Katakanlah: "Terangkanlah kepadaku tentang apa yang kamu sembah selain Allah; perlihatkan kepada-Ku apakah yang telah mereka ciptakan dari bumi ini atau adakah mereka berserikat (dengan Allah) dalam (penciptaan) langit? Bawalah kepada-Ku Kitab yang sebelum (Al Quran) ini atau peninggalan dari pengetahuan (orang-orang dahulu), jika kamu adalah orang-orang yang benar" ( Al Ahzaab : 4)
Syirk berasal dari kata Syarikah yang berarti bersekutu, bersama, berkongsi, dua pihak, bersama-sama dalam satu urusan (setara derajatnya). Dalam konteks hubungan sesama manusia, syirkah adalah salah satu bentuk kerja sama yang di anjurkan dalam islam karena manusia memiliki potensi dan sama derajat yang sama.
Tetapi sebagaimana ayat diatas, Allah bertanya, apakah ada selain Allah (makhluk) yang bersyarikah, bersekutu atau memiliki kesamaan derajat dalam penciptaan langit dan bumi dengan Allah..?
Tentunya, tidak ada dan tidak akan pernah ada, makhluk yang memilki kesetaraan dengan Allah. Hal ini sebagaimana disebutkan pula dalam Al Quran melalui ayat ;
“dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia”. (Al Ikhlas : 4)
Kedua ayat ini menjawab bahwa tidak ada makhluq di antara langit dan bumi ini yang setara dengan Allah. Itu sebabnya menyamakan atau menyetarakan Allah dengan selain-Nya dalam berbagai konteks adalah perbuatan syirik yang tidak pantas dilakukan oleh manusia, sehingga dalam agama ia adalah perbuatan yang dilarang dan termasuk ke dalam dosa besar.
Penyebab Syirik
Sebenarnya fenomena syirik itu sudah di mulai sejak manusia hidup di zaman setelah Nabi Adam As wafat. Dan penyembahan berhala yang pertama di mulai sebelum Allah mengutus nabi Nuh as dan seterusnya hingga akhir zaman kelak. Dalam dalam kurun waktu tersebut, Allah senantiasa mengutus para Nabi dan Rasul untuk mengingatkan manusia agar kembali kepada Allah dan meninggalkan syirik.
Pada dasarnya, ketika Allah menciptakan manusia, maka Allah menanamkan sifat hamba dalam diri manusia. Sifat ini adalah sifat yang secara fitrah diberikan Allah kepada semua manusia. Dan karena sifat ini, maka manusia memerlukan sesuatu untuk disembah atau agar manusia dapat menghambakan dirinya pada ‘sesuatu’ yang ia sembah. Atau dengan kata lain, sesungguhnya Allah menciptakan manusia dalam keadaan membutuhkan ‘Tuhan”.
Apapun bentuk dari sembahan itu, maka manusia akan merasa puas, tenang, jika ia telah melakukan tindakan peng-hambaan terhadap sesuatu. Kenapa ? karena potensi dari sifat meng-hamba terhadap sesuatu itu telah ia salurkan.
Karena fitrah inilah yang membuat kita bisa memahami mengapa manusia yang menyembah selain Allah, seperti kepada batu, pohon, matahari, binatang, air, bulan, dll, seakan-akan bisa merasakan ketenangan dalam hidupnya. Karena apa yang menjadi kebutuhan manusia terhadap ‘Tuhan’-nya sudah dipenuhi dengan cara mereka melakukan tindakan penghambaan (atau penyembahan).
Apabila di analogikan, maka hal ini sama seperti Allah menciptakan manusia dalam keadaan membutuhkan makanan, membutuhkan pasangan, membutuhkan pekerjaan, dll. Maka apabila ia telah mendapatkan hal tersebut, maka ia akan merasa puas.
Ketika Allah menciptakan manusia dengan berbagai kebutuhan, maka Allah pun memberikan petunjuk bagaimana cara manusia memenuhi kebutuhan tersebut. Ada yang diperbolehkan dan ada pula yang dilarang.
Sebagai contoh sederhana, Allah menciptakan tangan… apakah Allah menciptakan tangan ini untuk mencuri atau untuk membunuh…? Tentu tidak, karena ada petunjuk Allah menciptakan tangan ini untuk digunakan sebagaimana tujuan penciptaanya seperti membantu orang lain, bekerja, apabila tangan itu digunakan untuk membunuh, maka ia harus membunuh dengan cara yang Allah ajarkan, seperti membunuh bintang, dan lain sebagainya…
Demikian pula dengan kebutuhan atau potensi penghambaan setiap manusia. Allah memberikan petunjuk agar menggunakan potensi itu dengan hanya menyembah Allah saja, dan bukan yang lain.
Dan untuk memilih siapa yang layak disembah, maka Allah memberikan potensi pikiran dan hati, yang melalui potensi dari kedua hal tersebut dapat mengantarkan manusia pada Dzat yang memang layak disembah.
Hal ini bisa kita lihat pada ‘pencarian’ Nabi Ibrahim as dalam kegelisahannya menyalurkan potensi dan kebutuhan akan ‘Tuhan’ (lihat surat Al An aam : 76 – 79) lalu pada akhirnya Allah memberikan petunjuk bahwa tiada tuhan selain Allah yang menguasai bintang, bulan dan matahari. Tentunya dalam hal ini, Nabi Ibrahim as menggunakan potensi pikiran dan hatinya, hal ini sebagaimana kejadian yang di abadikan dalam Al Quran, ketika Nabi Ibrahim as bertanya pada kaummnya mengenai penyembahan berhala yang mereka lakukan sebagaimana ayat ;
Ibrahim menjawab: "Sebenarnya patung yang besar itulah yang melakukannya, maka tanyakanlah kepada berhala itu, jika mereka dapat berbicara". ( Al Anbiyaa : 63)
Maka pada ayat selanjutnya ;
Ibrahim berkata: Maka mengapakah kamu menyembah selain Allah sesuatu yang tidak dapat memberi manfaat sedikitpun dan tidak (pula) memberi mudharat kepada kamu?" Ah (celakalah) kamu dan apa yang kamu sembah selain Allah. Maka apakah kamu tidak memahami?” ( Al Anbiyaa : 66-67)
Kepahaman itu timbul ketika seseorang menggunakan potensi pikiran dan hatinya, maka dalam ayat diatas, ketika manusia tidak menggunakan kedua potensi tersebut maka ia adalah manusia yang bodoh atau jahil. Dan kejahilan (bodoh) inilah yang terjadi dalam kehidupan bangsa arab sebelum di turunkannya Al Quran dan di utusnya Rasulullah Saw.
Salah satu penyebab yang mendasar sebagaimana diatas inilah yang menyebabkan berbagai kemusyrikan terus terjadi dari dulu hingga akhir zaman kelak.
Kata kuncinya adalah kebodohan.
Manusia yang tidak menggunakan potensi pikiran dan hatinya untuk digunakan dalam merenungi alam semesta yang berujung pada mengenal siapa Tuhan yang sesungguhnya, maka inilah kemudian yang kita sebut dalam kategori syirik. Dan tidak menggunakan kedua potensi tersebut dikatakan melalui ayat ;
"Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar". (Luqman : 13)
Kedzholiman yang besar adalah sebab ketika manusia tidak menggunakan potensi pikiran dan hatinya, sehingga dirinya mengakui bahwa ada tuhan lain yang sama dengan Allah.
Dan ketika manusia sudah tidak ‘Mengakui’ Allah sebagai Rabb Mereka maka tidak ada tanggung jawab Allah untuk mengampuni manusia tersebut sebagaimana ayat ;
Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar. ( An Nisaa 4 : 48)
Dan kedudukan manusia yang musryik kepada Allah disebutkan dalam ayat ;
“Wahai orang yang beriman, sesungguhnya orang-orang musyik itu adalah najis” (At Taubah : 28 )
Dan Allah melarang hamba-Nya untuk menjadikan mereka sebagai teman hidup, karena rumah tangga mereka pasti tidak akan mencapai sakinah, mawaddah dan warohmah, karena Allah tidak akan menurunkan sakinah kedalam hati manusia yang musryik. Hal ini sebagaimana ayat ;
"Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. Dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran". (2 :221)
Selain itu di dalam Al Quran disebutkan pula bahwa ada manusia yang menjadikan pikiran mereka sebagai tuhan, menjadikan manusia lain sebagai tuhan, menjadikan hawa nafsu mereka sebagai tuhan. Yang semuanya dapat menjerumuskan manusia dalam lembah kemusyrikan.
Melalui beberapa prinsip dasar diatas, maka kita bisa memahami penjelasan yang disampaikan oleh Rasulullah SAW mengenai Syirik melalui beberapa hadits ;
"Perbedaan antara seorang hamba dengan kekafiran atau kesyirikan adalah meninggalkan shalat." (Ahmad, Darimi, Ibnu Majjah)
"Sesungguhnya ruqyah (jampi-jampi), jimat dan tiwalah (pelet) adalah syirik."(HR : Ahmad)
"Sesungguhnya thiyarah bagian dari syirik dan bukan bagian dari ajaran kami, justru Allah akan menghilangkan thiyarah (pesimis) itu dengan bertawakkal kepada-Nya. (At Tirmidzi)
Maka melalui hadits diatas dan hadits lain yang bisa kita temukan dalam Kitab Hadits, yang termasuk ke dalam perbuatan syirik adalah :
Meninggalkan shalat adalah perbuatan syirik
Ruqyah atau jampi yang tidak sesuai dengan syariat (karena ada cara ruqyah yang diperbolehkan dalam syariat)
Jimat untuk berbagai kepentingan, kepercayaan kepada benda-benda tertentu yang dianggap memiliki kekuatan untuk menyelamatkan, membuat dagangan laris, memiliki keberkahan dan lain sebagainya
Tiwalah, seperti pelet, susuk yang digunakan agar seorang pasangan mencintai pasangannya.
Thiyarah, seperti firasat buruk / mengurung pekerjaan karena berbagai hal yang di hubungkan dengan berbagai fenomena, Seperti Kesialan pada wanita, rumah dan kuda, tanah, waktu, kicau burung dan lain sebagainya yang menghalangi manusia untuk melakukan sesuatu.
I’fayah, meramal alamat baik dan buruk untuk berbagai hal, seperti pasangan, pekerjaan, wanita, karir, rumah, dll. Melalui berbagai media seperti ramalan bintang, kartu tarot, garis tangan, garis wajah, kedudukan rumah dan lain sebagainya
Mendatangi dukun atau paranormal agar kehidupannya menjadi lebih baik, dari sisi jodoh, perkawinan, karir, perdagangan, dan lain sebagainya
Melakukan sihir. Percaya adanya sihir, makhluk ghoib bukan bagian dari syirik, tetapi itu merupakan bagian dari keimanan kita kepada Allah, yang dilarang adalah melakukan praktek sihir atau perdukunan. Percaya kepada kekuatan alam dalam hal bencana, hujan, dan hal lain sebagainya.
Dari keterangan diatas, kemudian, ulama membagi syirik itu ke dalam 2 bagian besar :
Pertama : Syikul Azhim (Syirik besar), biasanya hal ini berkaitan dengan masalah aqidah dan penyembahan kepada selain Allah.
Kedua : Syirkul Shogir (Syirik kecila), biasanya hal ini berkaitan dengan kurangnya ilmu dalam menjalankan ibadah kepada Allah, seperti riya, sum’ah, dan lain sebagainya.
Mudah-mudahan kita tidak termasuk ke dalam manusia yang syirik kepada Allah. Wallahu’alam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar