Alhamdulillah, kita masih diberikan berbagai macam nikmal oleh Allah yang tak terhitung jumlahnya. Namun tak jarang kita lupa untuk mensyukurinya, bahkan tak sedikit dari nikmat-nikmat tersebut kita kufuri. Untuk itu marilah kita senantiasa memohon ampun kepada Allah SWT atas dosa-dosa kita.
Ketahuilah bahwa sesungguhnya penyakit yang paling besar serta mematikan yang menimpa hati manusia, serta dapat menjadikan amalan-amalan sia-sia, juga merusak seluruh perbuatan manusia serta melahirkan kekerasan dan kekejian adalah ; Riya dan Ujub.
Riya adalah lawan dari ikhlas, yaitu menampakkan ibadah dengan maksud selain mendapatkan ridho Allah, sedangkan ujub adalah bangga pada diri sendiri.
Kita Akan bahas bahayanya satu persatu.
Riya (Pamer)
Betapa bahayanya memiliki sifat riya’, Karena, alangkah banyak orang yang memperbanyak amalan, namun hal itu tidak memberikan manfaat kepadanya kecuali rasa capai dan keletihan semata di dunia dan siksaan di akhirat. Ini diakibatkan karena tidak diterimanya amal yang telah dilakukannya. Untuk itu kita perlu tahu apa syarat diterimanya suatu amal.
Syarat diterimanya suatu amal adalah :
Yaitu harus terpenuhi dua perkara penting pada setiap amalan. Jika salah satu tidak tercapai, akibatnya amalan seseorang tidak ada harapan untuk diterima. Pertama : Ikhlas karena Allah Subhanahu wa Ta’ala. Kedua : Amalan itu telah diperintahkan Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam Al-Qur’an, atau dijelaskan oleh Rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan sunnahnya, dan mengikuti Rasulullah dalam pelaksanaannya.
Riya adalah berbuat kebaikan/ibadah dengan maksud pamer kepada manusia agar orang mengira dan memujinya sebagai orang yang baik atau gemar beribadah seperti shalat, puasa, sedekah, dan sebagainya.
Ciri-ciri riya:
Orang yang riya berciri tiga, yakni apabila di hadapan orang dia giat tapi bila sendirian dia malas, dan selalu ingin mendapat pujian dalam segala urusan. Sedangkan orang munafik ada tiga tanda yakni apabila berbicara bohong, bila berjanji tidak ditepati, dan bila diamanati dia berkhianat. (HR. Ibnu Babawih).
“Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Rabbnya maka hendaklah ia mengerjakan amal yang shalih dan janganlah ia mempersekutukan seorang pun dalam beribadah kepada Rabb-nya” [Al-Kahfi : 110]
Dalam ayat ini, Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan agar amal yang dikerjakan ialah amalan shalih, yaitu amal perbuatan yang sesuai dengan aturan syari’at. Selanjutnya, Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan orang yang menjalankannya supaya mengikhlaskan amalan itu kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala semata, tidak mencari pahala atau pamrih dari selain-Nya dengan amalan itu.
PERINTAH IKHLAS, LARANGAN BERBUAT RIYA DAN SYIRIK
Ketahuilah, wahai saudara-saudara, bahwa semua amalan pasti terjadi dengan niat. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
“Sesungguhnya semua amalan ini terjadi dengan niat, dan setiap orang mendapatkan apa yang dia niatkan”
Dan dalam amal itu harus mengikhlaskan niat untuk Allah Ta’ala berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala.
“Padahal mereka tidak disuruh, kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat ; dan yang demikian itulah agama yang lurus” [Al-Bayyinah : 5]
Allah Subhanahu wa Ta’ala juga berfirman.
“Katakanlah : ‘Jika kamu menyembunyikan apa yang ada dalam hatimu atas kamu melahirkannya, pasti Allah mengetahui” [Ali-Imran : 29]
Allah Subhanahu wa Ta’ala juga telah memperingatkan bahaya dari berbuat riya’, dalam firman-Nya.
“Jika kamu mempersekutukan (Allah), niscaya akan hapus amalmu” [Az-Zumar : 65]
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
“Barangsiapa mempelajari ilmu yang dengannya dicari wajah Allah Azza wa Jalla, namun ia tidak mempelajarinya kecuali untuk meraih kesenangan dunia dengan ilmu itu, ia tidak akan mendapat aroma surga pada hari kiamat” [5]
Di antara jenis riya’ ialah sebagi berikut.
1). Riya Yang Berkaitan Dengan Badan
Misalnya dengan menampakkan kekurusan dan wajah pucat, untuk menampakkan bahwa ia rajin berpuasa.
2). Riya Dari Sisi Pakaian
Misalnya, mengenakan pakaian jenis tertentu agar dikatakan sebagai orang alim atau seorang ulama.
3). Riya Dengan Perkataan
Umumnya, riya’ seperti ini dilakukan oleh orang-orang yang menjalankan agama. Yaitu dengan memberi nasihat, memberi peringatan, menghafalkan hadits-hadits dan riwayat-riwayat, dengan tujuan untuk berdiskusi dan melakukan perdebatan, menampakkan kelebihan ilmu, berdzikir dengan menggerakkan dua bibir di hadapan orang banyak, menampakkan kemarahan terhadap kemungkaran di hadapan manusia, membaca Al-Qur’an dengan merendahkan dan melembutkan suara. Semua itu untuk menunjukkan rasa takut, sedih, dan khusyu’ (kepada Allah, pent).
4). Riya’ Dengan Perbuatan
Seperti riya’nya seseorang yang shalat dengan berdiri sedemikian lama, memanjangkan ruku, sujud dan menampakkan kekhusyu’an, riya’ dengan memperlihatkan puasa, perang (jihad), haji, shadaqah dan semacamnya.
PERKARA YANG DISANGKA RIYA DAN SYIRIK, PADAHAL BUKAN !
1). Pujian Manusia Untuk Seseorang Terhadap Perbuatan Baiknya
Dari Abu Dzar, dia berkata : Ditanyakan kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam : “Beritakan kepadaku tentang seseorang yang melakukan amalan kebaikan dan orang-orang memujinya padanya!” Beliau bersabda : “itu adalah kabar gembira yang segera bagi seorang mukmin” [HR Muslim, no. 2642, Pent)
2). Giatnya Seorang Hamba Melakukan Ibadah Pada Saat Dilihat Oleh Orang-Orang Yang Beribadah
bahwasanya setiap mukmin menyukai beribadah kepada Allah Ta’ala, tetapi terkadang banyak kendala yang menghalanginya. Dan kelalaian telah menyeretnya, sehingga dengan menyaksikan orang lain itu, maka kemungkinan menjadi faktor yang menyebabkan hilangnya kelalaian tersebut, kemudian ia dapat menguji urusannya itu, dengan cara menggambarkan orang-orang lain itu berada di suatu tempat yang dia dapat melihat mereka, namun mereka tidak dapat melihatnya. Jika dia melihat jiwanya ringan melakukan ibadah, maka itu untuk Allah. Jika jiwanya merasa berat, maka keringanan jiwanya di hadapan orang banyak itu merupakan riya’. Bandingkan (perkara lainnya) dengan ini” [7]
Oleh karena itu hendaklah kita berada dalam jama’ah.
3). Membaguskan Dan Memperindah Pakaian, Sandal Dan Semacamnya
Di dalam Shahih Muslim, dari Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda.
“Tidak akan masuk surga orang yang di dalam hatinya ada kesombongan seberat biji sawi”. Seorang laki-laki bertanya : “Ada seseorang suka bajunya bagus dan sandalnya bagus (apakah termasuk kesombongan?)”. Beliau menjawab : “Sesungguhnya Allah Maha Indah dan menyukai keindahan kesombongan adalah menolak kebenaran dan merendahkan manusia” [HR Muslim no. 2749, Pent]
4). Tidak Menceritakan Dosa-Dosanya Dan Menyembunyikan
Ini merupakan kewajiban menurut syari’at atas setiap muslim, tidak boleh menceritakan kemaksiatan-kemaksiatan berdasarkan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
“Semua umatku akan diampuni (atau : tidak boleh dighibah) kecuali orang yang melakukan kemaksiatan dengan terang-terangan. Dan sesungguhnya termasuk melakukan kemaksiatan dengan terang-terangan, yaitu seseorang yang melakukan perbuatan (kemaksiatan) pada waktu malam dan Allah telah menutupinya (yakni, tidak ada orang yang mengetahuinya, Pent), lalu ketika pagi dia mengatakan : “Hai Fulan, kemarin aku melakukan ini dan itu”, padahal pada waktu malam Allah telah menutupinya, namun ketika masuk waktu pagi dia membuka tirai Allah terhadapnya” [HR Al-Bukhari, no. 6069, Muslim no. 2990, Pent]
5). Seorang Hamba Yang Meraih Ketenaran Dengan Tanpa Mencarinya
Adapun mengenai bahaya Ujub adalah sebagai berikut:
Sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits Haritsah bin Wahab :
“Artinya : Maukah kalian aku beritakan tentang penghuni neraka ; yaitu setiap orang yang berperangai jahat serta kasar (Lihat An-Nihayah 3/180), orang gemuk yang berlebih-lebihan dalam berjalannya (Lihat pula An-Nihayah 1/416), dan orang-orang yang sombong”. [Hadits Riwayat Al-Bukhari dalam Tafsir surat Al-Qalam 4918 8/530, At-Tirmidzi bab Jahannam 13, Ibnu Majah bab Zuhud 4, Ahmad dalam Musnadnya 2/169, 214 dan 4/175-306]
Dan dari Ibnu Mas’ud dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam , beliau bersabda :
“Artinya : Tidaklah masuk surga barang siapa yang di dalam hatinya terdapat kesombongan yang sebesar biji dzarah (atom) sekalipun”. [Hadist Riwayat Muslim bab Imam 91 1/93 dan At-Tirmidzi bab Al-Birru was-shilah 1998-1999 4/360-361]
Dan dalam satu hadits disebutkan :
“Artinya : Ada tiga hal yang dapat membinasakan diri seseorang yaitu : Kekikiran yang ditaati, hawa nafsu yang diikuti serta seseorang yang membanggakan dirinya sendiri”.
Said bin Jabir berkata : “Sesungguhnya seorang hamba melakukan perbuatan kebaikan lalu perbuatan baiknya itu menyebabkan ia masuk neraka, dan sesungguhnya seorang hamba melakukan perbuatan buruk lalu perbuatan buruknya itu menyebabkan dia masuk surga, hal itu dikarenakan perbuatan baiknya itu manjadikan ia bangga pada dirinya sendiri sementara perbuatan buruknya menjadikan ia memohon ampun serta bertobat kepada Allah karena perbuatan buruknya itu”. [Majmu 'Al-Fatawa 10/277]
Menyembah kepada Allah dan bersikap tawakal kepada-Nya adalah merupakan obat penawar untuk mencegah kedua penyakit yang buruk ini yaitu Ujub dan Takabur.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata : “Seseorang yang melakukan riya’ pada hakekatnya ia tak melakukan firman Allah : (Hanya kepada-Mu aku menyembah), dan orang yang bersikap ujub (bangga kepada diri sendiri) pada hakekatnya ia tak melakukan firman Allah : (Hanya kepada-Mu kami memohon pertolongan) dan barangsiapa yang melaksanakan firman Allah : (Hanya kepada-Mu kami menyembah), maka ia telah keluar dari sikap riya, dan barang siapa yang melaksanakan firman Allah (Hanya kepada-Mu kami memohon pertolongan), maka ia telah keluar dari sikap ujub”. [Majmu Al-Fatawa 10/277]
Mendapat Azab di Akhirat
Amal-amal yang banyak, yang disangka membuat masuk surga, justru menyeret manusia ke neraka ketika amal-amal itu dibangun di atas riya' dan sum'ah. Seperti hadits shahih yang diriwayatkan Imam Muslim bahwa di pengadilan akhirat nanti ada 3 orang yang diadili pertama kali; orang yang mati syahid, orang alim yang mengajarkan ilmunya, dan orang kaya yang dermawan. Ketiganya menyangka akan masuk surga. Ini tercermin dari jawabannya saat ditanya tentang apa yang dilakukan dengan nikmat-nikmat itu. Tapi rupanya, Allah menilai berbeda dari persangkaan ketiga orang itu sebab mereka melakukannya karena riya' dan sum'ah. Lalu Allah memerintahkan malaikat untuk menyeret mereka ke neraka.
”Menurut pendapat Imam Ali bin Abi Thalib k.w. “Tiga tanda bagi orang yang riya’ adalah malas bila beribadah sendirian, rajin bila beribadah diantara orang banyak, berlebih-lebih ia dalam berbuat amal bila dipuji orang, kurang amalnya bila dicela orang.”
Adapun beberapa kiat untuk menghilangkan penyakit riya’, menurut Imam Ghozali adalah :
1. Menghilangkan sebab-sebab riya’
Seperti kenikmatan terhadap pujian orang lain, menghindari pahitnya ejekan dan anusias dengan apa-apa yang ada pada manusia, sebagaimana hadits Rasulullah saw dari Abu Musa berkata,”Pernah datang seorang laki-laki kepada Rasulullah saw dan mengatakan,’Wahai Rasulullah bagaimana pendapatmu tentang orang yang berperang dengan gagah berani, orang yang berperang karena fantisme dan orang yang berperang karena riya’ maka mana yang termasuk dijalan Allah? Maka beliau saw bersabda,’Siapa yang berperang demi meninggikan kalimat Allah maka dia lah yang berada dijalan Allah.” (HR. Bukhori)
2. Membiasakan diri untuk menyembunyikan berbagai ibadah yang dilakukannya hingga hatinya merasa nyaman dengan pengamatan Allah swt terhadap berbagai ibadahnya itu.
3. Berusaha juga untuk melawan berbagai bisikan setan untuk berbuat riya pada saat mengerjakan suatu ibadah.
Ya Allah yang Maha Pengampun, ampunilah hambaMu ini yang belum pandai mensyukuri nikmatMu... Ya Allah yang Maha Pengampun, ampunilah hambaMu ini yang sudah menggunakan limpahan nikmatMu untuk bermaksiat dan mendurhakaiMu... Ya Allah yang Maha Penyayang, ampunilah hambaMu ini yang selalu menggunakan nikmatMu untuk mendzalimi dan menyakiti orang lain... Ya Allah yang Maha Penyayang, ampunilah hambaMu ini yang telah mengotori nikmatMu dengan kesombongan, riya', iri, dan dengki..Amin...
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima), seperti orang yang menafkahkan hartanya karena riya kepada manusia” [QS. Al-Baqarah: 264]
“Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat, yaitu orang-orang yang lalai dari shalatnya, yang berbuat karena riya” [Al Maa’uun 4-6]
Riya membuat amal sia-sia sebagaimana syirik. (HR. Ar-Rabii’)
Sesungguhnya riya adalah syirik yang kecil. (HR. Ahmad dan Al Hakim)
‘Ujub - Membanggakan Diri Sendiri
‘Ujub adalah bahasa arab yang pengertiannya secara umum adalah, membanggakan diri sendiri, merasa heran terhadap diri sendiri sebab adanya satu dan lain hal. Diri sendiri yang dimaksudkan disini adalah mengenai pribadinya,golongannya, kelompoknya atau apa saja yang dianggap erat hubungannya dengan dirinya sendiri.
Sebelum saya menulis lebih lanjut tentang ‘ujub ini, mohon maaf bila ada kekurangan atau kesalahan dalam penulisan berikut ini, karena saya bukan akhli agama dan apa-apa yang akan saya tuangkan disini lebih kepada pengetahuan yang telah saya baca dari beberapa buku tentang Akhlak dan Tauhid berdasarkan ajaran keimanan saya, yaitu agama Islam.
Ahlak semacam ini (’ujub) adalah sangat tercela, dan sama sekali tidak ada kebaikannya, ini disebutkan dalam firman Allah Taala (S. Najm 32) :”Janganlah kamu mengira sudah mensucikan diri kamu sendiri”, maksudnya ialah jangan sekali-kali kamu menyangka sudah suci dan bersih dari segala kesalahan, sebab dengan sangkaan yang keliru itu nantinya akan timbul rasa ‘Ujub pada diri sendiri
Hadist Rasulullah SAW (diriwayatkan oleh Abusy-syaikh) :”Ada tiga hal yang merusakkan (ahlak, jiwa dan agama) yaitu, kikir yang diikuti, hawa nafsu yang diperturutkan dan keheranan seseorang pada dirinya sendiri (’ujub)”
Bahaya ‘Ujub (membanggakan diri sendiri) itu banyak sekali, antaranya :
1. ‘Ujub itu menyebabkan timbulnya rasa sombong,
sebab memang ‘ujub itulah yang menyebabkan salah satu dari berbagai sebab kesombongan timbul. Dari ‘ujub maka muncullah ketakaburan kita. Sedangkan takabur kita sudah tahu tentang sifat dan bahayanya. Takabur kepada hal-hal yang berhubungan dengan manusia, dan takabur dengan hal-hal yang berhubungan dengan keimanan kepada Allah SWT, dia bisa lupa akan segala dosa-dosa yang telah diperbuatnya, lupa menjalankan kewajibannya sebagai mana diatur dalam ajaran keimanan kepada Allah SWT. Ia mengira bahwa ia telah banyak berbuat amal saleh
2. Bila seseorang sudah dihinggapi penyakit ‘ujub,
ia lupa pada bahaya-bahaya ‘ujub itu sendiri, ia sudah tertipu oleh perasaan, dan pendapatnya sendiri. Ia merasa apa-apa yang datang dari dirinya sendiri semua serba hebat dan agung. Ia tertipu, ia mengira bahwa dirinya akan merasa tersingkir dari siksa NYA karena ia merasa dan mengira sudah banyak amalan-amalan baik yang dilakukannya
3. Karena ‘ujubnya ia kurang sadar terhadap kedudukan dirinya,
Ia akan memuji-muji dirinya, menyanjung dirinya sendiri dan menganggap suci dirinya serta bersih dari segala kesalahan dan dosa. Padahal yang demikian itu sudah amat membosankan orang yang mendengarnya.
4. Seorang ‘ujub tidak suka mencari kemanfaatan ilmu pengetahuan pada orang lain,
Sebab sudah merasa amat pandai. Ia tidak suka bertanya kepada siapapun juga, karena merasa malu, khawatir dianggap bodoh. Bahaya lain tidak suka bermusyawarah, ia lebih ingin kawan-kawannya meng”ia” kan pendapatnya.
5. Jika usahanya gagal, orang ‘ujub ini akan melemparkan kesalahan pada orang lain, rekan atau bawahannya.
6. Ia bangga dan gembira kalau segala sesuatu itu timbul dari gagasannya dan suka sekali mempopulerkan apa-apa yang ada pada dirinya, sebaliknya tidak suka kepada kemashuran yang dicapai oleh apa-apa yang digagas oleh orang lain.
Seseorang yang bersifat ‘ujub karena merasa ganteng, cantik, kuat, tangkas, keturunan ningrat, kaya dan lain-lain yang kebetulan saja dimiliki oleh dirinya. Ringkasnya ia meng ‘ujubkan sesuatu yang bukan haknya sendiri, sebab semuanya adalah tentunya dari keutamaan Allah SWT semata. Oleh karenanya yang seharusnya diperbuat adalah bukan ber ‘ujub tetapi berterima kasih serta bersyukur kepada Dzat yang telah melimpahkan kenikmatan yang besar itu. Sebab Jika Allah berkehendak, maka semua kenikmatan yang ia peroleh dapatlah sirna seketika.
Allah Taala berfirman (S Nur 21) :”Andaikata tidak ada keutamaan Allah kepadamu semua serta kerahmatanNYA, pasti tidak ada seorangpun diantara kamu yang bersih (suci) selama-lamanya)”
Demikian halnya tentang ‘ujub. Lebih atau kurangnya saya mohon maaf dan tidak ada maksud menggurui, apalagi banyak diantara rekan-rekan yang lebih menguasai ketimbang saya dalam bidang keagamaan. Saya hanya bermaksud berbagi dan tidak ada maksud lain.
Wassalam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar