Pengertian Hati menyangkut pada dua hal, yaitu :
- Makna pertama adalah segumpal daging sanubari yang terletak di sebelah kiri dada. Ia adalah daging yang istimewa, di dalamnya terdapat rongga yang berisikan darah, itulah sumber dan pusat dari ruh. Syaiful M. Maghsri tidak bermaksud menerangkan bentuk dan tata kerjanya, sebab hal itu berkaitan dengan tujuan dan profesi (kerja) para dokter dan tidak berkaitan dengan tujuan-tujuan keagamaan. Hati dalam bentuk seperti ini terdapat juga dalam (tubuh) binatang.Hati yang kami maksudkan dalam buku ini bukanlah hati dalam pengertian itu. Sebab, ia adalah sepotong daging yang tidak berkadar. Ia berasal dari Yang mengetahui yang gaib dan yang tampak, karena hal itu dapat diketahui oleh binatang dengan indera penglihatannya sebagai kelebihan dari manusia.
- Makna kedua, rasa ruhaniah yang halus yang berkaitan dengan hati jasmani (bendawi), dan perasaan halus itu adalah hakikat dari manusia. Ialah yang tahu, mengerti, dan paham. Ialah yang mendapat perintah, yang dicela, diberi sanksi dan yang mendapat tuntutan. Ia memiliki hubungan dengan hati jasmani (bendawi). Akal manusia bingung untuk mengetahui letak hubungan dan pertaliannya, padahal pertaliannya (hubungan antara hati ruhaniah dengan jasmani) sama dengan hubungan antara watak dengan jasad, antara sifat dan yang disifati, antara pemakai alat dengan alat itu sendiri, antara sesuatu yang menempati tempat dengan tempat itu sendiri.
Menurut Syaiful M. Maghsri, hal tersebut karena ia bersikap hati-hati pada dua makna:
- Pertama, bahwasanya hal itu berhubungan dengan ilmu mukasyafah, dan tujuan Syaiful dengan buku ini bukanlah ilmu mukasyafah tapi ilmu Bioenergi.
- Kedua,perwujudannya membutuhkan tersingkapnya rahasia ruh. Masalah ini merupakan salah satu hal yang tidak pernah dibicarakan atau diterangkan oleh Rasulullah, maka orang lain tak sepantasnya membicarakannya.
Sebutan kata ‘hati’ dalam buku ini kami maksudkan pada perasaan halus (lathifah), sasarannya hanya untuk menyebutkan sifat-sifat dan keadaannya, bukan hakikatnya, sebab ilmu mu’amalah butuh pada pengenalan sifat dan keadaan hati, bukan pada hakikat.
Hati yang dimaksudkan adalah hakikat spiritual batiniah kita, bukan hati dalam arti fisik. Hati kita adalah sumber cahaya batiniah, inspirasi, kreativitas, dan belas kasih. HM. Syaiful M. Maghsri terus berjuang dan menjaga hatinya agar tetap hidup, terjaga, dan dilimpahi cahaya, Syekh Muhammad Alkaf (guru Syaiful M. Maghsri) menuturkan kepada Syaiful M. Maghsri “Jika kata-kata berasal dari hati, ia akan masuk ke dalam hati, jika ia keluar dari lisan, maka ia hanya sekadar melewati pendengaran.”
Cinta adalah inti tasawuf, dan wadah cinta adalah hati.
Hati batiniah berfungsi hampir sama dengan hati jasmaniah. Hati jasmaniah terletak di titik pusat batang tubuh, hati batiniah terletak di antara diri rendah dan jiwa. Hati jasmaniah memelihara tubuh dengan mengirimkan darah segar dan beroksigen kepada tiap sel dan organ di dalam tubuh. Ia juga menerima darah kotor melalui pembuluh darah. Demikian pula, hati batiniah memelihara jiwa dengan memancarkan kearifan dan cahaya. Dan ia juga menyucikan kepribadian dari sifat-sifat buruk. Hati memiliki satu wajah yang menghadap ke dunia spiritual, dan satu wajah lagi menghadap ke dunia nafs dan sifat-sifat buruk kita.
Jika hati jasmaniah terluka, maka kita menjadi sakit. Jika ia mengalami kerusakan berat, maka kita pun meninggal dunia. Jika hati batiniah kita terjangkiti sifat-sifat buruk dari nafs (atau diri rendah), maka kita akan sakit secara spiritual. Jika hati tersebut secara keseluruhan didominasi oleh nafs, maka kehidupan spiritual kita pun akan mati.
Hati janganlah disalah artikan sebagai emosi, seperti amarah, rasa takut, dan keserakahan, berasal dari nafs. Ketika manusia berbicara mengenai ‘hasrat hati’, mereka biasanya merujuk pada hasrat nafs, nafs tertarik pada kenikmatan duniawi dan tidak peduli akan Tuhan, sedangkan hati tertarik kepada Tuhan dan hanya mencari keseimbangan di dalam Tuhan.
Hati secara langsung bereaksi atas setiap pikiran dan tindakan. Syekh Syaiful M. Maghsri kerap berkata bahwa setiap kata dan tindakan yang baik memperlembut hati, dan setiap kata dan tindakan yang buruk akan memperkeras hati. Nabi Muhammad SAW menyebutkan keutamaan hati saat berkata, “Sesungguhnya di dalam tubuh manusia terdapat segumpal daging. Jika ia sehat, maka seluruh tubuh pun sehat, jika ia sakit, maka seluruh tubuh pun akan sakit. Itulah hati.
Kita dapat membuka mata dan telinga hati untuk merasakan lebih dalam realitas-realitas batiniah, yang tersembunyi di balik dunia material kita yang kompleks. Syekh Muhammad Alkaf bertutur kepada Syaiful M. Maghsri :
Hati memiliki mata yang digunakan untuk menikmati pemandangan alam gaib, telinga untuk mendengar perkataan penghuni alam gaib dan firman Tuhan, hidung untuk mencium wewangian yang Gaib, dan mulut untuk merasakan cinta, manisnya keimanan, serta harumnya pengetahuan spiritual.
Hati adalah kuil yang ditempatkan Tuhan di dalam diri setiap manusia, sebuah kuil untuk menampung percikan Ilahi di dalam diri kita. Dalam sebuah Hadist terkenal, Tuhan berkata, “Aku yang tak cukup ditampung oleh langit dan bumi, melainkan tertampung di dalam hati seorang beriman yang tulus.” Kuil di dalam diri kita ini lebih berharga daripada kuil tersuci sekalipun di muka bumi ini. Maka, jika kita melukai hati manusia lainnya dosanya lebih besar daripada merusak sebuah tempat suci di duni ini.
Menurut Syaiful M. Maghsri, menjadi seorang yang salih berarti menyadari bahwa hati setiap orang yang kita temui adalah kuil Tuhan. Banyak hati yang telah terlukai. Kita dapat melayani ciptaan Tuhan dengan berusaha menyembuhkan banyak hati yang terluka. Pelayanan ini juga menyembuhkan dan membuka hati kita. Sebagaimana di tuturkan oleh Syekh Muhammad Alkaf kepada Syaiful, “Semangkin kita mencinta, semangkin kita membuka hati kita. Tindakan tanpa disertai cinta dan niat hati yang tulus tidak begitu bermakna, atau bahkan sama sekali tak bermakna.”
Banyak di antara kita yang membiarkan pemujaan terhadap berhala memasuki hati kita (berhala disini Syaiful maksudkan sebagai kenikamatan duniawi yang bersifat sementara, seperti ketenaran, uang, dan kekuasaan) serta menghambakan diri kita untuk pencapaiannya. Salah satu amalan dasar tasawuf adalah mengulang-ulang kalimat lâ ilâha illâ Allâh, “Tiada Tuhan selain Allah.” Disiplin tasawuf, termasuk pembersihan hati, membuatnya agar menjadi kuil yang pantas bagi kehadiran Ilahi.
Istilah Arab hati, yakni qalb, berasal dari akar kata “berbalik” atau “berputar kembali”. Dalam satu pengertian, hati spiritual yang sehat adalah seperti radar, yang terus-menerus berputar dan mengamati secara sepintas, tidak pernah terikat pada sesuatu pun di dunia, ia selalu mencari yang suci. Dengan melantunkan lâ ilâha illâ Allâh, hati memberitahu kita bahwa tiada sesuatu pun di dunia ini yang berharga untuk kita sembah, namun Tuhan berada di mana-mana.
4 Stasiun Hati
Menurut Al-Tirmidzi, hati memiliki empat stasiun; dada, hati, hati lebih dalam, dan lubuk hati terdalam. Keempat stasiun ini saling bersusunan bagaikan sekumpulan lingkaran. Dada adalah lingkaran terluarnya, hati dan hati lebih dalam berada pada kedua lingkaran tengah, sedangkn inti dari hati terletak di pusat lingkaran.
Tiap-tiap stasiun mewadahi cahaya sendiri. Dada mewadahi cahaya amaliah dari bentuk praktik setiap agama. Hati mewadahi cahaya iman. Hati lebih dalam mewadahi cahaya makrifat, atau pengetahuan akan kebenaran spiritual. Lubuk hati terdalam mewadahi dua cahaya, cahaya kesatuan dan cahaya keunikan, yang merupakan dua wajah Ilahi.
Diagram : Empat Satsiun Hati
Keempat stasiun tersebut bagaikan area yang berbeda dari sebuah rumah. Dada adalah area terluar, bagaikan pinggiran dari sebuah rumah yang berbatasan dengan dunia luar, tempat binatang-binatang buas dan orang-orang asing berkeliaran. Ia adalah perbatasan antara hati dan dunia.
Hati dapat disamakan dengan rumah itu sendiri. Ia dilingkari oleh tembok-tembok atau diamankan dengan gerbang atau pintu yang terkunci. Hanya anggota keluarga serta tamu yang diundanglah yang boleh memasukinya. Hati lebih dalam adalah kamar terkunci yang menyimpan benda-benda pusaka berharga milik keluarga tersebut. Hanya segelintir yang memiliki kuncinya.
Tiap-tiap stasiun juga dikaitkan dengan tingkat spiritual yang berbeda-beda, tingkat pengetahuan serta pemahaman yang berbeda, juga tingkat nafs yang berbeda:
Untuk Memahami Informasi Lengkap tentang 4 (empat stasiun hati), silahkan klik link-link di bawah ini :
- DADA (Shadr)
- HATI (Qalb)
- HATI LEBIH DALAM (Fu'ad)
- 4. LUBUK HATI TERDALAM (Lubb)
Dada (Shadr)
Dada dalam bahasa Arab adalah shadr, yang juga berati “hati dan akal.” Sebagai kata kerja, sh-d-r berati pergi, memimpin, dan juga melawan atau menentang. Karena terletak di antara hati dan diri rendah (hawa nafsu), shadrdapat juga diistilahkan hati terluar. Ia tempat bertemunya hati dan diri rendah, serta mencegah agar satu pihak tidak melanggar pihak lainnya. Dada memimpin interaksi kita dengan dunia. Di dalamnya kita menentang dorongan-dorongan negatif diri rendah.
Dada adalah wilayah pertempuran utama antara kekuatan positif dan negatif di dalam diri kita, tempat kita diuji dengan kecenderungan-kecenderungan negatif kita. Jika kekuatan positif kita kuat, maka dada dipenuhi oleh cahaya dan berada di bawah pengaruh jiwa Ilahiah, yang terletak di lubuk hati terdalam. Di sisi lain, jika pembawaan negatif, seperti dengki, syahwat, dan kesombongan masuk ke dalam dada, atau jika dada diliputi oleh kepedulian, pnderitaan, atau tragedi, dan berlangsung dalam waktu lama, maka dada akan dilingkupi kegelapan. Hati akan mengeras, dan cahaya batiniah stasiun hati lainnya menjadi redup.
Cahaya amaliah. Dada secara lansung dipengaruhi oleh kata-kata dan perilaku kita. Ia dipelihara dengan ibadah, doa, derma, pelayanan, serta pengalaman prinsip dasar dari semua agama.
Dengan perilaku yang positif, dada menjadi perkembangan dan cahaya amaliah menjadi tumbuh. Inilah sebabnya mengapa pelayanan merupakan aspek sangat penting jalan salih. Di satu sisi, jalan tersebut adalah mudah. Yang mesti Syaiful M. Maghsri lakukan hanyalah menghindar dari melukai ataupun mengambil keuntungan dari orang lain, serta membaktikan dirinya untuk melayani dan membantu orang lain. Maka hati Syaiful sedikit demi sedikit terbuka, sehingga ia bergerak secara perlahan dan pasti di sepanjang jalan spiritual. Ketulusan usaha Syaiful juga merupakan hal penting. Sebagai contoh, Syaiful menolong orang lain demi kebaikan diri mereka, bukan demi penghargaan maupun keuntungan pribadi. Ketulusan bersumber dari stasiun hati terdalam
Tasawuf mencakup pembersihan dada dan pembukaan hati. Salah satu obat hati yang mengeras adalah dengan mengingat Tuhan. Dua bentuk utama mengingat Tuhan adalah dengan slat dan pengulangan nama atau sifat Tuhan.
Syekh Muhamad Alkaf kerap bertutur kepada Syaiful bahwa cukup untuk melaksanakan shalat lahiriah, tetapi lebih sulit mengajarkan hati kita untuk shalat. Tidaklah sulit untuk mandi dan mengenakan pakaian bersih, tapi akan sangat sulit untuk membersihkan hati kita. Tujuan tasawuf adalah menumbuhkan hati yang dapat shalat. Dada dapat menjadi bersih dan berkembang melalui ketulusan, kesabaran, wirid, serta amalan-amalan spiritual lainnya. Seiring dengan diabaikannya kecenderungan negatif yang kita miliki melalui amalan ini, maka cahaya hati menjadi semakin benderang dan melanjutkan proses pembersihan. Penyucian hati sepenuhnya dicapai hanya melalui bantuan Tuhan. Al-Qur’an menegaskan, “Tuhan hendak menguji apa yang ada di dalam dadamu dan menyucikan apa yang ada di dalam hatimu.”
Nafs adalah komponen penting dari seluruh tindakan kita, karena kapasitas tindakan kita terletak pada nafs. Artinya, hatilah yang merasakan, namun nafs-lah yang bertindak. Kita dapat mengatakan bahwa pratik agama adalah menggunakan nafs sesuai kehendak Tuhan. Ia adalah menundukkan kehendak pribadi kita kepada kehendak Tuhan, mengabdi kepada Tuhan, serta menempuh jalan yang mendekatkan diri kita kepada-Nya.
Berlawanan dengan hal tersebut, kita juga harus menggunakan kehendak pribadi kita untuk melakukan apa yang benar, dan bukan apa yang mudah atau lebih menarik. Kita harus berusaha agar kehendak pribadi kita mengikuti jalan kebenaran yang terdapat pada semua agama. Alkisah, seorang murid berjuang tanpa keberhasilan yang berarti dalam rangka mengubah berbagai kebiasaan buruk lamanya. Ia memohon restu dari sang guru (Syekh Muhammad Alkaf). Sang guru menjawab, “Kau mendapatkan restu dariku, dan kau juga mendapat restu dari Tuhan, sekarang yang benar-benar kita butuhkan adalah restu dari dirimu sendiri!”
Nafs masuk ke dada untuk menguji kita, agar berhasil, kita harus berpegang teguh kepada praktik keagamaan dan spiritual kita, terus-menerus berperilaku tulus dan penuh kasih sayang.
Tindakan-tindakan ini menghilangkan kecenderungan-kecenderungan negatif yang kita miliki. Sehingga, cahaya iman hati menerangi dada kita dan mencegah nafs agar tidak mendominasi dada kita. Walaupun begitu, kita harus terus-menerus berjuang melawan kecenderungan-kecenderungan negatif tersebut, yakni sifat-sifat yang buruk.
Pengetahuan dada. Seperti disebutkan sebelumnya, dada dalam bahasa Arab juga seakar kata dengan akal, yakni tempat seluruh pengetahuan yang dapat dipelajari dengan dikaji, dihafalkan, dan usaha individual, serta dapat didiskusikan, ditulis, atau diajarkan kepada orang lain. Pengetahuan yang tersimpan di dalam hati di sebut pengetahuan luar, atau pengetahuan duniawi, karena ia berguna untuk mencari kehidupan dan efektif dalam menangani urusan-urusan duniawi. Namun, pengetahuan macam ini juga cenderung menaikkan rasa bangga dan keangkuhan kita. Kita mulai berpikir, “aku tahu”, “aku pandai” juga, “aku lebih tahu dan lebih pandai dari orang lain.” Pengetahuan yang masuk ke dalam dada, yang berasal dari luar, menjadi lebih mapan hanya melalui perjuangan, pengulangan, serta pemusatan pikiran.
Bentuk pengetahuan lainnya masuk ke dada dari dalam, yakni dari hati. Pengetahuan batiniah ini lebih mudah menetap di dalam dada; ia mencakup kelembutan kearifan batiniah dan petunjuk Ilahi. Namun, untuk mempertahankannya, kita mesti berbuat berdasarkan pengetahuan ini. kearifan batiniah yang tidak tercermin dalam perilaku akan segera memudar. Rumi menyebutkan dua proses pengetahuan ini sebagai “kecerdasan utuh” dan “kecerdasan buatan.” Kecerdasan buatan memiliki banyak tingkatan yang berbeda, namun masing-masing memperoleh pengetahuannya dari luar. Kecerdasan utuh mendapatkan dari dalam.
Terdapat dua kecerdasan, pertama adalan buatan. Kau mempelajari.. dari buku-buku, guru, pemikiran, dan hafalan, dari konsep-konsep, dan dari ilmu pengetahuan yang baru dan unggul.
Kecerdasanmu menjadi semangkin meningkat melebihi orang-orang lainnya, namun kau merasa sangat terbebani karena perolehanmu tersebut. Carilah mata air itu dari dalam dirimu sendiri.
Hati (Qalb)
Ketika dada kita telah dibersihkan dan hati kita telah terbuka, kita mulai mampu melampuai permukaan luar dan merasakan apa yang tersembunyi di dalam. Seperti disebutkan sebelumnya, perilaku yang melukai orang lain atau melanggar prinsip-prinsip spiritual umum (seperti kejujuran, ketulusan, dan belas kasih) cenderung akan menutup dan mengeraskan hati. Menjadi seorang salih adalah memiliki hati yang lembut, peka, dan penuh pemahaman.
Pengetahuan hati. Nabi Muhammad SAW berkata, “ada dua jenis pengetahuan: pegetahuan lidah dan pengetahuan hati, pengetahuan yang benar-benar berharga. Di Indonesia, kita terlalu menekan pada “pengetahuan lidah” atau mempelajari buku adalah salah satu tingkat kecerdasan buatan. Inilah batasan yang belum mengenal pengetahuan yang lebih dalam dari hati kecerdasan utuh.
Otak bagaikan sebuah komputer yang mampu menampung data dan mengatur kembali informasi yang telah tersimpan, tetapi kreativitas datang dari hati. Sayangnya, kreativitas hati dapat dimanfaatkan oleh nafs, sebagaimana dapat kita lihat di dalam diri orang-orang kreatif yang masih saja angkuh, duniawi, dan mementingkan diri sendiri.
Elemen penting di dalam pengetahuan hati adalah mengalami apa yang telah kita ketahui. Pengetahuan hati diperdalam oleh pengalaman. Syekh Muhammad Alkaf (Guru Syaiful M. Maghsri) dengan rendah hati berkata, “Saya tidak mengetahui banyak mengenai tasawuf, tetapi saya mencintai apa pun yang telah saya pelajari, dan saya telah mengamalkan selama lebih dari empat puluh tahun.” Ini adalah kata-kata dari seorang Syekh. Tasawuf adalah ajaran yang hidup (ajaran untuk diamalkan). Sedikit pengetahuan yang diterapkan akan membawa kearifan, sedangkan pengetahuan buku yang berlebihan akan mengakibatkan kelemahan mental dan spiritual.
Hati berisikan prinsip-berinsip pengetahuan yang mendasar. Ia bagaikan mata air yang mengisi kolom pengetahuan di dalam dada. Hati adalah akar dan dada adalah cabang yang diberi makan oleh hati. Pengetahuan batiniah dari hati maupun pengetahuan luar dari akal (atau dada) sama penting.
Pengetahuan luar mencakup informasi yang kita butuhkan untuk bertahan, termasuk keahlian profesional, maupun kecerdasan yang dibutuhkan untuk membentuk sebuah keluarga. Ia juga diperlukan dalam upaya menjalani kehidupan yang bermoral dan etis, yang mampu membedakan yang benar dari yang salah.
Pengetahuan batiniah adalah pemahaman terhadap realitas yang harus menyertai tindakan luar agar mampu memberinya makna dan kehidupan. Pengetahuan batiniah membutuhkan tindakan luar untuk mendukung dan memeliharanya, serta memperdalamnya melalui pengalaman.
Nabi Muhammad SAW berkata, “Segala perbuatan bergantung kepada intinya,” dan, “tidak ada perbuatan yang dihubungkan dengan seseorang yang tidak memiliki niat.” Nilai setiap tindakan diberi makna dan dinilai hanya berdasarkan niat hati yang tulus. Hati mewadahi cahaya iman, juga sifat cinta, belas kasih, ketenangan, takut akan dosa, kerendahan hati, kelembutan, ketundukan, kesabaran, kehalusan budi bahasa, dan kesucian. Tuhan mengasihi kita dengan menempatkan hati melampuai kekuasaan nafs. Dada adalah batasan terjauh dari pengaruh nafs dan kecenderungan negatif kita.
Ketika dada dapat mengembangkan atau menyusut bergantung pada perilaku kita, maka cahaya hati kita bagaikan cahaya matahari, tetap utuh dan tidak berubah. Matahari tidaklah berubah, walaupun ia diselubungi oleh awan, kabut, ataupun kegelapan malam. Ketidakpedulian, kealpaan, ataupun keingkaran, dapat menghalangi cahaya hati, sehingga melemahkan kekuatannya atas diri rendah. Namun, kita berjuang dengan tulus, maka tabir-tabir tersebut dapat tersingkap, dan cahaya iman akan bersinar kembali. Untuk itu, kita membutuhkan bantuan dan kasih sayang Tuhan.
Cahaya iman. Cahaya iman bagaikan lampu yang indah, yang diselubungi tabir yang berlapis-lapis. Walaupun cahayanya terang dan sempurna, kita harus menyingkirkan tabir yang menutupinya. Pada dasarnya, kita tidaklah bersifat jahat. Kita bahkan dilahirkan dengan kebaikan dari kearifan bawaan. Kita semua memiliki cahaya iman yang sama. Walupun cahaya tersebut telah sepenuhnya terhalangi, pada dasarnya ia tetap utuh dan sempurna. Tugas kita adalah menyingkap tabir dari cahaya yang telah dipancarkan oleh Tuhan ke dalam hati kita, dan memohon kepada-Nya agar membantu kita, dan menjadikan segala upaya kita tidaklah sia-sia.
Bagi sebagian orang yang telah menyentuh kedalaman hati, Tuhan menampakkan pengetahuan batiniah tentang kebajikan-kebajikan spiritual, seperti sifat mulia, murah hati, sabar, dam kegigihan melawan kecenderungan-kecenderungan negatif. Sebagian lainnya diberi kemampuan untuk berbicara secara fasih mengenai Tuhan, dan sifat-sifat-Nya yang Maha Pengasih, Maha Indah, Maha Besar, dan Maha Pemaaf. Sebagian lainnya lagi dianugerahi kemampuan untuk menulis puisi-puisi yang menyentuh, tulisan-tulisan mengenai Tuhan dan jalan spiritual. Sebagian lainnya juga melakukan perenungan yang sangat mendalam mengenai keunikan dan keesaan Tuhan, sehingga mereka tidak melihat sesuatu selain Tuhan di dalam diri mereka. Arif sejati bagaikan pencari mutiara, ia terus menerus mencari dengan menyelam jauh ke dalam.
Takut kepada Tuhan. Hati adalah rumah taqwa, yang kerap diartikan dengan “takut kepada Tuhan.” Pada tingkat terendah, taqwa bermakna rasa takut terhadap hukuman Tuhan. Bagi kaum sufi, taqwa bermakna rasa takut akan kehilangan rasa cinta terhadap Tuhan, rasa kedekatan dengan Tuhan, dan cinta Tuhan. Mereka yang takut kepada Tuhan dalam makna ini menaati perintah Tuhan dengan senang hati, bukan karena rasa takut akan hukuman-Nya. Terjemahan yang lebih tepat adalah “Menyadari kehadiran Tuhan.” Mereka mengatakan bahwa rasa takut kepada Tuhan membimbing kita melawan keraguan, penyembahan terhadap tuhan-tuhan palsu, ketidaksetiaan, ketidaktulusan, dan kemunafikan.
Terjemahan lain kata taqwa adalah “kepekaan akan Tuhan.” Kesadaran yang terus menerus ini membuat kita berpikir dan bertindak secara lebih hati-hati dan lebih peka. Jika kita selalu mengingat bahwa setiap kata-kata dan tindakan dapat mendekatkan atau menjauhkan kita dari Tuhan, maka kita telah memasuki pintu taqwa. Kita akan menjadi jauh lebih sadar dan lebih berhati-hati dalam seluruh tindakan kita
Hati Lebih Dalam (Fu'ad)
Hati lebih dalam adalah tempat penglihatan batiniah dan inti cahaya makrifat. Makrifat berarti “kearifan batiniah” atau “pengetahuan hakikat spiritual.”
Hati dan hati lebih dalam sangatlah berkaitan erat dan pada waktu tertentu, hampir tidak dapat dibedakan. Hati mengetahui sedangkan hati lebih dalam melihat. Mereka saling melengkapi, seperti halnya pengetahuan dan penglihatan. Jika pengetahuan dan penglihatan dipadukan, maka yang gaib menjadi nyata, dan keyakinan kita akan menguat.
Mereka yang memiliki pengetahuan tanpa penglihatan, seperti halnya para sarjana yang telah mempelajari sebuah negeri asing selama beberapa tahun, namun tidak pernah mengunjunginya. Berapa pun banyaknya yang mereka pelajari dari kejauhan, tetap akan terdapat beberapa kekurangan dari pemahaman mereka.
Menyadari kehadiran Tuhan. Malaikat Jibril bertanya kepada Nabi Muhammad SAW, “Ya Muhammad, apakah ihsân itu? Beliau menjawab, “Kamu menyembah Tuhan seolah-olah kamu melihat-Nya, dan jika kamu tidak mampu melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia melihatmu.”
Orang-orang beriman melihat Tuhan mereka dengan mata hatinya. Atau, mereka meyakini di dalam hati bahwa Tuhan melihat mereka. Jika, kita mengetahui bahwa kita selalu berada di bawah pengawasan Tuhan, jika kita benar-benar merasakan kehadiran-Nya, maka tidaklah kehidupan kita akan menjadi berbeda?
Penglihatan hati lebih dalam adalah penglihatan yang sejati. “Hatinya tidak mendustakan apa yang telah dilihatnya.” Kearifan sejati datang dari pengetahuan batiniah yang dipadukan dengan penglihatan batiniah.
Lubuk hati terdalam (Lubb)
Luas dan cahaya lubuk hati terdalam, atau hatinya hati, tidak terperikan. Ia bagaikan sumbu raksasa yang tak bergeming, sementara segala sesuatu berputar mengelilinginya. Dalam bahasa Arab, lubb istilah untuk lubuk hati terdalam, bermakna “inti” dan “pemahaman batiniah”, yang merupakan dasar hakiki agama. Seluruh cahaya hati lainnya didasari oleh cahaya kesatuan dan cahaya keunikan dari lubuk hati terdalam.
Lubuk hati terdalam dialairi oleh air kemurahan Tuhan. Akarnya dipadati oleh cahaya-cahaya kepastian. Tuhan memupuk lubuk hati terdalam secara langsung, tanpa perantara. Nafs dengan hasrat kelalaiannya, bahkan tidak dapat mendekatinya, dan pohon-pohonnya telah memancarkan cahaya iman. Tetapi Allah menjadikan kamu cinta kepada keimanan dan menjadi iman itu indah dalam hatimu.
Mereka yang telah berpaling dari sifat-sifat buruk mereka, dan telah membuka jalan masuk ke dalam lubuk hati terdalam mereka, akan memperoleh pemahaman batiniah. “Allah menganugerahkan kearifan kepada siapa yang Ia kehendaki. Dan barang siapa dianugerahi kearifan itu, ia benar-benar telah dianugerahi karunia yang banyak. Dan hanya orang-orang berakallah yang dapat mengambil pelajaran. Kebenaran hakiki hanyalah dapat dipahami melalaui lubuk hati terdalam.
Tingkatan akal dan pemahaman. Pemahaman batiniah kerap dibayangkan sebagai hal yang serupa dengan kecerdasan atau akal. Padahal, Pertama bagaikan cahaya matahari dan yang kedua bagaikan cahaya lampu. Kedua adalah cahaya, namun cahaya dari lubuk hati terdalam bersifat konstan dan datang secara lansung dari Allah. Akal seseorang dengan lainnya bersifat beragam, ia berubah seiring dengan berjalannya waktu, baik melalui pengalaman maupun pengkajian. Akal seorang yang matang adalah sekutu pemahaman batiniah yang mendalam dari hatinya.
Tingkatan akal pertama adalah akal bawaan. Ia berkembang ketika kita masih kanak-kanak, seiring dengan berkembangnya kemampuan kita dalam berbahasa. Pada tingkat ini, kita dapat memahami perintah dan larangan yang diberikan oleh orang lain, serta dapat membedakan antara yang baik dan yang buruk, saudara dan orang asing.
Tingkat kedua adalah akal yang didasari oleh kenyataan, yang berkembang semasa pubertas. Pada tingkat ini, cahaya akal menjadi kuat. Menurut Syaiful, para remaja diharapkan bertanggung jawab, berpikir logis, dan memiliki kemampuan untuk mengikuti ajaran moral dan agama. Bersamaan dengan kapasitas akal yang semangkin besar ini, muncul pula tanggung jawab yang lebih besar untuk berperilaku secara benar.
Tingkat ketiga adalah akal yang didasari oleh pengalaman. Orang bijak mendapatkan pengetahuan tentang apa yang tidak diketahui dengan cara apa yang diketahui. Inilah yang paling berguna dan tingkat tertinggi dari ketiga tingkatan akal. Pertama, pemahaman diketahui melalui bukti nyata. Ini adalah pengetahuan yang tidak langsung, yang disadari oleh pengalaman pihak lain. Ia bagaikan mempelajari mengenai Bioenergi dari orang lain, dan tidak pernah tahu apa sebenarnya Bioenergi itu. Kedua, pemahaman melalui mata, penglihatan langsung, awal pengalaman langsung. Ini hanya dapat diperoleh ketika orang datang langsung ke Bioenergi, dia melihat gedungnya, bagaimana pelayanannya, melihat, mendengar, mencium, dan merasakan bagaimana Bioenergi sebenarnya.
Akhirnya, tingkat tertinggi dari pemahaman tersebut adalah perubahan seseorang dari sekadar datang menjadi tamu Bioenergi menjadi peserta pelatihan Bioenergi yakni Quantum Eksplor II. Dari Pelatihan itu pengetahuan batiniah dari lubuk hati terdalam didapatkan hanya oleh mereka yang telah melalui transformasi batiniah yang mendalam dan menyingkap tabir yang menutupi cahaya ini.
Mereka yang mengenal Tuhan telah mengembangkan akalnya. Namun, akal danpengetahuan saja tidaklah cukup. Banyak orang yang kaya ilmu pengetahuan, namun kecerdasan mereka hanya di gunakan untuk melayani ego mereka. Kearifan sejati dan pemahaman spiritual adalah secercah cahaya yang Tuhan pancarkan di lubuk hati terdalam. Ia memancar bagaikan lampu yang membuat kita mampu melihat dengan jelas. Bagi mereka yang tidak beriman, cahaya ini terhalangi.
Dada adalah wadah pengetahuan lahiriah. Cahayanya menjadi lebih terang seiring dengan pengkajian dan penggunaannya. Pengetahuan batiniah adalah pemahaman pada tahapan yang lebih dalam dari hati. Ia mempengaruhi keseluruhan hidup orang tersebut.
Cahaya Hati
Cahaya Hati
“Allah Ta’ala menerangi alam dengan cahaya makhluk-Nya, dan menerangi hati manusia dengan cahaya sifat-sifat-Nya. Oleh karena itu, cahaya alam bisa terbenam, akan tetapi cahaya hati dan kegaiban hati tidak bisa terbenam. Seperti kata penyair, “Sesungguhnya matahari terbenam di waktu malam, sedangkan matahari hati tidak pernah terbenam. “
Cahaya bagi alam semesta, adalah cahaya Allah yang menerangi hati para hamba yang mengetahui kebenaran, dan menghiasi batin hamba yang saleh dan taat. Oleh karena itu, hati hamba yang telah mendapat sinar Ilahiyah, tidak pernah redup dan selamanya akan bersinar, seperti matahari menyinari rembulan yang menyinarkan cahaya sepanjang malam. Cahaya itu memberi ketenangan dan keteduhan di hati. Cahaya dari Allah yang menyelusup masuk ke dalam hati insan melebihi sejuknya sinar rembulan, memantulkan penawar ke dalam jiwa manusia sehingga bertambah akrablah sang hamba dengan Al Khaliq.
Cahaya Allah yang berupa sifat-sifat Allah yang suci dan mulia bersinar di dalam hati sanubari manusia, memperteguh keyakinan sehingga si hamba mendapat kesejukan dan kenikmatan dalam jiwanya. Merasakan kesejukan dan kelezatan iman dalam jiwa akan menumbuhkan ketenangan yang sangat diperlukan oleh jiwa yang resah gelisah. Jiwa akan menjadi sakinah dan mutmainnah setelah mendapat sinar yang menerangi hidup manusia lahir dan batin. Ketenangan jiwa yang mendapat sinar dari Allah Swt. akan memberi kekuatan, keteguhan dalam mempertahankan hidup suci dalam ketaatan, serta memperkokoh (istiqamah) mempertahankan keimanan clan keyakinan.
Allah Jalla Jalaluh telah menerangi alam semesta ini dengan cahaya matahari, bulan dan bintang. Cahaya itu adalah pantulan dari cahaya makhluk ciptaan Allah. Akan tetapi memancarkan cahaya abadi dari kemuliaan sifat-sifat-Nya ke dalam hati sanubari manusia. Itulah yang abadi, tidak pernah redup, tidak pernah mati, Matahari yang bersinar di langit bisa redup, akan tetapi matahari yang bersinar di hati tak pernah redup. Itulah sinar Allah yang memantul ke dalam hati hamba-hamba yang tekun beribadah.
”Nur Cahaya yg tersimpan dalam hati itu datangnya dari Nur yg datang langsung dari perbendaharaan ghaib.”
“Adakalanya hati itu terhenti pada sinar cahaya-cahaya itu, sebagaimana terhijabnya nafsu dengan padatnya benda-benda makhluk.” (Al-Hikam)
Nur keyakinan yg ada dlm hati orang-orang arif salurannya langsung daripada Nur ala nur. Allah telah menerangi alam benda yg dzohir ini dg cahaya benda buatanNYA. Dan Allah menerangi hati batin itu dg cahaya sifat-sifatNYA.
Dg cahaya matahari kita melihat benda2 alam, tetapi hanya dg nur iman keyakinan kita dpt melihat langsung kpd Allah yg menjadikan benda.
Hijab yg dpt menghalangi manusia berjalan kpd Allah itu adakalanya Nur dan adakalanya kegelapan. Bila yg menghentikan perjalanan kpd Allah itu ilmu, maka itu bernama hijab Nur. Dan bila yg menghalangi perjalanan itu berupa adat kebiasaan dan syahwat, maka itu bernama hijab kegelapan.Hati dpt silau oleh Nur Cahaya ilmu, sebagaimana silaunya nafsu dg kegelapan benda. Sedang Allah dibalik semua itu.
Pemahaman spiritual adalah cahaya yang dipancarkan Tuhan ke dalam hati. Ia laksana lampu yang membantu kita untuk dapat melihat. Masing-masing cahaya yang telah digambarkan sebelumnya, cahaya amaliah, cahaya iman, cahaya makrifat, cahaya kesatuan, dan cahaya keunikan, adalah serupa satu sama lain. Mereka berasal dari sumber Ilahiah yang sama.
Tiap-tiap cahaya hati tersebut bagaikan sebuah gunung. Cahaya amaliah di dalam dada sangatlah kuat dan mantap, sehingga tidak satu pun di dunia ini yang dapat menghancurkannya selama Tuhan memeliharanya. Puncak gunung ini adalah berjuang melawan sifat-sifat buruk dan melakukan perbuatan baik. Di atasnya bertengger seekor burung, yakni nafs tirani, nafs yang berada pada tingkat terendah. Burung tersebut terbang di lembah penyembahan terhadap tuhan-tuhan palsu, kekafiran, keraguan, kemunafikan,dan sejenisnya. Nabi Muhammad SAW bersabda, “Di dalam hati manusia terdapat banyak lembah dan jurang, dan di dalam masing-masingnya terdapat tebing yang curam.” Kita tidak boleh membiarkan diri kita jatuh ke dalam jurang keraguan dan kemunafikan.
Gunung Cahaya Iman terletak di dalam hati, dan di atasnya terdapat burung nafs yang terilhami. Ia terbang di dalam lembah kelemahan dan kejahatan. Gunung ini lebih tinggi dan lebih kokoh dari gunung cahaya amaliah. Nabi Muhammad SAW berkata tentang orang-orang yang beriman, “Keimanan di dada mereka bagaikan pegunungan yang kokoh.” Walaupun nafs adalah bagian integral dari keseluruhan tindakan kita, termasuk doa kita, dan praktik keagamaan lainnya, ia tidak memiliki peran di dalam pengetahuan batiniah kita. Puncak gunung ini adalah keyakinan terhadap Tuhan, serta penglihatan, pemerolehan melalui cahaya iman yang tidak terlihat oleh mata.
Di atas gunung makrifat dalam hati lebih dalam, terdapat burung nafs penyesalan. Ia kadang terbang di lembah-lembah kegembiraan, kebanggaan, dan kenikmatan di dalam rahmat Tuhan. Pada saat yang lain, ia terbang di lembah-lembah kebutuhan, kerendahan, mencemooh diri sendiri, kerendahan hati, kepapaan, dan kemiskinan. Ia mencakup sikap menyalahkan diri sendiri, dan penyesalan terhadap kesalahan-kesalahan.
Gunung cahaya makrifat lebih besar dan lebih indah daripada dua gunung pertama, karena ia merupakan sumber penglihatan, dan penglihatan lebih akurat daripada pengetahuan. Dengan cahaya ini, kita merasakan apa yang hilang dan binasa, dan kita juga mengenal Tuhan Maha Abadi.
Gunung kesatuan dan keunikan, yang berada di lubuk hati terdalam, ukuran dan kemegahannya tak terbatas. Di atasnya bertengger burung jiwa yang tenteram. Ia terbang di lembah-embah ketenteraman, kepuasaan hati, kebersahajaan, ketangguhan dalam penyatuan, dan kenikmatan mengingat Tuhan.
Penggambaran ini sangat mengagumkan. Cahaya-cahaya positif amaliah, keimanan, makrifat, dan kesatuan adalah bagaikan pegunungan cahaya di dalam hati kita, sementara kecenderungan negatif kita sangatlah kecil dan lemah, bagaikan seekor burung yang bertengger di puncak pegunungan yang dahsyat ini. jika kita berpihak kepada burung kecil ini, maka ia akan mengantarkan kita ke dalam lembah kegelapan.
Ayat-ayat cahaya. Cahaya-cahaya hati di gambarkan dalam salah satu ayat Al-Qur’an yang paling indah :
- Tuhan adalah cahaya langit dan bumi
- Perumpamaan cahaya-Nya bagaikan sebuah ceruk, di dalamnya terdapat sebuah pelita. Pelita itu tertutup di dalam kaca.
- Kaca itu seakan-akan bintang yang gemerlapan, yang dinyalakan dari pohon yang banyak berkahnya.
- Yaitu, pohon zaitun yang tumbuh tidak di Timur maupun di Barat, yang minyaknya hampir-hampir menerangi, walaupun tidak disentuh api;cahaya di atas cahaya. Allah membimbing kepada cahaya-Nya
- Siapa saja yang Dia kehendaki, dan Allah membuat perumpamaan-perumpamaan bagi manusia, Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.
“Ceruk” adalah wadah tempat pelita tersebut bernaung, seperti halnya dada merupakan tempat bernaungnya hati. Sebelum listrik menerangi, pelita-pelita ditempatkan pada ceruk, yang didesain untuk memancarkan cahaya pelita tersebut ke ruangan .
“Kaca” melindungi cahaya tersebut agar tidak terpadamkan oleh angin yang berhembus tiba-tiba. Ia bagaikan kepribadian, yang meredupkan cahaya sedikit demi sedikit, saat ia dibersihkan dan disucikan. Kaca dibuat dari pasir dan bahan-bahan lainnya yang tak tembus cahaya dan mampu mengirimkan cahaya itu tanpa perubahan. Kaca tidak memiliki cahayanya sendiri, namun ketika dimasuki cahaya, ia bersinar bagaikan bintang yang terang benderang.
“Pelita” dan cahaya murni itu merepresentasikan percikan Ilahiah di dalam hati kita. Mereka yang mampu menyingkap tabir di dalam dirinya akan mampu menyalakan hati-hati yang lainnya. Cahaya kebenaran telah hadir di dalam diri para Nabi dan para guru spiritual. Dalam maknanya yang sejati, semua Nabi Tuhan adalah sama. Hati mereka yang suci tampaknya bercahaya dengan sendirinya, namun pada kenyataannya seluruh cahaya adalah pantulan dari sumber cahaya yang satu yakni Cahaya Ilahi.
Pohon zaitun, tidaklah begitu mengagumkan untuk dilihat. Bentuk relatif kecil, daun-daunnya berwarna coklat kehijau-hijauan. Namun, buah zaitun adalah makanan yang bermanfaat dan dijadikan minyak yang bermutu baik.
Buah zaitun, sumber minyaknya, bersifat universal, seperti halnya Cahaya Ilahi yang tidak berada pada lokasi tertentu, serta Kebenaran Ilahiah yang tidak dimiliki hanya oleh kelompok masyarakat tertentu.
Jalan hati. Syaiful M. Maghsri menuturkan mengawali perjalanan ini ketika ia bermalam di sebuah rumah yang gelap gulita. Ia membutuhkan sebuah lampu. Dengan cahaya lampu ia mampu membuka jendela dan pintu. Sinar rembulan pun menembus ke dalam rumah dan memancarkan cahaya tambahan. Setelah itu, ia keluar menuju halaman di depan rumah. Di bawah cahaya rembulan, ia tidak lagi membutuhkan cahaya lampu. Fajar kemudian menyingsing menutupi cahaya rembulan. Akhirnya, matahari sampai pada puncaknya dan cahaya fajar tinggal sebatas kenangan.
Minyak tersebut bagaikan kebenaran spirtitual, yang menyinari akal dan hati, bahkan sebelum kita secara sadar tersentuh olehnya.
Bersatu dengan Tuhan. Salah satu prestasi gemilang adalah menggambarkan puncak pengalaman manusia, yakni bersatu dengan Tuhan. Karena tak ada jalan lain, setiap penggambaran keadaan ini pastilah melampui logika dan melampaui kategori penggambaran kita pada umumnya.
Bersatu dengan Tuhan ini melampaui bahasa kita sebagaimana ia melampaui pengalaman keseharian kita.
Syaiful yang telah mencapai tingkat penyatuan (Insya Allah) telah menyelam di dalam samudera Ilahi. Ia laksana matahari Ilahi, yang hingga sekarang tertabiri, yang berada pada puncaknya tanpa awan yang menjadi penghalang antara dirinya dan orang-orang beriman dan mengubah mereka dari dalam dan dari luar.
Syaiful M. Maghsri telah mencapai tahap penyatuan. Ia bagaikan seseorang yang berhadapan dengan seekor singa yang lapar, menyadari bahaya yang ia hadapi. Syaiful sangat yakin bahwa tidak ada pertolongan selain dari Allah. Ia melampaui kebiasaan-kebiasaan, karena dia tidak peduli terhadap masalah-masalah duniawi walaupun ia harus menghadapi tantangan. Ia takut akan dosa-dosanya yang tersembunyi dan berkurangnya iman di dalam rahasianya. Syaiful terus berjuang tidak akan berpaling kepada apa pun selain Allah. Ia telah bersatu, haus sekaligus tidak lapar sekaligus kenyang, telanjang sekaligus berpakaian, melihat sekaligus buta, terpelajar sekaligus bodoh, bijak sekaligus dungu, kaya sekaligus miskin, hidup sekaligus mati. Kondisi Syaiful M. Maghsri yang telah menyatu ini tidak dapat dipahami oleh akal ataupun logika semata, karena Allah telah menjadi sahabatnya, membantu dan mendukungnya. Syaiful telah merendahkan dan menguasai dirinya. Kondisinya melampaui pemahaman akal.
Dalam pandangan kita mengenai sifat manusia, seseorang yang memiliki “hati” adalah mereka yang peka. Menurut Syaiful mengenai hati jauh lebih kompleks, hati adalah kuil Tuhan yang teletak di dada setiap manusia, diciptakan oleh Tuhan untuk menyimpan Cahaya Ilahi di dalam diri kita. Salah satu dasar tasawuf adalah membersihkan dan membuka hati, untuk menjadikan hati sebagai kuil yang layak bagi kehadiran Tuhan.
Jika kita menyadari bahwa hati kita adalah kuil Tuhan, maka kepekaan kita terhadap nafs, dan keseluruhan jiwa kita akan tertransformasikan. Dari sudut pandang ini, kita bukanlah makhluk duniawi yang mencari spiritualitas, kita adalah makhluk spiritual yang berusaha menemukan diri kita yang sejati.
Jika kita tahu bahwa setiap hati manusia adalah kuil Tuhan, maka kita akan melihat setiap orang secara berbeda, dan berperilaku dengan cinta dan kasih sayang yang lebih besar. Jika kuil-kuil di dunia ini dibangun oleh para Nabi dan orang-orang suci, maka kuil di dalam hati diciptakan oleh Tuhan. Pandangan terhadap orang lain yang seperti ini adalah dasar dan praktik pelayanan sufi. Selalu sadar untuk menghormati hati di dalam diri tiap manusia adalah kebiasaan yang sangat baik. Kita kerap alpa terhadap hal tersebut. Padahal, jika kita dapat mengingatnya, keseluruhan hidup dan hubungan kita akan berubah.
Gambaran hati yang disajikan pada bab ini juga menegaskan bahwa pengetahuan kita tidaklah lengkap, kecuali jika kita mengamalkan apa yang kita ketahui. Setiap tindakan mempengaruhi hati. Kata yang baik, atau tindakan menolong, akan melembutkan dan membuka hati kita. Sementara kata yang kasar atau tindakan jahat akan memperkeras dan menutup hati.
Gambaran yang disuguhkan di sini adalah gambaran klasik mengenai empat lapisan hati, sejak abad kedelapan. Lapisan pertama, yakni dada (shadr), adalah inti dari tindakan. Ia tempat interaksi antara kepribadian kita dan alam spiritual kita. Kita memerlukan kepribadian untuk bereaksi, namun kita juga membutuhkan bimbingan kearifan yang dalam hati. Di dalam dada, kita dapat mengubah kecenderungan negatif kita menjadi positif.
Lapisan kedua, hati (qalb), adalah tempat pengetahuan yang lebih mendalam dan keimanan terhadap ajaran spiritual dan keagamaan yang murni. Ia juga tempat kesadaran kita akan kehadiran Tuhan. Sebuah kesadaran yang mengarahkan kita pada transformasi pemikiran dan tindakan.
Lapisan ketiga, hati-lebih-dalam (fu’ad), berkedudukan lebih dalam lagi, tetapi sangat dekat hubungannya dengan hati. Ia tempat pengetahuan langsung. Hati secara intelektual memahami bahwa kita berada di bawah pengawasan Tuhan, namun pada tingkat lubuk hati terdalam, kita merasakan kehadiran Tuhan dengan sangat jelas, seakan-akan kita melihat Tuhan berada di hadapan kita.
Pada lapisan keempat, lubuk hati terdalam (lubb), kita memasuki wilayah yang maha luas. Ia berada di luar jangkauan kata-kata, teori-teori, dan pemikiran-pemikiran. Pada tingkat ini, orang-orang suci memasuki dunia puisi, bukan lagi prosa. Argumen-argumen yang lurus berubah menjadi paradoks.
Semakin dalam kita menyelam ke dalam hati kita, semakin dekat pula kita kepada Allah. Karenanya, apa yang menahan kita untuk menjelajahi kedalaman hati kita. Salah satu hambatannya adalah kebiasaan-kebiasaan negatif kita. Seperti telah disebutkan di atas, setiap tindakan buruk memperkeras hati dan membuatnya semangkin sulit untuk diselami. Selain itu, kita pernah mengalami penderitaan-penderitaan dalam hubungan duniawi kita, sehingga kita belajar untuk membentengi hati kita dari penderitaan lainnya.
Hambatan lainnya adalah kecenderungan kita untuk menggapai kebahagiaan dan kepuasaan lahiriah, dan bukannya batiniah. Untuk itu, kita mencari kepuasaan di dunia, kita lupa mencarinya di dalam hati kita, yang berisikan tujuan yang ingin dicapai kita semua, baik disadari maupun tidak.
- NUR-NUR ILAHI ADALAH KENDERAAN HATI DAN RAHASIA HATI.
- NUR ITU IALAH TENTERA HATI, SEBAGAIMANA KEGELAPAN ADALAH TENTERA NAFSU. JIKA ALLAH S.W.T MAHA MENOLONG HAMBA-NYA MAKA DIBANTU DENGAN TENTERA ANWAR (NUR-NUR) DAN DIHENTIKAN BEKALAN KEGELAPAN.
- NUR ITU BAGINYA MENERANGI (MEMBUKA TUTUPAN), MATA HATI ITU BAGINYA MENGHAKIMKAN DAN HATI ITU BAGINYA MENGHADAP ATAU MEMBELAKANG.
Allah s.w.t hanya boleh dikenal jika Dia sendiri mahu Dia dikenali. Jika Dia maha memperkenalkan Diri-Nya kepada hamba-Nya maka hati hamba itu akan dipersiapkan dengan mengurniakannya warid. Hati hamba diterangi dengan Nur-Nya. Tidak mungkin mencapai Allah s.w.t tanpa dorongan yang kuat dari Nur-Nya. Nur-Nya adalah kenderaan bagi hati untuk sampai ke Hadrat-Nya.
Hati adalah umpama badan dan roh adalah nyawanya. Roh pula berkait dengan Allah s.w.t dan perkaitan itu dinamakan as-Sir (Rahsia). Roh menjadi nyawa kepada hati dan Sir menjadi nyawa kepada roh. Boleh juga dikatakan bahawa hakikat kepada hati adalah roh dan hakikat kepada roh adalah Sir. Sir atau Rahsia yang sampai kepada Allah s.w.t dan Sir yang masuk ke Hadrat-Nya. Sir yang mengenal Allah s.w.t. Sir adalah hakikat kepada sekalian yang maujud.
Nur Ilahi menerangi hati, roh dan Sir. Nur Ilahi membuka bidang hakikat-hakikat. Amal dan ilmu tidak mampu menyingkap rahsia hakikat-hakikat. Nur Ilahi yang berperanan menyingkap tabir hakikat. Orang yang mengambil hakikat dari buku-buku atau dari ucapan orang lain, bukanlah hakikat sebenar yang ditemuinya, tetapi hanyalah sangkaan dan khayalan semata-mata. Jika mahu mencapai hakikat perlulah mengamalkan wirid sebagai pembersih hati. Kemudian bersabar menanti sambil terus juga berwirid. Sekiranya Allah s.w.t kehendaki warid akan didatangkan-Nya kepada hati yang asyik dengan wirid itu. Itulah kejayaan yang besar boleh dicapai oleh seseorang hamba semasa hidupnya di dunia ini.
Alam ini pada hakikatnya adalah gelap. Alam menjadi terang kerana ada kenyataan Allah s.w.t padanya. Misalkan kita berdiri di atas puncak sebuah bukit pada waktu malam yang gelap gelita. Apa yang dapat dilihat hanyalah kegelapan. Apabila hari siang, matahari menyinarkan sinarnya, kelihatanlah tumbuh-tumbuhan dan haiwan yang menghuni bukit itu. Kewujudan di atas bukit itu menjadi nyata kerana diterangi oleh cahaya matahari.
Cahaya menzahirkan kewujudan dan gelap pula membungkusnya. Jika kegelapan hanya sedikit maka kewujudan kelihatan samar. Sekiranya kegelapan itu tebal maka kewujudan tidak kelihatan lagi. Hanya cahaya yang dapat menzahirkan kewujudan, kerana cahaya dapat menghalau kegelapan. Jika cahaya matahari dapat menghalau kegelapan yang menutupi benda-benda alam yang nyata, maka cahaya Nur Ilahi pula dapat menghalau kegelapan yang menutup hakikat-hakikat yang ghaib. Mata di kepala melihat benda-benda alam dan mata hati melihat kepada hakikat-hakikat.
Banyaknya benda alam yang dilihat oleh mata kerana banyaknya cermin yang membalikkan cahaya matahari, sedangkan cahaya hanya satu jenis sahaja dan datangnya dari matahari yang satu jua. Begitu juga halnya pandangan mata hati. Mata hati melihat banyaknya hakikat kerana banyaknya cermin hakikat yang membalikkan cahaya Nur Ilahi, sedangkan Nur Ilahi datangnya dari nur yang satu yang bersumberkan Zat Yang Maha Esa.
Kegelapan yang menutupi mata hati menyebabkan hati terpisah daripada kebenaran. Hatilah yang tertutup sedangkan kebenaran tidak tertutup. Dalil atau bukti yang dicari bukanlah untuk menyatakan kebenaran tetapi adalah untuk mengeluarkan hati dari lembah kegelapan kepada cahaya yang terang benderang bagi melihat kebenaran yang sememangnya tersedia ada, bukan mencari kebenaran baharu. Cahayalah yang menerangi atau membuka tutupan hati.
Nur Ilahi adalah cahaya yang menerangi hati dan mengeluarkannya dari kegelapan serta membawanya menyaksikan sesuatu dalam keadaannya yang asli. Apabila Nur Ilahi sudah membuka tutupan dan cahaya terang telah bersinar maka mata hati dapat memandang kebenaran dan keaslian yang selama ini disembunyikan oleh alam nyata. Bertambah terang cahaya Nur Ilahi yang diterima oleh hati bertambah jelas kebenaran yang dapat dilihatnya. Pengetahuan yang diperolehi melalui pandangan mata hati yang bersuluhkan Nur Ilahi dinamakan ilmu laduni atau ilmu yang diterima dari Allah s.w.t secara langsung. Kekuatan ilmu yang diperolehi bergantung kepada kekuatan hati menerima cahaya Nur Ilahi.
Murid yang masih pada peringkat permulaan hatinya belum cukup bersih, maka cahaya Nur Ilahi yang diperolehinya tidak begitu terang. Oleh itu ilmu laduni yang diperolehinya masih belum mencapai peringkat yang halus-halus. Pada tahap ini hati boleh mengalami kekeliruan. Kadang-kadang hati menghadap kepada yang kurang benar dengan membelakangkan yang lebih benar.
Orang yang pada peringkat ini perlu mendapatkan penjelasan daripada ahli makrifat yang lebih arif. Apabila hatinya semakin bersih cahaya Nur Ilahi semakin bersinar meneranginya dan dia mendapat ilmu yang lebih jelas. Lalu hatinya menghadap kepada yang lebih benar, sehinggalah dia menemui kebenaran hakiki.
Rasulullah saw bersabda,”Sesungguhnya dalam tubuh manusia ada segumpal daging; jika ia baik maka baiklah seluruh tubuh namun jika ia rusak maka rusaklah seluruh tubuh. Ketahuilah bahwa ia adalah hati.” (Hadits Muttafaq ‘Alaih dari Nu’man bin Basyir) Para ulama mengibaratkan hati seperti panglima perang di tengah-tengah pasukannya. Apapun yang dilakukan oleh seluruh pasukan tergantung pada perintah sang panglima. Demikianlah hati manusia. Baik dan buruknya seorang manusia pertama kali ditentukan oleh kondisi hatinya. Jika hatinya baik insyaallah perilakunya juga baik. Sebaliknya, jika hatinya buruk maka perilakunya pun akan menjadi buruk.
Dalam bahasa Arab, hati disebut dengan qalb yang secara harfiah berarti yang terbolak-balik. Hati disebut demikian karena memang tabiatnya yang labil. Tidaklah mudah menjadikan hati kita istiqamah, selalu kokoh dalam kebaikan. Untuk itulah kita dianjurkan untuk sering mengucapkan doa-doa yang berisi permohonan kepada Allah agar Ia menetapkan hati kita untuk senantiasa istiqamah. Diantaranya adalah doa yang termaktub dalam QS Ali ‘Imran ayat 8:
“Wahai Tuhan kami, janganlah engkau sesatkan hati kami sesudah Engkau memberikan petunjuk kepada kami.”
Mengapa dalam doa ini kita memohon agar yang tidak disesatkan adalah hati kita dan bukan penglihatan, pendengaran, ataupun lisan kita? Tidak lain jawabannya adalah karena hati adalah penentu baik buruknya diri kita.
HAKIKAT ( HATI, AKAL, RUHANI, , NAFSU, SYAITHON )
السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُ ......بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِِِِ
Dari Jabir bin Abdullah r.a. bahwa Rasulullah saw. bersabda, "Sesungguhnya yang paling aku cintai di antara kamu dan paling dekat kedudukannya denganku pada hari kiamat adalah yang paling bagus akhlaknya. Dan sesungguhnya yang paling aku benci di antara kamu dan paling jauh tempatnya dariku pada hari kiamat adalah orang yang banyak bicara tanpa manfaat, yang banyak bicara dibuat-buat, dan memenuhi mulutnya dengan segala macam perkataan (tak berbobot)." (Turmudzi no. 2018))
Siapapun dan dengan alasan apapun jika berani memperolok-olok Allah, ayat-ayat-Nya dan para rasul-Nya atau apa saja perkara dalam agama-Nya, entah dengan lisan atau perbuatan, bacakanlah kepadanya, " Apakah Allah, ayat-ayat-Nya, dan Rasul-Nya kamu perolok-olok? Tidak usah kamu minta maaf, karena kamu kufur sesudah beriman. " (QS. At-Taubah: 66)
AL-KAHFI 10:
RABBANA ATINA MIL LADUNKA RAHMATAW, WA HAYYI’ LANA MIN AMRINA RASYADA.
( “WAHAI TUHAN KAMI, BERIKANLAH RAHMAT KEPADA KAMI DARI SISI-MU DAN SEMPURNAKANLAH BAGI KAMI PETUNJUK YANG LURUS DALAM URUSAN KAMI (INI).”
HAKEKAT HATI
Ada hadits tentang qalbu yang sangat populer di masyarakat, sering diucapkan oleh para ustadz dan muballigh dalam ceramah-ceramah mereka. Tapi sayangnya orang kurang cermat memahami makna HATI pada hadits ini.
Abu Nu`aym menceritakan bahwa Rasulullah s.a.w. berkata: “Sesungguhnya di dalam jasad ada sebongkah daging; jika ia baik maka baiklah jasad seluruhnya, jika ia rusak maka rusaklah jasad seluruhnya; bongkahan daging itu adalah al-kabd”.
Hadits di atas jelas menyebut qalbu sebagai bongkahan daging (benda fisik) yang terkait langsung dengan keadaan jasad atau tubuh manusia. Bongkahan daging mana yang kalau ia sakit atau rusak maka seluruh jasad akan rusak?
Bahasa Arab mengenal al-kabd dalam bentuk fisik yang di dalam kamus didefinisikan sebagai ‘organ yang sarat dengan otot yang fungsinya menghisap dan memompa darah, terletak di tengah dada agak miring ke kiri’. Jadi, al-kabd adalah jantung. Dokter HATI adalah dokter jantung. Jantung adalah bongkahan daging yang kalau ia baik maka seluruh jasad akan baik atau sebaliknya kalau ia rusak maka seluruh jasad akan rusak.
Ditinjau dari bahasa kedokteran, menurut dictionary.com, heart adalah orgarn cirkulasi darah yang bekerja seperti pompa, yang terdiri dari otot polos kontraktil, yang berada di dada di antara paru-paru agak ke kiri, serta terdiri dari empat ruang. Bongkahan daginginikah yang BAGINDA RASULULLAH MAKSUDKAN...????
Jika bongkahan daging ini yang blio maksudkan maka blio sudah menunjukkan existensi yg luar biasa dizamannya dlam rana bidang kesehatan...atau pengelolaan jasmani...
HAKEKAT AKAL
Semua orang memiliki "otak" dan "otak bukanlah akal".....
- "Akal" adalah daya kerja otak atau energi otak ....
- "Akal" tidak pernah diam, selalu dinamis, beraktivitas.....
- Proses kerja akal disebut dengan "berpikir"... .
- Apabila manusia berpikir, maka buah dari berpikir disebut " ilmu atau pengetahuan"
" Diriwayatkan ketika Abdullah bin Salam bertanya kepada Rasulullah dalam suatu pembicaraan yang panjang, dimana pada akhirnya Nabi bercerita tentang Arsy dan Akal.
Kata Rasulullah:
- Bertanya para malaikat kepada Allah: “Wahai Tuhan kami, “adakah Engkau menjadikan sesuatu yang lebih besar dari ‘Arsy?”.
- Maka menjawab Allah SWT: “Ada, yaitu akal!.
- Bertanya Malaikat lagi: “Sampai dimana batas kebesarannya?
- Menjawab Allah: “Tidak dapat dihinggakan dengan ilmu pengetahuan. Adakah bagimu pengetahuan tentang berapa jumlahnya pasir?
- Menjawab Malaikat itu: “Tidak”!.
- Maka berfirman Allah:” Sesungguhnya Aku menjadikan akal itu bermacam-macam, seperti bilangan pasir. Sebagian manusia ada yang diberikan sebiji. Sebagian ada yang diberikan dua biji, ada yang tiga biji dan empat biji. Diantara mereka ada yang diberikan secupak (seukuran gelas) dan ada pula diantaranya yang diberikan segantang (seliter) dan ada pula diantara mereka yang diberikan lebih banyak dari itu”.
Kata akal berasal dari kata dalam bahasa Arab, al-‘aql. Kata al-‘aql adalah mashdar dari kata ‘aqola – ya’qilu – ‘aqlan yang maknanya adalah “ fahima wa tadabbaro “ yang artinya “paham (tahu, mengerti) dan memikirkan (menimbang) “. Maka al-‘aql, sebagai mashdarnya, maknanya adalah “ kemampuan memahami dan memikirkan sesuatu “. Sesuatu itu bisa ungkapan, penjelasan, fenomena, dan lain-lain, semua yang ditangkap oleh panca indra.
Tatkala Allah SWT menjadikan akal, Allah berkata kepada "akal" .. datanglah mendekat, maka datanglah akal itu, kemudian Allah berkata pula kepadanya ("akal") ...berangkatlah, maka akal pun berlalu/pergi. sehingga dengan perilaku/tabiat akal itu maka Allah brfirman "Tak ada mahluk yang aku cintai melebihi engkau. Dengan engkau aku mengambil dan dan dengan engkau aku pula aku memberi. (Diriwayatkan oleh Abdullah bin Ahmad dari Hasan dan Ath-Thabrani dari Abu Hurairah)
Akal (1); Menurut Al Quran, Hanya Musliminlah yang Berakal
Berikut ini sekilas mengenai akal dan betapa pentingnya akal dalam beragama. Lawan dari akal adalah jahl, atau sering pula diistilahkan dengan hawa nafsu. Kita semua tahu, ditinjau dari keberadaan akal dan nafsu, mahluk2 yang Allah karuniai kemampuan berpikir itu ada tiga jenis: malaikat, yang dikaruniai akal saja, tanpa nafsu; hewan, yang hanya dikaruniai nafsu, tanpa akal; dan manusia dan jin, yang Allah swt karuniai akal maupun nafsu.
Ayat-ayat Al Quran berikut dengan tegas memaksa kita untuk menyimpulkan bahwa hanya kaum Muslimin-Mu’minin lah yang menggunakan akalnya. Kaum yang lain, entah itu kafirin, musyrikin, munafikin, Nasrani, Yahudi, ataupun lainnya, oleh Al Quran dikatakan sebagai kaum yang tidak berakal (laa ya’qilun).
Silakan simak ayat-ayat berikut…
Al Baqarah: 164
إِنَّ فىِ خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَ الْأَرْضِ وَ اخْتِلَافِ الَّيْلِ وَ النَّهَارِ وَ الْفُلْكِ الَّتىِ تجَْرِى فىِ الْبَحْرِ بِمَا يَنفَعُ النَّاسَ وَ مَا أَنزَلَ اللَّهُ مِنَ السَّمَاءِ مِن مَّاءٍ
فَأَحْيَا بِهِ الْأَرْضَ بَعْدَ مَوْتهَِا وَ بَثَّ فِيهَا مِن كُلِّ دَابَّةٍ وَ تَصْرِيفِ الرِّيَحِ وَ السَّحَابِ الْمُسَخَّرِ بَيْنَ السَّمَاءِ وَ الْأَرْضِ لاََيَاتٍ لِّقَوْمٍ يَعْقِلُون
“Sesungguhnya pada kejadian langit dan bumi; dan pertukaran malam dan siang; dan (pada) kapal-kapal yang belayar di laut dengan membawa benda-benda yang bermanfaat kepada manusia; demikian juga (pada) air hujan yang Allah turunkan dari langit lalu Allah hidupkan dengannya tumbuh-tumbuhan di bumi sesudah matinya, serta Ia biakkan padanya dari berbagai-bagai jenis binatang; demikian juga (pada) peredaran angin dan awan yang tunduk (kepada kuasa Allah) terapung-apung di antara langit dengan bumi; sesungguhnya ada tanda-tanda (yang membuktikan keesaan Allah, kekuasaanNya, kebijaksanaanNya, dan keluasan rahmatNya) bagi kaum yang menggunakan akal fikiran (liqaumiy ya’qiluun)”.
Al Jatsiyah: 5
وَ اخْتِلَافِ الَّيْلِ وَ النهََّارِ وَ مَا أَنزَلَ اللَّهُ مِنَ السَّمَاءِ مِن رِّزْقٍ فَأَحْيَا بِهِ الْأَرْضَ بَعْدَ مَوْتهَِا وَ تَصْرِيفِ الرِّيَاحِ ءَايَاتٌ لِّقَوْمٍ يَعْقِلُون
Dan (pada) pertukaran malam dan siang silih berganti, dan juga (pada) rezeki yang diturunkan oleh Allah dari langit, lalu Ia hidupkan dengannya tumbuh-tumbuhan di bumi sesudah matinya, serta (pada) peredaran angin, (semuanya itu mengandungi) tanda-tanda (yang membuktikan keesaan Allah, kekuasaanNya, kebijaksanaanNya, serta keluasan rahmatNya) bagi kaum yang mahu menggunakan akal fikiran (liqaumiy ya’qiluun).
Al Baqarah: 171
وَ مَثَلُ الَّذِينَ كَفَرُواْ كَمَثَلِ الَّذِى يَنْعِقُ بمَِا لَا يَسْمَعُ إِلَّا دُعَاءً وَ نِدَاءً صُمُّ بُكْمٌ عُمْىٌ فَهُمْ لَا يَعْقِلُون
Dan bandingan (orang-orang yang menyeru) orang-orang kafir, samalah seperti orang yang berteriak memanggil binatang yang tidak dapat memahami selain dari mendengar suara panggilan sahaja; mereka itu ialah orang-orang yang pekak, bisu dan buta; oleh sebab itu mereka tidak dapat menggunakan akalnya (laa ya’qiluun).
Al Maidah: 58
وَ إِذَا نَادَيْتُمْ إِلىَ الصَّلَوةِ اتخََّذُوهَا هُزُوًا وَ لَعِبًا ذَالِكَ بِأَنَّهُمْ قَوْمٌ لَّا يَعْقِلُون
Dan apabila kamu menyeru untuk mengerjakan shalat, mereka menjadikannya (shalat itu) sebagai ejek-ejekan dan permainan. Yang demikian itu ialah karena mereka suatu kaum yang tidak berakal (laa ya’qiluun).
Al Anfaal: 22
إِنَّ شَرَّ الدَّوَابِّ عِندَ اللَّهِ الصُّمُّ الْبُكْمُ الَّذِينَ لَا يَعْقِلُون
Sesungguhnya sejelek-jelek makhluk yang melata di sisi Allah ialah orang-orang yang pekak lagi bisu, yang tidak mau menggunakan akal (alladziina laa ya’qiluun).
Yunus: 42
وَ مِنهُْم مَّن يَسْتَمِعُونَ إِلَيْكَ أَ فَأَنتَ تُسْمِعُ الصُّمَّ وَ لَوْ كاَنُواْ لَا يَعْقِلُون
Dan di antara mereka (yang ingkar) itu, ada yang datang mendengar ajaranmu; maka engkau (wahai Muhammad) tidak berkuasa menjadikan orang-orang yang pekak itu mendengar kalau mereka menjadi orang-orang yang tidak mau berakal (laa ya’qiluun).
Yunus: 100
وَ مَا كاَنَ لِنَفْسٍ أَن تُؤْمِنَ إِلَّا بِإِذْنِ اللَّهِ وَ يجَْعَلُ الرِّجْسَ عَلىَ الَّذِينَ لَا يَعْقِلُون
Dan tiadalah sebarang kuasa bagi seseorang untuk beriman melainkan dengan izin Allah; dan Allah menimpakan azab (arrijsa) atas orang-orang yang tidak mau berakal (laa ya’qiluun).
Al Hajj: 4 – Hati untuk berakal
أَ فَلَمْ يَسِيرُواْ فىِ الْأَرْضِ فَتَكُونَ لهَُمْ قُلُوبٌ يَعْقِلُونَ بهَِا أَوْ ءَاذَانٌ يَسْمَعُونَ بهَِا فَإِنهََّا لَا تَعْمَى الْأَبْصَارُ وَ لَاكِن تَعْمَى الْقُلُوبُ الَّتىِ فىِ الصُّدُور
Oleh itu, bukankah ada baiknya mereka mengembara di muka bumi supaya - dengan melihat kesan-kesan yang tersebut - mereka menjadi orang-orang yang ada hati yang dengannya mereka dapat memahami (ya’qiluuna bihaa), atau ada telinga yang dengannya mereka dapat mendengar? (Tetapi kalaulah mereka mengembara pun tidak juga berguna) kerana keadaan yang sebenarnya bukanlah mata kepala yang buta, tetapi yang buta itu ialah mata hati yang ada di dalam dada.
Al Furqan: 44
أَمْ تحَْسَبُ أَنَّ أَكْثرََهُمْ يَسْمَعُونَ أَوْ يَعْقِلُونَ إِنْ هُمْ إِلَّا كاَلْأَنْعَامِ بَلْ هُمْ أَضَلُّ سَبِيلا
Atau adakah engkau menyangka bahawa kebanyakan mereka mendengar atau memahami (ya’qiluun)? Mereka hanyalah seperti binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi.
Al Ankabut: 63
وَ لَئنِ سَأَلْتَهُم مَّن نَّزَّلَ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً فَأَحْيَا بِهِ الْأَرْضَ مِن بَعْدِ مَوْتِهَا لَيَقُولُنَّ اللَّهُ قُلِ الْحَمْدُ لِلَّهِ بَلْ أَكْثرَُهُمْ لَا يَعْقِلُون
Dan sesungguhnya jika engkau (wahai Muhammad) bertanya kepada mereka (yang musyrik) itu: "Siapakah yang menurunkan hujan dari langit, lalu Ia hidupkan dengannya tumbuh-tumbuhan di bumi sesudah matinya?" Sudah tentu mereka akan menjawab: "Allah". Ucapkanlah (wahai Muhammad): "Alhamdulillah", bahkan kebanyakan mereka tidak memahami (laa ya’qiluun).
Al Hasyr: 14
لَا يُقَاتِلُونَكُمْ جَمِيعًا إِلَّا فىِ قُرًى محَُّصَّنَةٍ أَوْ مِن وَرَاءِ جُدُرِ بَأْسُهُم بَيْنَهُمْ شَدِيدٌ تحَْسَبُهُمْ جَمِيعًا وَ قُلُوبُهُمْ شَتىَ ذَالِكَ بِأَنَّهُمْ قَوْمٌ لَّا يَعْقِلُون
(Orang-orang Yahudi dan orang-orang munafik) dengan keadaan bersatu padu sekalipun, tidak berani memerangi kamu melainkan di kampung-kampung yang berbenteng kukuh, atau dari sebalik tembok. (Sebabnya): permusuhan di antara mereka sesama sendiri amatlah keras; engkau menyangka mereka bersatu padu, sedang hati mereka berpecah belah. Yang demikian itu, kerana mereka adalah kaum yang tidak berakal (qaumul laa ya’qiluun).
Setelah jelas penegasan Al Quran bahwa hanya kaum mu'minin-muslimin sajalah yang menggunakan akalnya, sedangkan kaum lainnya adalah tidak berakal, maka tidak ada kesimpulan lain selain bahwa akal menduduki posisi sangat penting dalam beragama dan berkehidupan. Kita harus menggunakan akal kita jika kita ingin selamat mencapai tujuan ukhrawi kita.
Tapi, jika kita tengok keadaan dunia saat ini, dimana science dan teknologi dikuasai oleh negara-negara maju yang kebanyakan adalah dunia Barat yang mayoritas penduduknya non-muslim - dan bahkan banyak penduduknya yang mengklaim atheis -, juga jika kita lihat bahwa kehidupan sosial yang harmonis dan maju justru ditunjukkan oleh western ataupun non-muslim society itu, sementara kehidupan di banyak negara-negara muslim justru miskin, terbelakang dan semrawut, tentu ini menjadi ganjalan buat kita yang mengklaim muslimin ini.
Bukankah majunya ilmu dan teknologi serta teraturnya society menunjukkan bahwa mereka adalah kaum yang berakal? Bagaimana Allah membimbing akal sehingga sempurna ... ? segala puji Allah yg maha Rahman & Rahim, Alah Tuhan seru sekalian kesemestaan .. slah satunya bentuk bimbingan maka diberiNya kita asisten cuba baca dan cermati Ar-Ra'ad ayat 11..
HAKEKAT JIWA/RUHANI
Kadang kita terpelesat dalam pemahaman hakikat manakalah disebutkan kata "hati" untuk keruhaniaan... padahal sesungguhnya jika disebutkan maka tidak lain yang dimaksud adalah jiwa...
KADANG KADANG KATA HATI KEHILANGAN PENJELASAN MANAKALA TELAH TERDESAK DALAM RANA LOGISNYA PERCAKAPAN...MENGINGAT HATI DALAM SISTEMIK TUBUH BERFUNGSI SEBAGAI FILTER RACUN DAN BUKAN SEBAGAI OLAH RASA ATAU INDRA
JIKA OTAK DIKATAKAN ALAT ATAU ORGAN BERFIKIR MAKA JELAS KARENA OTAK MEMILIKI FASILITAS SYARAF FIKIR NAMUN JIKA HATI DIKATAKAN ORGAN BER-RASA MAKA JELAS KEHILANGAN PENJELASAN LOGISNYA KARENA ORGAN INI TDK MEMILIKI SYARAF PERASA UNTUK MERASAKAN
Hati dikatakan sistim ekskresi karena memproduksi urea dan garam empedu. Berbagai jenis tugas yang dijalankan oleh hati, dilakukan oleh hepatosit. Hingga saat ini belum ditemukan organ lain atau organ buatan atau peralatan yang mampu menggantikan semua fungsi hati. Beberapa fungsi hati dapat digantikan dengan proses dialisis hati, namun teknologi ini masih terus dikembangkan untuk perawatan pendrita gagal hati.
KEMBALI KE HAKEKAT JIWA...
FUNGSI HATI TIDAK LOGIS UNTUK DIFAHAMI SBG FASILITAS UNTUK MENGENAL ALLAH....ALLAH DAPAT DIKENALI SECARA PENGETAHUAN DAN HAKEKAT MELALUI FASILITAS AKAL DAN AKAL AKAN EFEKTIF BEKERJANYA JIKA DIBANTU OLEH JIWA YANG BERSIH DAN HATI YANG SEHAT UNTUK KEPERLUAN JASMANI..KARENA TDK MUNGKIN ORG SAKIT DPT BERFIKIR YG EFEKTIF...
jIKA DISEBUT HATI DALAM BERBAGAI LITERTUR KESUFIAN SBG KATA "HATI" gambaran yang sangat jelas kepada kita bahwa ..Yang dimaksud dengan HATI tentu adalah JIWA/RUHANI dan hati dalam arti yang sebenarnya padanan katanya dalam bahasa Arab adalah al-kabd
hati untuk keperluan ruhani adalah yg dimaksud 'JIWA" bukan hati seonggok daging itu, dan hati kecil = lubuk sanubari
Disebutkan untuk Jiwa yg tenang bukan hati yang tenang. Siapakah yang disebut Nafsul-Muthmainnah?
Al-Qur’an sendiri menyebutkan tingkatan yang ditempuh oleh nafsu atau dirimanusia.
Pertama Nafsul Ammarah, yang selalu mendorong akan berbuat sesuatu di luar pertimbangan akal yang tenang. Maka keraplah manusia terjerumus ke dalam lembah kesesatan karena nafsul-ammarah ini. (Lihat Surat 12, Yusuf; ayat 53).
Bilamana langkah telah terdorong, tibalah penyesalan diri atas diri.
Itulah yang dinamai Nafsul-Lawwamah. Itulah yang dalam bahasa kita sehari-hari dinamai “tekanan batin”, atau merasa berdosa. Nafsul-Lawwamah ini dijadikan sumpah kedua oleh Allah, sesudah sumpah pertama tentang ihwal hari kiamat. (Surat 75, Al-Qiyamah ayat 2).
Demikian pentingnya, sampai dijadikan sumpah. Karena bila kita telah sampai kepada Nafsul-Lawwamah, artinya kita telah tiba dipersimpangan jalan; atau akan menjadi orang yang baik, pengalaman mengajar diri, atau menjadi orang celaka, karena sesal yang tumbuh tidak dijadikan pengajaran, lalu timbul sikap yang dinamai “keterlanjuran”.
Karena pengalaman dari dua tingkat nafsu itu, kita dapat naik mencapai “An-Nafsul-Muthmainnah”, yakni jiwa yang telah mencapai tenang dan tenteram. Jiwa yang telah digembleng oleh pengalaman dan penderitaan. Jiwa yang telah melalui berbagai jalan berliku, sehingga tidak mengeluh lagi ketika mendaki, karena di balik pendakian pasti ada penurunan. Dan tidak gembira melonjak lagi ketika menurun, karena sudah tahu pasti bahwa dibalik penurunan akan bertemu lagi pendakian. Itulah jiwa yang telah mencapai Iman! Karena telah matang oleh berbagai percobaan.
Jiwa inilah yang mempunyai dua sayap. Sayap pertama adalah syukur ketika mendapat kekayaan, bukan mendabik dada. Dan sabar ketika rezeki hanya sekedar lepas makan, bukan mengeluh. Yang keduanya telah tersebut dalam ayat 15 dan 16 tadi.
Jiwa inilah yang tenang menerima segala khabar gembira (basyiran) ataupun khabar yang menakutkan (nadziran).
Jiwa inilah yang diseru oleh ayat ini:
- “Wahai jiwa yang telah mencapai ketentraman.” (ayat 27). Yang telah menyerah penuh dan tawakkal kepada Tuhannya: Telah tenang, karena telah mencapai yakin: terhadap Tuhan.
- Berkata Ibnu ‘Atha’: “Yaitu jiwa yang telah mencapai ma’rifat sehingga tak sabar lagi bercerai dari Tuhannya walau sekejap mata.” Tuhan itu senantiasa ada dalam ingatannya, sebagai tersebut dalam ayat 38 dari Suray 13, Ar-Ra’ad.
- Berkata Hasan Al-Bishri tentang muthmainnah ini: “Apabila Tuhan Allah berkehendak mengambil nyawa hamba-Nya yang beriman, tenteramlah jiwanya terhadap Allah, dan tenteram pula Allah terhadapnya.”
- Berkata sahabat Rasulullah SAW ‘Amr bin Al-‘Ash (Hadis mauquf): “Apabila seorang hamba yang beriman akan meninggal, diutus Tuhan kepadanya dua orang malaikat, dan dikirim beserta keduanya suatu bingkisan dari dalam syurga. Lalu kedua malaikat itu menyampaikan katanya: “Keluarlah, wahai jiwa yang telah mencapai keternteramannya, dengan ridha dan diridhai Allah. Keluarlah kepada Roh dan Raihan. Tuhan senang kepadamu, Tuhan tidak marah kepadamu.” Maka keluarlah Roh itu, lebih harum dari kasturi.”
- “Kembalilah kepada Tuhanmu, dalam keadaan ridha dan diridhai.” (ayat 28). Artinya: setelah payah engkau dalam perjuangan hidup di dunia yang fana, sekarang pulanglah engkau kembali kepada Tuhanmu, dalam perasaan sangat lega karena ridha; dan Tuhan pun ridha, karena telah menyaksikan sendiri kepatuhanmu kepada_nya dan tak pernah mengeluh.
- “Maka masuklah ke dalam golongan hamba-hamba-Ku.” (ayat 29). Di sana telah menunggu hamba-hamba-Ku yang lain, yang sama taraf perjuangan hidup mereka dengan kamu; bersama-sama di tempat yang tinggi dan mulia. Bersama para Nabi, para Rasul, para shadiqqin dan syuhadaa. “Wa hasuna ulaa-ika rafiiqa”; Itulah semuanya yang sebaik-baik teman.
- “Dan masuklah ke dalam syurga-Ku.” (ayat 30). Di situlah kamu berlepas menerima cucuran nikmat yang tiadakan putus-putus daripada Tuhan; Nikmat yang belum pernah mata melihatnya, belum pernah telinga mendengarnya, dan lebih daripada apa yang dapat dikhayalkan oleh hati manusia.
Dan ada pula satu penafsiran yang lain dari yang lain; yaitu annafs diartikan dengan roh manusia, dan rabbiki diartikan tubuh tempat roh itu dahulunya bersarang. Maka diartikannya ayat ini: “Wahai Roh yang telah mencapai tenteram, kembalilah kamu kepada tubuhmu yang dahulu telah kamu tinggalkan ketika maut memanggil,” sebagai pemberitahu bahwa di hari kiamat nyawa dikembalikan ke tubuhnya yang asli. Penafsiran ini didasarkan kepada qiraat (bacaan) Ibnu Abbas,Fii ‘Abdii dan qiraat umum Fii “Ibaadil.
Apakah "Rohani" memiliki akal...?
- Selain dari pada Allah ... segalanya kesemestaan disebut "mahluk"
- Mahluk atau materi ada 2 (dua) perwujudannya benda (atom) dan cahaya (foton) lihat
- Kedua wujud benda (atom) dan Cahaya(foton)---àMemilki energy
- Jasmani ---àdominan benda(atom)
- Rohani ---àdominan Cahaya(foton)
- Bagi Manusia kedua-duanya satu didalam penciptaanNya
- Akal bersifat energy dan ghaib (bahkan sangat ghaib)
- Pada jasmani ---àAkal Energi otak
- Pada Rohani ---àAkal Energi Qalb (bukan maksudnya hati/liver/jantung atau segumpal daging)
- Pada Rohani ---àAkal Energi Qalb (baca Al-Mulk 13)
- Dinegeri akhirat ----àBagi Manusia Jasmaninya sirna dan Rohani menuju panggilanNya
- Setiap Rohani dpat berdialog, namun tdk memerlukan tidur dll selayaknya jasmani
- Suatu waktu rohani menyesali kerja samanya dgn jasmani dan perbuatan jasmaninya---à (Al-An’aam 31)
Apakah Ilmu Agama Dipahami dgn KEYAKINAN ataukah dengan AKAL …?. Akal sesuatu yg kadang kita sinis dan tak segan kita mencibirnya . Mari belajar bersama…. Sehingga terhindar dari pandangan yang dogmatis
Kita sepertinya sinis dan mencibirnya atau barangkali Trauma dengan pengertian AKAL dan berpendapat bahwa mempelajari agama dgn akal dpt menyebabkan kita menafsirkan ayat-ayat “Secara akal-akalan” . “ Secara akal-akalan “ itulah yang perlu di diverifikasi. Bila Ayat-ayat tdk dipelajari dengan akal , lalu dgn apa harus dipelajari?
Mungkin ada yang berpendapat dgn keyakinan, lalu apa yg dimaksud dgn keyakinan ? Bukankah keyakinan adalah buah dari pemahaman, lalu bara.. bagaimana mungkin kita dapat memahami jika kita tdk bertitik tolak dari pengertian ? dan pengertian itu terbit dari upaya kita yang menggunakan akal…
Atau bagaimana jika akal itu dicabut saja ? apakah lalu bara kita kemudian dapat menjadi orang yakin ? Bukankah Allah menyatakan manusia itu sempurna karena Akalnya… tdkah kita mendurhakai Allah apabila kita tidak menggunakan akal sehingga tdk menjadi mahluk yang tdk utuh lagi dalam kesempurnaan ciptaannya…
Kokohnya keyakinan mengakar pada dua hal berfikir (dgn akal) dan mengamalkan (implementasinya dgn zikir, sholat, puasa dan sebagainya). Keduanya yakni fikir dan zikir tsb ber-ujung pada ilmu .. dan ilmu yang mendalam disebut menjiwai… jika sdh menjiwai maka memiliki fenomena tabiat yakni rendah hati dan teguh pendirian. Org ber-ilmu tdk pernah menyerah, mrk dpt menrima pendapat org lain, dan bila salah pendapat itu maka wajib untuk diluruskan … sehingga org ber-Ilmu dan ber Imanlah yg diangkat derjatnya oleh Allah SWT melebihi para malaikat….
HAKEKAT "RUH"
Dimasa Rasulullah :
- Kaum Yahudi berkata : “Tanyakan pada dia tentang ruh.”
- Rasulullah menjawab kepada kaum Yahudi:
... ... ((يَسْأَلُوْنَكَ عَنِ الرُّوْحِ قُلِ الرُّوْحُ مِنْ أَمْرِ رَبِّيْ وَماَ أُوْتِْتُمْ مِنَ الْعِلْمِ إِلاَّ قَلِيْلاً))“Mereka bertanya kepadamu tentang ruh. Katakanlah: ‘Ruh itu termasuk urusan Rabbku dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit’.” (Al-Isra: 85)
MENCERMATI.
Jika kaum yahudi, nasrani dan para pemfitnah islam bertanya kepadamu tentang ruh. Katakanlah :
- Ruh itu termasuk urusan Rabbku (Allah)
- Dan tidaklah kaum yahudi, nasrani dan para pemfitnah islam diberi pengetahuan melainkan sedikit’.
Jika kaum yahudi, nasrani dan para pemfitnah islam diberi pengetahuan melainkan sedikit tentang ruh lalu apakah ini mengisyaratkan bahwa "ada kemungkinan kaum muslim yang muhksin yang diberi lebih banyak dari yang sedikit tentang pengetahuan ruh ....????" ..... Rabbana atina milladunka rahmatan wahayyil lana min amrin rasyadat......
HAKEKAT NAFSU
MENCERMATI KEMUDURAN BERFIKIR DIKALANGAN UMMAT ISLAM
"RABBANA ATINA MIL LADUNKA RAHMATAW, WA HAYYI’ LANA MIN AMRINA RASYADA…. ( “WAHAI TUHAN KAMI, BERIKANLAH RAHMAT KEPADA KAMI DARI SISI-MU DAN SEMPURNAKANLAH BAGI KAMI PETUNJUK YANG LURUS DALAM URUSAN KAMI (INI).”
MENCERMATI KEMUDURAN BERFIKIR DIKALANGAN UMMAT………
Kita sepertinya sinis dan mencibirnya atau barangkali Trauma dengan pengertian NAFSU sehingga tak segan-segan kita menghujatnya… !!!
Sehingga muncul ucapan-ucapan peninggalan produk keyakinan agama pra islam yang masih saja kita adopsi… seperti “Bagaimana mungkin engkau bisa mendekat apalagi mengenal ALLAH. jika hawa nafsu masih bercokol kuat dalam tubuhmu..?.
Bagaimana jika kita meminta saja kepada Allah agar yang namanya nafsu itu dicabut saja dari jasmania kita ????
Dan readaksi doa sebelum membaca Al-Quran sbb :
عوذ بالله من الشيطان الرجيم
Aku berlindung kepada Allah dari godaan “syaitan” yg terkutuk
Kita ganti menjadi :
Aku berlindung kepada Allah dari godaan “nafsu” yang menjadi penghalang
Lalu tentu ada yang berpendapat …aaah ! itu keliru. Mungkin disaat tulisan ini terbaca kekeliruan itu di Insyafi… tetepi cobalah tengok dalam berbagai tulisan/status/apa saja yang ada dalam lebel muslim … maka masih saja kita pelupa !
Fungsi NAFSU : Ada yang mengatakan secara sempit Nafsu hanyalah yang cenderung pada kejahatan, …. Padahal Nafsu adalah energy penggerak jiwa, motor keinginan, bahwa hawa nafsu sangat esensial bagi manusia dalam menempuh kesempurnaan hidup.
Nafsu cukup dikendalikan jangan mematikannya… mematikan nafsu sangat bertentangan dgn kodraan kemanusia…. Karena nafsulah yang dipanggil Allah dalam kedamaian…. Yakni nafsu yang terkendali
“Kembalilah kepada Tuhanmu, dalam keadaan ridha dan diridhai.” (ayat 28). Artinya: setelah payah engkau dalam perjuangan hidup di dunia yang fana, sekarang pulanglah engkau kembali kepada Tuhanmu, dalam perasaan sangat lega karena ridha; dan Tuhan pun ridha, karena telah menyaksikan sendiri kepatuhanmu kepada_nya dan tak pernah mengeluh .
HEKEKAT SYAITAN
SETAN DARI BANGSA MANUSIA
- Setan itu dpt juga dari bangsa "MANUSIA" jika tdk mengikuti perintah dan larangan Allah, dan malah hanya mau mengikuti bisikan/wash-wash "iblis" dan manusia bisa anda lihat ...
- SETAN DARI BANGSA JIN.....Setan itu dpt juga dari bangsa "JIN" jika tdk mengikuti perintah dan larangan Allah, dan malah hanya mau mengikuti keinginannya sendiri mereka disebut IBLIS. dan Jin tdk bisa anda lihat. "Jika jin dapat dilihat termasuk setannya.... maka inilah yang memerlukan pengetahuan ". Karena Iblis dari Bangsa Jin ; maka Iblis bisa melihat namun kita tidak bisa melihatnya (tidak jelas), Jika iblis Dinyatakan iblis itu adalah nyata (jelas) karena jelas kepentingan untuk menyesatkan (musuh yang nyata)
Dengan demikian kita dapat menginsafi sesungguhnya bukan nafsu/syahwat musuh (yang nyata) bagi kita manusia ... nafsu hanyalah fasilitas yang diberikan Allah kepada kita sama seperti Akal... kita cuma diminta hati-hati dgn nafsu/syahwat jangan sampai ditunggangi Iblis dgn senjata wash-washnya. Allah meminta agar nafsu/syahwat dikendalikan bukan dijadikan mush.
Bagi yang menganggap nafsu/syahwat musuh (yang nyata) bagi kita manusia silahkan bergabung dgn rahib atau pendeta yang tdk mau kawin/menikah... mereka tau koq caranya membunuh nafsu sbg musuh.
DASARNYA
- Dan demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap nabi itu musuh, yaitu syaitan-syaitan (dari jenis) manu-sia dan (dari jenis) jin." (Al-An'am: 112)
- Didalam musnad Imam Ahmad dari Abu Dzar ra., dia berkata bahwa Rasulullah SAW telah bersabda : يا أبا ذار تعوذ با الله من الشسا طين الإنس و الجن
Wahai Abu Dzar, berlindunglah kepada Allah dari setan manusia dan jin.
2) "Iblis menjawab: "Demi kekuasaan Engkau aku akan menyesatkan mereka semuanya, kecuali hamba-hamba-Mu yang mukhlis di antara mereka." (Shad: 82-83
QALBU
- Qalbu adalah Singgasana Allah
- Pusat kendali diri setiap manusia
- Landasan penampakkan Al Haq
- Ranah hamparan kasih rahmatNya
- Ia adalah cerminan hakikatNya
- Mikroskop nilai keluhuranNya
- Wadah penampung kalamNya
- Jaring penangkap isyarat-isyaratNya
- Ia dianalogikan dengan cahaya
- Diurai dengan huruf-huruf Qur’ani
- Ia laksana, minyak dan lampu
- Dalam Misykat serta kaca menyala
- Ia mudah terbalik dan pongah,
- Qalbu yang ingat mulia, yang lalai nista,
- Ia kadang bersinar, kadang gelap,
- Ia menyinari jagad diri dan kehidupan,
- Qalbu didatangi DutaNya untuk
- Dipersiapkan menerima tugas ketuhanan
- Qalb suci bermoral malaikatNya
- Qalbu kotor berkarakteri setan terlaknat
- Qalbu adalah penanda setiap insan
- Adakah ia manusia baik atau buruk
- Ia merupakan pundit rahasia batin
- Samudera pengetahuan setiap manusia
- Ia kunci pembuka keagunganNya
- Pintu pembentang rahasia-rahasiaNya
- Itulah wajah hakiki qalbumu yang sesungguhnya
- Simpanlah rahasia batinmu, kau akan melihat rahasiaNya
- Kebahagiaan dunia bisa diraih dengan jejak kaki
- Kebahagiaan hakiki akhirat hanya bisa ditempuh dengan qalbu
- Penyingkapan Agung dan tirai Makrifat terbuka oleh “laku“ qalbu
- Rapor kebaikan dan keburukan setiap insani berdasar “laku“ qalbu
- Manusia yang membiarkan kalbunya penuh noda hati
- Selamanya tidak akan merasakan penyingkapan rahasia AgungNya
- Qalbu adalah perbendaharaan agung
- Modal utama setiap manusia menujuNya
- Insan yang tidak memuliakan kalbunya
- Akan menuai keburukan abadi di sisiNya
- Qalbu adalah landasan pacu hakikat
- Nilai hakiki tidak akan landing di qalbu yang kotor
- Qalbu yang tidak suci berlumur hijab
- Qalbu yang terhijab tidak akan Makrifatullah
- Qalbu adalah media Wushul da Qurb
- Keintiman denganNya juga dengan “laku“ qalbu
- Hakikat kebaikan bersendikan qalbu
- Kebaikan yang tidak bernurani, adalah busuk
- Ilham suciNya turun di qalbu suci
- Qalbu buruk adalah landasan bisikan jahat setan
- Muara “laku“ qalbu adalah ridhaNya
- KerelaanNya hanya berdasarkan “laku“ qalbu jernih
- KemurkaanNya akibat “ulah“ qalbu
- Siksa pedih akhirat juga akibat “ulah“ busuk qalbu
- Qalbu adalah sentra penentu nasib
- Kebahagiaan dan kesengsaraan hakiki akibat qalbu
- Qalbu yang taat beroleh ridhaNya
- Qalbu yang kufur, akan menuai kemurkaanNya
- Qalbu yang pongah dan tersesat
- Adalah qalbu yang lupa mendzikir padaNya
- Wajah kebaikan qalbu adalah lurus
- Wajah kesesatan qalbu, tindak kemaksiatannya
- Tajamkan mata Qalbu dan pikir
- Akan tersingkap keagungan rahasia ayat-ayatNya
- Qalbu adalah pengantin jasad dan ruh
- Hanya Qalbu Sakinah yang sambung dengan DiriNya
- Lihatlah kepada “laku“ baik qalbumu
- Itulah rahasia batinmu, dan modal utamamu menujuNya
- Pandanglah kebaikan-kebaikanNya
- Akan ditampakkan untukmu segala makna hakiki
►Syekh Abdul Karim Ibnu Ibrahim Al Jaili [1366M - 1430M]
Hati adalah cermin pribadi setiap manusia. Lalu, cermin model manakah yang kita miliki dalam hati kita? Apakah hati kita bersih laksana cermin yang berkilau sehingga manantulkan perbuatan yang baik, ataukah malah kotor dan buram yang membuat kita selalu buruk? Hal ini sepertinya tergantung bagaimana kita merawat cermin hati yang kita miliki.
Bila kita selalu menjaga hati agar selalu bersih dan bening, maka cerminan perbuatan yang muncul pun akan selalu baik dan benar. Sebaliknya, kalau selalu membiarkan cermin hati kita kotor, dengan hiasan perbuatan buruk kita, maka pantulan kaca hati kita pun menjadi buram.
Empat Sifat Hati
Iman Al-Ghazali dalam Ihya Ulumuddin mengemukakan bahwa di hati manusia berkumpul empat sifat. Sifat Sabu’iyah (kebuasan), bahimiyah (kebinatangan), syaithaniyah (kesetanan), dan rabbaniyah (ketuhanan). Masing-masing sifat itu bisa saling mengalahkan, tergantung dari manusia itu sendiri.
Kalau sifat rububiyahnya yang menang, akan timbul sifat manusia itu menjadi baik. Seperti mampu menahan hawa nafsu, qana’ah, iffah, zuhud, jujur, tawadhu, dan sejumlah sifat baik lainnya.
Manusia dengan hati yang demikian itu, senantiasa mengingat Allah. Dengan demikian, jiwanya selalu tenang dan tentaram. “(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tentram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tentram.” (QS. Ar-Rad [13] : 28). Inilah hati orang-orang yang beriman. Tidak ada kebencian, kedengkian, kesombongan, dan penyakit hati lainnya yang bersarang di dadanya.
Seperti dikatakan Rasullulah dalam sebuah Hadits. “Hati itu ada empat, yaitu hati yang bersih, di dalamnya ada pelita yang bersinar. Maka, itulah hati orang mukmin. Hati yang hitam lagi terbalik, maka itu adalah hati orang kafir. Hati yang tertutup yang terikat tutupnya, maka itu adalah hati orang munafik, serta hati yang dilapis yang di dalamnya ada iman dan nifak.” (HR. Ahmad dan Thabrani)
Sementara hati yang kotor, tentunya mencerminkan perbuatan yang kotor pula. Inilah orang-orang kafir. Segala perbuatan yang dilakukannya selalu jelek dan bertentangan dengan perintah Allah. Hal ini terjadi karena cermin dari hati yang kotor itu. Akibatnya, mamantul kepada perbuatannya.
Alquran menyebutkan, hati mereka telah terkunci dengan kebenaran. Bagi mereka, dinasehati atau tidak, sama saja. Selalu yang dilakukan perbuatan buruk. Karena cermin hatinya telah terkunci dengan kotoran. “Sesungguhnya orang-orang kafir, sama saja bagi mereka, kamu beri peringatan atau tidak kamu beri peringatan, mereka tidak juga akan beriman. Allah telah mengunci-mati hati dan pendengaran mereka, dan penglihatan mereka ditutup. Dan bagi mereka siksa yang sangat berat.” (QS. Al-Baqarah [2] : 6-7)
Sedangkan orang-orang munafik, di hati mereka terdapat penyakit. “Dalam hati mereka ada penyakit, lalu ditambah Allah penyekitnya; dan bagi mereka siksa yang pedih, disebabkan mereka dusta. Dan bila dikatakan kepada mereka: “Janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi. Mereka menjawab: “Sesungguhnya kami orang-orang yang mengadakan perbaikan.” Ingatlah, sesungguhnya mereka itulah orang-orang yang membuat kerusakan, tetapi mereka tidak sadar.” (QS. Al-Baqarah [2] : 10-12).
Begitulah fenomena sebuah hati, yang merupakan cermin bagi setiap tindak-tanduk manusia. Bila cermin itu bening, maka yang memantul adalah perbuatan baik. Sebaliknya, bila hati itu kotor maka yang muncul adalah suara atau perbuatan jelak dan kemaksiatan.
Dengan demikian, ketika ada orang yang mengatakan ‘hati nurani adalah suara kebenaran,’ itu tidak selalu benar. Ini tergantung dari hati nurani siapa dahulu. Kalau hati nurani orang-orang yang beriman, itu memang suara kebenaran. Akan tetapi, kalau hati nurani orang kafir atau orang munafik, itu pasti adalah suara keburukan dan penipuan.
Karena itulah, bagi setiap orang beriman diperintahkan selalu menjaga kebeningan hatinya, yaitu dengan selalu menjalankan perintah Allah, baik yang wajib maupun yang sunnah. Dengan begitu, berarti ia senantaisa menjaga kebeningan hati. Sehingga cermin yang ada di hatinya selalu bening dan akan memunculkan perbuatan yang baik.
HAKIKAT HATI NURANI
Manusia adalah mahluk Allah yang paling sempurna di dinia ini. Manusia bukan saja karena merupakan khalifah (wakil) Tuhan di bumi yang dijadikan sesuai dengan citra-Nya, tetapi juga karena ia merupakan penampakan atau tempat kenyataan asma dan sifat Allah yang paling lengkap dan menyeluruh. Tuhan menjadikan Adam (manusia) sesuai dengan citra-Nya, setelah jasad Adam dijadikan kemudian Tuhan meniupkan ruh-Nya ke dalam jasad Adam. Jasad manusia hanyalah alat, perkakas atau kendaraan bagi rohani dalam melakukan aktivitasnya.Manusia pada hakekatnya bukanlah jasad lahir yang diciptakan dari unsur-unsur materi, akan tetapi rohani yang berada dalam dirinya yang selalu mempergunakan tugasnya.
RUH DAN JIWA
Ruh berasal dari alam arwah dan memerintah dan menggunakan jasad sebagai alatnya. Sedangkan jasad berasal dari alam ciptaan, yang dijadikan dari unsur materi. Ruh berasal dari tabiat Tuhan dan cenderung kembali ke asal semula. Ia selalu dinisbahkan kepada Tuhan dan tetap berada dalam keadaan suci. Karena ruh bersifat kerohanian dan selalu suci, maka setelah ditiup Allah dan berada dalam jasad, ia tetap suci. Ruh di dalam diri manusia berfungsi sebagai sumber moral yang baik dan mulia. Jika ruh merupakan sumber akhlak yang mulia dan terpuji, maka lain halnya dengan jiwa (nafsu). Jiwa adalah sumber akhlak tercela, al-Farabi, Ibn Sina dan al-Ghazali membagi jiwa pada: jiwa nabati (tumbuh-tumbuhan), jiwa hewani (binatang) dan jiwa insani. Jiwa nabati adalah kesempurnaan awal bagi benda alami yang organis dari segi makan, tumbuh dan melahirkan. Adapun jiwa hewani, disamping memiliki daya makan untuk tumbuh dan melahirkan, juga memiliki daya untuk mengetahui hal-hal yang kecil dan daya merasa, sedangkan jiwa insani mempunyai kelebihan dari segi daya berfikir. Daya jiwa yang berfikir yang merupakan hakekat atau pribadi manusia. Sehingga dengan hakekat, ia dapat mengetahui hal-hal yang umum dan yang khusus, Dzatnya dan Penciptaannya. Karena pada diri manusia tidak hanya memiliki jiwa insani (berpikir), tetapi juga jiwa nabati dan hewani, maka jiwa (nafsu) manusia mejadi pusat tempat tertumpuknya sifat-sifat yang tercela pada manusia. Itulah sebabnya jiwa manusia mempunyai sifat yang beraneka sesuai dengan keadaannya.Apabila jiwa menyerah dan patuh pada kemauan syahwat dan memperturutkan ajakan syaithan, yang memang pada jiwa itu sendiri ada sifat kebinatangan, maka ia disebut jiwa yang menyuruh berbuat jahat. Apabila jiwa selalu dapat menentang dan melawan sifat-sifat tercela, maka ia disebut jiwa pencela, sebab ia selalu mencela manusia yang melakukan keburukan dan yang teledor dan lalai berbakti kepada Tuhan . Tetapi apabila jiwa dapat terhindar dari semua sifat-sifat yang tercela, maka ia berubah jadi jiwa yang tenang . Jadi, jiwa mempunyai tiga buah sifat, yaitu jiwa yang telah menjadi tumpukan sifat-sifat yang tercela, jiwa yang telah melakukan perlawanan pada sifat-sifat tercela, dan jiwa yang telah mencapai tingkat kesucian, ketenangan dan ketentraman, yaitu jiwa muthmainnah. Dan jiwa muthmainnah inilah yang telah dijamin Tuhan langsung masuk surga. Jiwa muthmainnah adalah jiwa yang selalu berhubungan dengan ruh. Ruh bersifat Ketuhanan sebagai sumber moral mulia dan terpuji, dan ia hanya mempunyai satu sifat, yaitu suci. Sedangkan jiwa mempunyai beberapa sifat yang ambivalen. Tuhan mengilhamkan jiwa pada keburukan dan ketakwaan. Artinya, dalam jiwa terdapat potensi buruk dan baik, karena itu jiwa terletak pada perjuangan baik dan buruk.
AKAL
Akal yang dalam bahasa Yunani disebut nous atau logos atau intelek (intellect) dalam bahasa Inggris adalah daya berpikir yang terdapat dalam otak, sedangkan "hati" adalah daya jiwa. Daya jiwa berpikir yang ada pada otak di kepala disebut akal. Sedangkan yang ada pada hati (jantung) di dada disebut rasa. Karena itu ada dua sumber pengetahuan, yaitu pengetahuan akal (ma'rifat aqliyah) dan pengetahuan hati (ma'rifat qalbiyah). Kalau para filsuf mengunggulkan pengetahuan akal, para sufi lebih mengunggulkan pengetahuan hati (rasa). Menurut para filsuf Islam, akal yang telah mencapai tingkatan tertinggi --akal perolehan -- ia dapat mengetahui kebahagiaan dan berusaha memperolehnya. Akal yang demikian akan menjadikan jiwanya kekal dalam kebahagiaan (surga). Namun, jika akal yang telah mengenal kebahagiaan itu berpaling, berarti ia tidak berusaha memperolehnya. Jiwa yang demikian akan kekal dalam kesengsaraan (neraka). Adapun akal yang tidak sempurna dan tidak mengenal kebahagiaan, maka menurut al-Farabi, jiwa yang demikian akan hancur. Sedangkan menurut para filsuf tidak hancur. Karena
kesempurnaan manusia menurut para filsuf terletak pada kesempurnaan pengetahuan akal dalam mengetahui dan memperoleh kebahagiaan yang tertinggi, yaitu ketika akan sampai ke tingkat akal perolehan.
HATI
Hati atau sukma terjemahan dari kata bahasa Arab qalb. Hati adalah segumpal daging yang berbentuk bulat panjang dan terletak di dada sebelah kiri. Adapun yang dimaksud hati di sini adalah hati dalam arti yang halus, hati-nurani --daya pikir jiwa yang ada pada hati, di rongga dada. Dan daya berfikir itulah yang disebut dengan rasa, yang memperoleh sumber pengetahuan hati.Dari uraian di atas, dapat kita ambil kesimpulan sementara, bahwa menurut para filsuf dan sufi Islam, hakekat manusia itu jiwa yang berfikir, tetapi mereka berbeda pendapat pada cara mencapai kesempurnaan manusia. Bagi para filsuf, kesempurnaan manusia diperoleh melalui pengetahuan akal, sedangkan para sufi melalui pengetahuan hati. Akal dan hati sama-sama merupakan daya berpikir.
Menurut sufi, hati yang bersifat nurani itulah sebagai wadah atau sumber ma'rifat --suatu alat untuk mengetahui hal-hal yang Ilahi. Hal ini hanya dimungkinkan jika hati telah bersih dari pencemaran hawa nafsu dengan menempuh fase-fase moral dengan latihan jiwa, serta menggantikan moral yang tercela dengan moral yang terpuji, lewat hidup zuhud yang penuh taqwa, wara' serta dzikir yang kontinyu, ilmu ladunni (ilmu Allah) yang memancarkan sinarnya dalam hati, sehingga ia dapat menjadi Sumber atau wadah ma'rifat, dan akan mencapai pengenalan Allah Dengan demikian, poros jalan sufi ialah moralitas.
Latihan-latihan ruhaniah yang sesuai dengan tabiat terpuji adalah sebagai kesehatan hati dan hal ini yang lebih berarti ketimbang kesehatan jasmani sebab penyakit anggota tubuh luar hanya akan membuat hilangnya kehidupan di dunia ini saja, sementara penyakit hati nurani akan membuat hilangnya kehidupan yang abadi. Hati nurani ini tidak terlepas dari penyakit, yang kalau dibiarkan justru akan membuatnya berkembang banyak dan akan berubah menjadi hati yang kotor. Kesempurnaan hakikat manusia ditentukan oleh hasil perjuangan antara hati nurani (bersih) dan hati dhulmani (kotor). Orang-orang yang mensucikan jiwanya akan beruntung dan orang yang mengotorinya akan merugi
Hati nurani bagaikan cermin, sementara pengetahuan adalah pantulan gambar realitas yang terdapat di dalamnya. Jika cermin hati nurani tidak bening, hawa nafsunya yang tumbuh. Sementara ketaatan kepada Tuhan serta keterpalingan dari tuntutan hawa nafsu itulah yang justru membuat hati-nurani bersih dan cemerlang serta mendapatkan limpahan cahaya dari Tuhan. Bagi para sufi, kata al-Ghazali, Allah melimpahkan cahaya pada dada seseorang, tidaklah karena mempelajarinya, mengkajinya, ataupun menulis buku, tetapi dengan bersikap asketis terhadap dunia, menghindarkan diri dari hal-hal yang berkaitan dengannya, membebaskan hati nurani dari berbagai pesonanya, dan menerima Allah segenap hati. Dan barangsiapa memiliki Allah niscaya Allah adalah miliknya. Setiap hikmah muncul dari hati nurani, dengan keteguhan beribadat, tanpa belajar, tetapi lewat pancaran cahaya dari ilham Ilahi. Hati yang kotor selalu mempunyai keterkaitan dengan jiwa nabati dan hewani. Itulah sebabnya ia selalu menggoda manusia untuk mengikuti hawa nafsunya. Kesempurnaan manusia, tergantung pada kemampuan hati-nurani dalam pengendalian dan pengontrolan hati dhulmani.
Jiwa Manusia (Wujud Rupa Rasa)
Audzubillahiminasyaitonnirrojim…
Aku berlindung kepada Allah Swt dari godaan syaitan yang terkutuk, maknanya adalah berlindung kepada Allah dari sifat-sifat Syaitan yang terkutuk, diri manusia adalah tempatnya Iblis, Syaitan, Jinn, ” Sesungguhnya syaitan berjalan dalam tubuh manusia di tempat peredaran darah.”(HR. Al Bukhari: 7171 dan Muslim: 2175 dari hadits Shafiyyah Radhiyallahu ‘anha).
“Ketika Allah membentuk Adam di surga, Allah pun meninggalkannya sesuai dengan kehendak-Nya. Maka Iblis pun mengitari (Adam) dan memperhatikan bagaimana keadaannya. Ketika melihat ada sisi yang kosong, maka dia pun mengetahui bahwa Allah telah menciptakan satu ciptaan yang tidak mampu untuk menahan diri.”
Allah Swt hanya menciptakan Rahmat dan Ni’mat, Allah Swt tidak menciptakan Neraka ketika Adam berada di Alam Rahmat… Neraka adalah buah TEKAD Iblis Di saat Iblis tidak mau bersujud/hormat kepada Adam, maka lahirlah Neraka, dan permohonannya dikabulkan Allah Swt untuk menyesatkan anak cucu Adam sampai hari Kiamat…
Sifat-sifat Iblis, Setan, Jinn :
HUBBUD DUNIA adalah pangkal dari semua sifat-sifat Sombong, Ujub, Riya, Takabur, Fasik, Munafik, Iri, Dengki, Dendam, Benci, Dusta, Bohong, Zholim, Khianat, Rakus, Bakhil, Fitnah, Ghibah dll Musyrik Dholalah : Latta, Uza, Manat, Hubal. Syirik Khofi : Islam yang tekadnya berubah, Syirik Lijati : Hati Islam, pekerjaan musyrik. Syirik Li’ijati : pindah-pindah Agama, Kafir : Manusia yang jahat hatinya.
Hadast-hadast BAATHIN (Berhala-berhala di dalam hati, uapnya akan menutupi Baathin) Akhlaq Baathin yang sudah buruk, karena Iblis, Syaitan dan Jinn telah mengkapling HATI , membuat manusia berubah TEKAD, jasad manusia, tetapi ucap, tekad dan prilakunya cerminan dari sifat-sifat Iblis, Setan dan Jinn. Mereka selalu membuat perangkap, jebakan halus, menghalangi dan membelokan jalan menuju kepada kebenaran dan kebaikan.
Hadast Baathin menjadi benih KEBENCIAN, menghasilkan HALUSINASI JIWA :
Merasa paling baik, merasa paling benar, merasa paling pandai, berandai- andai terhadap Tuhan, berangan-angan Surga, merasa banyak amal, , merasa paling sholeh, melupakan dosa, melupakan azab, benci kepada yang tidak shalat, benci kepada manusia yang tidak disukai, menghina, melecehkan, mencemooh, merasa ahli ibadah , ingin dipuji, ingin disanjung, ingin di hormat, panjang angan - angan dll Ibadah yang dibarengi dengan perasaan akan membuka pintu jebakan dan perangkap yang sangat halus, pintu masuknya setan ke dalam hati. Seperti ahli ibadah, seperti ahli agama, seperti ahli shalat, seperti orang pandai, seperti ahli Surga, seperti orang baik…
Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai Tuhannya dan Allah membiarkannya berdasarkan ilmu-Nya[1384] dan Allah telah mengunci mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan atas penglihatannya? Maka siapakah yang akan memberinya petunjuk sesudah Allah (membiarkannya sesat). Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran? (QS al-Jatsiyah [45]: 23)
Peredaran darah yang kotor akibatnya menjadi penyakit, mudah marah, stress, was-was, keraguan, hati resah, jiwa gelisah, pikir tidak tenang, hati panas, stroke, penyakit jantung, kanker, darah tinggi, tumor, sakit yang panjang di masa tua, sakaratul maut yang lama dll Efek dari hadast-hadast baathin, akan membuat baathin terhijab dan qolbu menjadi gelap, hati mengalami kebutaan... "... sesungguhnya bukan buta mata itu yang buta, tetapi yang buta ialah hati yang di dalam dada." (Al Hajj: 46)…. SU’UL KHOTIMAH…
- BAATHIN adalah maqamnya RUH, Baathin adalah Billa Haefin, artinya tak berwarna dan tak berupa, tidak merah tidak hitam, tidak gelap tidak pula terang. Billa Makanin, artinya tidak berarah tidak bertempat, tidak di barat tidak di timur, tidak di utara maupun di selatan, tidak di atas maupun di bawah... baathin bisa kotor oleh uap-uap nafsu kotor dari Nafsu Amarah, Nafsu Sawiyah, Nafsu Lawammah, sifatnya nafsu adalah meliputi, jika Nafsu Muthmainah menjadi penguasa (RASA), akan berubah menjadi jiwa yang tenang. bukti dari Nafsu adalah adanya segala keinginan, Sifat Rasa Buruk dan Sifat Rasa Baik.“ Ya ayyuhan nafsul muthmainnah irji'I ila robbiki rodhiyatam mardhiyyah “ (QS al-fajr:27-28) “Wahai Jiwa Yang Tenang Kembalilah kepada Robmu dengan Ridho dan Diridhoi” …KHUSNUL KHOTIMAH…
- RUH mengenai Ruh, manusia hanya diberi pengetahuan yang sedikit, Ruh ibarat minyaknya, sedangkan Nyawa adalah apinya, Ruh dan Rasa sifatnya netral.
- TEKAD / Itiqod (Dasar Tauhid) pada diri manusia adalah hal yang paling penting dan mendasar, karena ini menyangkut Akar Hati, akarnya adalah Tekad, batangnya adalah Syahadat, cabang dan ranting adalah Istigfar, daunnya adalah Takbir, buahnya adalah Bismillah, pohon hati ini akarnya membenam ke dalam tujuh lapis bumi, dan buahnya menjulang ke atas tujuh lapis langit. Tekad/Itiqod adalah dasar Tauhid. Surga dan Neraka ditentukan oleh manusia ketika hidup di dunia, sesuai dengan apa yang dipertuhankannya/diyakininya…
- QOLBU adalah tempatnya Sifat Nur Ilmu berfungsi sebagai penerang alam hati (Cahaya Iman), jika ilmunya yang di dapatkan dari ilmu yang bersih dan suci, maka setitik Nur ini akan menjadi Cahaya Nur, jika Ilmunya di dapat dengan cara kotor (amalan junub), maka akan menjadi Cahaya yang terbuat dari Api (Iblis, Setan dan Jinn) Sifat Nur ini bermuara menjadi Nur Darah Merah, Nur Darah Kuning, Nur Darah Putih, Nur Darah Hitam.
- NYAWA, adanya nyawa adalah ketika jasad bayi di Alam Rahim lahir dan kontak dengan Alam Dunia, berubah sifat menjadi ROH (Wujud Rupa Jasad) Jasad terbuat dari Saripati Api, Saripati Air , Saripati Bumi, Saripati Angin, beranjak dewasa, jasad (Nyawa) menjadi kotor di sebabkan oleh dosa, Setiap dosa manusia akan berpengaruh terhadap darah, karena darah adalah merupakan sebuah Alam atau sebuah wadah dalam diri manusia.
Dari Abu Abdirrohman, Abdulloh bin Mas’ud rodhiyallohu’anhu, dia berkata: ”Rosululloh shollallohu ‘alaihi wasallam telah bersabda kepada kami dan beliau adalah orang yang selalu benar dan dibenarkan: ’Sesungguhnya setiap orang diantara kamu dikumpulkan kejadiannya di dalam rahim ibunya selama 40 hari dalam bentuk nuthfah (air mani), kemudian menjadi ‘alaqoh (segumpal darah) selama waktu itu juga (40 hari), kemudian menjadi mudhghoh (segumpal daging) selama waktu itu juga, lalu diutuslah seorang Malaikat kepadanya, lalu Malaikat itu meniupkan Ruh padanya dan ia diperintahkan menulis empat kalimat: Menulis rizkinya, ajalnya, amalnya, dan nasib celakanya atau keberuntungannya. Maka demi Alloh yang tiada tuhan selain-Nya, sesungguhnya ada diantara kamu yang melakukan amalan penduduk Surga dan amalan itu mendekatkannya ke Surga sehingga jarak antara dia dan Surga kurang satu hasta, namun karena taqdir yang telah ditetapkan atas dirinya, lalu dia melakukan amalan penduduk Neraka sehingga dia masuk ke dalamnya. Dan sesungguhnya ada seseorang diantara kamu yang melakukan amalan penduduk Neraka dan amal itu mendekatkannya ke Neraka sehingga jarak antara dia dan Neraka hanya kurang satu hasta, namun karena taqdir yang telah ditetapkan atas dirinya, lalu dia melakukan amalan penduduk Surga sehingga dia masuk ke dalamnya.” (HR. Bukhori dan Muslim)
Marifat tertinggi adalah ketika manusia berani dan jujur untuk menelanjangi diri, menggali dosa, kesalahan dan kekurangan diri…
Fiqih tanpa Tasawuf adalah Fasik, Tasawuf tanpa Fiqih adalah Zindiq… Tasawuf (Anti Virus) adalah segala hal yang menyangkut tentang kesucian jiwa… Tarekat adalah suatu perjalanan rohani di dunia untuk menemukan hakekat jati diri, dan memahami seluk beluk jiwa… jalan berbatu yang penuh onak dan duri untuk menemukan setetes Rahmat yang langgeng di Dunia dan Akhirat …
Di utusnya Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam ke muka Bumi adalah sebagai Rahmatan Lil Alamin, Rahmat bagi seluruh Alam, untuk menyempurnakan Akhlaq Baathin… Membersihkan berhala-berhala yang ada di dalam hati manusia…
Demikian pula Rasulullah mengajarkan kepada kita untuk berdoa: “Wahai Dzat yang membolak-balikkan hati, teguhkanlah hatiku diatas agamamu.” Kita berdoa seperti ini karena hati kita pada dasarnya labil kecuali jika Allah membuatkan teguh dan istiqamah untuk senantiasa berada diatas petunjuk Allah.
Disamping memiliki tabiat yang labil, hati kita juga tidak henti-hentinya harus berhadapan dengan berbagai fitnah (godaan dan gangguan). Dalam sebuah hadits panjang yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Hudzaifah ibnul Yaman, Rasulullah menegaskan,”Setiap hati manusia akan berbenturan dengan berbagai macam fitnah.” Para ulama menjelaskan bahwa fitnah terhadap hati ada dua macam: fitnah syahwat dan fitnah syubhat. Fitnah syahwat adalah berbagai macam godaan yang senantiasa mengajak hati kita untuk menuruti kemauan hawa nafsu kita, baik itu berupa syahwat mata, telinga, lisan, pikiran dan sebagainya. Sementara fitnah syubhat adalah gangguan pada hati kita berupa berbagai macam keraguan. Adakalanya fitnah syubhat terjadi dalam wilayah mu’amalah, dimana kita diliputi keraguan dan ketidakjelasan tentang yang halal dan yang haram dalam bermuamalah. Betapa banyak kita lihat saat ini orang-orang yang tidak lagi bisa membedakan yang halal dengan yang haram. Ia menganggap yang haram itu sudah biasa. Korupsi, manipulasi, kolusi dan suap-menyuap sudah tidak ia anggap sebagai sesuatu yang tabu. Sebaliknya yang halal ia anggap sebagai sesuatu yang aneh, kuno dan ketinggalan zaman. Adakalanya pula fitnah syubhat terjadi dalam wilayah aqidah, seperti ketika kita tidak lagi bisa bertawakkal (berserah diri) kepada Allah dan sebaliknya justru mempercayai berbagai macam klenik dan semacamnya.
Segala macam fitnah tersebut akan senantiasa hinggap dalam hati kita. Dan ketika hati kita tidak bisa menolak fitnah-fitnah tersebut, maka semua itu akan menjadi noktah-noktah hitam pada hati kita. Demikianlah seterusnya, sehingga jika sudah sangat parah maka hati kita akan menjadi hitam pekat oleh noktah-noktah hitam yang sedemikian banyaknya itu. Ketika itulah hati kita diibaratkan oleh Rasulullah seperti gelas yang terbalik. Dilihat tampaknya memang gelas akan tetapi sama sekali tidak bisa berfungsi sebagai gelas sebagaimana mestinya. Setiap kali dituangkan padanya air, susu atau madu, setiap kali itu pula segala macam minuman yang dituangkan itu akan langsung tumpah. Demikianlah hati yang sudah hitam pekat penuh dengan noktah hitam, tidak akan bisa lagi menerima berbagai macam nasihat. Nasihat-nasihat itu tidak pernah bisa merasuk kedalam hatinya sebagaimana minuman-minuman yang tumpah tadi. Lebih dari itu, hati seperti ini bahkan akan dipenuhi dengan berbagai macam kotoran sebagaimana minuman-minuman yang tumpah di sekitar gelas tadi akan dikerubuti oleh semut, kecoak dan sebagainya.
Ketika itulah, hati seorang manusia akan ditimpa dua penyakit yang amat parah. Yang pertama, ia tidak akan lagi bisa mengenali kebaikan dan juga tidak bisa memungkiri kemunkaran. Ia tidak lagi memiliki kemampuan untuk membedakan mana yang baik dan mana yang buruk. Yang haram ia anggap halal sementara yang halal ia anggap haram. Yang bid’ah ia anggap sunnah sedangkan yang sunnah ia anggap bid’ah. Ia tidak lagi memiliki bashirah (pandangan batin). Alangkah malang dan nestapanya orang yang semacam ini! Yang kedua, ia akan dikuasai dan dikendalikan oleh hawa nafsunya. Hidupnya tidak lain hanyalah memperturutkan hawa nafsu. Ketika itu ia telah menjadi budak hawa nafsu.
Pada akhirnya, semoga Allah menjadikan hati kita senantiasa bening sehingga mudah menerima berbagai nasihat dan peringatan. Semoga Allah menjadikan kita orang-orang yang memiliki hati yang selamat (qalb salim), bukan hati yang sakit (qalb maridh) apalagi hati yang mati (qalb mayyit). Jagalah hati, jangan kau kotori. Jagalah hati, lentera hidup ini. Jagalah hati, karena ia adalah sesuatu yang labil tetapi menentukan baik buruknya diri kita.
Latihan menyingkap Hati
Ketika mata hati terbuka, kita dapat melihat kenyataan sesungguhnya yang tersembunyi di balik penampakan luar dunia ini, ketika telinga hati terbuka, kita mampu mendengar kebenaran yang tersembunyi di balik kata-kata yang terucap. Melalui hati yang terbuka, sistem saraf kita dapat menyesuaikan diri dengan sistem saraf orang lain, sehingga kita mengetahui apa yang mereka pikirkan dan bagaimana mereka akan bersikap.
Doa Hati. Nabi Muhammad SAW mengajarkan doa ini kepada sahabatnya:
“Ya Allah, anugerahilah aku kecintaan kepada-Mu, dan kecintaan terhadap mereka yang mencintai-Mu, dan mencintai apa pun yang mendekatkan aku kepada-Mu. Ya Allah, jadikan cinta-Mu lebih berharga bagiku daripada air dingin bagi orang-orang yang kehausan.”
Berkah hati yang terbuka. Saat Anda telah merasakan penyingkapan hati di dalam latihan ini, rasakan hati Anda dilimpahi oleh cahaya Ilahi dan pancarkan kepada setiap orang yang Anda temui. Sebagai pembimbing spiritual, Syaiful M. Maghsri mampu menampakkan pengetahuan yang tersulit kepada Peserta-peserta Pelatihan Bioenergi, tanpa mereka menutup diri atau menolak, karena ia mampu mendekap mereka di dalam cahaya.
Berdirilah dengan meregangkan kaki secara nyaman, lenturkan kedua lutut Anda. Angkat tangan Anda, dan secara perlahan tegangkan keseluruhan tubuh Anda, kemudian lenturkan. Rasakan tubuh Anda dipenuhi oleh Bioenergi dan cahaya. Lalu turunkan lengan Anda, kemudian kembali tegangkan dan lemaskan, rasakan tubuh Anda dipenuhi oleh Bioenergi.
Setelah itu, lenturkan tangan Anda dengan kedua belah telapak tangan menghadap ke depan. Bayangkan matahari Ilahiah bersinar di atas kepala Anda. Cahaya keemasan dari sumber Ilahiah ini menyinari tubuh Anda, dan meresap ke dalam tubuh Anda hingga Anda dipenuhi oleh Bioenergi.
Mula-mula, cahaya tersebut memasuki kaki Anda dan naik ke lutut Anda. Secara perlahan ia bergerak naik menuju betis dan memenuhi betis Anda, kemudian bagian belakang dan panggul Anda. Cahaya tersebut naik dari punggung dari pinggang menuju lengan dan tangan Anda, lalu leher dan kepala Anda.
Sekarang bayangkan bahwa terdapat dua pintu di hadapan hati Anda. Seketika Anda seluruhnya dipenuhi oleh cahaya, bukalah pintu ini dan biarkan sumber cahaya yang melimpah tersebut keluar dari hati dan telapak tangan Anda.
Bayangkan seorang teman atau orang kita cintai berada di hadapan Anda. Kirim cahaya tersebut kepada mereka. Biarkan ia bergerak melingkar searah jarum jam mengitari tubuh mereka, naik dari kaki menuju kepala. Ketika cahaya tersebut telah sepenuhnya meliputi mereka, bayangkan cahaya tersebut meresap ke dalam diri mereka guna melakukan penyembuhan fisik, emosi, dan spiritual. Biarkan cahaya tersebut membersihkan dan melarutkan segala penyakit, penderitaan, dan kotoran. Ketika cahaya telah sepenuhnya meresap dalam diri mereka, bayangkan seolah-olah cahaya tersebut kembali kepada sumbernya yang Ilahiah.
Biarkan pintu hati Anda tertutup kembali, dan kembalikan posisi telapak tangan Anda ke sisi badan. Diamlah beberapa saat untuk menikmati perasaan yang indah akan karunia Bioenergi dari Tuhan.
Hati Anda adalah bunga matahari. Ini lanjutan yang baik dari latihan sebelumnya. Ketika Anda menjalani pekerjaan sehari-hari, bayangkanlah bahwa hati Anda adalah bunga matahari yang memancarkan cahaya kepada setiap orang dan kepada apa pun yang Anda temui. Rasakan solah-olah Anda memiliki miniatur matahari di dalam dada Anda. Ketika kepala dan mulut Anda disibukkan dengan percakapan, bairkan Bioenergi di dalam hati Anda menyentuh dan menghangatkan hati orang lain.
Biarkan bunga matahari Anda menyentuh bunga matahari setiap orang yang Anda temui. Siapa pun mereka, bagimanapun sifat mereka, maka hati mereka adalah bunga matahari, persis seperti yang Anda miliki, yang merindukan cahaya Ilahi.
Hati Anda adalah kuil Tuhan. Duduklah sendirian di sebuah tempat yang sunyi. Duduklah dengan tenag dan berdiam diri. Bebaskan diri Anda dari kecemasan-kecemasan. Bebasakan pikiran dari apa pun selain Tuhan. Saat Anda mengucapkan, “Allah, Allah,” pusatkan pikiran Anda di dalam hati Anda, pusatkan pikiran Anda hanya pada kata ini.
Mengkilap pelita hati. Mungkin lampu dapat mewakili hati (yang berisikan percikan ilahiah). Ketika hati Anda terjaga, maka ia menjadi pembimbing dan sahabat yang jauh lebih berguna daripada jin manapun.
Mulailah dengan memperhatikan napas Anda. Lakukanlah secara perlahan-lahan dan berirama. Saat Anda bernapas, sebutlah, “Allah” di dalam hati pada tiap tarikan dan hembusan napas. Rasakan napas Anda secara perlahan menyentuh dan menghentak-hentak lubuk hati terdalam Anda. Teruskan latihan ini sampai ia menjadi alamiah dan tanpa ada ketegangan jiwa.
Selanjutnya, lihatlah ke dalam hati Anda dan rasakan pengaruhnya berteduh di sana. Mungkin saja terdapat kecemasan duniawi terhadap kehidupan sehari-hari. Rasakan dan lepaskan seluruh perasaan ini dengan sentuhan-lembut-napas terhadap hati.
Anda mungkin akan menemukan pikiran-pikiran dan perasaan-perasaan yang menentang usaha Anda. Mereka telah menetap di hati Anda begitu lama, sehingga mereka telah berkarat di dalamnya. Ketahuilah bahwa dengan kesabaran dalam berusaha dan dengan keyakinan terhadap Tuhan, bahkan pola-pola yang telah bertahan lama sekalipun dapat dikendurkan, jika tidak dalam satu sesi, maka mungkin dalam seratus satu sesi.
Yang sangat penting bagi latihan ini adalah suspensi penilaian. Jangan mengutuk perasaan-perasaan yang muncul di hati Anda. Cukuplah Anda peka terhadapnya, juga jangan mencoba untuk mengubah perilaku Anda atau mengoreksi orang lain. Lakukanlah saja pemijatan yang lembut dan perlahan-lahan, kemudian lepaskanlah mental lama Anda dan hambatan-hambatan emosional di dalam diri Anda.
Selagi Anda melanjutkan, ingatan dan perasaan yang lebih mendalam mungkin menampakkan diri mereka. Anda mungkin saja berhadapan dengan penolakan, rasa kasihan terhadap diri-sendiri, rasa takut, ataupun rasa marah. Apa pun yang muncul, amatilah secara langsung, dan sinarilah dengan cahaya kepekaan. Lanjutkan tindakan sentuhan napas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar