan kekuasaan, juga tidak join dengan penguasa atau yang bisa menjamin kesuksesannya;
- Menyebarkan ajaran yang melawan arus, bertentangan dengan tradisi yang lazim di masyarakatnya;
mereka berhasil dengan ajarannya, dan keberhasilan ini sudah diramalkan lebih dulu pula, dan semua itu dikatakannya karena Tuhanlah yang menolongnya.
KONSEKWENSI SETELAH MEYAKINI AUTENTITAS TANDA-TANDA KENABIAN MUHAMMAD
Setelah kita menguji autentitas tanda-tanda kenabian Muhammad dengan menggunakan segala piranti logika yang kita miliki, dan kita yakin bahwa itu asli berasal dari Tuhan, maka kita harus menerima apa adanya yang disebutkan oleh kitab Al-Quran maupun oleh hadits yang memang teruji autentis berasal dari Muhammad.
Dan ajaran Nabi Muhammad saw ini adalah satu-satunya ajaran autentis dari Allah, yang diturunkan kepada penutup para utusan, tidak tertuju ke satu bangsa saja, tapi ke seluruh umat manusia, sampai akhir zaman.
"Pada jaman orang-orang Eropa masih menyelam dalam kebiadaban yang teramat gelap, Baghdad dan Cordova, dua kota raksasa Islam telah menjadi pusat peradaban yang menerangi seluruh dunia dengan cahaya gilang gemilangnya." demikian kata Dr. Gustave Le Bone.
Dalam permulaan abad pertengahan tak satu bangsapun yang lebih besar sumbangannya untuk proses kemajuan manusia selain dari bangsa Arab. Mahasiswa2 Arab sudah asyik mempelajari Aristoteles tatkala Karel Agung bersama pembesar2 nya masih asyik belajar menulis namanya. Disekitar abad X, Cordova adalah kota kebudayaan yang ternama di Eropa dengan Konstantinopel dan Baghdad merupakan kota-kota pusat kebudayaan didunia.
Demikianlah sekilas pandangan bila kita mempercayai sejarah jaman keemasan Islam dimasa lampau. Ataukah sejarah tersebut telah mendustai kita ?
Kepada mereka yang menjadi pekerjaannya silahkan mengadakan penelitian kembali, dan kepada mereka yang mempercayai catatan sejarah itu bangga dan bergembira hatilah. Lalu bertanyalah: Kenapa sedemikian mengagumkannya Islam dimasa itu ? Dan kenapa golongan Islam sekarang ini bisa dipecundangi oleh golongan lain sedemikian hinanya ? Sekian banyak lagi pertanyaan kita ajukan, tetapi kepada siapa ?
Barangkali belum pernah Islam menghadapi bencana yang lebih besar dari apa yang mereka hadapi pada dewasa ini. Begitu besar tantangan yang yang harus dihadapinya sehingga dia dipaksa "menyerah kalah" kepada "Tuhan dunia" yang baru.
*Tuhan dunia yang baru itu tak lain daripada kaum Imperialisme, Materialisme, kelompok Eksistensialis, Orientalis dan Atheis plus Skeptik. Manusia tidak lagi percaya bahwa Tuhan adalah penyelamat bumi dan langit yang Maha Sempurna bahkan sebagian besar orang Islam sendiri sudah tidak pula mempercayai-Nya.
Mereka mencari ide-ide baru dalam rangka menyusun sistem kenegaraan yang mereka pikir sangat ideal. Mereka menggali pula "pendapat" baru untuk menata masyarakat. Dan semua golongan itu mereka temukan dalam kepada golongan yang telah disebutkan diatas (*). Lalu mereka memuja isi kepala (otak) penemu-penemu ide baru itu dan mereka pikir dengan demikian mereka telah menemukan tatanan baru.
Satu pertanyaan:
Jika manusia telah menemukan tatanan baru yang disebut Ideal itu benar adanya, mengapa kejadiannya malah sebaliknya ?
Bukan masyarakat ideal yang mereka temui tetapi malah keadaan masyarakat yang kacau balau !
Diluar kawasan Islam telah terjadi konfrontasi antara ilmu dengan agama. Hal itu terjadi dalam jaman tengah dibarat. Setiap keterangan ilmu yang tidak sepaham dengan gereja segera dibatalkan oleh Kepala Gereja.
Itulah yang terjadi pada Astronom Nicholas Copernicus (1507) yang menghidupkan kembali ajaran orang-orang Yunani dijaman purba yang mengatakan bahwa bukan matahari yang berputar mengelilingi bumi sebagaimana ajaran gereja dan tercantum pada Yosua 10:12-13, melainkan bumi yang berputar dan mengedari matahari.
Galileo Gelilei yang membela teori tersebut pada tahun 1633 diancam hukuman bakar seandainya dia tidak mencabut kembali teori tersebut oleh Inkuisisi, yaitu organisasi yang dibentuk oleh gereja Katolik Roma yang menyelidiki ilmu klenik sehingga sikap gereja yang kaku itu telah menimbulkan tuduhan bahwa agama menjadi penghalang bagi kemerdekaan berpikir dan kemajuan ilmu.
Dari keadaan demikian terjadilah berbagai pemberontakan dari dalam.
Pada tahun 1517 terjadi reformasi yang dipelopori oleh Martin Luther sehingga menimbulkan kelompok Protestan.
Pada tahun 1992, yaitu setelah 359 tahun kecaman kepada Galileo dilontarkan oleh pihak gereja, akhirnya gereja Katolik Roma secara resmi mengakui telah melakukan kesalahan terhadap Galileo Gelilei dan Paus Yohanes Paulus II sendiri telah merehabilitasinya.
Rehabilitasi diberikan setelah Paus Paulus menerima hasil studi komisi Akademis Ilmu Pengetahuan Kepausan yang dia bentuk 13 tahun sebelumnya dengan tugas menyelidiki kasus itu. Komisi ini memberitahukan, anggota Inkuisisi tang mengecam Galileo telah berbuat kesalahan. Mereka menetapkan keputusan secara subjektif dan membebankan banyak perasaan sakit pada ilmuwan yang kini dipandang sebagai bapak Fisika Eksperimental itu.
"Kesalahan ini harus diakui secara jantan sebagaimana yang Bapa Suci minta", demikian kata ketua Komisi Kardinal Paul Poupard pada Paus Paulus dalam suatu upacara.
Paulus Yohanes dan beberapa pendahulunya mengakui bahwa gereja melakukan kesalahan, tapi para ilmuwan mengkritik Vatican karena tidak bergerak cepat untuk meluruskan masalah itu secara resmi.
Jauh sebelum Paus Yohanes Paulus II merehabilitasi Galileo, Napoleon Bonaparte seorang tokoh besar Prancis pernah menyatakan mengenai ketidak seimbangan antara iman dan akal yang telah diterapkan dalam Bible sehingga dia menjadi murtad dari agamanya tersebut dan beralih kepada Islam yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw yang membuka diri terhadap perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Tekhnologi sebagai salah satu sarana dalam pencapaian kepada Tuhan.
Selanjutnya perkembangan berpikir semakin pesat dan ilmu pengetahuan pun semakin berkembang dan melahirkan pendapat bahwa segala sesuatu itu dapat dijangkau oleh daya pikir. Segala sesuatu yang tidak masuk akal adalah nol, tidak ada. Dalam masa itu muncullah Rene Descartes (1598-1650) tampil kepanggung revolusi.
Hanya buah pikiran yang terang benderang yang dapat diterima. Dia berpendapat bahwa alam itu berjalan secara mekanis. Descartes juga berpendapat bahwa hanya akallah yang menjadi sumber pengetahuan.
Begitu juga dalam soal kenegaraan, Machiavelli (1469-1527) tampil mewakili pendapat baru. Dia mengobarkan pemisahan gereja dan agama serta kenegaraan harus dipisahkan.
Pada akhirnya tampil pula golongan Materialisme, paham mana memperkuat barisan anti agama. Golongan Atheisme kemudian mengatakan bahwa : Tuhan adalah manifestasi dari khayalan manusia, oleh karenanya agama adalah racun bagi rakyat. Demikianlah kelak yang menjadi doktrin Karl Marx.
Manifestasi atau sebab dari revolusi pikiran itu kemudian melahirkan berbagai bentuk filsafat dan tatanan masyarakat "dunia baru" sebagaimana yang nampak dewasa ini. Salah satu yang jelas adalah Imperialisme. Kemudian terpisahnya agama dari gelanggang politik dan ekonomi. Agama yang tersebut diatas dianggap "tidak mampu memberikan interpretasi" atas kemajuan serta pesatnya ilmu (otak) manusia bumi, Dan terakhir tibalah jaman Individualisme.
Kita dapat menyimpulkan bahwa lahirnya berbagai golongan yang tersebut (Materialisme, Atheisme, Imperialisme, Individualisme, Orientalis dsb) adalah karena agama yang mereka anut tidak mampu memecahkan persoalan yang mereka hadapi sehingga mereka mencari pemecahan sendiri yang sangat berlawanan dengan agamanya.
Dengan demikian dapatlah kita menilai sampai dimana kebenaran agama tersebut. Sebagai agama, dia ditantang oleh para manusia penganutnya. Jadi, pemeluknya lebih pandai dari ajaran agama itu sendiri.
Dan ternyata pula kemudian bahwa penemuan-penemuan yang diperoleh oleh ahli pikir tadi tidak pernah terpikir atau terdapat dalam kitab suci agama mereka! Bagaimanakah suatu kitab suci dapat membela dirinya dari kasus seperti itu ?
Itulah salah satu penyebab mengapa Karl Marx berkata : "Religion is the sigh of the oppressed creature the heart of heartless world, just as it is the spirit of a spiritless situation. It is the opium of the people".
Dalam hal ini ... siapakah diantaranya yang salah ?
Marx atau agama ?
Kiranya semua orang berpendapat bahwa agama harus mampu menjawab dengan benar setiap pertanyaan dan masalah manusia sampai tuntas sehingga manusia puas atas kebenarannya. Jika agama tersebut tidak kuasa menjawab dengan benar, maka berarti dia berasal dari Tuhan yang lebih bodoh dari manusia.
Pengertian harakah (gerakan) dalam Islam berbeda dengan apa yang diungkapkan sebagian doktrin dan agama lainnya. Pengertian ini timbul sebagai asas dari keselarasan antara pasangan-pasangan Material dan Immaterial, fisika dan metafisika, bumi dan langit, ilmu dan iman, manusia dan Allah, panas dan dingin serta lain sebagainya yang meletakkan pada dasar keseimbangan.
Hilangnya salah satu ujung dari ujung-ujung perseimbangan ini akan memisahkan agama Allah dari kemampuan untuk bergerak dan menyebar.
Disini celah-celah pembicaraan mengenai pendirian dari Sains, tampaklah kerapatan hubungan tersebut secara kokoh, yaitu kerapatan hubungan antara Islam dan hakikat Sains serta sumbangsihnya.
Namun ini tidak menghalang-halangi kita untuk memandang bagian-bagian yang sarat akan setiap hakikat Qur'aniah yang bersumber dari Ilahi, dan tidak bisa dinamai -secara metaphoris atau figuratif- hakikat ilmiah yang bersumber dari manusia karena disana ada garis pemisah dilihat dari segi berubah-ubahnya kedua sumber ini, yaitu garis pemisah yang terbentang diantara ilmu Ilahi dan ilmu Basyari (manusia).
Ilmu Ilahi yang memberi kita sebagian pemberiannya dalam Islam berisi hakikat -hakikat dan penyerahan-penyerahan yang mutlak. Sesuatu yang batil tidak datang dari depannya dan tidak pula dari belakangnya, yaitu ketika pemberian-pemberian ilmu Basyari menjadi tertahan oleh relativitasnya, kekacauannya dan perubahannya.
Dalam ilmu Basyari tiada hakikat final. Para ilmuwan sendiri -setelah melalui eksperimen dengan segala perlengkapannya- berkesudahan sampai kepada hasil ini bahwa pemberian-pemberian Sains hanyalah kemungkinan-kemungkinan belaka, kadang salah kadang tepat, dan penyingkapan-penyingkapannya adalah penyifatan bagi yang tampak, bukan interpretasi baginya.
Allah Swt mengajarkan kepada manusia melalui Rasul-Nya, bahwa isi AlQur'an itu tidak lain dari fitrah manusia, petunjuk bagi manusia untuk mengenal dirinya dan lingkungannya.
Sayangnya umat Islam selama ini cenderung lari dan mengingkari kefitrahan yang dimaksudkan oleh AlQur'an itu sendiri. Kaum muslimin tidak lebih mengerti AlQur'an ketimbang orang diluar Islam sendiri. Agama Islam menjadi asing dalam lingkungannya sendiri, tepat seperti yang pernah disabdakan oleh Rasulullah dalam berbagai Hadist Shahih.
Allah telah menentukan bahwa kesadaran manusia datangnya berangsur, bertahap sesuai dengan perkembangan peradaban yang Dia tetapkan lebih dahulu.
AlQur'an juga mengajarkan bahwa tiada iman yang tidak diuji, karenanya kaum Muslimin harus mempersiapkan diri menghadapai ujian Allah yang sangat berat sekalipun. AlQur'an juga mengajarkan bahwa ia merupakan petunjuk yang sebaik -baiknya untuk membina kehidupan umat, itulah kewajiban kaum Muslimin untuk membuktikan kebenarannya !
Bukan kewajiban Allah untuk membuktikan kebenaran firmanNya ! Sebab firman itu benar dengan sendirinya.
Dengan modal kejujuran, kita bisa membaca sikap kita selama ini: meminta, menuntut agar Allah membuktikan kebenaran firmanNya ! Karena kita tidak mengerti apa makna ajaran Allah !
Coba anda belajar pada orang Jepang tentang ilmu membuat mobil dan orang Jepang akan memberikan buku serta rumus-rumusnya.
Tugas anda adalah untuk membuktikan kebenaran ilmu-ilmu yang anda terima dari Jepang, dan bukan menagih agar orang Jepang membangun industri mobil di Indonesia dengan ilmu-ilmu mereka itu, serta bukan pula dengan jalan hanya menghapalkan dengan melagukan ilmu-ilmu membuat mobil itu semata dengan harapan anda akan menjadi pintar dengan sendirinya sehingga tiba-tiba anda bisa menciptakan mobil tersebut dengan sim salabim !
Begitulah AlQur'an, sebagai satu sarana untuk menghadapi ujian Allah tentang keimanan, kita harus belajar, belajar, berjuang dan berjuang agar kita bisa merealisasikan kebenaran ayat-ayat itu. Memang tidak mungkin jika ilmu Allah termuat dengan rinci dalam AlQur'an, karena AlQur'an sendiri sudah mengkiaskan bahwa ilmu Allah itu tidak bisa dituliskan dengan tinta sebanyak air dilautan sekalipun.
AlQur'an hanyalah satu petunjuk yang menunjukkan bahwa Ilmu Allah terdapat dimana-mana, diluar dan dalam diri manusia itu sendiri. Suatu petunjuk yang sempurna yang harus dikaji dengan otak, perasaan dan logika pengetahuan. Bukan sekedar menagih kepada Allah untuk merealisasikan janjiNya !
Islam terlahir "TIDAK dengan bermahdzab", Islam adalah satu.
Tidak ada Islam Hanafi, Islam Hambali atau Islam Syafe'i.
Bahkan 'Islam Muhammad' pun tidak pernah ada, apalagi Islam Ahmadiyah !
Islam adalah agama Allah, agama yang berdasarkan fitrah manusia dan agama yang diturunkan kepada semua Nabi dan Rasul sebelum kedatangan Muhammad Saw.
Seluruh umat Islam bertanggung jawab untuk menyampaikan dan menyebarluaskan risalah Islam. Tidak ada perbedaan, kecuali perbedaan kadar dalam memahami Kitabullah dan Sunnah Rasul. Dan tidak ada seorangpun yang memperoleh izin khusus, sekalipun dia memiliki kemampuan dan pengakuan yang tertinggi dalam bertabligh untuk dapat menghalalkan yang diharamkan Allah, atau mengharamkan yang telah dihalalkanNya.
Kondisi umat Islam secara konvensional sekarang ini telah menunjukkan umat yang terbelakang, cara berpikir yang tidak strategis tetapi taktis, tidak mengambil prakarsa atau defensif, terbawa inisiatif kebudayaan dan apologetis yang menyebabkan umat Islam berada diluar garis perjuangan.
Dalam hal pentafsiran kitabullah, memahami isi kandungannya, umat Islam tidak bisa terpaku hanya kepada penafsiran/penterjemahan serta logika orang-orang terdahulu yang yang sudah pernah ada semata, sebab seiring dengan perkembangan tata bahasa dan pengertian serta perkembangan dari peradaban ilmu dan tekhnologi, maka akan banyak pula istilah-istilah yang lebih tepat didalam pengartian suatu ayat, menganalisanya dengan Ilmu pengetahuan sekaligus memahaminya secara baik.
Setiap orang boleh mengungkapkan makna kitab suci AlQur'an. Karenanya penafsiran AlQur'an bukan monopoli para imam dan mudjtahid (pemimpin agama dan pemegang wewenang tertinggi dalam bidang hukum).
Islam bukanlah agama yang penuh misteri, begitupun AlQur'an sebagai kitab sucinya, yang hanya dapat dimengerti oleh sekelompok jemaah tertentu.
Rasulullah Muhammad Saw tidak meninggalkan dunia yang fana ini kecuali setelah ia menyampaikan amanat dan menunaikan risalahnya. Rasulullah kemudian meminta para pengikutnya dan semua sahabat-sahabatnya untuk menyebarluaskan dan menyampaikan ajaran-ajaran Ilahi yang telah mereka peroleh darinya.
Manusia dianjurkan oleh Allah melalui Dienul Islam supaya berpikir dan merenungkan kekuasaan serta memperhatikan alam ciptaan-Nya. Karena berpikir adalah merupakan salah satu dari fungsinya akal yang dimiliki oleh manusia. Jika akal tidak berfungsi, maka manusia telah kehilangan milik satu-satunya yang menjadikannya makhluk utama dan istimewa diatas bumi dan tidak dapat lagi berperan dalam kehidupan selaku manusia yang berpredikat Khalifatullah fil ardl.
Para cendikiawan telah sepakat bahwa pikiran yang bebas dan akal yang kreatif adalah pangkal kemajuan umat manusia, sedangkan pikiran yang terbelenggu dan akal yang tidak berinisiatif dan hanya pandai meniru serta bertaqlid buta menjadi penghambat kemajuan individu dan umat.
Oleh sebab itulah Rasulullah Saw mengisyaratkan kepada umatnya tentang fungsi dan kegunaan akal yang sebenarnya agar manusia tidak salah menempatkan derajat kemanusiaannya.
Dalam salah satu Hadistnya, Rasulullah Saw bersabda: Bahwa akal itu terbagi dalam tiga bagian/fungsi. Sebagian untuk Ma'rifatullah, sebagian untuk Tha'tullah dan sebagian lagi untuk Ma'siatillah.
Golongan Materialis dan sejenisnya menyimpulkan karena Tuhan itu tidak rasionil dan tidak bisa pula dibuktikan secara laboratories maka Tuhan itu tidak ada ! Mereka hanya bisa mempercayai sesuatu kalau ada buktinya, ada barangnya.
Manusia dapat mempercayai atom dan pecahannya karena ia dapat dibuktikan lewat laboratorium. Begitu halnya gelombang.
Lalu bagaimanakah Tuhan dapat dibuktikan ?
Kenapa orang beragama dan terlebih lagi Islam percaya pada adanya Allah ?
Emmanuel Kant (1724-1804) seorang filusuf besar Jerman yang masih besar pengaruhnya sampai sekarang dalam berbagai lapangan hidup pada jaman Rasionalisme abad ke-18 semboyannya ialah "Sapere Aude" => Beranikan mengunakan akalmu !
Namun dalam bukunya Kritik der theoritiche vernunft ditandaskan bahwa penyelidikan dengan akal benar dapat memberikan suatu pengetahuan tentang dunia yang nampak itu, akan tetapi akal sendiri tidak sanggup memberikan kepastian -kepastian dan bahwa berkenaan dengan pertanyaan-pertanyaan terdalam tentang Tuhan, manusia, dunia dan akhirat akal manusia tidak mungkin memperoleh kepastian-kepastian melainkan hidup dalam pengandaian-pengandaian beragam postulat.
E. Kant yang raksasa ahli pikir itu insyaf bahwa hakekat itu tidak dapat dicapai dengan akal yang terbatas ini. Baru akan bertemu bila akal dipisahkan dari diri dan dijadikan orang ketiga untuk mempertemukan si aku dan si dia, padahal itu mustahil.
Untuk mengenal Allah, maka jalan satu-satunya ialah memikirkan, merenungkan dan menyelidiki makhluk ciptaan-Nya disamping mengenal sifat-sifatNya yang dapat dijadikan pegangan dan sekaligus akan melahirkan sifat atau sikap yang terpuji bagi seseorang.
Tanyakanlah pada diri anda sendiri "Mengapa bumi dan langit bisa sehebat ini, bagaimana
jaring-jaring kehidupan (ekologi) bisa secermat ini, apa yang membuat semilyar atom bisa berinteraksi dengan harmoni, dan dari mana hukum-hukum alam bisa seteratur ini ?".
Pada masa lalu, keterbatasan pengetahuan manusia sering membuat mereka cepat lari pada "sesembahan" mereka setiap ada fenomena yang tak bisa mereka mengerti (misal petir, gerhana matahari). Kemajuan ilmu pengetahuan alam kemudian mampu mengungkap cara kerja alam, namun tetap tidak mampu memberikan jawaban, mengapa semua bisa terjadi.
Ilmu alam yang pokok penyelidikannya materi, tak mampu mendapatkan jawaban itu pada alam, karena keteraturan tadi tidak melekat pada materi. Contoh yang jelas ada pada peristiwa kematian. Meski beberapa saat setelah kematian, materi pada jasad tersebut praktis belum berubah, tapi keteraturan yang membuat jasad tersebut bertahan, telah punah, sehingga jasad itu mulai membusuk.
Bila di masa lalu, orang mengembalikan setiap fenomena alam pada suatu "sesembahan" (petir pada dewa petir, matahari pada dewa matahari), maka seiring dengan kemajuannya, sampailah manusia pada suatu fikiran, bahwa pasti ada "sesuatu" yang di belakang itu semua, "sesuatu" yang di belakang dewa petir, dewa laut atau dewa matahari, "sesuatu" yang di belakang semua hukum alam.
Kemampuan berfikir manusia tidak mungkin mencapai zat Tuhan. Manusia hanya memiliki waktu hidup yang terhingga. Jumlah materi di alam ini juga terhingga. Dan karena jumlah kemungkinannya juga terhingga, maka manusia hanya memiliki kemampuan berfikir yang terhingga. Sedangkan zat Tuhan adalah tak terhingga (infinity).
Karena itu, manusia hanya mungkin memikirkan sedikit dari "jejak-jejak" eksistensi Tuhan di alam ini. Adalah percuma, memikirkan sesuatu yang di luar "perspektif" kita.
Karena itu, bila tidak Tuhan sendiri yang menyatakan atau "memperkenalkan" diri -Nya pada manusia, mustahil manusia itu bisa mengenal Tuhannya dengan benar. Ada manusia yang "disapa" Tuhan untuk dirinya sendiri, namun ada juga yang untuk dikirim kepada manusia-manusia lain. Hal ini karena kebanyakan manusia memang tidak siap untuk "disapa" oleh Tuhan.
Tuhan mengirim kepada manusia utusan yang dilengkapi dengan tanda-tanda yang cuma bisa berasal dari Tuhan. Dari tanda-tanda itulah manusia bisa tahu bahwa utusan tadi memang bisa dipercaya untuk menyampaikan hal-hal yang sebelumnya tidak mungkin diketahuinya dari sekedar mengamati alam semesta. Karena itu perhatian yang akan kita curahkan adalah menguji, apakah tanda-tanda utusan tadi memang autentik (asli) atau tidak.
Pengujian autentitas inilah yang sangat penting sebelum kita bisa mempercayai hal-hal yang nantinya hanyalah konsekuensi logis saja. Ibarat seorang ahli listrik yang tugas ke lapangan, tentunya ia telah menguji avometernya, dan ia telah yakin, bahwa avometer itu bekerja dengan benar pada laboratorium ujinya, sehingga bila di lapangan ia dapatkan hasil ukur yang sepintas tidak bisa dijelaskanpun, dia harus percaya alat itu.
Karena yakin akan autentitas peralatannya, seorang astronom percaya adanya galaksi, tanpa perlu terbang ke ruang angkasa, seorang geolog percaya adanya minyak di kedalaman 2000 meter, tanpa harus masuk sendiri ke dalam bumi, dan seorang biolog percaya adanya dinosaurus, tanpa harus pergi ke zaman purba.
Keyakinan pada autentitas inilah yang disebut "iman". Sebenarnya tak ada bedanya, antara "iman" pada autentitas tanda-tanda utusan Tuhan, dengan "iman"-nya seorang fisikawan pada instrumennya. Semuanya bisa diuji. Karena bila di dunia fisika ada alat yang bekerjanya tidak stabil sehingga tidak bisa dipercaya, ada pula orang yang mengaku utusan Tuhan tapi tanda-tanda yang dibawanya tidak kuat, sehingga tidak pula bisa dipercaya.
Tanda-tanda dari Tuhan itu hanya autentis bila menunjukkan keunggulan absolut, yang hanya dimungkinkan oleh kehendak penciptanya (yaitu Tuhan sendiri). Sesuai dengan zamannya, keunggulan tadi tidak tertandingi oleh peradaban yang ada. Dan orang pembawa keunggulan itu tidak mengakui hal itu sebagai keahliannya, namun mengatakan bahwa itu dari Tuhan !!!
Pada zaman Nabi Musa, ketika ilmu sihir sedang jaya-jayanya, Nabi Musa yang diberi keunggulan mengalahkan semua ahli sihir, justru mengatakan bahwa ia tidak belajar sihir, namun semuanya itu hanya karena ijin Tuhan semata.
Demikian juga Nabi Isa, seperti yang tercantum dalam St. John 7:16-17 :
"Jesus answered them, and said, My doctrine is not mine, but His that sent me. If any man will do his will, he shall know of the doctrine, wheter it be of God, or whether I speak of my self."
Nabi Muhammad Saw datang membekal AlQur'an sebagai mukjizat terbesarnya sepanjang sejarah peradaban yang dipenuhi dengan berbagai kandungan ilmu pengetahuan baik agama/KeTuhanan maupun sisi ilmiah yang beberapa diantaranya baru ditemukan kebenarannya oleh para ahli diabad ke-20.
Tapi Rasulullah Saw tidak mengklaim bahwa itu semua hasil karyanya sendiri, melainkan dia mengatakan bahwa itu semua dari Tuhan sesuai dengan pesan Nabi Isa Almasih didalam Bible yang beredar sekarang.
How beit when he, the 'spirit of truth' is come, he will guide you into all truth; for He shall not speak of himself, but whatsoever he shall hear, that shall he speak, and he will show you things to come."
(St. John 16:14)
Katakanlah: "Aku bukanlah Rasul yang pertama di antara Rasul-rasul dan aku tidak mengetahui apa yang akan diperbuat terhadapku dan tidak (pula) terhadapmu. Aku tidak lain hanyalah mengikuti apa yang diwahyukan kepadaku dan aku tidak lain hanyalah seorang pemberi peringatan yang memberi penjelasan". (QS. 46:9)
Secara apriori mengasosiasikan Qur'an dengan Sains modern adalah mengherankan, apalagi jika asosiasi tersebut berkenaan dengan hubungan harmonis dan bukan perselisihan antara keduanya. Bukankah untuk menghadapkan suatu kitab suci dengan pemikiran-pemikiran yang tidak ada hubungannya seperti ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan hal yang paradoks bagi kebanyakan orang pada jaman ini ?
Sesungguhnya orang yang membaca AlQur'an secara teliti dalam upaya memahami bagaimana pendiriannya terhadap Sains, ia akan mendapatkan sekumpulan ayat-ayat yang jelas, terbentang menurut empat bagian yang semua aspeknya mengarah kepada masalah ilmiah.
Masalah-masalah yang berkaitan dengan hakikat Sains dan arah serta tujuannya mengenai apa yang dapat diketahui dengan filsafat Sains dan teori makrifat.
Metode pengungkapan tentang hakikat-hakikat ilmiah yang bermacam-macam.
Menampakkan sekumpulan hukum-hukum dan peraturan-peraturan dilapangan Sains yang bermacam-macam, terutama fisika, geographi dan ilmu hayat.
Menghimbau manusia agar mempergunakan hukum-hukum dan peraturan-peraturan tersebut.
Semua ayat AlQur'an itu diturunkan mengandung hal-hal yang logis, dapat dicapai oleh pikiran manusia, dan AlQur'an itu dijadikan mudah agar dapat dijadikan pelajaran atau bahan pemikiran bagi kaum yang mau memikirkan sebagaimana yang disebut dalam Surah Al-Qamar ayat 17 :
"Dan sesungguhnya telah Kami mudahkan AlQur'an untuk pelajaran, maka adakah orang yang mengambil pelajaran ?"
(QS. 54:17)
"Dan sesungguhnya Kami telah mendatangkan Kitab kepada mereka, Kami jelaskan dia (kitab itu) atas dasar ilmu pengetahuan; menjadi petunjuk dan rahmat bagi orang -orang yang beriman."
(QS. 7:52)
Namun meskipun demikian, Allah juga memberikan "permainan dinamis dan elastis" didalam memahami ayat-ayatNya.
Surah 3, Ali Imran ayat 7 menyatakan bahwa AlQur'an terbagi atas dua babak : Muhkamat dan Mutasyabihat.
"Dia-lah yang menurunkan Kitab (AlQur'an) kepada kamu. Di antaranya ada ayat -ayat yang muhkamat itulah pokok-pokok isi AlQur'an, dan yang lain mutasyaabihaat. Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong kepada kesesatan, maka mereka mengikuti sebahagian ayat-ayat yang mutasyabihat untuk menimbulkan fitnah /perselisihan/ dan untuk mencari-cari pengertiannya, padahal tidak ada yang mengetahui pengertiannya melainkan Allah. Dan orang-orang yang mendalam ilmunya akan berkata: "Kami beriman kepada yang semua ayat-ayatnya itu dari sisi Tuhan kami, dan tidak dapat mengambil pelajaran melainkan orang yang mau memikirkan." (QS. 3:7)
Yang Muhkamat adalah petunjuk hidup yang mudah dimengerti yang terdapat didalam AlQur'an, termasuk didalamnya masalah halal-haram, perintah dan larangan serta hal-hal lainnya dimana ayat-ayat tersebut dapat dipahami oleh siapa saja secara gamblang dan mudah tanpa memerlukan pemikiran-pemikiran yang berat.
Sedangkan Mutasyabihat adalah hal-hal yang susah dimengerti karena berupa keterangan tentang petunjuk banyak hal yang mesti diteliti dan merangkaikan satu sama lain hingga dengan begitu terdapat pengertian khusus tentang hal yang dimaksudkan, termasuk didalamnya adalah dapat diungkapkan melalui kemajuan teknologi dan cara berpikir manusia, disitulah letak fungsinya Akal manusia sebagai suatu fitrah yang tidak ternilai harganya.
Seandainya AlQur'an itu seluruhnya Muhkamat, pastilah akan hilang hikmah yang berupa ujian sebagai pembenaran juga sebagai usaha untuk memunculkan maknanya dan tidak adanya tempat untuk merubahnya. Berpegang pada ayat Mustasyabihat saja dan mengabaikan ayat Muhkamat, hanya akan menimbulkan fitnah dikalangan umat.
Juga seandainya AlQur'an itu seluruhnya Mutasyabihat pastilah hilang fungsinya sebagai pemberi keterangan dan petunjuk bagi umat manusia. Dan ayat ini tidak mungkin dapat diamalkan dan dijadikan sandaran bagi bangunan akidah yang benar.
Akan tetapi Allah Swt dengan kebijaksanaanNya telah menjadikan sebagian Tasyabuh dan sisanya Mustayabihat sebagai batu ujian bagi para hamba agar menjadi jelas siapa yang imannya benar dan siapa pula yang didalam hatinya condong pada kesesatan.
Allah Subhanahu Wata'ala berfirman :
"(AlQur'an) ini adalah penerangan bagi seluruh manusia dan petunjuk serta pelajaran bagi orang-orang yang bertakwa." (QS. 3:138)
Bahwa AlQur'an seharusnya dipandang sebagai sumber dari segala keilmuan, tidak perlu dipermasalahkan lagi bagi umat Islam. Banyak kaum intelegensia Muslim yang mengungkapkan bagaimana penemuan-penemuan ilmiah yang paling mutakhir sekalipun ada diungkapkan dengan bahasa simbolik atau juga nyata dalam AlQur'an.
Dalam berbagai tulisan para ahli tafsir modern, akan dijumpai berbagai keberatan terhadap pendapat dan logika para ahli tafsir klasik, hal yang sesungguhnya dapat memperkaya pendapat yang telah ada dan menjadikannya satu kesatuan didalam memfungsikan elastisitas dan dinamisitas Qur'an untuk seluruh tingkatan manusia.
Ketika membaca tafsir Qur'an Nazwar Syamsu berikut buku-buku tulisannya misalnya, kita akan dibuat berdecak kagum betapa indah dan luar biasanya AlQur'an itu mengungkapkan teka-teki langit dan bumi hingga pada makna Haji dan Sa'i yang nyatanya telah menjadikan Nazwar Syamsu seorang yang kontroversial dan mendapat celaan, olok-olokan sampai pada diberlakukannya pelarangan beredarnya tulisan -tulisan beliau dibumi Indonesia.
Padahal hampir semua orang tahu bahwa AlQur'an berbicara mengenai Astronomi ketika dia berhadapan dengan para ahli Astronom, AlQur'an akan berbicara masalah penyakit dan obatnya ketika dia berhadapan dengan seorang dokter ahli, AlQur'an juga berbicara masalah sosial-politik ketika dia berhadapan dengan para politikus, AlQur'an berbicara pun berbicara tentang hidup dan kehidupan untuk para pengembara dan pencari kebenaran serta AlQur'an akan berbicara tentang perbandingan agama ketika dia dihadapkan dengan para Kristolog dan banyak lagi lainnya yang kesemuanya itu disesuaikan dengan tingkat pemahaman serta kedudukan masing-masing orang yang tergabung dalam ayat Mutasyabihat dan Muhkamat.
Hanya saja sayangnya sebagaimana yang pernah kita singgung pada bagian-bagian terdahulu, umat Islam cenderung lari dan mengingkari dari agamanya untuk mencari "agama dan Tuhan-tuhan baru" yang dapat memuaskan hatinya mengikuti generasi -generasi Ahli Kitab yang ada sebelumnya.
Mereka sebenarnya orang-orang yang belum mengerti dan tidak pernah memahami dengan berbagai kajian mendalam mengenai Islam tapi sudah terlalu ceroboh untuk melakukan analisis serampangan menuruti kemauan mereka semata yang dirasakan bahwa tingkat pemahamannya sudah jauh melebihi orang lain.
"Andaikata kebenaran itu menuruti hawa nafsu mereka, pasti hancurlah langit dan bumi serta semua yang ada di dalamnya. Sebenarnya Kami telah mendatangkan kebanggaan untuk mereka namun mereka berpaling dari kebanggaan tersebut."
(QS. 23:71)
Sampai disini kita harus membenarkan semua petuah Qur'an dan beberapa sabda Rasul Muhammad Saw yang menjelaskan fungsi akal dan keseimbangannya dengan Iman didalam menyelami ajaran Ilahi.
Dimana dalam keseimbangan itu dituntut orang yang berakal dapat memandang dan menilai sesuatu berdasarkan realita dan keghaiban berdasarkan Dienul Islam bukan berdasarkan hawa nafsu mereka semata yang terbatas.
"Sesungguhnya Kami benar-benar telah membawa kebenaran kepada kalian tetapi kebanyakan di antara kalian benci kepada kebenaran itu."
(QS. 43:78)
"Sesungguhnya syaitan itu membisikkan kepada kawan-kawannya agar mereka membantah kamu; dan jika kamu menuruti mereka, sesungguhnya kamu tentulah menjadi orang-orang yang musyrik."
(QS. 6:121)
Dalam ayat-ayat lainnya Allah juga sudah menyindir manusia sebagai makhluk yang paling suka membangkang meskipun sudah diberikan banyak sekali contoh didalam kitab sucinya yang seharusnya dapat membuat manusia itu berkaca dari sejarah masa lalu.
"Dan sesungguhnya Kami telah mengulang-ulangi bagi manusia dalam Al-Qur'an ini bermacam-macam perumpamaan/contoh. Dan manusia merupakan makhluk yang paling banyak membantah."
(QS. 18:54)
Untuk menghadapi orang-orang seperti itu, Allah memberikan satu petunjuk untuk menghindari perdebatan dan permusuhan semakin mencuram.
Dan jika mereka membantah kamu, maka katakanlah: "Allah lebih mengetahui tentang apa yang kamu kerjakan".
(QS. 22:68)
"Kebenaran itu datang dari Tuhanmu, maka janganlah kamu termasuk golongan yang ragu-ragu."
(QS. 2:147)
Katakanlah: "Kami beriman kepada Allah dan apa yang diturunkan kepada kami dan apa yang diturunkan kepada Ibrahim, Isma'il, Ishaq, Ya'qub, dan keturunannya, dan apa yang diberikan kepada Musa, 'Isa serta Nabi-nabi dari Tuhan mereka. Kami tidak membedakan seorangpun di antara mereka dan kepadaNya lah kami menyerahkan diri". (QS. 3:84)
Wallahu A'lam. Hanya semata-mata limpah kurnia dan rahmat dari Allah Ta'ala.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar