Seringkali kita mendengar ucapan seseorang ” sombong bener lu kagak pernah ngunjungin gue…!”, ”sombong tuh orang kagak pernah bergaul”, “nih orang sombong kalau ketemu kagak negur” dan contoh ucapan-ucapan lainnya yang semisal. banyak masyarakat yang memahami perbuatan sombong seperti contoh ucapan-ucapan yang terlontar diatas. namun bagaimanakah pemahaman yang benar tentang suatu perbuatan bisa dikategorikan sebagai sikap sombong? untuk menjawabnya silahkan menyimak hadits dibawah ini dengan penjelasannya.
عن عبد الله بن مسعود رضي الله عنه قال: قال رسول الله صلّى الله عليه وسلم: “لا يدخل الجنة من كان في قلبه مثقال ذَرَّة من كِبْر. فقال رجل: إن الرجل يحب أن يكون ثوبه حسناً، ونعله حسناً؟ فقال: إن الله جميل يحب الجمال. الكبْر: بَطْر الحق، وغَمْط الناس” رواه مسلم
Dari ibnu mas’ud-semoga Allah meridhoinya- berkata : Rasulullah-shalawat dan salam untuknya- bersabda : “Tidak akan masuk kedalam surga orang yang dihatinya ada kesombongan meskipun seberat biji sawi. Lalu ada yang bertanya : sesungguhnya seseorang itu sangat senang kepada baju dan sandal yang bagus ? maka beliau berkata : sesungguhnya Allah Maha Indah dan mencintai keindahan. Sombong itu adalah menolak kebenaran dan meremehkan manusia“. HR Muslim.
Penjelasan dari hadits ini :
Allah تعالى telah mengabarkan bahwa neraka adalah tempat kembali bagi orang-orang yang sombong. Dan pada hadits ini juga
“لا يدخل الجنة من كان في قلبه مثقال ذَرَّة من كِبْر”
(tidak akan masuk surga orang yang dihatinya ada kesombongan meskipun seberat biji sawi) menerangkan bahwa sombong mendorong seseorang masuk kedalam neraka, bahkan sebagai penghalang dia masuk kedalam surga.
Penafsiran lengkap diatas yang dijelaskan oleh nabi صلّى الله عليه وسلم maknanya sangatlah jelas. Beliau menyebutkan ada 2 macam kesombongan :
Pertama, Sombong terhadap kebenaran artinya menolak dan tidak mau menerimanya. Setiap orang yang menolak kebenaran maka sesungguhnya dia adalah orang yang sombong sesuai dengan kebenaran yang ditolaknya. Karena sudah seharusnya seorang hamba tunduk kepada kebenaran yang dengannya Allah mengutus para Rasul-Nya dan menurunkan Kitab-Nya. Maka orang-orang yang sombong yang tidak mau patuh kepada para Rasul secara keseluruhan adalah orang kafir yang kekal dineraka. Karena sesungguhnya telah sampai kepada mereka kebenaran yang dibawa para Rasul yang diperkuat oleh mukjizat dan bukti-bukti nyata, namun hati-hati mereka yang sombong menjadi penghalang sehingga menolaknya. Allah تعالى berfirman :
{إِنَّ الَّذِينَ يُجَادِلُونَ فِي آيَاتِ اللَّهِ بِغَيْرِ سُلْطَانٍ أَتَاهُمْ إِن فِي صُدُورِهِمْ إِلا كِبْرٌ مَّا هُم بِبَالِغِيهِ} [غافر:56],
“Sesungguhnya orang-orang yang memperdebatkan ayat-ayat Allah tanpa alasan yang sampai kepada mereka tidak ada dalam dada mereka melainkan hanyalah (keinginan akan) kebesaran yang mereka sekali-kali tiada akan mencapainya”. (QS Ghafir : 56).
Adapun orang-orang yang sombong yang tidak mau tunduk kepada sebagian kebenaran yang menyelisihi pemikiran atau hawa nafsu mereka-meskipun mereka tidak kafir- sesungguhnya pada mereka ada hal-hal yang menyebabkan didatangkannya hukuman sesuai dengan kesombongan mereka dan penolakan mereka terhadap kebenaran yang telah sampai kepada mereka setelah datangnya syariat ini.*1
Oleh sebab itu, para ulama sepakat bahwa orang yang telah jelas sunnah rasulullah صلّى الله عليه وسلم kepadanya, tidak halal beralih kepada pendapat atau pemikiran lain dari seorang tokoh siapapun dia.*2
Wajib bagi setiap penuntut ilmu(syar’i) untuk mempunyai tekad yang bulat dan kemantapan dalam mendahulukan firman Allah تعالى dan sabda Rasul-Nya diatas perkataan atau pendapat siapapun. Hendaknya yang menjadi dasar pegangan dan asas yang dia bangun mencari bimbingan dengan petunjuk nabi صلّى الله عليه وسلم serta berijtihad dalam memahami apa yang diinginkan dalam petunjuk tersebut, kemudian mengikutinya lahir dan batin. Apabila dia diberi taufik terhadap urusan besar ini, berarti dia diberi taufik kepada kebaikan. Kemudian kesalahannya dimaafkan karena maksud dan tujuannya secara umum adalah mengikuti syariat. Itupun kalau dia sudah berusaha mencari dalil dan berijtihad sesuai dengan kesanggupannya dalam memahami kebenaran. Inilah yang disebut sebagai orang yang rendah hati(tawadhu) terhadap kebenaran.*3
Kedua, Kesombongan terhadap sesama manusia yaitu meremehkan dan merendahkan orang. Sikap seperti ini muncul karena adanya ujub(bangga diri) pada seseorang dan merasa lebih hebat dan mulia dari orang lain. Jadi sifat ujub akan membawa seseorang untuk merasa besar(sombong) terhadap orang lain, meremehkan dan mengolok-olok mereka serta merendahkan mereka dengan ucapan dan perbuatannya.*4 Padahal Rasulullah صلّى الله عليه وسلم telah mengingatkan:
“بحسب امرئ من الشرّ أن يحقر أخاه المسلم.
“Cukuplah seseorang dikatakan berbuat kejelekan dengan merendahkan saudaranya sesama muslim.”(H.R muslim).
Ketika laki-laki yang tersebut dalam hadits mengatakan :
إن الرجل يحب أن يكون ثوبه حسناً، ونعله حسناً؟\
( sesungguhnya seseorang itu sangat senang kepada baju dan sandal yang bagus ? ) menunjukkan dia khawatir termasuk orang yang sombong yang akan mendapat ancaman.
Maka Rasulullah صلّى الله عليه وسلم menerangkan bahwa yang perbuatannya bukanlah termasuk sombong apabila dia tunduk kepada kebenaran dan rendah hati terhadap sesama manusia. Hal itu adalah sebagian dari keindahan yang dicintai Allah تعالى. Karena sesungguhnya Allah Maha Indah Dzat-Nya, Nama-nama-Nya, Sifat-sifat-Nya dan Perbuatan-perbuatan-Nya. Dan Dia mencintai keindahan yang lahir dan batin.
Keindahan lahiriah misalnya kebersihan tubuh, pakaian, tempat tinggal dan yang semisalnya. Sedangkan keindahan batiniah ialah keindahan yang dihiasi dengan akhlak yang mulia dan baik. Hal itu ada dalam doa yang dibaca Rasulullah صلّى الله عليه وسلم :
“اللهم اهدني لأحسن الأعمال والأخلاق, لا يهدي لأحسنها إلاّ أنت, واصرف عنّ ي سيّئ الأعمال والأخلاق, لا يصرف عنّي سيّئها إلاّ أنت”.
“ Ya Allah bimbinglah aku kepada akhlak yang baik. (Karena) tidak ada yang akan memberi petunjuk kepada akhlak yang baik kecuali Engkau. Dan palingkanlah aku dari akhlak yang buruk. (karena) tidak ada yang dapat memalingkan aku dari akhlak yang buruk selain Engkau. (HR Muslim).
والله أعلم
tulisan ini adalah terjemahan dari kitab bahjatul qulubul abror wa qurratu ‘uyuunul akhyar fi syarh jawamiil akhbar dari hadits ke 72 bab dzammul kibr yang ditulis oleh syaikh abdurrahman bin nashir assa’di rahimahullah
*1. Manusia yang seperti ini banyak, ada di kehidupan nyata & kehidupan maya. apabila kita sampaikan dalil-dalil (Alqur’an, hadits dan Ijma para ulama) tentang suatu permasalahan maka mereka menolaknya dengan ucapan-ucapan : ” Gak nyambung saya bicara dijalur ini anda bicara di jalur yg lain”, “anda ini terlalu tekstual dalam memahami dalil-dalil tersebut”, ” anda ini terlalu memaksakan kehendak”, ” anda ini terlalu jumud”, pendapat seperti anda inilah yang bisa merusak toleransi & tidak menghargai perbedaan”, jangan terlalu fanatik dalam suatu pendapat..”,”pemikiran yang horor seperti aliran Wahabi”, ajaran yang sudah berlalu 14 abad silam sudah usang dan tidak sesuai lg dengan perkembangan Zaman”, dan ucapan-ucapan lainnya yg menunjukan bahwa hatinya tidak lapang tatkala kebenaran ada pada lawan bicaranya.
*2. قال الإمام الشافعي: أجمع الناس على أن من استبانت له سنة عن رسول الله صلى الله عليه وسلم لم يكن له أن يدعها لقول أحد من الناس (إعلام الموقعين 2/263).
Al-Imam Syafi’i berkata, “Telah sepakat para ulama bahwa barang siapa yang sunnah Rasulullah telah jelas baginya, maka tidak boleh baginya untuk meninggalkannya karena ucapan seseorang. (I’lamul muwaqiin 2/263)
*3. orang-orang yg dimaksud penulis adalah orang-orang yang bersungguh-sungguh mencari kebenaran dengan mencari dalil tentang suatu permasalahan namun ternyata terjatuh dalam kesalahan memahaminya. hal ini dikarenakan belum sampainya dalil(hadits yang shahih) kepadanya, salah memahami makna suatu hadits yg bersifat umum & mengandung ihtimal(banyak kemungkinan), salah dalam menilai hadits( yg dhoif/lemah dikatakan shahih/benar), dan uzur-uzur lainnya. orang-orang yg seprti contohnya adalah Ulama yg memiliki kapasitas untuk berijtihad/berfatwa dan para penuntut ilmu yg derajat keilmuannya ada dibawah para ulama.
*4. sikap seperti ini kadang muncul karena kedudukannya, jabatannya, pendidikannya, profesinya, ketekunannya dalam memahami suatu bidang ilmu seperti ilmu filsafat, ilmu hukum, ilmu politik dll. karena merasa lebih “tinggi” dan mulia maka ia lecehkan lawan bicaranya dengan ucapan : “kamu ini hanya seorang kuli, paham apa kamu tentang masalah ini”, “anda ini “anak kemarin sore” berani membantah saya, padahal orang-orang yang lebih tinggi jabatannya dari saya belum tentu berani…”, “gimana bisa nyambung, pendidikan saja cuma sampai SMA”, “Anda ini seneng banget ya menggunakan logical fallacy, mulai dari adhominem sampai ad orbarum”, ” inilah kalau memahami agama dari kulit luarnya saja…” dan ucapan-ucapan lainnya yang sejenis.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar