Mulutmu harimaumu, begitulah ungkapannya. Ungkapan ini hampir semakan dengan kata pepatah Arab “Salamat Al Insan hifz al lisani” Selamatnya manusia tergantung menjaga lisannya. Artinya berkata yang baik dan terukur tidak mengandung fitnah, itu merupakan jaminan terhadap keselamatan seseorang mengapa? Pasti para pihak yang merasa dicemarkan nama mereka sudah tentu tidak mau menerimanya. Karena hal tersebut sangat erat kaitannya dengan harga diri dan kewibawaan seseorang.
Islam jauh-jauh hari telah memperingatkan kita tentang berkata yang baik dan jangan menfitnah. Yaitu berkata lemah lembut, menggunakan bahasa yang sopan, dan tidak membicarakan orang dengan gaya hasud, menuduh tanpa bukti. Ini sangat berbahaya, sehingga fitnah dalam Islam digambarkan lebih kejam dari pembunuhan ”Alfitnatu asyaddu minal qatli” (QS:Al-Baqarah: 191). Kejam karena membiarkan orang hidup tanpa harga diri yang ujung-ujungnya membuat publik tidak percaya lagi kepadanya. Dengan demikian keberadaan dirinya seperti mayat yang beraktivitas tanpa ada empati dari masyarakat terhadapnya. Sehingga sering orang berseloroh “lebih baik mati berkalang tanah daripada hidup tanpa harga diri”. Tapi jangan diartikan boleh bunuh diri karena tidak mempunyai harga diri, sebaiknya bertobatlah.
Dalam kenyataan di masyarakat kesan fitnah ini lebih lama tersimpan dalam benak mereka ketimbang kebaikannya. Masyarakat kita masih gandrung dengan pepatah ”Karena nila setitik, rusak susu sebelanga“. Kalau pepatah ini dizaman batu, bisa dipahami, karena nila pada masa itu masih merupakan racun yang sangat berbahaya mengancam jiwa manusia. Tetapi sekarang pepatah tersebut sudah tidak bisa diakui kebenarannya. Karena nila sekarang sudah berubah menjadi obat penyembuh bagi penyakit yang diderita manusia. Sehingga kalau ada nila setitik dan susu sebelanga, maka itu menjadi sumber energi bagi kesehatan manusia.
Lain halnya dengan fitnah, tidak hanya merusak nama baik, tapi juga menjadi pembunuh karakter seseorang (caracter assasination). Akibatnya orang yang difitnah tersebut sepertinya sudah jatuh masih tertimpa tangga lagi (nauzubillahi). Sementara itu tukang penyebar fitnahpun merasa bangga bahwa dia telah berjasa merusak nama baik orang dan membunuh karakternya. Perasaan bersalah (quilt felling) dan budaya malu (shame culture) nyaris tidak ada pada tukang fitnah tersebut. Yang ada hanyalah dia bisa merasa puas karena menjatuhkan seseorang. Padahal dalam Alqur’an ancaman yang keras pada tukang fitnah sama seperti ancaman orang-orang kafir ( Qs Al-Baqarah :6-7) dan Musyrik (QS: Al Maidah :72) Disinilah perintah untuk berkata mulia (Qaulan karimah), berkata lemah lembut (qaulan layyinah). Berkata yang baik (qaulan ma’rufa), berkata yang berbobot (qaulan tsaqilan) menjadi sangat penting artinya bagi sesama. Karena disini pula terdapat penghargaan, penghormatan atas diri seseorang, maupun sesama.
Lalu bagaimana nilai orang yang memfitnah dan difitnah itu dimata Allah? Alqur’an secara tegas mengatakan bahwa orang yang memfitnah atau menghina itu lebih jelek dari pada orang yang difitnah atau di hina (Qs: Al Hujrat: 11-12)
Saya berpendapat bahwa menghina sama saja dengan memfitnah karena sama-sama merusakkan harga diri seseorang maupun karakternya. Kita bisa membayangkan betapa jahatnya fitnah itu, karena bisa menghinakan diri dan menyesatkan mereka pada jurang kesesatan. Anehnya orang yang suka menfitnah/menghina tidak pernah sadar dengan perbuatan konyolnya, bahkan terus melakukan perbuatan konyol tersebut terhadap sesama. Mungkin dia merasa “puas“ dengan perbuatannya itu, atau memang menjadi tukang fitnah profesional karena dibayar?
Karena fitnah itu termasuk perbuatan batil, maka kata Allah yang batil itu akan hancur “Inna al bathil lakana zahuka”. (Qs: Al Isro : 81) ayat ini menunjukkan bahwa yang tidak benar/batil itu pasti lenyap. Maka mulutmu harimaumu benar adanya.
Bahkan lahir istilah tersebut saya menduga karena terinspirasi dari kebenaran ayat tersebut. Sehingga terkesan sepintas hanya terkesan beda redaksi, tapi esensinya sama, yaitu mencelakakan /menyesatkan para pihak suka memainkan fitnah melalui lisan mereka. Sungguh ini sesuatu yang ironis, dan terjadi hampir diseluruh lini kehidupan manusia, sehingga telah memakan korban manusia yang tidak terhitung banyaknya.
"Mulutmu Harimaumu", jika kita salah berucap, bisa2 mulut kita membinasakan kita. Dari sekedar pertengkaran, perceraian, perkelahian, hingga pembunuhan bisa berasal dari lidah/ucapan yang tajam. Dalam Islam juga kita disuruh menjaga lidah kita. Betapa banyak orang yang masuk neraka akibat tidak bisa menjaga lidah. Suka mencaci-maki orang lain. Allah Ta’ala berfirman: “Janganlah sebagian diantara engkau semua itu mengumpat sebagian yang lainnya. Sukakah seorang diantara engkau semua makan daging saudaranya dalam keadaaan ia sudah mati, maka tentu engkau semua membenci -karena jijik terhadap perbuatan tersebut.
Dan mengkritik itu mudah, karena melihat kesalahan orang lain itu gampang,. Namun kritik yang didasari oleh mencari-cari kesalahan orang lain tidak mungkin dapat merubah keadaan. Anda tak perlu menghabiskan waktu dan tenaga anda untuk memberi penilaian apakah orang lain telah berbuat salah atau benar. Karena itu sangatlah mudah, yang sulit adalah melihat kesalahan diri sendiri .
• بل الإنسـانُ على نفسـهِ بصيرةٌ .
“Orang itu cenderung tau kelebihannya sendiri (dari pada kekurangannya)”
Untuk apa kita hobi menyibukkan diri dengan bersih-bersih atau benah-benah rumah orang lain, sementara rumah sendiri masih kotor, masih banyak debu yang menempel. masih banyak yang lobang pada atap ataupun tembok rumah kita. Atau bahkan sudah sampai pada tingkat bobrok.
Waspadailah bila anda begitu pandai mengkritik. Begitu gemar mencari kesalahan terhadap orang lain. Jangan-jangan anda tak mampu lagi melihat kebenaran. Jangan-jangan anda telah dibutakan oleh nafsu “merasa benar” anda Dan sebuta-butanya seseorang adalah mereka yang tak mampu menangkap cahaya kebenaran.
Dikatakan:
• مَن راقَبَ الناسَ مات غمّا .
“Barang siapa mengobservasi (meneliti) terhadap orang lain , maka dia akan mati dalam keadaan sumpek”
Sekali anda gembira, merasa puas karena dapat menemukan sebutir debu kesalahan orang lain, anda pasti akan tergoda untuk mendapatkan yang sebesar krikil, lalu sebesar batu atau yang lebih besar lagi, dan seterusnya. Hingga tanpa anda sadari, anda telah mengkonsumsi gunung kesalahan orang lain dalam kehidupan anda.
Dalam hikmah dikatakan:
• يَرَى الأحَدُ القِذَى فى عَيْنِ أخِيْهِ ولا يَرَى الجَـدْعَ فى عينِهِ
“Seseorang dapat melihat debu di mata saudaranya, akan tetapi bukit di depan mata sendiri tak kelihatan”
Dalam negeri sendiri juga kita dapati pribahasa yang senada: “Kuman di seberang lautan tampak kelihatan, gajah di pelupuk mata tak kelihatan” .
• سلامة الإنسان فى حِفظ اللِسـان .
“Keselamatan seseorang itu terletak pada penjagaan mulutnya”
Sementara tujuan hidup seseorang adalah menjaga keharmonisan hubungan, baik hubungan terhadap Alloh maupun pada hambanya atau alam sekitar. Bayangkan... hidup akan terasa indah jika kita mau berbagi kebahagiaan dengan orang-orang di sekitar kita. Senyum ramah dan manis akan selalu menghiasi setiap bibir yang kita temui. Sapaan yang akrap nan hangat akan sering terdengar di telinga kita. Keakeraban akan semakin dekat, sehingga semangat tolong menolong, bahu membahu dan kebersamaan begitu terasa. Hingga akhirnya terciptalah lingkungan yang gemah ripah lohjinawi, baldatun thoyyibaton.
Takutlah kepada Allah, sesungguhnya Allah adalah Maha Menerima taubat lagi Penyayang.” (al-Hujurat: 12)Allah Ta’ala juga berfirman:
“Tidaklah seorang itu mengucapkan sesuatu ucapan, melainkan di sisinya ada malaikat Raqib -pencatat kebaikan- dan ‘Atid -pencatat keburukan-.” (Qaf: 18)
Dari Abu Hurairah r.a. dari Nabi s.a.w., sabdanya:
“Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah ia berkata yang baik atau -kalau tidak dapat berkata yang baik-, hendaklah ia diam saja.” (Muttafaq ‘alaih)
Allah SWT berfirman,
“Dan orang-orang yang menyakiti orang-orang mukmin laki-laki atau perempuan tanpa kesalahan yang mereka perbuat, maka sesungguhnya mereka telah memikul kebohongan dan dosa yang nyata.” (QS. AlAhzab:58)
“Mencela sesama muslim adalah kefasikan dan membunuhnya adalah kekufuran” (Bukhari no.46,48, muslim no. .64,97, Tirmidzi no.1906,2558, Nasa’I no.4036, 4037, Ibnu Majah no.68, Ahmad no.3465,3708)
Ada yang dengan dalih mengajak ke sunnah, memurnikan Tauhid, dsb tapi justru mencaci ummat Islam dengan kata-kata: “Ahlul Bid’ah”, Musyrik, Sesat, dan sebagainya. Bukannya mengikuti sunnah, akhirnya justru melanggar perintah Allah dan RasulNya karena Allah melarang kita mencela sesama Muslim:
- “(Orang-orang munafik itu) yaitu orang-orang yang mencela orang-orang mukmin yang memberi sedekah dengan sukarela dan (mencela) orang-orang yang tidak memperoleh (untuk disedekahkan) selain sekedar kesanggupannya, maka orang-orang munafik itu menghina mereka. Allah akan membalas penghinaan mereka itu, dan untuk mereka azab yang pedih.” [At Taubah 79]
- “Kecelakaanlah bagi setiap pengumpat lagi pencela” [Al Humazah 1]
- “Dan janganlah kamu ikuti setiap orang yang banyak bersumpah lagi hina,yang banyak mencela, yang kian ke mari menghambur fitnah” [Al Qalam 10-11]
- Dari Abu Musa r.a., katanya: “Saya berkata: “Ya Rasulullah, manakah kaum Muslimin itu yang lebih utama?” Beliau s.a.w. menjawab: “Yaitu yang orang-orang Islam lainnya merasa selamat daripada gangguan lisannya -yakni pembicaraannya- serta dari tangannya.” (Muttafaq ‘alaih)
- Dari Sahl bin Sa’ad r.a., katanya: “Rasulullah s.a.w. bersabda: “Barangsiapa yang dapat memberikan jaminan kepadaku tentang kebaikannya apa yang ada diantara kedua tulang rahangnya -yakni mulut- serta antara kedua kakinya -yakni kemaluannya-, maka saya memberikan jaminan syurga untuknya.” (Muttafaq ‘alaih)
- Dari Abu Hurairah r.a. bahwasanya ia mendengar Nabi s.a.w. bersabda: “Sesungguhnya seorang hamba itu berbicara dengan suatu perkataan yang tidak ia fikirkan -baik atau buruknya-, maka dengan sebab perkataannya itu ia dapat tergelincir ke neraka yang jaraknya lebih jauh daripada jarak antara sudut timur dan sudut barat.” (Muttafaq ‘alaih)
- Dari Abu Hurairah r.a. pula dari Nabi s.a.w., sabdanya: “Sesungguhnya seorang hamba itu mengatakan suatu perkataan dari apa-apa yang diridhai oleh Allah Ta’ala yang ia sendiri tidak banyak mengambil perhatian dengan kata-katanya, lalu Allah mengangkatnya dengan beberapa derajat. Dan sesungguhnya seorang hamba itu mengatakan suatu perkataan dari apa-apa yang menyebabkan kemurkaan Allah Ta’ala yang ia sendiri tidak banyak mengambil perhatian dengan kata-katanya, lalu orang itu terjatuh dalam neraka Jahanam sebab kata-katanya tadi.” (Riwayat Bukhari)
- Dari Abu Abdur Rahman yaitu Bilal bin al-Harits al-Muzani r.a. bahwasanya Rasulullah s.a.w. bersabda: “Sesungguhnya seseorang itu berkata dengan suatu perkataan dari apa-apa yang diridhai oleh Allah Ta’ala, ia tidak mengira bahwa perkataan itu akan mencapai suatu tingkat yang dapat dicapainya, lalu Allah mencatat untuknya bahwa ia akan memperoleh keridhaanNya sampai pada hari ia menemuiNya -yakni hari kematiannya atau pada hari kiamat nanti-. Dan sesungguhnya seorang itu berkata dengan suatu perkataan dari apa-apa yang menjadikan kemurkaan Allah, ia tidak mengira bahwa perkataan itu akan mencapai suatu tingkat yang dapat dicapainya, lalu Allah mencatatkan untuknya bahwa ia akan memperoleh kemurkaanNya sampai pada hari ia menemuiNya.” Diriwayatkan oleh Malik dalam kitab Al-Muwaththa’ dan juga oleh Imam Tirmidzi
- Dari Abu Hurairah r.a., katanya: “Rasulullah s.a.w. bersabda: “Barangsiapa yang dijaga oleh Allah akan keburukannya yang ada diantara kedua rahangnya -yakni mulut- dan keburukannya apa yang ada diantara kedua kakinya -yakni kemaluan-, maka dapatlah ia masuk syurga.” Diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi
- Dari ‘Utbah bin ‘Amir r.a. katanya: “Saya berkata: “Ya Rasulullah, apakah yang menyebabkan keselamatan itu?” Beliau s.a.w. bersabda: “Tahanlah lidahmu -yakni hati-hatilah dalam berbicara-, hendaklah rumahmu itu dapat merasakan luas padamu -maksudnya: lakukanlah sesuatu yang dapat menyebabkan engkau suka tetap berada di rumah seperti melakukan ketaatan kepada Allah Ta’ala dan lain-lain- dan menangislah atas kesalahan yang engkau kerjakan.” Diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi
Kadang ada yang bilang, “Ah kita tidak menghina. Itu memang betul kok!” Padahal meski benar, itulah yang namanya ghibah! Kalau tidak benar, itu fitnah:
Dari Abu Hurairah r.a. bahwasanya Rasulullah s.a.w. bersabda: “Adakah engkau semua mengetahui, apakah mengumpat itu?” Para sahabat menjawab: “Allah dan RasulNya adalah lebih mengetahui.” Beliau s.a.w. bersabda: “Yaitu engkau menyebutkan sesuatu yang ada dalam diri saudaramu dengan apa-apa yang tidak disukai olehnya.” Beliau s.a.w. ditanya: “Bagaimanakah pendapat Tuan, jikalau dalam diri saudara saya itu memang benar-benar ada apa yang dikatakan itu?” Beliau s.a.w. menjawab: “Jikalau benar-benar ada dalam dirinya apa yang engkau ucapkan itu, maka sungguh-sungguh engkau telah mengumpatnya dan jikalau tidak ada dalam dirinya apa yang engkau ucapkan itu, maka sungguh-sungguh engkau telah membuat-buat kedustaan pada dirinya -memfitnahnya-.” (Riwayat Muslim)
Coba jaga lidah kita meski terhadap pembantu kita, istri atau suami kita, anak-anak kita, teman-teman kita, dan sebagainya. Jangan menghina, jangan membicarakan aibnya, jangan memarahinya dengan ucapan yang tidak pantas. Ini agar kita tidak jadi orang yang bangkrut/muflis di akhirat nanti.
Bagaimana mungkin orang yang rajin Sholat. Bukan cuma sholat Wajib dan sholat sunat rawatib. Tapi juga sholat Duha, Sholat Tahajjud, Sholat Safar, dsb. Rajin puasa. Bukan cuma Ramadhan, tapi Syawal, puasa tengah bulan, Senin-Kamis, bahkan Puasa Daud (sehari puasa sehari buka). Kemudian rajin bayar zakat dan sedekah.
Tapi di hari kiamat, ternyata pahalanya diambil Allah dan diberikan kepada orang2 yang dia zalimi. Orang2 yang dia katai. Orang2 yang dia hina. Dia pukul. Bahkan bunuh.
Saat pahalanya habis dan dosanya masih banyak karena dia menghina orang setiap hari. Memfitnah orang setiap hari, dsb, maka dosa orang2 yang dia zalimi ditimpakan ke dia.
Akhirnya meski amal ibadahnya banyak, bukannya masuk surga, malah masuk neraka. Mudah2an kita terhindar dari hal seperti itu.
أتَدْرُونَ ما المُفْلِسُ ؟ قالوا : المفْلسُ فينا من لا درهم له ولا متاع. قال : إن المفْلسَ مَنْ يأتي يوم القيامة بصلاة وصيام وزكاة ، ويأتي قد شَتَمَ هذا ، وقذفَ هذا ، وأكل مال هذا ، وسفك دم هذا ، وضرب هذا ، فيُعطَى هذا من حسناته ، وهذا من حسناته ، فإن فَنيَتْ حَسَناتُهُ قبل أن يُقْضى ما عليه ، أُخِذَ من خطايهم فطُرِحَتْ عليه ، ثم يُطْرَحُ في النار
Tahukah kamu siapa orang yang bangkrut? Para sahabat menjawab, “Allah dan rasulNya lebih mengetahui.” Nabi Saw lalu berkata, ” Sesungguhnya orang yang bangkrut dari umatku ialah (orang) yang datang pada hari kiamat dengan membawa amalan puasa, shalat dan zakat, tetapi dia pernah mencaci-maki orang ini dan menuduh orang itu berbuat zina. Dia pernah memakan harta orang itu lalu dia menanti orang ini menuntut dan mengambil pahalanya (sebagai tebusan) dan orang itu mengambil pula pahalanya. Bila pahala-pahalanya habis sebelum selesai tuntutan dan ganti tebusan atas dosa-dosanya maka dosa orang-orang yang menuntut itu diletakkan di atas bahunya lalu dia dihempaskan ke api neraka.” (HR. Muslim)
Alangkah baiknya orang-orang yang sibuk meneliti aib diri mereka sendiri dengan tidak mengurusi (membicarakan) aib-aib orang lain. (HR. Ad-Dailami)
Jangan Ghibah!
Jika lisan adalah dua mata pisau, maka pergunakanlah lisan dengan sebaik-baiknya. Lidah memang diciptakan oleh Allah tidak bertulang, agar manusia dapat berucap dengan sempurna. Akan tetapi sering sekali orang bilang “lidah memang tidak bertulang, wajar saja jika berbohong” Jika memang seperti itu adanya, bagaimana jika Allah menciptakan lidah dengan bertulang agar manusia tidak lagi berdusta? Lisan merupakan karunia yang sangat ‘mahal’ dan vital bagi manusia. Tanpa lisan, barangkali hidup bagi manusia tiada artinya. Dengan lisan, manusia dapat mengenal rasa dan dapat berbicara dengan sesama. Dengan lisan pula manusia dapat berkomunikasi tanpa mengalami kesusahan.
Selain itu, manusia bisa juga mulia dengan lisannya tersebut. Begitupun sebaliknya, manusia bisa hina karena lisannya. Hina, karena tidak bisa menggunakannya sesuai kehendak dan aturan-aturan yang ditetapkan penciptanya.
Banyak sekali hadits Rasulullah SAW. yang menganjurkan kita untuk selalu menjaga lisan. Bahkan Rasulullah juga sering mengecam orang yang tidak pandai menjaga lisannya.
Rasulullah pernah berpesan: ”Barang siapa yang diam (tidak banyak bicara) maka dia akan selamat” (H.R. At-Tarmizi).
Dalam hadits lain disebutkan, Al-Ma’shum Saw. juga pernah berwasiat: Barang siapa yang bisa menjamin (keselamatan) antara dua rahangnya (lisan) dan dua kakinya (faraj) maka aku menjamin baginya surga” (H.R. Bukhari).
Lisan ibarat pisau bermata dua, bila digunakan pada hal-hal yang baik maka akan mendatangkan kemaslahatan (kebaikan). Namun sebaliknya, bila digunakan pada hal-hal yang buruk, kemudharatan pun akan mengiringinya.
Tidak hanya penyakit hati yang dapat menjangkit pada manusia, namun penyakit lisan pun dapat menjangkit pada manusia. Berikut diantaranya penyakit lisan yang harus dihindari:
1. Pembicaraan yang tidak Bermanfaat
“Salah satu tanda kesempurnaan Islam seseorang adalah meninggalkan yang tidak bermanfaat baginya” (H.R. At-Tarmizi).
Yang dimaksud dengan “tidak bermanfaat” dalam hadits tersebut antara lain, muncul melalui lisan seperti ghibah, fitnah, menggunjing, berbohong dll. Padahal, pembicaraan yang tidak berarti sama sekali hanya membuang-buang waktu, dan kelak akan dimintai pertanggungjawabannya di hadapan Allah SWT.
Banyak orang yang tidak mengetahui batasan-batasan perkataan yang bermanfaat ataupun tidak bermanfaat, sehingga mengakibatkan kebiasaan baginya. Pada akhirnya nanti, kebiasaan yang tidak diketahui baik-buruknya itu sulit untuk merubahnya.
Secara singkat mungkin bisa kita katakan bahwa batasan baik atau buruknya perkataan seorang adalah diamnya, tidak mengakibatkan celaka bagi orang lain dan tidak mengakibatkan rugi terhadap dirinya sendiri.
2. Perdebatan dan Pertengkaran
Perdebatan dan pertengkaran acapkali berbuntut pada perpecahan. Makanya, Rasulullah Saw. melarang umatnya yang suka perdebatan seraya bertutur:
“Tidaklah sesat suatu kaum (dahulu) setelah Allah menunjuki mereka, kecuali karena mereka suka berdebat atau bertengkar” (H.T. At-Tarmizi).
Dalam sabdanya yang lain, yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah: “Tidak sempurna iman seorang hamba hingga dia meninggalkan pertikaian dan perdebatan walaupun dia dalam posisi benar” (H.R. Ibnu Abi ad-Dunya).
3. Suka Melaknat
Marah sering kali membawa seseorang lupa diri, sehingga kata-kata yang terucap dari kedua bibirnya mengakibatkan tidak terkendali.
4. Bercanda yang Berlebihan
Sejatinya canda itu lebih identik dilarang oleh Raulullah Saw. kecuali pada hal-hal yang sewajarnya.
Sabda Rasulullah: “Jangan kamu mendebat saudaramu dan jangan kamu mencandainya”(H.R. At-Tarmizi).
Artinya, canda terhadap sesama selama dalam batas-batas yang wajar tidaklah dilarang. Akan tetapi, yang sering terjadi ketika canda sudah melebihi batas, sehingga aib sesama tidak jarang terbongkar gara-gara canda yang berlebihan. Imbasnya, berbuntut pada putusnya hubungan silaturahmi bahkan teman bisa menjadi lawan hanya karena canda yang berlebihan.
5. Mengejek dan Mencemoohkan orang lain
Allah SWT. berfirman: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olokkan kaum yang lain (karena) boleh jadi orang (yang diolok-olokkan) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olokkan), dan jangan pula wanita-wanita (mengolok-olokkan) wanita-wanita lain, karena boleh jadi wanita-wanita (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari wanita (yang mengolok-olokkan). (Q.S. Al-Hujurat: 11).
6.Ghibah (gosip)
Secara singkat, ghibah (gosip) bisa diartikan dengan menyebut atau menceritakan hal yang tidak baik dari pribadi seseorang. Sehingga, jika yang diceritakan mengetahuinya akan menimbulkan permusuhan diantara keduanya. Biasanya, seseorang yang suka mengghibah tidak akan tenang jika melihat orang bahagia, senang dan gembira.
7.Namimah (mengadu domba)
Berbeda dengan namimah (adu domba), ghibah lebih kepada ingin melaga antara dua orang yang awalnya bersahabat akhirnya bermusuhan. Adu domba tidak saja dari perkataan, namun bisa juga dengan isyarat atau surat dsb.
Sabda Nabi Saw.”Tidakkah kamu ingin aku beritahukan orang yang paling jahat diantara kamu? Kata sahabat: “tentu wahai Rasulullah” kemudian nabi menyebutkan adu domba salah satunya.” (HR. Ahmad dari Abu Malik al-Asy’ari)
8.Memuji berlebihan
Adalah sifat manusia ingin selalu dipuji. Namun, terkadang yang memuji terlalu berlebihan sehingga sampai pada batas dusta. Pernah seorang sahabat memuji sahabat yang lain (dengan berlebihan), lalu Nabi Saw. mendengarnya seraya berkata ”Celakalah engkau, karena engkau (seolah-olah) telah memotong leher saudaramu, sekalipun dia senang mendengar apa yang kau ceritakan.”
Jika lisan adalah dua mata pisau, maka pergunakanlah lisan dengan sebaik-baiknya jangan sampai ada hati yang tersayat oleh ucapan kita, jangan sampai ada hati yang terluka karena perkataan kita.
Mungkin kita hanya bisa berdoa, semoga mereka bisa sadar dan kembali pada jalan yang benar, InsyaAllah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar