Dalam shahîh Bukhari dan Muslim disebutkan bahwa Nabî SAW bersabda: "Ketahuilah sesungguhnya di dalam tubuh manusia ada segumpal darah, apabila dia baik maka baiklah seluruh tubuhnya, dan apabila dia rusak, maka rusaklah seluruh tubuhnya. Ketahuilah bahwa segumpal darah itu ialah hati." (Muttafaqun `Alaihi, dari Nu`man bin Basyîr)
Dalam hati manusia terdapat dua jenis "bibit penentu", yang satu kita sebut saja sebagai "bibit kebaikan" yang merangsang dan mendorong manusia untuk melakukan amal kebaikan atau perbuatan yang mendekatkan dirinya kepada Allah SWT., sedang yang lainnya kita sebut dengan "bibit kejahatan" yang merangsang manusia untuk melakukan melakukan perbuatan fahsya (keji) atau kemungkaran kepada Allah SWT.
Al-Fujûr merupakan "benih kejahatan" yang dengan istilah lainnya dikenal sebagai nafsu syahwat syaithaniyah yang senantiasa membisiki dan menghembusi manusia untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan tercela lagi berdosa yang akan mengantarkannya ke jalan kefasikan dan berhilir di neraka. Sedang at-Taqwa merupakan "benih kebaikan" yang senantiasa memotifasi dan memobilisasi manusia untuk melakukan amal kebajikan dan pekerjaan yang mendekatkan dirinya kepada Allah SWT
Dari sini kita dapat mengetahui bahwa pada hati manusia terdapat 2 (dua) kekuatan yaitu kekuatan "Fujur" dan "Taqwa" yang selalu bertempur untuk saling mengalahkan satu dengan yang lainnya sehingga salah satu dari keduanya menjadi pemenang atau lebih mempunyai pengaruh dalam menentukan perilaku kehidupan "tuannya". Apabila setiap rangsangan "benih kebaikan (At-Taqwa)" ini yang timbul dalam diri manusia selalu direspon dalam bentuk amal shalih secara benar dan kontinue (berkesinambungan) maka dengan sendirinya "benih kebaikan" akan semakin berkembang dan akan mendominasi atau mengusai hati "tuannya". Sehingga ide, pola fikir, keperibadian dan seluruh anggota tubuhnya akan menjadi baik karena mengikuti instruksi-instruksi yang datang dari hati yang dipenuhi dengan "benih kebaikan". Maka jadilah "tuannya" ini termasuk orang-orang beruntung yang mampu membersihkan jiwanya dari nafsu syahwat syaithaniyah karena ia hanya mau merespon bisikan dan panggilan kebaikan (taqwa) saja. Sebagaimana firman Allah SWT:
"Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu, (QS. 91:9)
Dan sebaliknya bagi manusia yang lebih sering merespon tuntutan nafsu syahwat syaithaniyahnya maka tindakan tercela lagi berdosa itu dengan otomatis memberikan kontribusi dan mempercepat pertumbuhan serta peluasan "benih-benih kejahatan (fujûr)" sehingga benih ini akan mendominasi hatinya. Dari Abû Hurairah ra bahwa Rasûlullah SAW bersabda:
"Sesungguhnya orang mukmin, ketika ia berbuat dosa maka (saat itu juga) akan menempel titik hitam di hatinya, jika ia bertaubat dan mencabut (dirinya dari perbuatan dosa tersebut) dan memohon ampunan maka hatinya (kembali) bersih, jika ia menambahinya (dengan perbuatan dosa lagi) maka titik hitam itu bertambah pula di dalam hatinya
UNTUK ITU marilah kita jaga hati kita dan membersihkannya dengan cara:
1. Introspeksi diri
Introspeksi diri dalam bahasa arab disebut Muhasabatun Nafsi, artinya mengidentifikasi apa saja penyakit hati kita. Semua orang akan tahu apa sebenarnya penyakit qalbu (hati) yang dideritanya itu.
يـَاأَيُّـهَـا الَّذِيْـنَ ءَامَـنُـوْا اتَّـقُـوْا اللهَ وَلْتَـنْـظُـرْ نَـفْـسٌ مَّاقَـدَّمَتْ لِغَـدٍ وَاتَّــقُـوْا اللهَ. إِنَّ اللهَ خَـبِـيْرٌ بِـمَا تَـعْـمَلُـوْنَ {الحشر 18:59}
"Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (Q.S.Al-Hasyr 59 : 18)
2. Perbaikan Diri
Perbaikan diri dalam bahasa populer disebut taubat. Ini merupakan tindak lanjut dari introspeksi diri. Ketika melakukan introspeksi diri, kita akan menemukan kekurangan atau kelemahan diri kita. Nah, kekurangan-kekurangan tersebut harus kita perbaiki secara bertahap. Alangkah rugi kalau kita hanya pandai mengidentifikasi kelemahan diri tapi tidak memperbaikinya.
يَـآأَيُّـهَـا الَّذِيْـنَ ءَامَـنُـوْا تُـوْبُـوْا إِلَى اللهِ تَـوْبَـةً نَّـصُـوْحًـا عَسَى رَبُّـكُمْ أَنْ يُّـكَـفِّـرْ عَـنْـكُمْ سَـيِّـئَـاتِـكُـمْ وَيُـدْخِـلَـكُمْ جَـنّـتٍ تَـجْـرِى مِنْ تَـحْـتِهَـا اْلأَنْـهَارِ ....{التحريم 8:66}
"Hai orang-orang yang beriman, Bertaubatlah kepada Allah dengan taubat yang semurni-murninya, mudah-mudahan Tuhan kamu akan menghapus kesalahan-kesalahanmu dan memasukkah kamu ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai,..” (Q.S.At-Tahrim 66:8)
3. Tadabbur Al Qur’an
Tadabbur Al Qur’an artinya menelaah isi Al-Qur’an, lalu menghayati dan mengamalkannya. Hati itu bagaikan tanaman yang harus dirawat dan dipupuk. Nah, di antara pupuk hati adalah tadabbur Qur’an. Allah menyebutkan orang-orang yang tidak mau mentadabburi Qur’an sebagai orang yang tertutup hatinya. Artinya, kalau hati kita ingin terbuka dan bersinar, maka tadabburi Qur’an.
أَفَلاَ يَـتَـدَبَّـرُْنَ الْـقُـْرآنَ اَمْ عَلَى قُلـُوبٍ أَقْـفَـالُهَـا {محمد 24:47}
“Mengapa mereka tidak tadabbur (memperhatikan) Al-Qur’an, ataukah hati mereka terkunci atau tertutup.” (Q.S.Muhammad 47 : 24)
4. Menjaga Kelangsungan Amal Saleh
Amal saleh adalah setiap ucapan atau perbuatan yang dicintai dan diridoi Allah swt. Apabila kita ingin memiliki hati yang bening, jagalah keberlangsungan amal saleh sekecil apapun amal tersebut. Misalnya, kalau kita suka rawatib, lakukan terus sesibuk apapun, kalau kita biasa pergi ke majelis ta’lim, kerjakan terus walau pekerjaan kita menumpuk. Rasulullah saw bersabda,
… اِعْـمَــلُوْا عَلَى مَاتُــطِـْيقُـوْنَ فَإِنَّ اللهَ لاَيـَـمَلُّ حَتَّى تَـمَـلَّ وَاَنَّ اَحَـبَّ اْلاَعْـمَـالِ اِلىَ اللهِ اَدْوَمُـهَا وَاِنْ قَـلَّ {رواه البخارى}
"…Beramallah semaksimal yang kamu mampu, karena Allah tidak akan bosan sebelum kamu bosan, dan sesungguhnya amal yang paling dicintai Allah adalah amal yang kontinyu (terus-menerus) walaupun sedikit." (H.R. Bukhari)
5. Mengisi Waktu dengan Zikir
Zikir artinya ingat atau mengingat. Dzikrullah artinya selalu mengingat Allah. Ditinjau dari segi bentuknya, ada dua macam zikir. Pertama, zikir Lisan, artinya ingat kepada Allah dengan melafadzkan ucapan-ucapan zikir seperti Subhannallah, Alhamdulillah, Allahu Akbar, Laa Ilaaha illallah, dll. Kedua, Zikir Amali, artinya zikir (ingat) kepada Allah dalam bentuk penerapan ajaran-ajaran Allah swt. dalam kehidupan. Misalnya, jujur dalam bisnis, tekun saat bekerja, dll. Hati akan bening kalau hidup selalu diisi dengan zikir lisan dan amali.
يَآأَيُّهَا الَّذِيْنَ ءَامَنُوْا اذْكُرُوْا اللهَ ذِكْرًا كَثِيْرًا .وَسَبِّحُوْاهُ بُكْرَةً وَّاَصِيْلاً {الاحزاب 33: 41-42}
“Hai orang-orang yang beriman, berzikirlah (dengan menyebut nama) Allah, zikir yang sebanyak-banyaknya. Dan bertasbihlah kepada-Nya di waktu pagi dan petang.” (Q.S.Al-Ahzab 33 : 41-42)
فَاذْكُرُوْنِى أَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْالِى وَلاَتَكْفُرُوْنَ {البقرة 152:2}
“Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku, niscaya Aku ingat (pula) kepadamu, dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)-Ku.” (Al-Baqarah 2 :152)
6. Bergaul dengan Orang-Orang Saleh
Lingkungan akan mempengaruhi perilaku seseorang. Karena itu, kebeningan hati erat juga kaitannya dengan siapakah yang menjadi sahabat-sahabat kita. Kalau kita bersahabat dengan orang yang jujur, amanah, taat pada perintah Allah, tekun bekerja, semangat dalam belajar, dll., diharapkan kita akan terkondisikan dalam atmosfir (suasana) kebaikan. Sebaliknya, kalau kita bergaul dengan orang pendendam, pembohong, pengkhianat, lalai akan ajaran-ajaran Allah, dll., dikhawatirkan kita pun akan terseret arus kemaksiatan tersebut. Kerena itu, Allah swt.. mengingatkan agar kita bergaul dengan orang-orang saleh seperti dikemukakan dalam ayat berikut.
وَاصْبِرْ نَفْسَكَ مَعَ الَّذِيْنَ يَدْعُوْنَ رَبَّهُمْ بِالْغَدَوَاةِ وَالْعَشِيِّى يُرِيْدُوْنَ وَجْهَهُ. وَلاَتَعْدُ عَيْنَاكَ عَنْهُمْ تُرِيْدُ زِيْنَةَ الْحَيَوةِ الدُّنْيَا وَلاَتُطِعْ مَنْ أَغْفَلْنَا قَلْبَهُ عَنْ ذِكْرِنَا وَاتَّبَعَ هَوَاهُ وَكَانَ أَمْرُهُ فُرُطًا {الكهف 18 : 28}
“Dan bersabarlah dirimu bersama orang-orang yang menyeru Tuhan mereka di waktu pagi dan petang, mereka mengharapkan keridoan-Nya, dan janganlah kamu palingkan kedua matamu dari mereka karena menghendaki perhiasan hidup dunia. Dan janganlah engkau mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingat Kami, serta menuruti hawa nafsunya; dan adalah keadaan itu melewati batas.” (Q.S. Al-Kahfi 18 : 28)
7. Berbagi Kasih dengan Fakir, Miskin, dan Yatim
Berbagi cinta dan ceria dengan saudara-saudara kita yang fakir, miskin, dan yatim merupakan cara yang sangat efektif untuk meraih kebeningan hati, sebab dengan bergaul bersama mereka kita akan merasakan penderitaan orang lain. Rasulullah saw. bersabda,
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ رَضِيَى اللهُ عَنْهُ : أَنَّ رَجُلاُ شَكَا إِلَى رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَسْوَةَ قَلْبِهِ فَقَالَ لَهُ: إِنْ أَرَدْتَ تَلْيِيْنَ قَلْبِكَ فَأَطْعِمِ الْمِسْكِيْنَ وَامْسَحْ رَأْسَ الْيَتِيْمِ (رواه احمد)
“Abu Hurairah r.a. bercerita, bahwa seseorang melaporkan kepada Rasulullah saw. tentang kegersangan hati yang dialaminya. Beliau saw. menegaskan, “Bila engkau mau melunakkan (menghidupkan) hatimu, beri makanlah orang-orang miskin dan sayangi anak-anak yatim.” (H.R. Ahmad).
8. Mengingat Mati
Modal utama manusia adalah umur. Umur merupakan bahan bakar untuk mengarungi kehidupan. Kebeningan hati berkaitan erat dengan kesadaran bahwa suatu saat bahan bakar kehidupan kita akan manipis dan akhirnya habis. Kesadaran ini akan menjadi pemacu untuk selalu membersihkan hati dari awan kemaksiatan yang menghalangi cahaya hati. Rasulullah saw. menganjurkan agar sering berziarah supaya hati kita lembut dan bening.
عَنْ اَنَسٍ رَضِيَى اللهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: كُنْتُ نَهَيْتُكُمْ عَنْ زِيَارَةِ الْقُبُوْرِ فَزُوْرُوْهَا، فَإِنَّهَا تَرِقُّ الْقَلْبَ وَتُدْمِعُ الْعَيْنَ وَتُذَكِّرُ اْلأخِرَةَ (رواه الحاكم)
“Anas r.a. mengatakan bahwa Rasulullah saw. bersabda: “Dulu, aku pernah melarang kalian berziarah ke kuburan. Namun sekarang, berziarahlah, karena ia dapat melembutkan hati, mencucurkan air mata, dan mengingatkan akan hari akhirat.” (H.R.Hakim)
9. Menghadiri Majelis Ilmu
Hati itu bagaikan tanaman, ia harus dirawat dan dipupuk. Di antara pupuk hati adalah ilmu. Karena itu, menghadiri majelis ilmu akan menjadi media pensucian hati. Rasulullah saw. menyebutkan bahwa Allah swt. akan menurunkan rahmat, ketenangan dan barakah pada orang-orang yang mau menghadiri majelis ilmu dengan ikhlas.
لاَيَقْعُدُ قَوْمٌ يَذْكُرُوْنَ اللهَ اِلاَّ حَفَّتْهُمُ الْمَلاَئِكَةِ وَغَشِيَتْهُمً الرَّحْمَةُ وَنَزَلَتْ عَلَيْهِمُ السَّكِيْنَةُ وَذَكَرَهُمُ اللهُ فِيْمَنْ عِنْدَهُ {رواه مسلم }
“Tidak ada kaum yang duduk untuk mengingat Allah, kecuali malakikat akan menghampirinya, meliputinya dengan rahmat dan diturunkan ketenangan kepada mereka, dan Allah akan menyebutnya pada kumpulan (malaikat) yang ada di sisi-Nya.” (H.R. Muslim)
10. Berdo’a kepada Allah swt.
Allah swt. Maha Berkuasa untuk membolak balikan hati seseorang. Karena itu sangat logis kalau kita diperintahkan untuk meminta kepada-Nya dijauhkan dari hati yang busuk dan diberi hati yang hidup dan bening. Menurut Ummu salamah r.a,. do’a yang sering dibaca Rasulullah saat meminta kebeningan hati adalah: Ya Muqallibal quluub, tsabbit qalbii ‘alaa diinika (Wahai yang membolak-balikkan qalbu, tetapkanlah hatiku berpegang pada agama-Mu). Perhatikan riwayat berikut,.
عَنْ شَهْرِ بْنِ حَوْشَبٍ قَالَ : قُلْتُ لأُمِّ سَلَمَةَ، يَاأُمَّ الْمُؤْمِنيْنَ مَاكَانَ أَكْثَرُ دُعَاءِ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا كَانَ عِنْدَكِ؟ قَالَتْ: كَانَ أَكْثَرُ دُعَائِهِ يَامُقَلِّبَ الْقُلُوْبِ، ثَبِّتْ قَلْبِى عَلَى دِيْنِكَ قَالَتْ: قُلْتُ: يَارَسُوْلَ اللهِ، مَاأَكْثَرُ دُعَائِكَ يَامُقَلِّبَ الْقُلُوْبِ ثَبِّتْ قَلْبِى عَلَى دِيْنِكَ؟ قَالَ: يَا أُمَّ سَلَمَةَ إِنَّهُ لَيْسَ آدَمِيٌّ إِلاَّ وَقَلْبُهُ بَيْنَ إِصْبَعَيْنِ مِنْ أَصَابِعِ اللهِ. فَمَنْ شَاءَ أَقَامَ وَمَنْ شَاءَ أَزَاغَ (اخرجه احمد)
“Syahr bin Hausyab r.a. mengatakan bahwa ia pernah bertanya kepada Ummu Salamah, “Wahai ibu orang-orang yang beriman, do’a apa yang selalu diucapkan Rasulullah saw. saat berada di sampingmu?” Ia menjawab: “Do’a yang banyak diucapkannya ialah, ‘Ya Muqallibal quluub, tsabbit qalbii ‘alaa diinika (Wahai yang membolak-balikkan qalbu, tetapkanlah qalbuku pada agama-Mu).” ” Ummu Salamah melanjutkan, “Aku pernah bertanya juga, “Wahai Rasulullah, alangkah seringnya engkau membaca do’a: “Ya Muqallibal quluub, tsabbit qalbii ‘alaa diinika.” Beliau menjawab: “Wahai Ummu Salamah, tidak ada seorang manusia pun kecuali qalbunya berada antara dua jari Tuhan Yang Maha Rahman. Maka siapa saja yang Dia kehendaki, Dia luruskan, dan siapa yang Dia kehendaki, Dia biarkan dalam kesesatan.” (H.R.Ahmad dan Tirmidzi. Menurutnya hadits ini hasan)
Selain do’a di atas, Ibnu Abbas r.a. menceritakan bahwa ketika menginap di rumah Rasulullah saw., ia pernah mendengar beliau mengucapkan do’a berikut,
اَللّهُمَّ اجْعَلْ فِى قَلْبِى نُوْرًا وَفِى لِسَانِى نُوْرًا وَاجْعَلْ فِى سَمْعِى نُوْرَا وَاجْعَلْ فِى بَصَرِى نُوْرًا وَاجْعَلْ مِنْ خَلْفِى نُوْرًا وَمِنْ تَحْتِى نُوْرًا اَللّهُمَّ أَعْطِنِى نُوْرًا (رواه مسلم)
“Ya Allah, jadikanlah di dalam hatiku cahaya, di lidahku cahaya, di pendengaranku cahaya, di penglihatanku cahaya. Jadikan di belakangku cahaya, di hadapanku cahaya, dari atasku cahaya, dan dari bawahku cahaya. Ya Allah berikan kepadaku cahaya.” (H.R.Muslim)
Terimakasih, semoga sedikit catatan ini mampu menjadikan diri kita sebagai hamba Allah swt yang baik dan benar yang memiliki hati yang bersih, dan disayangi-Nya hingga hati kita mampu menuntun kita memperoleh bekal yang semestinya untuk di hari akhir kelak, dan membuat kita semakin bertakwa agar jadikan kita sebagai seorang ahli surga
Meraih Surga Bersama Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam
Tidak ada kenikmatan yang paling besar bagi seorang hamba melainkan bisa masuk bersama idolanya di sorga, dan tidak ada idola yang paling pantas untuk di jadikan sauri tauladan kecuali Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang merupakan panutannya para panutan di dunia, inilah cita cita kita semua, bersama bersua dan berjumpa dengan pemimpin para nabi dan rasul Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di dalam sorga, dan hal ini sudah di contohkan oleh generasi terbaik umat ini para sahabat ridwanullah a'alihim ajma'in.
Dari Rabi'ah bin Ka'ab al-Aslami radhiyallahu'anhu, beliau berkata:
كُنْتُ أَبِيتُ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَتَيْتُهُ بِوَضُوئِهِ وَحَاجَتِهِ فَقَالَ لِي سَلْ فَقُلْتُ أَسْأَلُكَ مُرَافَقَتَكَ فِي الْجَنَّةِ قَالَ أَوْ غَيْرَ ذَلِكَ قُلْتُ هُوَ ذَاكَ قَالَ فَأَعِنِّي عَلَى نَفْسِكَ بِكَثْرَةِ السُّجُودِ
Aku pernah bersama Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam di suatu malam, lalu aku menyiapkan air wudhu’ dan semua keperluan beliau. Seketika beliau Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda, “Mintalah sesuatu!”.
Aku menjawab, “Aku meminta kepadamu agar kelak bisa menemanimu di Jannah (surga)”. Beliau menjawab, “Ada lagi selain itu ?”. “Itu saja cukup Ya Rasulullah”, jawabku. Maka Rasulullah bersabda, “Jika demikian, bantulah aku atas dirimu (untuk mewujudkan permintaanmu) dengan memperbanyak sujud.“ (HR. Muslim)
lihatlah bagaimana sahabat yang mulia Rabi'ah bin Ka'ab al-Aslami radhiyallahu'anhu ketika ia di tawari oleh Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam meminta sesuatu kepadanya, dia hanya meminta bersama Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam di sorga, sungguh indah permintaan ini karena tidak ada kenikmatan yang paling tinggi kecuali bisa bersama sama Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam di sorga, padahal kalaulah sahabat yang mulia Rabi'ah bin Ka'ab al-Aslami meminta kenikmatan dunia pastilah Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam akan mendo'aknnya dan do'a siapa lagi yang lebih di kabulkan keuali do'a Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam, inilah bentuk kecerdasan dan kedalaman pemahaman para sahabat bahwa kenikmatan dunia adalah kenikmatan sesa'at akan tetap kenikmatan akhirat adalah kenikmatan yang abadi dan tiada berhenti, oleh karena itu pantaslah mereka para sahabat menjadi orang orang yang paling mencintai Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam dibandingkan yang lainnya.
Dari Abu Sa’id Al-Khudri radhiyallahu'anhu, beliau berkata:
لَمَّا أَعْطَى رَسُولُ اللهِ مَا أَعْطَى مِنْ تِلْكَ الْعَطَايَا فِي قُرَيْشٍ وَقَبَائِلِ الْعَرَبِ وَلَمْ يَكُنْ فِي الْأَنْصَارِ مِنْهَا شَيْءٌ وَجَدَ هَذَا الْحَيُّ مِنَ الْأَنْصَارِ فِي أَنْفُسِهِمْ حَتَّى كَثُرَتْ فِيهِمُ الْقَالَةُ حَتَّى قَالَ قَائِلُهُمْ: لَقِيَ رَسُولُ اللهِ قَوْمَهُ. فَدَخَلَ عَلَيْهِ سَعْدُ بْنُ عُبَادَةَ فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللهِ، إِنَّ هَذَا الْحَيَّ قَدْ وَجَدُوا عَلَيْكَ فِي أَنْفُسِهِمْ لِمَا صَنَعْتَ فِي هَذَا الْفَيْءِ الَّذِي أَصَبْتَ قَسَمْتَ فِي قَوْمِكَ وَأَعْطَيْتَ عَطَايَا عِظَامًا فِي قَبَائِلِ الْعَرَبِ وَلَمْ يَكُنْ فِي هَذَا الْحَيِّ مِنَ الْأَنْصَارِ شَيْءٌ. قَالَ: فَأَيْنَ أَنْتَ مِنْ ذَلِكَ، يَا سَعْدُ؟ قَالَ: يَا رَسُولَ اللهِ، مَا أَنَا إِلاَّ امْرُؤٌ مِنْ قَوْمِي وَمَا أَنَا؟ قَالَ: فَاجْمَعْ لِي قَوْمَكَ فِي هَذِهِ الْحَظِيرَةِ. قَالَ: فَخَرَجَ سَعْدٌ فَجَمَعَ النَّاسَ فِي تِلْكَ الْحَظِيرَةِ، قَالَ: فَجَاءَ رِجَالٌ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ فَتَرَكَهُمْ فَدَخَلُوا وَجَاءَ آخَرُونَ فَرَدَّهُمْ فَلَمَّا اجْتَمَعُوا أَتَاهُ سَعْدٌ فَقَالَ: قَدِ اجْتَمَعَ لَكَ هَذَا الْحَيُّ مِنَ الْأَنْصَارِ. قَالَ: فَأَتَاهُمْ رَسُولُ اللهِ فَحَمِدَ اللهَ وَأَثْنَى عَلَيْهِ بِالَّذِي هُوَ لَهُ أَهْلٌ ثُمَّ قَالَ:
يَا مَعْشَرَ الْأَنْصَارِ، مَا قَالَةٌ بَلَغَتْنِي عَنْكُمْ وَجِدَةٌ وَجَدْتُمُوهَا فِي أَنْفُسِكُمْ، أَلَمْ آتِكُمْ ضُلاَّلاً فَهَدَاكُمُ اللهُ، وَعَالَةً فَأَغْنَاكُمُ اللهُ وَأَعْدَاءً فَأَلَّفَ اللهُ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ؟ قَالُوا: بَلِ اللهُ وَرَسُولُهُ أَمَنُّ وَأَفْضَلُ. قَالَ: أَلاَ تُجِيبُونَنِي يَا مَعْشَرَ الْأَنْصَارِ؟ قَالُوا: وَبِمَاذَا نُجِيبُكَ يَا رَسُولَ اللهِ؟ وَلِلهِ وَلِرَسُولِهِ الْمَنُّ وَالْفَضْلُ.
قَالَ: أَمَا وَاللهِ لَوْ شِئْتُمْ لَقُلْتُمْ فَلَصَدَقْتُمْ وَصُدِّقْتُمْ، أَتَيْتَنَا مُكَذَّبًا فَصَدَّقْنَاكَ وَمَخْذُولاً فَنَصَرْنَاكَ وَطَرِيدًا فَآوَيْنَاكَ وَعَائِلاً فَأَغْنَيْنَاكَ، أَوَجَدْتُمْ فِي أَنْفُسِكُمْ يَا مَعْشَرَ الْأَنْصَارِ، فِي لُعَاعَةٍ مِنَ الدُّنْيَا تَأَلَّفْتُ بِهَا قَوْمًا لِيُسْلِمُوا وَوَكَلْتُكُمْ إِلَى إِسْلاَمِكُمْ، أَفَلاَ تَرْضَوْنَ يَا مَعْشَرَ اْلأَنْصَارِ أَنْ يَذْهَبَ النَّاسُ بِالشَّاةِ وَالْبَعِيرِ وَتَرْجِعُونَ بِرَسُولِ اللهِ فِي رِحَالِكُمْ؟
فَوَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ لَوْلاَ الْهِجْرَةُ لَكُنْتُ امْرَأً مِنَ الْأَنْصَارِ، وَلَوْ سَلَكَ النَّاسُ شِعْبًا وَسَلَكَتِ الْأَنْصَارُ شِعْبًا لَسَلَكْتُ شِعْبَ الْأَنْصَارِ، اللهُمَّ ارْحَمِ الْأَنْصَارَ وَأَبْنَاءَ الْأَنْصَارِ وَأَبْنَاءَ أَبْنَاءِ الْأَنْصَارِ. قَالَ: فَبَكَى الْقَوْمُ حَتَّى أَخْضَلُوا لِحَاهُمْ وَقَالُوا: رَضِينَا بِرَسُولِ اللهِ قِسْمًا وَحَظًّا. ثُمَّ انْصَرَفَ رَسُولُ اللهِ وَتَفَرَّقْنَا
Ketika Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam mulai membagi-bagikan ghanimah kepada beberapa tokoh Quraisy dan kabilah ‘Arab; sama sekali tidak ada dari mereka satu pun yang dari Anshar. Hal ini menimbulkan kejengkelan dalam hati orang-orang Anshar hingga berkembanglah pembicaraan di antara mereka, sampai ada yang mengatakan: “Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam sudah bertemu dengan kaumnya kembali.” Kemudian masuklah Sa’d bin ‘Ubadah radhiyallahu'anhu menemui Rasulullah, dan berkata: “Wahai Rasul Orang-orang Anshar ini merasa tidak enak terhadap anda melihat apa yang anda lakukan dengan harta rampasan yang anda peroleh dan anda bagikan kepada kaummu. Engkau bagikan kepada kabilah ‘Arab dan tidak ada satu pun Anshar yang menerima bagian.” Rasulullah bertanya: “Engkau sendiri di barisan mana, wahai Sa’d?” Katanya: “Saya hanyalah bagian dari mereka.”Kata Rasulullah : “Kumpulkan kaummu di tembok ini.” Lalu datang beberapa orang Muhajirin tapi beliau biarkan mereka, dan mereka pun masuk. Datang pula yang lain, tapi beliau menolak mereka. Setelah mereka berkumpul, Sa’d pun datang, katanya: “Orang-orang Anshar sudah berkumpul untuk anda.”Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam pun menemui mereka, lalu beliau memuji Allah dan menyanjung-Nya dengan pujian yang layak bagi-Nya. Kemudian beliau bersabda:
“Wahai sekalian orang Anshar, apa pembicaraanmu yang sampai kepadaku? Apa perasaan tidak enak yang kalian rasakan dalam hati kalian? Bukankah aku datang kepada kalian dalam keadaan sesat lalu Allah memberi hidayah kepada kamu melalui aku? Bukankah kamu miskin lalu Allah kayakan kamu denganku? Bukankah kamu dahulu bermusuhan lalu Allah satukan hati kamu?” Kata mereka: “Bahkan Allah dan Rasul-Nya lebih banyak memberi kebaikan dan keutamaan.” Rasulullah n menukas: “Mengapa kamu tidak membantahku, wahai kaum Anshar?” “Dengan apa kami membantahmu, wahai Rasulullah? Padahal kepunyaan Allah dan Rasul-Nya semua kebaikan serta keutamaan,” jawab orang-orang Anshar.
Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda: “Demi Allah, kalau kamu mau, kamu dapat mengatakan dan pasti kamu benar dan dibenarkan: ‘Engkau datang kepada kami dalam keadaan didustakan, lalu kami yang membenarkanmu. Engkau datang dalam keadaan terhina, kamilah yang membelamu. Engkau datang dalam keadaan terusir, kamilah yang memberimu tempat. Engkau datang dalam keadaan miskin, kamilah yang mencukupimu. Apakah kalian dapati dalam hati kamu, hai kaum Anshar keinginan terhadap sampah dunia, yang dengan itu aku melunakkan hati suatu kaum agar mereka menerima Islam, dan aku serahkan kamu kepada keislaman kamu. Tidakkah kamu ridha, hai orang-orang Anshar, manusia pergi dengan kambing dan unta mereka, sedangkan kamu pulang ke kampung halamanmu membawa Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam?
Demi yang jiwa Muhammad di Tangan-Nya, kalau bukan karena hijrah, tentulah aku termasuk salah seorang dari Anshar. Seandainya manusia menempuh satu lembah, dan orang-orang Anshar melewati lembah lain, pastilah aku ikut melewati lembah yang dilalui orang-orang Anshar. Ya Allah, rahmatilah orang-orang Anshar, anak-anak kaum Anshar, dan cucu-cucu kaum Anshar.” Mendengar ini, menangislah orang-orang Anshar hingga membasahi janggut-janggut mereka, sambil berkata: “Kami ridha bagian kami adalah Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam ” Kemudian Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam pergi, dan kami pun bubar. (HR. Ahmad) (Fathul Bari 8/49).
Jadikan Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam sebagai idolamu
عن أنس رضي الله عنه أن رجلا سأل النبي صلى الله عليه وسلم عن الساعةفقال متى الساعة قال وماذا أعددت لها قال لا شيء إلا أني أحب الله ورسوله صلى الله عليهوسلم فقال أنت مع من أحببْتَ
قال أنس فما فرحنا بشيءفرحنا بقول النبي صلى الله عليه وسلم أنت مع من أحببت قال أنس فأنا أحب النبي صلى اللهعليه وسلم وأبا بكر وعمر وأرجو أن أكون معهم بِحُبِّيْ إياهم وإن لم أعملبمثل أعمالهم
Dari Anas radhiyallahu ‘anhu bahwasanya ada seseorang yang bertanya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang hari kiamat. Ia berkata, “Kapan hari kiamat terjadi?” Maka beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam balik bertanya, “Apa yang telah engkau persiapkan untuknya?” Ia menjawab, “Tidak ada sama sekali. Hanya saja, sesungguhnya saya mencintai Allah dan Rosul-Nya.” Maka beliau bersabda, “Engkau bersama orang yang engkau cintai.
Berkata Anas: “Tidaklah kami berbahagia dengan sesuatu seperti halnya kebahagiaan kami dengan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Engkau bersama orang yang engkau cintai.” Anas berkata, “Karena saya mencintai Nabi, Abu Bakar dan Umar. Dan saya berharap saya bersama mereka karena kecintaan saya kepada mereka, meskipun saya tidak beramal seperti amal mereka.” (HR.al-Bukhari kitab al-Jumu’ah bab man intazhara hatta tudfan 5/12 no.3688, Muslim 8/42 kitab Al-Birr wash shilah wal aadaab, bab al-Mar’u ma’a man ahabba 8/42 no.6881)
Dari Ummul mu'minin A'isyah radhiyallahu ‘anha berkata:
وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَالرَّسُولَ فَأُولَئِكَ مَعَ الَّذِينَ أَنْعَمَ اللَّهُ عَلَيْهِمْ مِنَ النَّبِيِّينَ وَالصِّدِّيقِينَ وَالشُّهَدَاءِ وَالصَّالِحِينَ وَحَسُنَ أُولَئِكَ رَفِيقًا
“Dan barang siapa yang menaati Allah dan Rasul (Nya), mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu: Nabi-nabi, para shiddiiqiin, orang-orang yang mati syahid dan orang-orang saleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya”. (An Nisa' :69)
Dari ‘Aisyah ummulmu'minin berkata “Bahwa seorang laki-laki datang kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan berkata: “Ya Rasulullah sesungguhnya saya lebih mencintaimu dari diri saya dan anak saya. Apabila saya berada di rumah, saya selalu teringat padamu, sehingga saya tidak sabar dan terus datang untuk melihatmu. Dan apabila saya teringat tentang kematian saya dan kematianmu, maka tahulah (sadarlah) saya. bahwa engkau apabila masuk surga berada di tempat yang tinggi bersama-sama para Nabi, sedang saya apabila masuk surga, saya takut tidak akan melihatmu lagi. Mendengar itu Rasulullah diam tidak menjawab, kemudian turunlah surat an nisa' ayat 69" (Mu’jamut Tahbarani asshagir: 1/26 dan Al-Haitsami dalam kitab mujma’uz zawa’id: 7/7 )
Disebutkan bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan Tsauban, pelayan Rasulullah Saw, karena suatu hari ia mendatangi Rasulullah dalam keadaan khawatir dan sakit, Rasulullah bertanya kepadanya tentang apa yang telah terjadi. Tsauban menjawab, “Wahai Rasulullah! Saya tidak sedang sakit, akan tetapi tengah berpikir bahwa kelak di hari kiamat, saya tidak akan melihat Anda lagi saat saya memasuki neraka, dan jika saya masuk ke surga, sayapun tidak akan bisa hadir di hadapan Anda karena kedudukan dan derajat lebih rendah yang saya miliki dari yang Anda miliki, sesungguhnya masalah inilah yang telah membuat saya bersedih.” Saat inilah kemudian ayat ini diturunkan, dan Rasulullah Saw bersabda kepadanya, “Demi Allah! Keimanan seorang Muslim tidak akan menjadi sempurna sehingga aku lebih dicintai daripada dirinya, ayahnya, ibunya, istrinya, anaknya dan dari seluruh manusia lainnya.” (Majma’ al-Bayân, jil. 3, hal. 110)
Seseorang pernah datang kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan bertanya kepada beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam seraya berkata:
يَا رَسُولَ الله، كيف تقول فِي رَجُلٍ أحبَّ قَوْمًا ولَمْ يَلْحَقْ بِهِمْ؟
“Wahai Rasulullah bagaimana pendapatmu tentang seseorang yang mencintai sebuah kaum namun dia tidak bertemu dengan mereka?”, maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab:
المَرْءُ مَعَ مَنْ أَحَبَّ
Seseorang bersama dengan yang dicintainya” (HR Al-Bukhari no 6169, 6170,) dalam riwayat At-Thirmidzi (4/596) dari hadits Shofwan bin ’Assal ia berkata:
جاء أعرابي جهوري الصوت قال يا محمد الرجل يحب القوم ولما يلحق بهم فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم المرء مع من أحب
Datang seorang arab badui yang bersuara lantang, ia berkata, “Wahai Muhammad, seseorang mencintai suatu kaum dan ia tidak bertemu dengan mereka?”. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Seseorang dikumpulkan kelak dengan yang ia cintai”
Dalam hadits hadits ini terdapat pelajaran besar bagi orang yang mau mengambil ibroh dan pelajaran di antaranya:
1. Hati hati dalam mengambil idola, panutan dan teladan hidup
Mengambil sosok idola bukan perkara remeh dalam islam, karena ketika seseorang yang salah mengambil idola hidupnya dan panutannya di dunia maka ia akan bersama idolanya di akhirat, bila idolanya penghuni neraka maka ia akan menyusul idolanya keneraka akan tetapi bila idolanya penghuni sorga maka ia akan bersama idolanya di sorga.
Dan perlu di ketahui bahwa tabiat manusia sejak diciptakan Allah Ta’ala ada kecenderungan untuk selalu meniru dan mengikuti orang lain yang dikaguminya, baik dalam kebaikan maupun dalam keburukan. sebagaimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“الأرواح جنود مجندة، فما تعارف منها ائتلف وما تناكر اختلف”
“Ruh-ruh manusia adalah kelompok yang selalu bersama, maka yang saling bersesuaian di antara mereka akan saling dekat, dan yang tidak bersesuaian akan saling menjauh dan berselisih” (HR. al-Bukhari no. 3158 dan Muslim no. 2638).
Oleh karenanya Allah mengingatkan di dalam Al Qur'an agar jangan sembarang mengikuti orang orang yang tidak patut dan layak di jadikan teladan dan idola.
وَلَا تُطِعْ مَنْ أَغْفَلْنَا قَلْبَهُ عَنْ ذِكْرِنَا وَاتَّبَعَ هَوَاهُ
“Dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingati Kami, serta menuruti hawa nafsunya” (al Kahfi: 28) Ibnu Katsir menafsirkan "Yakni orang orang yang melupakan agama dan orang orang yang meyembahan Allah ta'ala karena dunia".
Siapakah orang yang pantas di idolakan?
1. Para nabi dan rasul, sebagimana Allah Ta’ala berfirman:
وَكُلا نَقُصُّ عَلَيْكَ مِنْ أَنْبَاءِ الرُّسُلِ مَا نُثَبِّتُ بِهِ فُؤَادَكَ وَجَاءَكَ فِي هَذِهِ الْحَقُّ وَمَوْعِظَةٌ وَذِكْرَى لِلْمُؤْمِنِينَ
“Dan semua kisah para rasul Kami ceritakan kepadamu, ialah kisah-kisah yang dengannya Kami teguhkan hatimu; dan dalam surat ini telah datang kepadamu kebenaran serta pengajaran dan peringatan bagi orang-orang yang beriman” (QS Huud:120).
Syaikh Abdurrahman as-Sa’di berkata, “Yaitu: supaya hatimu tenang dan teguh (dalam keimanan), dan (supaya kamu) bersabar seperti sabarnya para Rasul ‘alaihimush sholaatu wa salaam, karena jiwa manusia (cenderung) senang meniru dan mengikuti (orang lain), dan (ini menjadikannya lebih) bersemangat dalam beramal shaleh, serta berlomba dalam mengerjakan kebaikan…("Taisiirul Kariimir Rahmaan” hal. 392).
قَدْ كَانَتْ لَكُمْ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ فِي إِبْرَاهِيمَ وَالَّذِينَ مَعَهُ إِذْ قَالُوا لِقَوْمِهِمْ إِنَّا بُرَآَءُ مِنْكُمْ وَمِمَّا تَعْبُدُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ كَفَرْنَا بِكُمْ وَبَدَا بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمُ الْعَدَاوَةُ وَالْبَغْضَاءُ أَبَدًا حَتَّى تُؤْمِنُوا بِاللَّهِ وَحْدَهُ
“Sesungguhnya telah ada suri tauladan yang baik bagimu pada diri (nabi) Ibrahim dan orang-orang yang bersamanya (yang mengikuti petunjuknya); ketika mereka berkata kepada kaum mereka: “Sesungguhnya kami berlepas diri dari kamu dan dari apa yang kamu sembah selain Allah, kami ingkari (kekafiran)mu dan telah nyata antara kami dan kamu permusuhan dan kebencian buat selama-lamanya sampai kamu beriman kepada Allah semata” (QS al-Mumtahanah:4).
2. Yang terbaik dari para nabi dan rasul adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai mana firman Allah ta'ala:
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (balasan kebaikan pada) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah” (QS al-Ahzaab:21).
وَإِنّكَ لَعَلَىَ خُلُقٍ عَظِيمٍ
Dan sesungguhnya engkau sungguh berakhlak yang agung. (Al Qolam 4)
3. Para sahabat rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, karena Allah memuji mereka dalam banyak ayat al-Qur’an, di antaranya firman-Nya,
مُحَمَّدٌ رَسُولُ اللَّهِ وَالَّذِينَ مَعَهُ أَشِدَّاءُ عَلَى الْكُفَّارِ رُحَمَاءُ بَيْنَهُمْ تَرَاهُمْ رُكَّعًا سُجَّدًا يَبْتَغُونَ فَضْلًا مِنَ اللَّهِ وَرِضْوَانًا سِيمَاهُمْ فِي وُجُوهِهِمْ مِنْ أَثَرِ السُّجُودِ ذَلِكَ مَثَلُهُمْ فِي التَّوْرَاةِ وَمَثَلُهُمْ فِي الْإِنْجِيلِ كَزَرْعٍ أَخْرَجَ شَطْأَهُ فَآَزَرَهُ فَاسْتَغْلَظَ فَاسْتَوَى عَلَى سُوقِهِ يُعْجِبُ الزُّرَّاعَ لِيَغِيظَ بِهِمُ الْكُفَّارَ وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آَمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ مِنْهُمْ مَغْفِرَةً وَأَجْرًا عَظِيمًا
“Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dia (para sahabat) adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi penyayang di antara sesama mereka, kamu lihat mereka ruku’ dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya, tanda-tanda meraka tampak pada muka mereka dari bekas sujud. Demikianlah sifat-sifat mereka dlm Taurat dan sifat-sifat mereka dlm Injil, yaitu seperti tanaman mengeluarkan tunasnya maka tunas itu menjadikan tanaman itu kuat lalu menjadi besarlah dia dan tegak lurus di atas pokoknya; tanaman itu menyenangkan hati penanam-penanamnya karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir (dengan kekuatan orang-orang mu’min). Allah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh di antara mereka ampunan dan pahala yang besar” (QS al-Fath:29).
Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkata, “Barangsiapa di antara kamu yang ingin mengambil teladan, maka hendaknya dia berteladan degan para sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, karena mereka adalah orang-orang yang paling baik hatinya di umat ini, paling dalam pemahaman (agamanya), paling jauh dari sikap berlebih-lebihan, paling lurus petunjuknya, dan paling baik keadaannya, mereka adalah orang-orang yang dipilih oleh Allah utk menjadi sahabat nabi-Nya, maka kenalilah keutaman mereka dan ikutilah jejak-jejak mereka, karena sesungguhnya mereka berada di atas petunjuk yang lurus” (Dinukil oleh imam Ibnu ‘Abdil Barr dgn sanadnya dlm kitab “Jaami’u bayaanil ‘ilmi wa fadhlihi” no. 1118).
4. Para ulama, orang orang shaleh dan ahli ibadah sebagimana firmannya:
وَاصْبِرْ نَفْسَكَ مَعَ الَّذِينَ يَدْعُونَ رَبَّهُمْ بِالْغَدَاةِ وَالْعَشِيِّ يُرِيدُونَ وَجْهَهُ وَلَا تَعْدُ عَيْنَاكَ عَنْهُمْ تُرِيدُ زِينَةَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا
" Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan senja hari dengan mengharap keridhaan-Nya dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka (karena) mengharapkan perhiasan dunia ini:" (al Kahfi: 28)
Ibnu Katsir menafsirkan ayat diatas: Yakni duduklah kamu bersama hamba-hamba Allah yang berdzikir kepada Allah, bertahlil, bertahmid, bertasbih, bertakbir, dan memohon kepada-Nya pagi dan petang, baik mereka itu miskin ataupun kaya, kuat ataupun lemah"
Ibnu Abbas berkata: “Dan janganlah kamu memalingkan pandangan dari mereka ke arah orang lain hanya karena mencari teman yang mulia dan kaya sebagai pengganti mereka.”
2. Kecintaan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah salah satu sebab masuk sorga bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Semua orang islam ketika di beri pertanyaan, maukah kamu masuk sorga bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam? pasti jawabannya sangat mau, akan tetapi apakah cukup dengan pengakuan belaka, sebagaimana halnya orang yang mengaku mencintai Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam apakah cukup pengakuannya di katakan ia telah mencintai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam?
Maka jawabannya ada pada firman Allah ta'ala:
قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَاللهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ قُلْ أَطِيعُوا اللهَ وَالرَّسُولَ فَإِنْ تَوَلَّوْا فَإِنَّ اللهَ لاَ يُحِبُّ الْكَافِرِينَ
Katakanlah, “Jika kalian (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosa kalian.” Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Katakanlah, Taatilah Allah dan Rasul-Nya. Jika kalian berpaling maka sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang kafir.” (QS Ali Imran 31-32).
Hasan bin Abi al-Hasan dan Ibnu al-Juraij menuturkan, ada beberapa kaum berkata kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam “Wahai Muhammad, sungguh kami mencintai Tuhan kami.” Kemudian turun ayat ini memerintahkan mereka untuk mengikuti Muhammad shalaullahu alaihi wasallam sebagai bukti kecintaan mereka kepada Allah. (As-Suyuthi, al-Durr al-Mantsûr fî Tafsîr al-Ma’tsûr, 11/30, Ath-Thabari, Jamî’ al-Bayân fî Ta’wîl al-Qur’ân, 111)
Ibnu Katsir menjelaskan, “Ayat ini menegaskan, setiap orang yang mengaku cinta kepada Allah, namun tidak berada di atas tharîqah (jalan atau sunnah) Mahammad shallallahu ‘alaihi wa sallam , sungguh dia telah berdusta dalam pengakuannya itu, hingga dia mau mengikuti syariah dan agama Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam ucapan dan tindakannya.” Tafsir Ibnu Katsir (1/477).
Jadi kecintaan kepada Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak sekedar pengakuan belaka akan tetapi harus di buktikan lewat bukti bukti nyata lewat keyakinan, perkataan dan perbuatan.
Bukti kecintaan kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam
1. Merindukan perjumpaan dengan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam di sorga
kalaulah kita boleh berangan angan tentulah kita ingin seperti para sahabta yang bersama sama Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam di dunia dan akhirat, namun Rasul telah meninggalkan kita semua dan tidak mungkin kembali ke alam dunia, akan tetapi sebagai seorang muslim tidak boleh putus asa untuk terus bercita cita bertemu dengan beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam di sorga bukankah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang bersabda:
المَرْءُ مَعَ مَنْ أَحَبَّ
Seseorang bersama dengan yang dicintainya” (HR Al-Bukhari )
2. Bergegas dalam melaksanakan segala suruhan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan meninggalkan segala larangan larangannya
فَانْطَلَقَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَصْحَابُهُ حَتَّى سَبَقُوا الْمُشْرِكِينَ إِلَى بَدْرٍ وَجَاءَ الْمُشْرِكُونَ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا يُقَدِّمَنَّ أَحَدٌ مِنْكُمْ إِلَى شَيْءٍ حَتَّى أَكُونَ أَنَا دُونَهُ فَدَنَا الْمُشْرِكُونَ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قُومُوا إِلَى جَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمَوَاتُ وَالْأَرْضُ قَالَ يَقُولُ عُمَيْرُ بْنُ الْحُمَامِ الْأَنْصَارِيُّ يَا رَسُولَ اللَّهِ جَنَّةٌ عَرْضُهَا السَّمَوَاتُ وَالْأَرْضُ قَالَ نَعَمْ قَالَ بَخٍ بَخٍ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا يَحْمِلُكَ عَلَى قَوْلِكَ بَخٍ بَخٍ قَالَ لَا وَاللَّهِ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِلَّا رَجَاءَةَ أَنْ أَكُونَ مِنْ أَهْلِهَا قَالَ فَإِنَّكَ مِنْ أَهْلِهَا فَأَخْرَجَ تَمَرَاتٍ مِنْ قَرَنِهِ فَجَعَلَ يَأْكُلُ مِنْهُنَّ ثُمَّ قَالَ لَئِنْ أَنَا حَيِيتُ حَتَّى آكُلَ تَمَرَاتِي هَذِهِ إِنَّهَا لَحَيَاةٌ طَوِيلَةٌ قَالَ فَرَمَى بِمَا كَانَ مَعَهُ مِنْ التَّمْرِ ثُمَّ قَاتَلَهُمْ حَتَّى قُتِلَ»
Kemudian nabi saw. berangkat bersama para shahabatnya hingga mendahului kaum musyrikin sampai ke sumur badar. Dan setelah itu kaum musyrikin pun datang. Kemudian Rasulullah saw. bersabda: Berdirilah kalian menuju syurga yang luasnya seluas langit dan bumi. Anas bin Malik berkata: Maka berkatalah Umair bin al Hamam al Anshary: Wahai Rasulullah! Benarkah yang kau maksud itu syurga yang luasnya seluas langit dan bumi? Rasulullah saw. menjawab: Benar. Umair berkata: Bakh- bakh (ehm-ehm..). Rasulullah saw. bertanya kepada Umair: Wahai Umair, apa yang mendorongmu untuk berkata bakh- bakh (ehm-ehm)? Umair berkata tidak ada apa-apa Ya Rasulullah, kecuali aku ingin menjadi penghuninya. Rasulullah saw. bersabda: Sesunguhnya engkau termasuk penghuninya, Wahai Umair! Anas bin Malik berkata: Kemudian Umair bin Al Hamam mengeluarkan beberapa korma dari wadahnya dan ia pun memakannya. Kemudian berkata: Jika aku hidup hingga aku memakan kurma-kurma ini sesungguhnya itu adalah kehidupan yang lama sekali. Anas berkata: Maka Umair pun melemparkan kurma yang dibawanya, kemudian maju untuk memerangi kaum musyrikin hinga terbunuh. (HR. Imam Muslim dari sahabat Anas bin Malik radhiyallahu'anhu)
3. Mencintai Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam melebihi segalanya
Dari Abu Hurairah radhiyallahu'anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
فَوَ الَذِيْ نَفْسِيْ بِيَدِهِ لَا يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى أَكُونَ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِن وَلَدِهِ وَ وَالِدِهِ رواه البخاري
"Demi Dzat yang jiwaku di tanganNya. Tidak sempurna iman salah seorang dari kalian, hingga menjadikan aku lebih ia cintai dari anaknya dan orang tuanya" ( HR al Bukhari, kitab al Iman, Bab Hubbur Rasul minal Imaan, no. 13.)
Dari Umar bin Al Khaththab radhiyallahu'anhu berkata:
كُنَّا مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ آخِذٌ بِيَدِ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ فَقَالَ لَهُ عُمَرُ يَا رَسُولَ اللَّهِ لَأَنْتَ أَحَبُّ إِلَيَّ مِنْ كُلِّ شَيْءٍ إِلَّا مِنْ نَفْسِي فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ حَتَّى أَكُونَ أَحَبَّ إِلَيْكَ مِنْ نَفْسِكَ فَقَالَ لَهُ عُمَرُ فَإِنَّهُ الْآنَ وَاللَّهِ لَأَنْتَ أَحَبُّ إِلَيَّ مِنْ نَفْسِي فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْآنَ يَا عُمَر ُ رواه البخاري
"Kami bersama Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, dan beliau dalam keadaan memegang tangan Umar bin Al Khaththab, lalu Umar berkata kepada beliau: "Wahai, Rasululah! Sungguh engkau lebih aku cintai dari segala sesuatu kecuali diriku," lalu Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Tidak, demi Dzat yang jiwaku di tanganNya, sampai aku lebih kamu cintai dari dirimu sendiri". Lalu Umarpun berkata: "Sekarang, demi Allah, sungguh engkau lebih aku cintai dari diriku sendiri," lalu Nabi n bersabda: "Sekarang, wahai Umar!" (HR al Bukhari, kitab al Aimaan an an Nudzur, Bab Kaifa Kaanat Yamiin an Nabi, no. 6632.)
Dari Anas bin Malik radhiyallahu'anhu, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
ثَلَاثٌ مَنْ كُنَّ فِيهِ وَجَدَ حَلَاوَةَ الْإِيمَانِ مَنْ كَانَ اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِمَّا سِوَاهُمَا وَمَنْ أَحَبَّ عَبْدًا لَا يُحِبُّهُ إِلَّا لِلَّهِ عَزَّ وَجَلَّ وَمَنْ يَكْرَهُ أَنْ يَعُودَ فِي الْكُفْرِ بَعْدَ إِذْ أَنْقَذَهُ اللَّهُ مِنْهُ كَمَا يَكْرَهُ أَنْ يُلْقَى فِي النَّار
"Tiga hal, yang apabila seorang memilikinya, maka akan mendapatkan manisnya; orang yang menjadikan Allah dan RasulNya lebih ia cintai dari selainnya, orang yang mencintai seorang hamba hanya karena Allah, dan orang yang benci pada kekafiran setelah Allah selamatkan darinya sebagaimana benci dilemparkan ke Neraka". (HR al Bukhari, kitab al Iman, Bab Halaawat Iman, no. 16.)
4. Mengeluarkan segala kemampuan kita untuk menolong dan membela sunnah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam walaupun harus menghabiskan jiwa dan raga serta harta dan waktu.
إِنَّا أَرْسَلْنَاكَ شَاهِدًا وَمُبَشِّرًا وَنَذِيرًا لِتُؤْمِنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وَتُعَزِّرُوهُ وَتُوَقِّرُوهُ وَتُسَبِّحُوهُ بُكْرَةً وَأَصِيلا
Sesungguhnya Kami mengutus kamu sebagai saksi, pembawa berita gembira dan pemberi peringatan, supaya kamu sekalian beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, menguatkan (agama)Nya, membesarkan-Nya. dan bertasbih kepada-Nya di waktu pagi dan petang (QS. Al-Fath: 8-9).
فَالَّذِينَ ءَامَنُواْ بِهِ وَعَزَّرُوهُ وَنَصَرُوهُ وَاتَّبَعُواْ النُّورَ الَّذِى أُنزِلَ مَعَهُ أُوْلَـئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
"Maka orang-orang yang beriman kepadanya memuliakannya, menolongnya, dan mengikuti cahaya terang yang diturunkan kepadanya (Al- Qur'an). Mereka itulah orang-orang yang beruntung." (Q.S. Al-A'raf:157)
5. Memperbanyak shalawat dan salam untuk baginda tatkala nama baginda Shallallahu 'alaihi wa sallam disebut. Allah berfirman:
إِنَّ اللَّهَ وَمَلَـئِكَـتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِىِّ يأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُواْ صَلُّواْ عَلَيْهِ وَسَلِّمُواْ تَسْلِيماً
"Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Wahai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kalian untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya." (Q.S. Al-Ahzab:56)
عن أنس بن مالك قال: قال رسول الله : مَن صلَّى عليَّ صلاةً واحدةً ، صَلى اللهُ عليه عَشْرَ صَلَوَاتٍ، وحُطَّتْ عنه عَشْرُ خَطياتٍ ، ورُفِعَتْ له عَشْرُدَرَجَاتٍ
Dari Anas bin malik radhiallahu ‘anhu, beliau berkata bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Barangsiapa yang mengucapkan shalawat kepadaku satu kali maka Allah akan bershalawat baginya sepuluh kali, dan digugurkan sepuluh kesalahan (dosa)nya, serta ditinggikan baginya sepuluh derajat/tingkatan (di surga kelak)” (HR. An-Nasa’i no. 1297, Ahmad 3/102 dan 261, Ibnu Hibban no. 904 dan al-Hakim no. 2018, dishahihkan al-Albani rahimahullah dalam “Shahihul adabil mufrad” no. 643).
Faidah penting :
- Yang dimaksud dengan shalawat disini adalah shalawat yang diajarkan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits-hadits beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang shahih (yang biasa dibaca oleh kaum muslimin dalam shalat mereka ketika tasyahhud), bukan shalawat-shalawat yang diada-adakan oleh orang-orang yang datang belakangan.
- Banyak bershalawat kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam merupakan tanda cinta seorang muslim kepada beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam
- Makna shalawat kepada nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah meminta kepada Allah Ta’ala agar Dia memuliakan beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam, memenangkan agama dan mengokohkan syariat Islam yang beliau bawa. Dan di akhirat dengan melipatgandakan pahala kebaikan beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam, memudahkan syafa’at kepada umatnya dan menampakkan keutamaan beliau pada hari kiamat di hadapan seluruh makhluk (Lihat kitab “Fathul Baari” 11/156)
6. Mengikuti dan meneladani kepribadian Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam
لَقَدْ كانَ لَكُمْ في رَسُولِ اللهِأُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كانَ يَرْجُوا اللهَ وَ الْيَوْمَ الْآخِرَ وَ ذَكَرَاللهَ كَثيراً
"Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah itu suri teladan yang baik bagi kalian, yaitu bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan banyak menyebut Allah." (Q.S. Al-Ahzab:21)
Ibnu Katsir berkata, "Ayat ini menjadi dasar dalam mengikuti Nabi baik dalam ucapan, perbuatan, mahupun keadaannya. Ayat ini juga menjelaskan bahwa bentuk kecintaan kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam adalah dengan mengikuti segala apa yang dibawanya yang berasal dari Rabb-nya."
إِنَّ مِنْ أَخْيَرِكُمْ أَحْسَنَكُمْ خُلُقًا
“Sesungguhnya yang terbaik di antara kalian adalah yang paling baik akhlaknya.” (HR. al-Bukhari, 10/378 dan Muslim no. 2321)
مَا مِنْ شَيْءٍ أَثْقَلُ فِي الْمِيْزَانِ مِنْ حُسْنِ الْخُلُقِ
“Tidak ada sesuatu yang lebih berat dalam al-mizan (timbangan) daripada akhlak yang baik.” (HR. Abu Dawud no. 4799, disahihkan oleh al-Albani)
Dan tidak ada manusia yang pantas untuk di tiru akhlaknya kecuali Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, dan Ketinggian akhlak beliau tecermin dalam hadits Aisyah :
كاَنَ خُلُقُهُ الْقُرْآنَ
“Akhlak Rasulullah n adalah al-Qur’an.” (HR. Muslim)
7. Membela dan melawan orang-orang yang mengejek serta merendahkan sunnah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam
عَنْ أَبِي رَبَاحٍ عن سَعِيدُ بْنُ الْمُسَيَّبِأنه رأى رَجُلاً يُصَلِّي بَعْدَ طُلُوْعِ الْفَجْرِ أَكْثَرَ مِنْرَّكْعَتَيْنِ يُكْثِرُ فِيْهَا الرُّكُوْعَ وَالسُّجُوْدَ فَنَهَاهُ فَقَالَ يَا أَبَا مُحَمَّدٍ أَيُعَذِّبُنِي اللَّهُ عَلَى الصَّلاَةِ قَالَ لاَ وَلَكِنْ يُعَذِّبُكَ اللَّهُ بِخِلاَفِ السُّنَّةِ
“Riwayat dari Abi Rabah, dari Sa’id bin Musayyab, bahwa dia melihat seorang lelaki shalat setelah terbit fajar, lebih banyak dari dua raka’at, dia memperbanyak ruku’ dan sujud, maka Sa’id bin Musayyab melarangnya, lalu orang itu bertanya: Wahai Abu Muhammad, apakah Allah akan menyiksaku karena shalat? Sa’id menjawab: “Tidak, tetapi Allah akan menyiksamu karena (kamu) menyelisihi sunnah.”
8. Wajib mendengar dan ta'at dan tidak boleh menyelisihi Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam
إِنَّمَا كَانَ قَوْلَ الْمُؤْمِنِينَ إِذَا دُعُوا إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ لِيَحْكُمَ بَيْنَهُمْ أَن يَقُولُوا سَمِعْنَا وَأَطَعْنَا وَأُوْلَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
“Sesungguhnya jawaban oran-orang mukmin, bila mereka dipanggil kepada Allah dan rasul-Nya agar rasul menghukum (mengadili) di antara mereka ialah ucapan. “Kami mendengar, dan kami patuh”. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung.”(An-Nur :51)
فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَومِ الآخِرِ ذَلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلاً
“Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur’an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (An Nisaa : 59)
9. Berhukum dengan syariat yang dibawa oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dan tidak boleh ada kebimbangan dalam keputusannya.
فَلا وَرَبِّكَ لا يُؤْمِنُونَ حَتَّى يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ ثُمَّ لا يَجِدُوا فِي أَنْفُسِهِمْ حَرَجًا مِمَّا قَضَيْتَ وَيُسَلِّمُوا تَسْلِيمًا
“Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya” (QS. An-Nisaa’ : 65).
sebab turun ayat ini
حدثنا عبد الله بن يوسف: حدثنا الليث قال: حدثني ابن شهاب، عن عروة، عن عبد الله بن الزبير رضي الله عنهما أنه حدثه: أن رجلا من الأنصار، خاصم الزبير عند النبي صلى الله عليه وسلم في شراج الحرة، التي يسقون بها النخل، فقال الأنصاري: سرح الماء يمر، فأبى عليه، فاختصما عند النبي صلى الله عليه وسلم، فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم للزبير: (اسق يا زبير، ثم أرسل الماء إلى جارك). فغضب الأنصاري فقال: أن كان ابن عمتك؟ فتلون وجه رسول الله صلى الله عليه وسلم، ثم قال: (اسق يا زبير، ثم احبس الماء حتى يرجع إلى الجدر). فقال الزبير: والله إني لأحسب هذه الآية نزلت في ذلك: {فلا وربك لا يؤمنون حتى يحكموك فيما شجر بينهم}.
Telah menceritakan kepada kami ‘Abdullah bin Yuusuf : Telah menceritakan kepada kami Al-Laits, ia berkata : Telah menceritakan kepadaku Ibnu Syihaab, dari ‘Urwah, dari ‘Abdullah bin Az-Zubair radliyallaahu ‘anhumaa bahwasannya ia menceritakan kepadanya : Ada seorang laki-laki dari kalangan Anshaar yang bertengkar dengan Az-Zubair di samping Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam tentang aliran air di daerah Al-Harrah yang mereka gunakan untuk menyirami kebun kurma. Orang Anshaar tersebut berkata : “Bukalah air agar bisa mengalir”. Az-Zubair menolaknya lalu keduanya bertengkar di hadapan Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam. Maka Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam berkata kepada Az-Zubair : “Wahai Az-Zubair, berilah air (untuk kebunmu dulu), kemudian alirkanlah buat tetanggamu”. Orang Anshaar itu marah dan berkata : “Tentu saja kamu bela dia karena dia putra bibimu”. Maka wajah Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam memerah kemudian berkata : “Wahai Zubair, (untuk kebunmu dulu) kemudian bendunglah hingga air itu kembali ke dasar kebun". Maka Az-Zubair berkata : “Demi Allah, sungguh aku menganggap bahwa ayat ini turun tentang peristiwa tersebut (yaitu firman Allah QS. An-Nisaa’ : 65) : “Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan”( Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 2359-2360).
وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلا مُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَمْرًا أَنْ يَكُونَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ مِنْ أَمْرِهِمْ وَمَنْ يَعْصِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ ضَلَّ ضَلالا مُبِينًا
Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Alloh dan Rosul-Nya Telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. dan barangsiapa mendurhakai Alloh dan Rosul-Nya Maka sungguhlah dia Telah sesat, sesat yang nyata. (QS. Al-Ahzab: 36)
10. Memberi nasihat kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam.
عَنْ أَبِيْ رُقَيَّةَ تَمِيْمِ بْنِ أَوْسٍ الدَّارِيِّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ عَنْ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ الدِّيْنُ النَّصِيْحَةُ، الدِّيْنُ النَّصِيْحَةُ، الدِّيْنُ النَّصِيْحَةُقَالُوْا : لِمَنْ يَا رَسُوْلَ اللهِ ؟قَالأَ : لِلَّهِ، وَلِكِتَابِهِ، وَلِرَسُوْلِهِ، وَلأَئِمَّةِ الْمُسْلِمِيْنَ أَوْ لِلمُؤْمِنِيْنَ، وَعَامَّتِهِمْ
Dari Abi Ruqayyah, Tamim bin Aus ad-Dari radhiyallahu'anhu, dari Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bahwasanya beliau bersabda:“Agama itu adalah nasihat, agama itu adalah nasihat, agama itu adalah nasihat”.Mereka (para sahabat) bertanya, ”Untuk siapa, wahai Rasulullah?”Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam menjawab,”Untuk Allah, Kitab-Nya, asul-Nya, Imam kaum Muslimin atau Mukminin, dan bagi kaum Muslimin pada umumnya. (HR. Bhukori dan Muslim)
Imam Nawawi berkata di dalam kitab beliau, Syarah Shahih Muslim, "Adapun nasihat bagi Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam (maknanya) adalah membenarkan risalah yang baginda Shallallahu 'alaihi wa sallam bawa, mengimani segala yang baginda Shallallahu 'alaihi wa sallam sampaikan, taat kepada perintah dan larangan baginda, memberikan pembelaan kepada baginda Shallallahu 'alaihi wa sallam baik ketika baginda masih hidup maupun sesudah wafat, memusuhi orang yang menentang baginda Shallallahu 'alaihi wa sallam, menghidupkan sunnah-sunnah baginda Shallallahu 'alaihi wa sallam, menyebarkan dakwah dan syariat baginda Shallallahu 'alaihi wa sallam dengan memperhatikan adab-adabnya, yaitu menahan diri bertutur tentang syariat beliau tanpa dasar ilmu, menghormati orang-orang yang mempelajari syariat tersebut, yang berakhlak dengan akhlak yang terdapat di dalamnya, yang beradab dengan adab-adab yang terkandung di dalamnya, mencintai keluarga dan para shahabat baginda, dan menjauhi pelaku bid'ah dalam syariat baginda atau orang yang mencela para shahabat baginda Shallallahu 'alaihi wa sallam, dan lain-lain."
Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam adalah rammat Allah yang paling besar bagi manusia
Sesungguhnya rahmat dan kasih sayang Allah ta'ala sangatlah luas dan tidak terkhusus kepada orang orang yang beriman saja bahkan kepada orang yang jelas kafir dan musyrik sekalipun Allah ta'ala masih memberikan kasih sayangnya kepada mereka perhatikan firman Allah ta'ala:
لَقَدْ كَفَرَ الَّذِينَ قَالُوا إِنَّ اللَّهَ هُوَ الْمَسِيحُ ابْنُ مَرْيَمَ وَقَالَ الْمَسِيحُ يَا بَنِي إِسْرَائِيلَ اعْبُدُوا اللَّهَ رَبِّي وَرَبَّكُمْ إِنَّهُ مَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدْ حَرَّمَ اللَّهُ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ وَمَأْوَاهُ النَّارُ وَمَا لِلظَّالِمِينَ مِنْ أَنْصَارٍ لَقَدْ كَفَرَ الَّذِينَ قَالُوا إِنَّ اللَّهَ ثَالِثُثَلاثَةٍ وَمَا مِنْ إِلَهٍ إِلا إِلَهٌ وَاحِدٌ وَإِنْ لَمْ يَنْتَهُوا عَمَّا يَقُولُونَ لَيَمَسَّنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ أَفَلَا يَتُوبُونَ إِلَى ٱللَّهِ وَيَسْتَغْفِرُونَهُۥ ۚ وَٱللَّهُ غَفُورٌۭ رَّحِيمٌۭ
“Sesungguhnya telah kafirlah orang-orang yang berkata: “Sesungguhnya Allah adalah Al Masih putra Maryam”, padahal Al Masih (sendiri) berkata: “Hai Bani Israel, sembahlah Allah Tuhanku dan Tuhanmu” Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya surga, dan tempatnya ialah neraka, tidaklah ada bagi orang-orang lalim itu seorang penolong pun sesungguhnya kafirlah orang-orang yang mengatakan: "Bahwasanya Allah salah satu dari yang tiga", padahal sekali-kali tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Tuhan Yang Esa. Jika mereka tidak berhenti dari apa yang mereka katakan itu, pasti orang-orang yang kafir di antara mereka akan ditimpa siksaan yang pedih." mengapa mereka tidak bertaubat kepada Allah dan memohon ampun kepadanya, Allah maha pengampun lagi maha penyayang (QS.Al Maidah:72-73).
lihatlah ayat ini baik baik Allah ta'ala dengan rahmat dan kasih sayangnya masih memberikan kesempatan kepada orang yang mengatakan Allah salah satu dari yang tiga, untuk meminta ampun dan bertaubat.
إِنَّ الَّذِينَ فَتَنُوا الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ ثُمَّ لَمْ يَتُوبُوا فَلَهُمْ عَذَابُ جَهَنَّمَ وَلَهُمْ عَذَابُ الْحَرِيقِ إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَهُمْ جَنَّاتٌ تَجْرِي مِن تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ ۚ ذَٰلِكَ الْفَوْزُ الْكَبِيرُ
“Sesungguhnya, orang-orang yang mendatangkan cobaan kepada orang-orang yang mukmin laki-laki dan wanita kemudian mereka tidak bertobat, maka bagi mereka azab Jahannam dan azab (neraka) yang membakar. Se sungguhnya, orang-orang yang beriman dan melakukan amal-amal yang saleh, bagi mereka surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai. Itulah keberuntungan yang besar. “ (QS. Al-Buruuj: 10-11)
lihatlah di dalam ayat ini pun Allah memberi kesempatan untuk bertaubat kepada raja yang bengis dalam kisah ashabul uhdud yang telah membakar ribuan nyawa, bukti jelas bahwa rahmat Allah sangat luas. dan banyak lagi kisah kisah yang menunjukan keluasan rahmat Allah ta'ala.
Dan rahmat serta kasih sayang Allah ta'ala yang paling tinggi adalah di utusnya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam kepada manusia, untuk mengeluarkan manusia dari penyembahan kepada selainya.
لَقَدْ مَنَّ اللَّهُ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ إِذْ بَعَثَ فِيهِمْ رَسُولًا مِنْ أَنْفُسِهِمْ
"Sungguh Allah telah memberikan karunia kepada orang-orang beriman ketika Allah mengutus kepada mereka seorang Rasul di tengah-tengah mereka dari kalangan mereka sendiri." (QS. Ali Imran: 164).
oleh karenanya maka selayaknya kewajiban bagi seorang mu'min adalah mensyukuri ni'mat ini, sebagimana firmannya:
يَآأَيُّهَا النَّاسُ قَدْ جَآءَتْكُم مَّوْعِظَةٌ مِّن رَّبِّكُمْ وَشِفَآءٌ لِّمَا فِي الصُّدُورِ وَهُدًى وَرَحْمَةٌ لِّلْمُؤْمِنِينَ قُلْ بِفَضْلِ اللهِ وَبِرَحْمَتِهِ فَبِذَلِكَ فَلْيَفْرَحُوا هُوَ خَيْرٌ مِّمَّا يَجْمَعُونَ
“Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Rabb-mu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk, serta rahmat bagi orang-orang yang beriman. Katakanlah, ‘Dengan karunia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira. Karunia Allah dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan“. (QS. Yunus, 57-58)
ayat ini Allah ta'ala menyuruh kita bergembira dengan sebab rahmat-Nya sedangkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam adalah rahmat-Nya yang paling agung. Allah Ta’ala berfirman:
وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ
‘Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.’ (Al-Anbiya’: 107).”
Dan cara bergembira dan mensyukuri rahmat dan karunia Allah dengan di utusnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam adalah "cintai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sebagaimana para sahabat telah mencintai rasul shallallahu ‘alaihi wasallam".
Cintai Rasulullah sebagaimana para sahabat telah mencintai rasul shallallahu ‘alaihi wasallam
Tidak ada manusia terbaik setelah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam kecuali para sahabat, merekalah manusia pilihan untuk menemani rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam mengemban amanah wahyu, dan pengagungan serta kecintaan para sahabat kepada rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam adalah kecintaan yang tidak ada tandingannya bagi orang orang yang sesudahnya.
· Kecintaan para sahabat kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sebagaimana di sebutkan dalam potongan hadits urwah.
فَرَجَعَ عُرْوَةُ إِلَى أَصْحَابِهِ، فَقَالَ: أَيْ قَوْمِ، وَاللَّهِ لَقَدْ وَفَدْتُ عَلَى المُلُوكِ، وَوَفَدْتُ عَلَى قَيْصَرَ، وَكِسْرَى، وَالنَّجَاشِيِّ، وَاللَّهِ إِنْ رَأَيْتُ مَلِكًا قَطُّ يُعَظِّمُهُ أَصْحَابُهُ مَا يُعَظِّمُ أَصْحَابُ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مُحَمَّدًا، وَاللَّهِ إِنْ تَنَخَّمَ نُخَامَةً إِلَّا وَقَعَتْ فِي كَفِّ رَجُلٍ مِنْهُمْ، فَدَلَكَ بِهَا وَجْهَهُ وَجِلْدَهُ، وَإِذَا أَمَرَهُمْ ابْتَدَرُوا أَمْرَهُ، وَإِذَا تَوَضَّأَ كَادُوا يَقْتَتِلُونَ عَلَى وَضُوئِهِ، وَإِذَا تَكَلَّمَ خَفَضُوا أَصْوَاتَهُمْ عِنْدَهُ، وَمَا يُحِدُّونَ إِلَيْهِ النَّظَرَ تَعْظِيمًا لَه
Maka 'Urwah pun kembali kepada sahabat-sahabatnya lalu berkata: "Wahai kaum, demi Allah, sungguh aku pernah menjadi utusan yang diutus mengahap raja-raja, juga Qaisar (raja Romawi) dan Kisra (raja Parsia) juga kepada raja an-Najasiy. Demi Allah, tidak pernah aku melihat seorang rajapun yang begitu diagungkan seperti para sahabat Muhamad shallallahu 'alaihi wasallam mengagungkan Muhammad. Sungguh tidaklah dia berdahak lalu mengenai telapak seorang dari mereka kecuali dia akan membasuhkan dahak itu ke wajah dan kulitnya dan jika dia memerintahkan mereka maka mereka segera berebut melaksnakannya dan apabila dia berwudhu' hampir-hampir mereka berkelahi karena memperebutkan sisa air wudhu'nya itu dan jika dia berbicara maka mereka merendahkan suara mereka (mendengarkan dengan seksama) dan tidaklah mereka mengarahkan pandangan kepadanya karena sangat menghormatinya (HR. al-Bukhari di kitab asy-Syurut, bab asy-Syurut fi al-Jihad wa al-Musholahah ma'a Ahli al-Harbi wa Kitabati asy-Syurut, no. 2731).
Inilah salah satu bentuk bagaimana kesungguhan kecintaan para sahabat kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.
· Kecintaan Ummu Habibah Radhiyallahu’anhu kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.
Ketika Abu Sufyan mengunjungi putrinya, Ummu Habibah Radhiyallahu’anhu, di Madinah dan masuk rumahnya, ia hendak duduk di atas permadani Rasulullah Shalallahu’alaihi Wasalam, maka Ummu Habibah mencegahnya. Abu Sufyan berkata, “Wahai putriku, aku tidak tahu apakah kamu lebih mencintaiku daripada permadani ini ataukah kamu lebih mencintainya daripada aku ?” Ia menjawab, “Ia permadani Rasulullah Shalallahu’alaihi Wasalam, sedangkan anda musyrik; maka aku tidak suka anda duduk di atas permadaninya.” (Disebutkan Ibnu Katsir dalam al-Bidayah wan Nihayah, 4/280; Ibnu Hajar dalam al-Ishabah, 4/299).
· Kecintaan Ali Radhiyallahu’anha kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.
Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu’anhu pernah ditanya, “Bagaimana cinta kalian kepada Rasulullah Shalallahu’alaihi Wasalam ?” ia menjawab, “Beliau Shallallahu’alaihi wasallam, demi Allah lebih kami cintai daripada harta kami, anak-anak kami , ayah dan ibu kami, air dingin pada saat kehausan.” (Syarh asy-Syafa, 2/40).
· Kecintaan wanita tabah di zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, terhadap Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
Dari Anas bin Malik Radhiyallahu’anhu, ia menuturkan, “Tatkala pada perang Uhud para penduduk Madinah melarikan diri sambil berteriak, ‘Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam terbunuh’ sehingga banyak teriakan di penjuru Madinah, maka keluarlah seorang perempuan dari Anshar dengan berikat pinggang. Kemudian ia diberi kabar mengenai kematian anak, ayah, suami dan saudaranya. Saya tidak tahu siapakah di antara mereka yang terbunuh terlebih dahulu. Ketika ia melewati salah seorang dari mereka, ia bertanya, ‘Siapakah yang mati ini?’ mereka menjawa, ‘Ayahmu, saudaramu, suamimu, anakmu!’ namun ia malah bertanya, ‘Apa yang dilakukan oleh Rasulullah Shalallahu’alaihi Wasalam ?’ mereka menjawab, ‘Majulah ke depan.’ Setelah sampai kepada Rasulullah Shalallahu’alaihi Wasalam, ia memegang ujung baju beliau kemudian mengatakan, ‘Ayah dan ibuku sebagai tebusanmu, wahai Rasulullah Shalallahu’alaihi Wasalam. Aku tidak peduli, asal engkau selamat dari orang yang jahat’.” (HR. Ath-Thabrani dalam al-Ausath, 8/244, dan disebutkan dalam Majma’ az-Zawa’id, al-Haitsami, 6/115 dan ia menyebutkan bahwa para perawinya tsiqah kecuali satu orang yang tidak dikenalnya. Lihat pula dalam al-Bidayah wan Nihayah, 4/47). Dalam sebuah riwayat, ia mengatakan, “Setiap musibah terasa ringan setelah melihatmu selamat.” (HR. Ibnu Hisyam dalam as-Sirah, 3/43; diriwayatkan pula oleh Ibnu Katsir dalam al-Bidayah wan Nihayah, 4/47).
· Kecintaan 'Umar bin Al Khaththab radliallahu 'anhu terhadap Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
عَنْ عَمْرِو بْنِ مَيْمُونٍ الْأَوْدِيِّ قَالَ رَأَيْتُ عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ يَا عَبْدَ اللَّهِ بْنَ عُمَرَ اذْهَبْ إِلَى أُمِّ الْمُؤْمِنِينَ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا فَقُلْ يَقْرَأُ عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ عَلَيْكِ السَّلَامَ ثُمَّ سَلْهَا أَنْ أُدْفَنَ مَعَ صَاحِبَيَّ قَالَتْ كُنْتُ أُرِيدُهُ لِنَفْسِي فَلَأُوثِرَنَّهُ الْيَوْمَ عَلَى نَفْسِي فَلَمَّا أَقْبَلَ قَالَ لَهُ مَا لَدَيْكَ قَالَ أَذِنَتْ لَكَ يَا أَمِيرَ الْمُؤْمِنِينَ قَالَ مَا كَانَ شَيْءٌ أَهَمَّ إِلَيَّ مِنْ ذَلِكَ الْمَضْجَعِ فَإِذَا قُبِضْتُ فَاحْمِلُونِي ثُمَّ سَلِّمُوا ثُمَّ قُلْ يَسْتَأْذِنُ عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ فَإِنْ أَذِنَتْ لِي فَادْفِنُونِي وَإِلَّا فَرُدُّونِي إِلَى مَقَابِرِ الْمُسْلِمِينَ إِنِّي لَا أَعْلَمُ أَحَدًا أَحَقَّ بِهَذَا الْأَمْرِ مِنْ هَؤُلَاءِ النَّفَرِ الَّذِينَ تُوُفِّيَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ عَنْهُمْ رَاضٍ فَمَنْ اسْتَخْلَفُوا بَعْدِي فَهُوَ الْخَلِيفَةُ فَاسْمَعُوا لَهُ وَأَطِيعُوا فَسَمَّى عُثْمَانَ وَعَلِيًّا وَطَلْحَةَ وَالزُّبَيْرَ وَعَبْدَ الرَّحْمَنِ بْنَ عَوْفٍ وَسَعْدَ بْنَ أَبِي وَقَّاصٍ وَوَلَجَ عَلَيْهِ شَابٌّ مِنْ الْأَنْصَارِ فَقَالَ أَبْشِرْ يَا أَمِيرَ الْمُؤْمِنِينَ بِبُشْرَى اللَّهِ كَانَ لَكَ مِنْ الْقَدَمِ فِي الْإِسْلَامِ مَا قَدْ عَلِمْتَ ثُمَّ اسْتُخْلِفْتَ فَعَدَلْتَ ثُمَّ الشَّهَادَةُ بَعْدَ هَذَا كُلِّهِ فَقَالَ لَيْتَنِي يَا ابْنَ أَخِي وَذَلِكَ كَفَافًا لَا عَلَيَّ وَلَا لِي أُوصِي الْخَلِيفَةَ مِنْ بَعْدِي بِالْمُهَاجِرِينَ الْأَوَّلِينَ خَيْرًا أَنْ يَعْرِفَ لَهُمْ حَقَّهُمْ وَأَنْ يَحْفَظَ لَهُمْ حُرْمَتَهُمْ وَأُوصِيهِ بِالْأَنْصَارِ خَيْرًا { الَّذِينَ تَبَوَّءُوا الدَّارَ وَالْإِيمَانَ } أَنْ يُقْبَلَ مِنْ مُحْسِنِهِمْ وَيُعْفَى عَنْ مُسِيئِهِمْ وَأُوصِيهِ بِذِمَّةِ اللَّهِ وَذِمَّةِ رَسُولِهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ يُوفَى لَهُمْ بِعَهْدِهِمْ وَأَنْ يُقَاتَلَ مِنْ وَرَائِهِمْ وَأَنْ لَا يُكَلَّفُوا فَوْقَ طَاقَتِهِمْ
Dari 'Amru bin Maimun Al Audiy berkata,: "Aku melihat 'Umar bin Al Khaththab radliallahu 'anhu berkata,: "Wahai 'Abdullah bin Umar temuilah Ummul Mu'minin 'Aisyah radliallahu 'anha lalu sampaikan bahwa 'Umar bin Al Khaththab menyampaikan salam kepadamu, kemudian mintalah agar aku dikubur bersama kedua temanku. 'Aisyah berkata; "Aku dulu menginginkan tempat itu untukku, namun sekarang aku lebih mengutamakannya daripada diriku. Ketika ia pulang, Umar berkata, kepadanya: "Jawaban apa yang kamu bawa?". Ia menjawab; "Engkau telah mendapat izin wahai Amirul Mu'minin, lalu ia berkata,: "Tidak ada sesuatu yang lebih aku cintai daripada tempat berbaring itu, dan jika aku sudah meninggal, bawalah aku kepadanya lalu sampaikan salam dan katakan bahwa 'Umar bin Al Khaththab telah meminta izin, dan jika diizinkan maka kuburkanlah aku disana, dan jika tidak, maka kuburlah aku dipekuburan kaum muslimin. Sebab aku tidak mengetahui seseorang yang lebih berhak pada perkara ini daripada mereka, orang-orang yang ketika beliau meninggal maka Rasulullah Shallallahu'alaihiwasallam telah meridhai mereka, maka barangsiapa yang menggantikan aku setelahku dialah khalifah, wajib dengar dan taatlah padanya. Lalu ia menyebut nama 'Utsman, 'Ali, Thalhah, Az Zubair, 'Abdur-Rahman bin 'Auf, Saad bin Abi Waqqas. Kemudian seorang pemuda Anshar datang kepadanya, ia berkata,: "Wahai Amirul Mu'minin, berilah kabar gembira yang diberikan Allah kepadamu karena masuk Islam pertama kali seperti yang telah engkau ketahui, lalu engkau diangkat menjadi khalifah dan setelah ini semua engkau akan mati syahid?". Da menjawab: "Barangkali cukuplah yang engkau katakan itu wahai anak saudaraku, aku berwasiat kebaikan kepada khalifah setelahku terhadap orang-orang yang pertama-tama berhijrah, agar ia mengerti hak-hak mereka dan menjaga kehormatan mereka, dan aku berwasiat kebaikan kepadanya terhadap orang-orang Anshar, yang mereka telah menempati Madinah dan beriman kepada Allah Ta'ala, agar ia terima orang-orang yang baik diantara mereka dan memaafkan orang-orang yang berbuat buruk diantara mereka, dan aku berwasiat kepadanya akan tanggungan Allah dan RasulNya Shallallahu'alaihiwasallam agar ia menepati perjanjian dengannya, dan ia berperang dibelakangnya, serta tidak membebani mereka dengan apa yang tidak mereka mampu".
Tidak ada komentar:
Posting Komentar